Sabtu, 17 Mei 2025

HAK 13 HAK MURID PADA GURUNYA

 




HAK 13

HAK MURID PADA GURUNYA

 

Syariat Islam sangat menaruh perhatian terhadap hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk salah satu adab bagaimana seorang murid menunaikan hak tehadap gurunya, demikian pula sebaliknya seorang guru menunaikan hak kepada muridnya. Bahkan hubungan antara guru dan murid bukan hanya sekadar rutinitas dan hubungan akademik biasa, melainkan ikatan ruhani, adab, dan penghormatan yang didasari semata-mata karena Allah sehingga semua aktivitas antara murid dan guru menyenangkan dan bernialai ibadah.

Diantara sifat-sifat yang seharusnya dimiliki seorang guru sebelum mengajar muridnya yaitu:

1.   Meluruskan niat.

Seorang guru hendaknya senantiasa menjaga niatnya dan mengikhlaskan semua aktifitas di dalam mengajar karena Allah semata.

Meyakini bahwa balasan Allah lebih besar dari apa yang sekedar dia terima dari gajinya.

Allah ta’ala berfirman:

ومَا أُمِرُوْا إِلاَّلِيَعْبُدُاللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ.

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…”(QS. Al-Bayyinah[98] : 5).

فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ.

“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar [39]:2).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

  إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.

“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya.” (HR Bukhari 1, 6689, Muslim 1907).

Dari Abu Hurairah raḍiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah ta’ala berfirman:

أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ.

"Aku paling tidak butuh pada semua sekutu. Siapa yang beramal dengan mempersekutukan diri-Ku dalam amalnya, maka Aku tinggalkan dia bersama sekutunya." (HR. Muslim 2985, Ibnu Majah 4202).

Ibnu Rajab berkata, “ Jika niat seseorang benar maka amalannya benar dan akan memperoleh pahala, sebaliknya jika niatnya salah, amalannya rusak dan akan memperoleh dosa.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab al-Hambali).

Bila seseorang tidak Ikhlas di dalam mengajar selain menghadapi berbagai masalah yang berat, dia hanya mendapat kelelahan dan dosa.

2.   Memiliki sifat jujur.

Jujur berarti adanya keselarasan antara lahir dan batin seseorang dengan apa yang ia ucapkan dan ia perbuat. Seorang guru adalah cerminan bagi murid-muridnya, menjadi teladan dalam ucapan maupun perbuatan, yang setiap saat akan diperhatikan, dinilai, serta segala aktivitasnya akan dikaitkan satu sama lain. Bila seorang guru tidak jujur, atau terdapat indikasi bahwa ia berdusta maupun menyembunyikan kebohongan, maka akan runtuhlah marwahnya. Kepercayaan murid-muridnya pun akan hilang, yang pada akhirnya membuatnya diremehkan, tidak dianggap, dan kehilangan nilai di mata mereka.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ.

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah[9]:119).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ صِدِّيقًا، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا .

“Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, sedangkan kebaikan akan membawa kedalam surga, tidaklah seseorang selalu jujur hingga dicatat seorang yang jujur, sesungguhnya dusta membawa kepada kefajiran, sesungguhnya kefajiran akan membawa kedalam neraka, tidaklah seseorang berkata dusta hingga di catat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Bukhari 6094, Muslim 2607).

3.   Serasi antara perkataan dengan perbuatan.

Orang yang tidak serasi antara ucapan dengan perbuatan menjadikan tanda tanya orang-orang di sekitarnya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ.

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. Sangat besarlah kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaf [61]:2-3).

Allah ta’ala membuka kebohongan orang munafik.

وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ.

“Apabila mereka menjumpai orang-orang mukmin, mereka berkata, ‘Kami telah beriman.’ Namun jika mereka menyendiri beserta dedengkot-dedengkotnya, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami di pihak kalian. Hanya saja kami hendak mengolok-olok kaum mukmin.” (QS: Al-Baqarah [2]: 14).

آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ.

“Tanda orang munafik itu tiga apabila ia berkata dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila dipercaya mengkhianati” (HR. Bukhari 33, 2682, Muslim 59).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang hal ini. Beliau bersabda:

الْمُتَشَبِّعُ بِمَا لَمْ يُعْطَ كَلَابِسِ ثَوْبَيْ زُورٍ.

“Orang yang (berpura-pura) berpenampilan dengan sesuatu yang tidak diberikan kepadanya bagaikan orang yang memakai dua pakaian palsu (kedustaan).” (HR. Bukhari 5219, Muslim 2130).

Abu U’baid berkata, “ Orang yang menghiasi dirinya dengan kebatilan.” (Syarah Shahih Bukhari li Ibni Bathal).

4.   Bersikap adil diantara anak didik.

Hendaknya seorang guru bersikap adil di antara murid-muridnya.

Selain hal itu bentuk aplikasi agama yang mulia ini, adil akan menjadikan ketentraman, kedamain dan kepuasan anak didik.

Allah tala’ala berfirman di berbagai ayat di dalam Al-Qur’an:

وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى.

"Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat kalian." (QS. Al-An'am[6]: 152).

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ.

“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berlaku adil dan berbuat baik.”(QS. An-Nahl [16]: 90).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menja­di saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Maidah[5]:8).

وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ.

“Dan apabila kalian menghukum di antara manusia, hendaklah menghukum dengan adil.” (QS. An-Nisa[ 4]:58).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ ,وَإِمَامٌ عَادِلٌ...

"Tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya: ... pemimpin yang adil..." (HR. Al-Bukhari 660, Muslim 1031).

الْمُقْسِطُونَ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وُلُّوا.

“Orang-orang yang adil akan berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya pada hari kiamat, mereka adalah orang-orang yang adil dalam hukum mereka, terhadap keluarga mereka, dan dalam segala hal yang mereka pimpin.”(HR. Muslim 1827).

5.   Berakhlak mulia.

Hendaknya seorang guru menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia, hal ini karena murid-murid akan mengambil teladan dari dirinya.

Banyak anak-anak yang gagal di dalam mendengarkan orang tua maupun gurunya, namun mereka tidak gagal mencontoh orang tua ataupun gurunya.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ.

“Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”(QS. An-Nahl[16]:128).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ. 

"Tidak ada sesuatupun yang lebih berat dalam timbangan (amalan) seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlaq yang mulia." (HR. Tirmidzi 2002, di hasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Ash-Shahihah 876).

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke surga sebagaimana disebutkan dalam sebuah atsar:

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ  تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ. وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ  الْفَمُ وَالْفَرْجُ.

“Taqwa kepada Allah dan bagusnya akhlak.” Dan beliau ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke neraka, maka beliau bersabda: “mulut dan farji (kemaluan).” (HR Tirmidzi 2004, Abu Dawud 2596, Ibnu Majah 4246. Dihasankan syaikh al-Albani, Lihat As-Shahihah 977).

Rasulullah sallallahu ‘alaaihi wa sallam juga bersabda:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا .

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, dan yang paling baik di antara kamu sekalian adalah yang paling baik akhlaqnya terhadap isteri-isterinya.” (HR. Ahmad 7402, Tirmidzi 1162, Abu Dawud 4682 dihasan oleh syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 284).

6.   Memiliki sifat rendah hati.

Seorang guru hendaknya bersikap tawadhu’ (rendah hati) terhadap murid-muridnya.

Allah ta’ala berfirman:

وَعِبَادُ الرَّحْمَـٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا.

"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan 'salam." (QS. Al-Furqan [25]: 63).

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ، إِلَّا عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ.

“Sedekah tidak akan mengurangi harta, tidaklah Allah menambah kepada seorang hamba karena pemaafan kecuali kemuliaan, dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim 2588, Tirmidzi 2029).

إِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا، حَتَّى لَا يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ، وَلَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ.

"Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap tawadhu’, sehingga tidak ada seorang pun yang berlaku sombong terhadap yang lain dan tidak pula membanggakan diri atas yang lain."  (HR. Bukhari di dalam al-Adabu al-Mufrad 438, dishahihkan syaikh al-Albani di dalam suanan Abu Dawud 4895).

Begitupula seorang guru hendaknya bersikap tawadhu’ dalam menerima kebenaran meskipun dari muridnya, karena kesombongan akan menghancurkan dunia dan akhirat seseorang.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ . وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ.

"Dan janganlah engkau memalingkan wajahmu dari manusia karena sombong dan jangan berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Dan sederhanalah dalam berjalan dan pelankanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai." (QS. Luqman [31]: 18–19).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ.

"Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi. Ada seseorang yang bertanya, 'Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?' Beliau menjawab, 'Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain." (HR. Muslim 91, Tirmidzi 1999, Ibnu Majah 59).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadist ini berisi larangan dari sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka, serta menolak kebenaran” (Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi, II/163).

7.   Memiliki sifat pemberani.

Seorang guru hendaknya mengajarkan sifat pembrani kepada murid-muridnya karena sifat pengecut adalah sifat tercela.

Bisa jadi adakalanya pendapat gurunya bertentangan dengan muridnya, maka seorang guru harus tegas dan berani menyampaikan kebenaran.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًايُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu..” (QS.Al-Ahzab[33] : 70-71).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ.

"Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim." (HR. Tabrani 8081, Baihaqi, Su’abul Iman  7174, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 491).

وَأَمَرَنِي أَنْ أَقُولَ بِالْحَقِّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا، وَأَمَرَنِي أَنْ لَا أَخَافَ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ.

"Dan Dia memerintahkanku untuk mengatakan yang benar walaupun pahit, dan memerintahkanku agar aku tidak takut terhadap celaan orang yang mencela dalam (menegakkan) agama Allah." (HR. Ahmad 21415, Musnad al-Bazar 806, Shahih Ibnu Hibban 449, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 2166).

مَنْ كَتَمَ عِلْمًا أَلْجَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ.

“Barang siapa ditanya tentang suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka pada hari kiamat ia akan dikekang dengan kekang dari api neraka.” (HR. Ibnu Majah 264, Abu Dawud 2657, Ahmad 7571, Tirmidzi 2649, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Misykah 223).

8.   Ramah kepada anak didiknya.

Seorang guru tidak perlu menampakkan sikap garang kepada anak didiknya hanya agar ditakuti. Sebab, hal itu justru akan membuat mereka menjauh, lari dari ilmu, dan merasa jenuh. Sebaliknya, bersikap ramah dalam mengajar akan membuat suasana menjadi menyenangkan, memudahkan pemahaman, serta menjadikan guru lebih mudah diteladan.

Allah ta’ala berfirman kepada Rasul-Nya:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ.

“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.” (QS. Ali-Imran[3]:159).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adakalanya bercanda, baik kepada anak anak kecil maupun dewasa.

عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا، وَكَانَ لِي أَخٌ يُقَالُ لَهُ أَبُو عُمَيْرٍ - قَالَ: أَحْسِبُهُ - فَطِيمًا، وَكَانَ إِذَا جَاءَ قَالَ: يَا أَبَا عُمَيْرٍ، مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ

Dari Anas, Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik akhlaknya. Aku memiliki seorang adik bernama Abu ‘Umair. Aku kira dia sudah disapih (masih kecil). Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihii wa sallam datang beliau berkata: ‘Wahai Abu ‘Umair, apa yang dilakukan oleh Nughair?” (HR. Bukhari 6203,  Muslim 2150, Ahmad 13077, Tirmidzi 333).

Al-Nughair adalah burung kecil peliharaan milik Abu ‘Umair. Diriwayatkan bahwa burung itu meninggal, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghiburnya dengan bercanda dan menyapanya seperti itu.

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِأَهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أَدْخَلَ عَلَيْهِمُ الرِّفْقَ.

"Jika Allah menghendaki kebaikan bagi sebuah keluarga, maka Allah akan memasukkan kelembutan kepada mereka." (HR. Ahmad 24427, Baihaqi, Su’abu al-Iman 6140,  dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 1219).

إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ.

"Sesungguhnya kelembutan tidaklah berada pada sesuatu melainkan akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu melainkan akan membuatnya buruk." (HR. Muslim 2594)

Orang yang kaku, keras, kasar tidak menambah kecuali keburukan, merasa bangga dengan dirinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ.

“Tiga perkara yang membinasakan: sifat sukh (rakus dan bakhil) yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan ‘ujub seseorang terhadap dirinya.” (HR. Baihaqi di dalam Syu’abul Iman 731, Musnad al-Bazar 6491, Tabrani di dalam al-Mu’jam al-Ausath 5754, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 1802).

9.   Bersabar terhadap anak didiknya.

Seorang guru sangat membutuhkan sifat sabar, karena dirinya menghadapi berbagai tingkah laku anak didiknya, yang jelas pasti ada yang menyenangkan dan ada pula yang mengecewakan.

Sabar secara bahasa diambil dari kata al-habsu yang artinya menahan.

Adapun secara istilah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar adalah menahan nafsu di dalam ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah.” (Syarhu Al-Ushulu Tsalatsah hal 22-23).

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّهُ مَنْ يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ.

“Sungguh, Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami. Sesungguhnya barangsiapa bertakwa dan bersabar, maka Sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf [12]:90).

وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ.

“Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.” (QS. Ali-‘Imran [3]:186).

Allah ta’ala berfirman:

أُولَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَامًا.

“Mereka itulah orang-orang yang dibalas dengan kedudukan-kedudukan tinggi (di surga) dengan sebab kesabaran mereka.” (QS. Al-Furqaan [25]: 75).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran [3] : 200).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ.

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Tidaklah hal itu terjadi kecuali pada seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka itu baik baginya. Apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka itu baik baginya.” (HR. Muslim 2999, shahih Ibnu Hibban 2896).

وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ..

Barang siapa yang berusaha untuk sabar, maka Allah akan menyabarkan. Tidak ada pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Bukhari 6470, 1469, Muslim 1053, Tirmidzi 2024).

10.                     Menghindari perkataan keji yang tidak pantas.

Hendaknya seorang guru menjaga setiap perkataanya, hal ini dikarenakan selain ucapannya akan ditiru anak didiknya dirinya juga meyakini bahwa apa yang keluar dari ucapannya semua akan dimintai tanggung jawabnya.

Allah ta’ala berfirman:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ.

“Tidak ada suatu kata pun yang terucap, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf[50]:18).

وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا

“Dan ucapkanlah perkataan yang baik kepada manusia.” (QS. Al-Baqarah[2]: 83).

قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى.

"Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan hati. Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah[2]:263).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْفَاحِشَ الْمُتَفَحِّشَ.

"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang keji dan yang mengucapkan kata-kata keji." (HR. Bukhari di dalam al-Adabu al-Mufrad 487, Abu Dawud 4792, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 876).

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت.

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Bukhari 6018, Muslim 47).

 

Diambil dari kitab (Al-Mu’allim al-Awwal, (Qudwah li kulli mu’alim wal mu’allimah, Fuad bin Abdul Aziz Asy-Syalhub) dengan berbagai tambahan.

 

Adapun hak murid yang harus ditunaikan seorang guru diantaranya yaitu:

1.   Mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada muridnya.

Seorang guru hendaknya menyadari bahwa apa yang dilakukan merupakan ibadah yang sangat mulia dan amal jariyah yang senanti asa akan mengalir terus pahalanya meskipun telah meninggal.

Hal ini sebagaimana di sebutkan Allah ta’ala di berbagai tempat di dalam Al-Qur’an:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.

“Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran[3]:104).

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ.

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan kebajikan, dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri).” (QS. Fusilat[41]:33).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ : إِلا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seorang wafat, maka terputuslah amalannya, kecuali tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim. 1631, Abu Dawud 2880).

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ.

"Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang melakukannya."(HR. Muslim 1893, Tirmidzi 2671, Abu Dawud 5129).

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

"Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari 5027, Tirmidzi 2909, Abu Dawud 1452).

2.   Menguatkan dasar-dasarnya terlebih dahulu.

Ajarkan aqidah, ibadah, adab, akhlaq dan muamalah yang benar, hal ini mengambil suri teladan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaimana beliau mendidik aqidah para sahabat selama 13 tahun, selain itu beliau selalu menghiasi dawahnya dengan akhlak yang mulia.

Allah ta’ala berfirman:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّـهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ.

"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kata yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit." (QS. Ibrahim [14]:24).

"Ali bin Abi Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya: { كَلِمَةً طَيِّبَةً } (perumpamaan kata yang baik) adalah syahadat 'La ilaha illallah' (tiada Tuhan selain Allah), { كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ } (seperti pohon yang baik) adalah orang yang beriman, {أَصْلُهَا ثَابِتٌ} (akarnya teguh) yaitu mengucapkan 'La ilaha illallah' di hati orang beriman, {وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ} (dan cabangnya menjulang ke langit) yaitu amalan orang beriman yang diangkat ke langit." (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Ibrahim[14]:24).

Begitu pula akhlak yang baik, Allah ta’ala berfirman:

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ.

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam [68]: 4)

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21).

Ibnu Katsir berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan dalil pokok yang paling besar, yang menganjurkan kepada kita agar meniru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. dalam semua ucapan, perbuatan, dan sepak terjangnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, (QS. Al-Ahzab[33]:21).

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكاَرِمَ اْلأَخْلاَقِ.

“Sesungguhnya aku diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad 273, dishahihkan syaikh al-Albani dalam Silsilah As-Shahihah 45).

Begitu pula ilmu-ilmu dasar yang lain, seperti tata Bahasa, bacaan, penulisan, serta matan-matan yang ringan hendaknya murid bisa menguasai.

مَنْ لَمْ يُتْقِنِ الأُصُولَ حُرِمَ الوُصُولَ.

"Barang siapa yang tidak menguasai dasar-dasar (ilmu), maka ia akan terhalang dari mencapai tujuan (puncak atau kesempurnaan)." (Hilyah Thalibil ilmi, Tadzkiratus Sami’ wa mutakallim, hal 114).

3.   Mengajarkan kepada anak didik secara bertahap.

Allah ta’ala menurunkan AL-Qur’an secara bertahap, hal ini menunjukkan kemampuan manusia hanya mampu memahami secara bertahap.

Allah ta’ala berfirman:

وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًاز

“Al-Qur’an Kami turunkan berangsur-angsur agar engkau (Nabi Muhammad) membacakannya kepada manusia secara perlahan-lahan dan Kami benar-benar menurunkannya secara bertahap.

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus Mu’adz Radhiyallahu anhu ke Yaman Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِي فُقَرَائِهِمْ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ.

Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), maka serulah mereka kepada syahadat La Ilaha illallah dan aku utusan Allah, Jika mereka telah mentaatimu dalam hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah Azza wa Jalla mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah mentaati hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Dan jika mereka telah mentaati hal itu, maka jauhkan dirimu dari harta terbaik mereka, dan lindungilah dirimu dari do’a orang yang teraniaya karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara do’anya dengan Allah.” (HR. Bukhari 1395, Muslim 19).

Hadits ini menunjukkan mengajarkan kepada murid secara bertahab, demikian pula diawali dari yang paling penting baru yang penting.

مَن رَامَ العِلْمَ جُمْلَةً ذَهَبَ جُمْلَةً

"Barang siapa yang menginginkan ilmu sekaligus, maka dia akan kehilangan ilmu sekaligus." (Hilyah Thalabil ilmi, Fadhlul ilmi, Arsalan 144).

4.   Tidak semata-mata melihat hasil namun juga menghargai usahanya.

Kemampuan murid satu sama lain berbeda-beda, hendaknya memaklumi dan melakukan pendekatan kepada murid-muridnya yang tertinggal dan belum bisa memahami, mendorongnya agar bersemangat dan agar senantiasa memohon kepada Allah ta’ala agar diberi kemudahan.

Setiap murid memiliki potensi berbeda. Guru wajib memberikan ruang bagi murid untuk berkembang sesuai keunggulannya. Murid berhak dibina bila perlu secara personal.

Banyak realita anak-anak yang belum bisa memahami pelajara tanpa ada pendekatan sehingga mereka terseret dan tidak sedikit akhirnya mereka keluar. Allahu musta’an.

Allah ta’ala berfirman:

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ.

Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra[17]:7).

Anak didik kita ibarat tanaman kita, jika dirawat dan diperhatikan diharapkan menjadi berhasil, karena keberhasilannya hakekatnya adalah keberhasilan kita juga.

5.   Memberi kesempatan untuk bertanya.

Allah Ta‘ala berfirman:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ.

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl[4]: 43).

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Kami pernah dalam perjalanan, lalu salah seorang dari kami terkena batu hingga kepalanya terluka. Ia mengalami junub dan bertanya kepada teman-temannya: “Apakah ada keringanan bagiku untuk tayammum?”Mereka menjawab: “Tidak ada, selama engkau masih mampu menggunakan air.” Maka ia pun mandi dan akhirnya meninggal dunia. Ketika kami sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan hal itu, beliau bersabda:

قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللهُ أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا إِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِبَ عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً، ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ.

"Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membinasakan mereka! Mengapa mereka tidak bertanya ketika tidak tahu?! Sesungguhnya obat dari kebodohan adalah bertanya. Cukuplah baginya bertayammum, lalu membalut lukanya dan mengusap di atasnya, serta mencuci seluruh tubuh lainnya.”(HR. Abu Dawud 336, Baihaqi 1077, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam Shahih Abu Dawud 365).

Ayat dan hadits ini menunjukkan bahwa orang yang tidak tahu (murid) memiliki hak untuk bertanya dan mendapatkan ilmu dari ahlinya. Hendaknya setiap guru memberi ruang untuk bertanya, dan memberi kenyamanan muridnya saat bersama dengan dirinya.

Sebagian guru mereka tidak memahami hal ini, orang bertanya dianggap merusak suasana, menghambat Pelajaran, dan tidak ditanggapi. Hendaknya dirinya menyadari bahwa murid memiliki hak untuk bertanya kepada gurunya.

Hendaknya guru menyayangi mereka. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ مِنَّا؛ مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا.

“Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi anak kecil.” (HR. Ahmad 6733, Tirmidzi 1919 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 2196).

Demikianlah semoga bermanfaat dan menjadikan kita seorang pendidik yang amanah dan kompeten. Aamiin.

 

-----000-----

 

Sragen 17-5-2025

Junaedi Abdullah.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUD AQIDATAKA BAB 5 SOAL: 3 FENOMENA KESYIRIKAN PADA MASYARAKAT.

  BAB 5 SYIRIK BESAR. SOAL: 3 FENOMENA KESYIRIKAN PADA MASYARAKAT.   م - هَلِ الشِّرْكُ مَوْجُودٌ فِي هٰذِهِ الأُمَّةِ . Soal: A...