HAK MURID PADA GURUNYA
Syariat Islam sangat menaruh perhatian
terhadap hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk salah satu adab
bagaimana seorang murid menunaikan hak tehadap gurunya, demikian pula
sebaliknya seorang guru menunaikan hak kepada muridnya. Bahkan hubungan antara
guru dan murid bukan hanya sekadar rutinitas dan hubungan akademik biasa,
melainkan ikatan ruhani, adab, dan penghormatan yang didasari semata-mata
karena Allah sehingga semua aktivitas antara murid dan guru menyenangkan dan
bernialai ibadah.
Diantara sifat-sifat yang seharusnya
dimiliki seorang guru sebelum mengajar muridnya yaitu:
1.
Meluruskan niat.
Seorang guru hendaknya senantiasa menjaga
niatnya dan mengikhlaskan semua aktifitas di dalam mengajar karena Allah semata.
Meyakini bahwa balasan Allah lebih besar
dari apa yang sekedar dia terima dari gajinya.
Allah ta’ala berfirman:
ومَا أُمِرُوْا إِلاَّلِيَعْبُدُاللهَ مُخْلِصِيْنَ
لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus…”(QS. Al-Bayyinah[98] : 5).
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ
الدِّينَ.
“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama
kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar [39]:2).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
إِنَّمَا
الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.
“Amal itu tergantung niatnya, dan
seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya.” (HR Bukhari 1, 6689, Muslim 1907).
Dari Abu
Hurairah raḍiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, Allah ta’ala berfirman:
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ
عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ.
"Aku
paling tidak butuh pada semua sekutu. Siapa yang beramal dengan mempersekutukan
diri-Ku dalam amalnya, maka Aku tinggalkan dia bersama sekutunya." (HR. Muslim 2985, Ibnu
Majah 4202).
Ibnu Rajab berkata, “ Jika niat seseorang
benar maka amalannya benar dan akan memperoleh pahala, sebaliknya jika niatnya
salah, amalannya rusak dan akan memperoleh dosa.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam,
Ibnu Rajab al-Hambali).
Bila seseorang tidak Ikhlas di dalam
mengajar selain menghadapi berbagai masalah yang berat, dia hanya mendapat
kelelahan dan dosa.
2.
Memiliki sifat jujur.
Jujur berarti adanya keselarasan antara
lahir dan batin seseorang dengan apa yang ia ucapkan dan ia perbuat. Seorang
guru adalah cerminan bagi murid-muridnya, menjadi teladan dalam ucapan maupun
perbuatan, yang setiap saat akan diperhatikan, dinilai, serta segala
aktivitasnya akan dikaitkan satu sama lain. Bila seorang guru tidak jujur, atau
terdapat indikasi bahwa ia berdusta maupun menyembunyikan kebohongan, maka akan
runtuhlah marwahnya. Kepercayaan murid-muridnya pun akan hilang, yang pada
akhirnya membuatnya diremehkan, tidak dianggap, dan kehilangan nilai di mata
mereka.
Allah
ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah
kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah[9]:119).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ
الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ
صِدِّيقًا، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ
يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا .
“Sesungguhnya kejujuran membawa
kepada kebaikan, sedangkan kebaikan akan membawa kedalam surga, tidaklah
seseorang selalu jujur hingga dicatat seorang yang jujur, sesungguhnya dusta
membawa kepada kefajiran, sesungguhnya kefajiran akan membawa kedalam neraka,
tidaklah seseorang berkata dusta hingga di catat di sisi Allah sebagai seorang
pendusta.” (HR. Bukhari 6094, Muslim 2607).
3.
Serasi antara perkataan dengan perbuatan.
Orang yang tidak serasi antara ucapan
dengan perbuatan menjadikan tanda tanya orang-orang di sekitarnya.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ .
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ.
“Wahai orang-orang yang
beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. Sangat
besarlah kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
kerjakan.” (QS. Ash-Shaf [61]:2-3).
Allah ta’ala
membuka kebohongan orang munafik.
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا
وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ
مُسْتَهْزِئُونَ.
“Apabila mereka menjumpai orang-orang mukmin, mereka berkata,
‘Kami telah beriman.’ Namun jika mereka menyendiri beserta
dedengkot-dedengkotnya, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami di pihak kalian.
Hanya saja kami hendak mengolok-olok kaum mukmin.” (QS:
Al-Baqarah [2]: 14).
آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ
كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ.
“Tanda orang munafik itu tiga
apabila ia berkata dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila dipercaya
mengkhianati” (HR. Bukhari 33, 2682, Muslim 59).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga melarang hal ini. Beliau bersabda:
الْمُتَشَبِّعُ بِمَا لَمْ يُعْطَ كَلَابِسِ ثَوْبَيْ
زُورٍ.
“Orang yang (berpura-pura)
berpenampilan dengan sesuatu yang tidak diberikan kepadanya bagaikan orang yang
memakai dua pakaian palsu (kedustaan).” (HR. Bukhari 5219, Muslim 2130).
Abu U’baid berkata, “ Orang yang
menghiasi dirinya dengan kebatilan.” (Syarah Shahih Bukhari li Ibni Bathal).
4. Bersikap adil diantara anak didik.
Hendaknya seorang
guru bersikap adil di antara murid-muridnya.
Selain hal
itu bentuk aplikasi agama yang mulia ini, adil akan menjadikan ketentraman,
kedamain dan kepuasan anak didik.
Allah tala’ala
berfirman di berbagai ayat di dalam Al-Qur’an:
وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى.
"Dan apabila kalian
berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat
kalian."
(QS. Al-An'am[6]: 152).
إِنَّ
اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk
berlaku adil dan berbuat baik.”(QS. An-Nahl [16]: 90).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ
شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا
تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.
“Hai orang-orang
yang beriman, hendaklah kalian jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum mendorong kalian
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Maidah[5]:8).
وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ
تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ.
“Dan apabila kalian
menghukum di antara manusia, hendaklah menghukum dengan adil.” (QS. An-Nisa[
4]:58).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ ,وَإِمَامٌ
عَادِلٌ...
"Tujuh
golongan yang akan Allah naungi pada hari yang tiada naungan selain
naungan-Nya: ... pemimpin yang adil..." (HR. Al-Bukhari 660, Muslim 1031).
الْمُقْسِطُونَ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ، الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وُلُّوا.
“Orang-orang
yang adil akan berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya pada hari kiamat,
mereka adalah orang-orang yang adil dalam hukum mereka, terhadap keluarga
mereka, dan dalam segala hal yang mereka pimpin.”(HR. Muslim
1827).
5.
Berakhlak mulia.
Hendaknya seorang guru menghiasi
dirinya dengan akhlak yang mulia, hal ini karena murid-murid akan mengambil
teladan dari dirinya.
Banyak anak-anak yang gagal di
dalam mendengarkan orang tua maupun gurunya, namun mereka tidak gagal mencontoh
orang tua ataupun gurunya.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا
وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ.
“Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa
dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”(QS. An-Nahl[16]:128).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ.
"Tidak ada sesuatupun yang lebih berat dalam timbangan
(amalan) seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlaq yang mulia." (HR. Tirmidzi 2002, di hasankan oleh Syaikh al-Albani dalam
Ash-Shahihah 876).
Ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke
surga sebagaimana disebutkan dalam sebuah atsar:
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ
مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ
تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ. وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ
النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ
وَالْفَرْجُ.
“Taqwa kepada Allah dan bagusnya
akhlak.” Dan beliau ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia
ke neraka, maka beliau bersabda: “mulut dan farji (kemaluan).” (HR Tirmidzi
2004, Abu Dawud 2596, Ibnu Majah 4246. Dihasankan syaikh al-Albani, Lihat
As-Shahihah 977).
Rasulullah sallallahu ‘alaaihi wa sallam juga bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا .
“Orang mukmin yang paling sempurna
imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, dan yang paling baik di antara kamu sekalian
adalah yang paling baik akhlaqnya terhadap isteri-isterinya.” (HR. Ahmad
7402, Tirmidzi 1162, Abu Dawud 4682 dihasan oleh syaikh al-Albani di dalam
Ash-Shahihah 284).
6.
Memiliki sifat rendah hati.
Seorang guru hendaknya bersikap tawadhu’
(rendah hati) terhadap murid-muridnya.
Allah ta’ala berfirman:
وَعِبَادُ الرَّحْمَـٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ
هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا.
"Dan
hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di
bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan
kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan 'salam." (QS. Al-Furqan [25]:
63).
مَا
نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ، إِلَّا
عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ.
“Sedekah tidak akan mengurangi harta, tidaklah Allah menambah
kepada seorang hamba karena pemaafan kecuali kemuliaan, dan tidaklah seseorang
merendahkan diri karena Allah melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim 2588, Tirmidzi 2029).
إِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا، حَتَّى لَا
يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ، وَلَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ.
"Sesungguhnya
Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap tawadhu’, sehingga tidak ada
seorang pun yang berlaku sombong terhadap yang lain dan tidak pula membanggakan
diri atas yang lain." (HR. Bukhari di dalam al-Adabu al-Mufrad 438, dishahihkan syaikh
al-Albani di dalam suanan Abu Dawud 4895).
Begitupula
seorang guru hendaknya bersikap tawadhu’ dalam menerima kebenaran meskipun dari
muridnya, karena kesombongan akan menghancurkan dunia dan akhirat seseorang.
Allah ta’ala
berfirman:
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ
مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ . وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ.
"Dan janganlah engkau memalingkan wajahmu dari manusia karena
sombong dan jangan berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Dan sederhanalah dalam
berjalan dan pelankanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara
keledai." (QS. Luqman [31]: 18–19).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ
رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ
حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ
الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ.
"Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam
hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi. Ada seseorang yang bertanya,
'Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?' Beliau
menjawab, 'Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah
menolak kebenaran dan meremehkan orang lain." (HR. Muslim 91, Tirmidzi
1999, Ibnu Majah 59).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadist ini
berisi larangan dari sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia,
merendahkan mereka, serta menolak kebenaran” (Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi,
II/163).
7.
Memiliki sifat pemberani.
Seorang guru hendaknya
mengajarkan sifat pembrani kepada murid-muridnya karena sifat pengecut adalah
sifat tercela.
Bisa jadi adakalanya pendapat
gurunya bertentangan dengan muridnya, maka seorang guru harus tegas dan berani
menyampaikan kebenaran.
Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًايُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ.
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni
dosa-dosamu..” (QS.Al-Ahzab[33] : 70-71).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ.
"Jihad yang paling utama adalah
menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim." (HR.
Tabrani 8081, Baihaqi, Su’abul Iman 7174, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah
491).
وَأَمَرَنِي أَنْ
أَقُولَ بِالْحَقِّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا، وَأَمَرَنِي أَنْ لَا أَخَافَ فِي
اللَّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ.
"Dan Dia
memerintahkanku untuk mengatakan yang benar walaupun pahit, dan memerintahkanku
agar aku tidak takut terhadap celaan orang yang mencela dalam (menegakkan)
agama Allah." (HR. Ahmad 21415, Musnad al-Bazar 806, Shahih
Ibnu Hibban 449, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 2166).
مَنْ كَتَمَ عِلْمًا أَلْجَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ.
“Barang
siapa ditanya tentang suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka pada hari
kiamat ia akan dikekang dengan kekang dari api neraka.” (HR. Ibnu Majah 264, Abu
Dawud 2657, Ahmad 7571, Tirmidzi 2649, dishahihkan
Syaikh al-Albani di dalam al-Misykah 223).
8.
Ramah kepada anak didiknya.
Seorang guru tidak perlu menampakkan sikap
garang kepada anak didiknya hanya agar ditakuti. Sebab, hal itu justru akan
membuat mereka menjauh, lari dari ilmu, dan merasa jenuh. Sebaliknya, bersikap
ramah dalam mengajar akan membuat suasana menjadi menyenangkan, memudahkan
pemahaman, serta menjadikan guru lebih mudah diteladan.
Allah ta’ala berfirman kepada
Rasul-Nya:
فَبِمَا رَحْمَةٍ
مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا
مِنْ حَوْلِكَ.
“Maka berkat rahmat Allah engkau
(Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap
keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.” (QS.
Ali-Imran[3]:159).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam adakalanya bercanda, baik kepada anak anak kecil maupun dewasa.
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا، وَكَانَ لِي أَخٌ يُقَالُ لَهُ
أَبُو عُمَيْرٍ - قَالَ: أَحْسِبُهُ - فَطِيمًا، وَكَانَ إِذَا جَاءَ قَالَ: يَا
أَبَا عُمَيْرٍ، مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ
Dari
Anas, Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang
paling baik akhlaknya. Aku memiliki seorang adik bernama Abu ‘Umair. Aku kira
dia sudah disapih (masih kecil). Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihii wa sallam
datang beliau berkata: ‘Wahai Abu ‘Umair, apa yang dilakukan oleh Nughair?” (HR.
Bukhari 6203, Muslim 2150, Ahmad 13077,
Tirmidzi 333).
Al-Nughair
adalah burung kecil peliharaan milik Abu ‘Umair. Diriwayatkan bahwa burung itu meninggal,
dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghiburnya dengan bercanda dan
menyapanya seperti itu.
إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِأَهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أَدْخَلَ
عَلَيْهِمُ الرِّفْقَ.
"Jika Allah menghendaki kebaikan bagi
sebuah keluarga, maka Allah akan memasukkan kelembutan kepada mereka." (HR. Ahmad 24427,
Baihaqi, Su’abu al-Iman 6140,
dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 1219).
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ،
وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ.
"Sesungguhnya kelembutan
tidaklah berada pada sesuatu melainkan akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut
dari sesuatu melainkan akan membuatnya buruk." (HR. Muslim 2594)
Orang yang kaku, keras, kasar
tidak menambah kecuali keburukan, merasa bangga dengan dirinya.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثٌ
مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ.
“Tiga perkara yang
membinasakan: sifat sukh (rakus dan bakhil) yang ditaati, hawa nafsu yang
diikuti, dan ‘ujub seseorang terhadap dirinya.” (HR. Baihaqi di dalam Syu’abul
Iman 731, Musnad al-Bazar 6491, Tabrani di dalam al-Mu’jam al-Ausath 5754, dihasankan
Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 1802).
9.
Bersabar terhadap anak didiknya.
Seorang guru
sangat membutuhkan sifat sabar, karena dirinya menghadapi berbagai tingkah laku
anak didiknya, yang jelas pasti ada yang menyenangkan dan ada pula yang
mengecewakan.
Sabar secara bahasa
diambil dari kata al-habsu yang artinya menahan.
Adapun secara
istilah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar
adalah menahan nafsu di dalam ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan
maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam
menghadapi takdir Allah.” (Syarhu Al-Ushulu Tsalatsah hal
22-23).
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّهُ مَنْ يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ
اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ.
“Sungguh, Allah
telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami. Sesungguhnya barangsiapa bertakwa
dan bersabar, maka Sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang
berbuat baik.” (QS. Yusuf [12]:90).
وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ
ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ.
“Jika kamu
bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang
(patut) diutamakan.” (QS. Ali-‘Imran [3]:186).
Allah ta’ala berfirman:
أُولَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا
صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَامًا.
“Mereka itulah orang-orang yang dibalas dengan
kedudukan-kedudukan tinggi (di surga) dengan sebab kesabaran mereka.” (QS. Al-Furqaan [25]: 75).
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا
اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
“Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”
(QS. Ali Imran [3] : 200).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَجَبًا
ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ
إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ،
وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ.
“Sungguh menakjubkan urusan
seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Tidaklah hal itu terjadi
kecuali pada seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur,
maka itu baik baginya. Apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka itu
baik baginya.” (HR. Muslim 2999, shahih Ibnu Hibban 2896).
وَمَنْ
يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا
وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ..
Barang siapa yang
berusaha untuk sabar, maka Allah akan menyabarkan. Tidak ada pemberian yang
diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.”
(HR. Bukhari 6470, 1469, Muslim 1053, Tirmidzi 2024).
10.
Menghindari perkataan keji yang
tidak pantas.
Hendaknya seorang guru menjaga
setiap perkataanya, hal ini dikarenakan selain ucapannya akan ditiru anak
didiknya dirinya juga meyakini bahwa apa yang keluar dari ucapannya semua akan
dimintai tanggung jawabnya.
Allah ta’ala berfirman:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ
اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ.
“Tidak
ada suatu kata pun yang terucap, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas
yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf[50]:18).
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
“Dan ucapkanlah perkataan yang baik kepada
manusia.” (QS. Al-Baqarah[2]: 83).
قَوْلٌ
مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى.
"Perkataan yang baik dan pemberian
maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan
hati. Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah[2]:263).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْفَاحِشَ الْمُتَفَحِّشَ.
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang
yang keji dan yang mengucapkan kata-kata keji." (HR. Bukhari di dalam al-Adabu al-Mufrad 487, Abu Dawud 4792,
dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 876).
مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka
hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Bukhari 6018, Muslim
47).
Diambil dari kitab (Al-Mu’allim al-Awwal,
(Qudwah li kulli mu’alim wal mu’allimah, Fuad bin Abdul Aziz Asy-Syalhub)
dengan berbagai tambahan.
Adapun hak murid yang harus ditunaikan
seorang guru diantaranya yaitu:
1.
Mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada muridnya.
Seorang guru hendaknya menyadari bahwa apa
yang dilakukan merupakan ibadah yang sangat mulia dan amal jariyah yang senanti
asa akan mengalir terus pahalanya meskipun telah meninggal.
Hal ini sebagaimana di sebutkan Allah
ta’ala di berbagai tempat di dalam Al-Qur’an:
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.
“Hendaklah
ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
(berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran[3]:104).
وَمَنْ
أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي
مِنَ الْمُسْلِمِينَ.
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada
orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan kebajikan, dan berkata, ‘Sesungguhnya
aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri).” (QS.
Fusilat[41]:33).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِذَا
مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ : إِلا مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو
لَهُ
“Jika seorang wafat, maka terputuslah
amalannya, kecuali tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak
shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim. 1631, Abu Dawud 2880).
مَنْ دَلَّ
عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ.
"Barang siapa yang menunjukkan kepada
kebaikan, maka ia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang
melakukannya."(HR. Muslim 1893, Tirmidzi 2671, Abu Dawud 5129).
خَيْرُكُمْ مَنْ
تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar
Al-Qur’an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari 5027, Tirmidzi 2909, Abu Dawud
1452).
2. Menguatkan
dasar-dasarnya terlebih dahulu.
Ajarkan aqidah, ibadah, adab, akhlaq
dan muamalah yang benar, hal ini mengambil suri teladan dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaimana beliau mendidik aqidah para sahabat
selama 13 tahun, selain itu beliau selalu menghiasi dawahnya dengan akhlak yang
mulia.
Allah ta’ala berfirman:
أَلَمْ
تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّـهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ
أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ.
"Tidakkah kamu perhatikan
bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kata yang baik seperti pohon yang
baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit."
(QS. Ibrahim [14]:24).
"Ali bin Abi Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai
firman-Nya: { كَلِمَةً طَيِّبَةً } (perumpamaan kata yang baik) adalah syahadat 'La ilaha
illallah' (tiada Tuhan selain Allah), { كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ } (seperti pohon yang baik) adalah orang yang beriman, {أَصْلُهَا
ثَابِتٌ} (akarnya teguh) yaitu mengucapkan 'La
ilaha illallah' di hati orang beriman, {وَفَرْعُهَا
فِي السَّمَاءِ} (dan cabangnya menjulang ke langit) yaitu
amalan orang beriman yang diangkat ke langit." (Tafsir Ibnu Katsir, QS.
Ibrahim[14]:24).
Begitu pula akhlak yang baik, Allah
ta’ala berfirman:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ.
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam [68]: 4)
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا.
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21).
Ibnu Katsir berkata, “Ayat yang
mulia ini merupakan dalil pokok yang paling besar, yang menganjurkan kepada
kita agar meniru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. dalam semua ucapan,
perbuatan, dan sepak terjangnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, (QS. Al-Ahzab[33]:21).
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكاَرِمَ
اْلأَخْلاَقِ.
“Sesungguhnya aku diutus tidak lain
untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad 273,
dishahihkan syaikh al-Albani dalam Silsilah As-Shahihah 45).
Begitu pula ilmu-ilmu dasar yang
lain, seperti tata Bahasa, bacaan, penulisan, serta matan-matan yang ringan
hendaknya murid bisa menguasai.
مَنْ لَمْ يُتْقِنِ الأُصُولَ حُرِمَ الوُصُولَ.
"Barang
siapa yang tidak menguasai dasar-dasar (ilmu), maka ia akan terhalang dari
mencapai tujuan (puncak atau kesempurnaan)." (Hilyah Thalibil ilmi,
Tadzkiratus Sami’ wa mutakallim, hal 114).
3. Mengajarkan kepada anak didik secara bertahap.
Allah
ta’ala menurunkan AL-Qur’an secara bertahap, hal ini menunjukkan kemampuan
manusia hanya mampu memahami secara bertahap.
Allah
ta’ala berfirman:
وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى
مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًاز
“Al-Qur’an
Kami turunkan berangsur-angsur agar engkau (Nabi Muhammad) membacakannya kepada
manusia secara perlahan-lahan dan Kami benar-benar menurunkannya secara
bertahap.
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus Mu’adz
Radhiyallahu anhu ke Yaman Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ
أَهْلِ الْكِتَابِ، فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ
اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، فَإِنْ
هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ
صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِي فُقَرَائِهِمْ، فَإِنْ هُمْ
أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ
الْمَظْلُومِ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ.
Sesungguhnya engkau akan mendatangi
satu kaum Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), maka serulah mereka kepada syahadat La Ilaha illallah
dan aku utusan Allah, Jika mereka telah mentaatimu dalam hal itu, maka
sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah Azza wa Jalla mewajibkan kepada mereka
shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah mentaati hal itu, maka
sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang
diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada
orang-orang fakir. Dan jika mereka telah mentaati hal itu, maka jauhkan dirimu
dari harta terbaik mereka, dan lindungilah dirimu dari do’a orang yang
teraniaya karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara do’anya dengan Allah.”
(HR. Bukhari 1395, Muslim 19).
Hadits ini menunjukkan mengajarkan kepada
murid secara bertahab, demikian pula diawali dari yang paling penting baru yang
penting.
مَن
رَامَ العِلْمَ جُمْلَةً ذَهَبَ جُمْلَةً
"Barang siapa yang
menginginkan ilmu sekaligus, maka dia akan kehilangan ilmu sekaligus."
(Hilyah Thalabil ilmi, Fadhlul ilmi, Arsalan 144).
4. Tidak
semata-mata melihat hasil namun juga menghargai usahanya.
Kemampuan murid satu sama lain
berbeda-beda, hendaknya memaklumi dan melakukan pendekatan kepada murid-muridnya
yang tertinggal dan belum bisa memahami, mendorongnya agar bersemangat dan agar
senantiasa memohon kepada Allah ta’ala agar diberi kemudahan.
Setiap murid memiliki potensi
berbeda. Guru wajib memberikan ruang bagi murid untuk berkembang sesuai
keunggulannya. Murid berhak dibina bila perlu secara personal.
Banyak realita anak-anak yang belum
bisa memahami pelajara tanpa ada pendekatan sehingga mereka terseret dan tidak
sedikit akhirnya mereka keluar. Allahu musta’an.
Allah ta’ala berfirman:
إِنْ
أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ.
“Jika kalian berbuat baik,
sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra[17]:7).
Anak didik kita ibarat tanaman kita,
jika dirawat dan diperhatikan diharapkan menjadi berhasil, karena
keberhasilannya hakekatnya adalah keberhasilan kita juga.
5. Memberi
kesempatan untuk bertanya.
Allah Ta‘ala berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا
تَعْلَمُونَ.
“Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl[4]: 43).
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata:
“Kami pernah dalam perjalanan, lalu salah seorang dari kami terkena batu hingga
kepalanya terluka. Ia mengalami junub dan bertanya kepada teman-temannya: “Apakah ada keringanan bagiku untuk tayammum?”Mereka
menjawab: “Tidak ada, selama engkau masih mampu
menggunakan air.” Maka ia pun mandi dan akhirnya meninggal dunia. Ketika
kami sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan hal itu,
beliau bersabda:
قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللهُ
أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا إِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ
إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِبَ عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً،
ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ.
"Mereka telah membunuhnya, semoga Allah
membinasakan mereka! Mengapa mereka tidak bertanya ketika tidak tahu?!
Sesungguhnya obat dari kebodohan adalah bertanya. Cukuplah baginya bertayammum,
lalu membalut lukanya dan mengusap di atasnya, serta mencuci seluruh tubuh
lainnya.”(HR. Abu Dawud 336, Baihaqi 1077, dihasankan
Syaikh al-Albani di dalam Shahih Abu Dawud 365).
Ayat dan hadits ini menunjukkan bahwa
orang yang tidak tahu (murid) memiliki hak untuk bertanya dan mendapatkan ilmu
dari ahlinya. Hendaknya setiap guru memberi ruang untuk bertanya, dan memberi
kenyamanan muridnya saat bersama dengan dirinya.
Sebagian guru mereka tidak memahami
hal ini, orang bertanya dianggap merusak suasana, menghambat Pelajaran, dan
tidak ditanggapi. Hendaknya dirinya menyadari bahwa murid memiliki hak untuk bertanya
kepada gurunya.
Hendaknya guru menyayangi mereka. Rasulullah sallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
لَيْسَ
مِنَّا؛ مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا.
“Bukanlah
termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi anak kecil.” (HR. Ahmad 6733, Tirmidzi 1919 dishahihkan Syaikh
al-Albani di dalam Ash-Shahihah 2196).
Demikianlah semoga bermanfaat dan menjadikan
kita seorang pendidik yang amanah dan kompeten. Aamiin.
-----000-----
Sragen 17-5-2025
Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar