Rabu, 23 Agustus 2023

BAHAYA ISTIDRAJ.

BAHAYA ISTIDRAJ.

Hendaknya seorang muslim menjadikan orientasi hidupnya hanya untuk Allah semata, ikhlas di dalam menjalankan aktifitas hanya karena Allah semata, dan inilah tujuan hidup kita.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ.

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Az-Dzariat[51]:56).

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

“Katakanlah (wahai Muhammad), sesungguhnya shalatku, ibadahku atau sembelihanku, hidupku dan matiku untuk Allah semata, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am[6]:162).

Hidup seseorang akan terasa ringan apabila hidupnya ikhlas hanya untuk Allah semata, sebaliknya apabila seseorang sudah kehilangan tujuan hidup ini, hidupnya untuk selain Allah, mengejar popularitas, pujian manusia, bersaing, saling menguasai saling berbagga, maka hakekatnya dirinya telah diperbudak oleh dunia.

Oleh karena itu hendaknya seseorang memperhatikan berikut ini:

1.   Bahaya tujuan hidup hanya untuk dunia.

Allah ta’ala berfirman:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ. أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan . (QS. Hud[11]:15-16).

Ibnu Katsir menyebutkan, Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya orang-orang yang suka riya (pamer dalam amalnya), maka pahala mereka diberikan di dunia ini.” Mujahid dan lain-lainnya mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang suka riya.

Anas bin Malik dan Al-Hasan mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani. (Tafsir Ibnu Katsir QS. Hud [11]:15-16).

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ، فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ، جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ .

“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan dalam pandangannya, dan dunia tidak datang kecuali apa yang Allah telah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan hatinya merasa cukup, dan dunia akan datang dalam keadaan merendah.(HR. IBnu Majah 4105, dishahihkan Syaikh al-Bani di dalam as-Shahihah 950).

 

2.   Mewaspadai  bahaya istidraj.

Keamanan kenyamanan dan kenikmatan pada seseorang kadang menjadikan seseorang malas bahkan melupakan kewajibannya untuk taat kepada Allah ta’ala yang telah memberikan kenikmatan segalanya tersebut, dari situ seseorang tidak menyadari bahwa dirinya berada di dalam ancaman kebinasaan, inilah yang disebut istidraj (menarik sedikit-demi sedikit kearah kebinasaan tanpa disadari).

Allah ta’ala berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ . أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ . أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ . أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ .

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang malam hari ketika mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang pada pagi hari ketika mereka sedang bermain? Atau apakah mereka merasa aman dari siksaan Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidak ada yang merasa aman dari siksaan Allah selain orang-orang yang rugi.” (QS. Al-A’raf [7]:96-99).

Disebutkan di dalam tafsir Jalalain, (Maka apakah mereka merasa aman dari tipu daya Allah.) yakni istidraj Allah terhadap mereka dengan memberi mereka banyak kenikmatan kemudian Ia menghukum mereka dengan sekonyong-konyong (Tiada yang merasa aman dari tipu daya Allah kecuali hanya orang-orang yang merugi).

 

3.   Banyaknya harta dan kesenangan bukanlah ukuran keridhaan Allah.

Istidraj adalah limpahan kesenagan dan kenikmatan yang diberikan kepada seseorang dan ditarik sedikit demi sedikt kearah kebinasaan.

Allah ta’ala berfirman:

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ.

“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.” ( QS. Al-An’am[6]:44).

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ.

“Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; dan mereka akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS. Ali-Imran[3]:178).

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ . وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ . كَلَّا.

Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya, lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata, "Tuhanku telah memuliakanku.” Adapun bila Tuhannya mengujinya, lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, "Tuhanku menghinakanku.” Sekali-kali tidak (demikian). (QS. AL-Fajr [89]:15-18).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ.

”Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad 4: 145. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan dilihat dari jalur lain).

4.   Bagaimana Allah membalas makar orang kafir dan Orang fasiq. Allah ta’ala berfirman:

وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ.

“Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Ali-Imran[3]:54).

وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ.

“Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Al-ANfal [8]:30).

إِنَّهُمْ يَكِيدُونَ كَيْدًا . وَأَكِيدُ كَيْدًا.

“Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya. Dan Akupun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya.” (QS. Ath-Thariq[86]:15-16).

5.   Contoh makar Allah kepada orang kafir.

 

1)   Kisah hijrah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bagaimana orang kafir itu bermusyawarah untuk membunuh Rasulullah, Allahpun segera memberi tahu Rasulullah melalui malaikat JIbril, kemudian Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menyiapkan segala sesuatu, memerintahkan Ali bin Abu Thalib tidur dipembaringannya.

Setelah merka berjaga dari sore menunggu, Rasulullah keluar di tengah malam, sambil Rasulullah mengambil pasir dan menaburkan dikepala orang-orang tersebut sambil membaca firman Allah ta’ala:

وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ.

“Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” (QS. Yasiin[36]:9).

Mereka sama sekali tidak menyadari sampai ada orang yang membangunkan mereka, sementara Rasulullah telah berjalan jauh. (lihat Tafsir Ibnu Katsir QS. Yasiin[36]:9).

2)  Bagaimana Allah membalas makar Fir’aun.

Tatkala Fir’aun mengumumkan anak laki-laki lahir harus dibunuh, maka Allah perintahkan ibu nabi Musa untuk menghanyutkan Nabi Musa, setelah itu istrinya mengambil Musa tersebut, orang yang diburu, diancam bunuh dan dicari-cari ternyata makan bersama satu atap dengan dirinya, sampai akhirnya Nabi Musa di ikuti hingga ke lautan dan berakhir dengan di tenggelamkannya.

3)  Makar kepada Namruj.

Ketika Nabi Ibrahim menghancurkan berhala kemudian ditangkap dan diperintahkan untuk dibakar, tapi Allah permalukan Namruj dan kaumnya dengan masih segar bugarnya nabi Ibrahihm ‘alaihi sallam.

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَىٰ بِهِ ۗ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ.

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang diantara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.” (QS. Ali-Imran[3]:91).

 

6.   Contoh makar Allah kepada orang yang maksiat.

 

1)  Binasa karena Riba.

Ada sepasang suami istri, suami istri ini rajin dan telah lama ngaji, mengetahui hukum-hukum halal haram, begitu pula mengetahui haramnya riba, mereka memiliki usaha yang mapan, hanya saja belum besar, kemudian suami ini berkata kepada istrinya, “ Dik, kalau ingin usaha kita cepat besar kita cari pinjaman”, kemudian si istri ini menjawab, “ ya mas,” menyetujui, kemudian suami ini keliling kesana kemari untuk cari pinjaman yang tidak ada ribanya ternyata tidak dapat. Kemudian pulang dan berkata kepada istrinya, “ Tidak ada dek, gimana kalau kita pinjam bank..?” istrinyapun menjawab, “Ya gimana lagi terpaksa.” Maka suami ini pinjam kebank, setelah itu usahanya berkembang dan membuka cabang di berbagai tempat, sampi-sampai dia sudah tidak bisa lagi mengaji, shalat jam’ah, sibuk nganter barang, meting, rapat dan begitu seterusnya.

Hingga suatu saat suami ini melakukan dosa dimana istri tidak lagi bisa memaafkan sehingga rumah tangga mereka hancur dan kandas.

Istri ini berkata, aku tidak menyalahkan suamiku, tapi yang kusalahkan kami semua, yang sudah mengetahui riba adalah dosa besar, dan akan diperangi Allah dan Rasul-Nya, tetapi kami nekat.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ . فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (QS.Al-Baqarah[2]:278-279).

2)  Binasa karena maksiat.

Ada suami istri sudah lama ngaji, mereka menempatkan anak-anak mereka dipondok, hingga suatu saat mereka dapat undangan reoni, maka istri ini bertemu lagi dengan mantannya, ternyata mereka melanjutkan hubungan tersebut, istri ini sering komunikasi tanpa sepengatahuan suaminya.

Hingga suatu saat suami bermaksud menjemput anak-anaknya dipondok, istri ini telah berkencan dengan laki-laki tersebut, maka terjadilah perzinaan, wal iyadzubillah, setelah itu mereka rebut dan akhirnya istri tersebut di cekik hingga meninggal dunia.

Demikianlah hendknya setiap orang takut jangan merasa aman dari makar Allah ta’ala.

 

7.   Penyesalan orang-orang kafir.

وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ.

“Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan. Sungguh, kami adalah orang-orang yang yakin.” (QS. As-Sajdah[32]:12).

 

8.   Orang-orang kafir kepada Allah tidak akan bahagia dunia akhiirat.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS.Thaha[20]:124).

9.   Orang-orang yang beriman merekalah yang beruntung.

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.”(QS.Al-Baqarah[2]:25).

10.                     Berdoa kepada Allah agar diberi keteguhan hati dan istiqamah.

Allah ta’ala berfirman:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ.

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” ( QS. Ali-Imran[3]:8).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ.

Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Ahmad 24604, Tirmidzi 3522, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 2091).

Demikianlah bahaya istidraj hendaknya seseorang takut seandainya dirinya terjerumus dalam maksiat dan merasa aman dari azab Allah, sehigga terseret sedikit-demi sedikit akhirnya binasa, Wal Iyadzubillah.

Semoga bermanfaat Aamiin.

 

Sragen 24-08-2023.

Junaedi Abdullah.

 

BAHAYA TATHAYYUR (ANGGAPAN SIAL)

 

Tathayyur

Banyaknya masyarakat kita yang masih meyakini tathayyur padahal ini adalah larangan keras di dalam agama, dari sini hendaknya kita memperhatikan pentingnya kita mengetahui permasalahan ini, diantaranya:

1)                                          Pengertian tathayyur.

Tathoyyur atau thiyarah, secara bahasa diambil dari kata الطَّيْر (tho’ir) yang artinya ‘burung’. Karena orang-orang arab dimasa dahulu, ketika mereka hendak bepergian (atau ada keperluan penting), mereka biasa mengambil seekor burung dan kemudian diterbangkan. Jika burung tersebut terbang ke arah kanan, itulah yang dikehendaki, namun jika burung tersebut terbang kearah kiri mereka mengurungkan niatnya.

Pengertian tathayyur secara istilah yaitu menganggap sial atas apa yang dilihat, didengar, atau yang diketahui, tanpa adanya dalil dan bukti ilmiah. [1] 

Sedangkan menurut, Ibnul Qayyim rahimahullah  mengatakan :

التطـيُّر: هو التشاؤم من الشيء المرئي أو المسموع

At-tathayyur yaitu, “Merasa sial karena sesuatu yang dilihat maupun yang didengar” [2]

2)                                               Hukum tathayyur.

Hukum tathayyur ada dua:

a)      Apa bila menganggap yang mendatangkan manfaat dan madharat adalah makhluk atau sesuatu selain Allah tersebut maka hukumnya adalah Syirik akbar.

b)      Namun apa bila meyakini yang mendatangkan manfaat dan madharat adalah Allah, sedangkan sesuatu tersebut hanyalah sebab saja, maka hukumnya syirik kecil.

 

3)     Larangan tathayyur.

 

Kenapa tathayyur dilarang..? Karena orang yang melakukan atau meyakini tathayyur menisbatkan kebaikan dan keburukan, keselamatan dan kesialan, kepada selain Allah. Padahal itu semua terjadi atas ketetapan Allah. Allah ta’ala berfirman :

فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ.

“Jika datang kebaikan pada mereka, mereka berkata: ini karena kami. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi huh mereka tidak mengetahui. (QS. Al-A’raf[7]:131).

قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُ عَذَابٌ أَلِيمٌ. قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ أَئِنْ ذُكِّرْتُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ.

Mereka berkata, “hhhhy. Uuuuggghh kami bernasib malang karena kamu. Sungguh, jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami rajam kamu dan kamu pasti akan merasakan siksaan yang pedih dari kami.” Mereka (utusan-utusan) itu berkata, “Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Yasiin[36]:18-19).

Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ، وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ.

"Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah), tidak dibenarkan beranggapan sial, tidak dibenarkan pula beranggapan nasib malang karena burung, juga tidak dibenarkan beranggapan sial di bulan Shafar.”[3]

زَادَ مُسلِمُ: وَلاَ نَوْءَ وَلاَ غُوْلَ.

Imam Muslim menambahkan “Tidak ada bintang dan tidak ada ghul (hantu).”

اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلاَّ، وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ.

Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik dan setiap orang pasti terbetik dalam hatinya. Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepadaNya.” [4]

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطَيِّرَ لَهُ.

“Bukan bagian dari kami orang yang melakukan tathayyur atau orang yang meminta dilakukan tathayyur untuknya” [5]

Dari Anas radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا عَدْوَى، وَلَا طِيَرَةَ، وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ: الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ، الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ .

“Tidak ada keyakinan bahwa penyakit itu datang sendiri dan tidak boleh bersikap thiyarah. Sesungguhnya aku kagum dengan sikap yang optimis, yaitu perkataan yang baik.” [6]

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَنْ يَقُوْلَ أَحَدُهُمْ :اَللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ.

“Barangsiapa mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik.” Para Sahabat bertanya: “Lalu apakah tebusannya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Hendaklah ia mengucapkan: ‘Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tidak ada keburukan melainkan darimu dan tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau.” [7]

4)     Contoh-contoh tathayyur.

Beranggapan sial dari waktu, seperti:

·       Bulan Muharram atau Sura, orang tidak berani bangun rumah, pindah rumah, mengadakan walimahan sampai-sampai menebang pohon tidak berani.

·       Bersamaan tanggal lahir (wethon) atau kematian orang tua, tidak berani mengadakan hajatan pada persamaan waktu tersebut.

·       Dari hewan, seperti burung gagak, burung hantu, burung kedasih, cicak, ular, kucing, tokek.

·       Dari arah, seperti barat ke utara (dianggap bujur mayit, naga hari, tinggal ditotokan jalan (tusuk sate), tinggal di belakan rumah orang tua, tinggal berhadapan dengan orang tua, kakak beradik dapat istri atau suami satu desa dianggap kalah salah satu.

·       Saat istri hamil, tidak boleh mengalungkan handuk kuatir anaknya berkalung ari-ari, tidak boleh membunuh binatang termasuk nyembelih diyakini anaknya bisa cacat, sampai membunuh ikan tidak boleh.

·       Jika anak lahir sama harinya dengan orang tua,  anak harus dibuang, kemudian di beli atau ditebus oleh orang tuannya.

·       Berkaitan dengan angka, seperti anak nomer satu tidak boleh menikah dengan nomer tiga, bahkan ternyata bukan hanya di pelosok orang desa saja tapi orang-orang yang sudah memahami sains sekalipun masih meyakini hal ini, mereka membuat nomer kursi pesawat atau nomer kamar hotel dengan melompatkan nomer 13.

Berkaitan dengan tanda di badan.

Bila bergerak-gerak urat di dekat (keduten) mata diyakini mau menangis, bila bila telinganya tiba-tiba bunyi dianggap sedang digunjing orang.

semua ini tidak benar dan tidak dibenarkan syari’at, justru menjadikan kehidupan manusia semakin sulit dan runyam. Jika diyakini sesuatu tersebut dengan sendirinya yang mendatangkan sial maka hal itu menjadikan kesyirikan.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَادَّ لِفَضْلِهِ.

Jika Allah menimpakan kepadamu kemudaratan maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia dan bila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang dapat menolak keutamaan-Nya.” (QS. Yunus [10]: 107).

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ.

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Yunus [10]: 106).

Orang-orang yang melakukan tathayyur telah terjerumus di dalam kesyirikan baik syirik kecil maupun syirik besar, mereka juga tidak mendapatkan keutamaan masuk surge tanpa hisab tanpa adzab.

semoga bermanfaat, aamiin

 

-----000-----


Sragen 23-08-2023.

Junaedi Abdullah.




[1] (lihat Al Qaulul mufid, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin).

[2] (Miftah Daris Sa’adah, 3/311).

[3] (HR. Bukhari 5757, Muslim 2220).

[4] (HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad 909, Tirmidzi 1614).

[5] (HR. al-Bazzar 3578, dihasankan al-Albani dalam At-Tharhib wa Thagib 3041).

[6] (HR. Bukhari 5756, Muslim 2224, Ahmad 12323).

[7] (HR. Ahmad 7045, di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 1065).

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...