Kamis, 29 Mei 2025

MENGENAL MANHAJ YANG BENAR.



Mengenal Manhaj Yang Benar
(Metode Memahami Agama Islam Yang Benar)

1)        Meyakini agama islam telah sempurna.

Agama islam adalah agama yang telah sempurna, di mana di dalamnya telah diajarkan bagaimana tata cara beribadah kepada Allah ta’ala, bermuamalah sesama manusia, menjahui apa yang terlarang dan membahayakan manusia baik di dunia dan akhirat, begitu pula mengajarkan berbagai macam hal dari apa yang menjadi hajad hidup manusia, Allah ta’ala telah menjelaskan kesempurnaan agama islam ini di dalam firman-Nya:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا.

“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” (QS. Al-Maidah [5]: 3).

Dari Thariq bin Syihab, ia berkata, “Ada seorang Yahudi yang datang kepada ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu, lalu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya kalian membaca sebuah ayat dalam kitab kalian. Jika ayat tersebut diturunkan kepada kami, orang-orang Yahudi, niscaya kami akan menjadikan hari itu (hari turunnya ayat itu) sebagai hari raya.” ‘Umar  radhiyallahu 'anhu bertanya,  “Ayat yang mana?”. Orang Yahudi itu berkata, “Yaitu firman-Nya”:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا.

“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” (QS. Al-Maidah[5]: 3).

Maka ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya aku telah mengetahui hari dan tempat ketika ayat itu turun kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ayat itu diturunkannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di ‘Arafah pada hari Jum’at.” [1]

Ini menunjukkan bahwasanya orang Yahudi saja mereka memahami hal itu, sungguh mengherankan banyak kaum muslimin yang tidak memahami hal ini (tentang kesempurnaan islam).

Allah ta’ala berfirman:

وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ.

“Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu sebagai kalimat yang benar dan adil.” (Al-An'am [6]: 115).

Firman Allah: “wa tammat kalimatu rabbika shidqaw wa ‘adlan.” (“Telah sempurna kalimat dari Rabbmu, sebagai kalimat yang benar dan adil.”) Qatadah berkata: “Yaitu benar dalam firman-Nya, dan adil dalam putusan Nya.”

Laa mubaddila likalimaatihi (“Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-kalimat-Nya.”) “Maksudnya, tidak ada seorang pun yang dapat menolak putusan Allah Ta’ala, di dunia maupun di akhirat.” [2]

Adapun dari hadits, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ.

Aku tinggalkan kalian dalam keadaan terang-benderang, siangnya seperti malamnya. Tidak ada yang berpaling dari keadaan tersebut kecuali ia pasti celaka.” [3]

Dari Abu Dzar radiyallahu’anhu beliau berkata:

تَرَكْنَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي الْهَوَاءِ، إِلَّا وَهُوَ يُذَكِّرُنَا مِنْهُ عِلْمًا، قَالَ: فَقَالَ: صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ، ويُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ، إِلَّا وَقَدْ بُيِّنَ لَكُمْ.

“Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat meninggalkan kami dan tidaklah ada burung yang mengepak-ngepakkan kedua sayapnya di udara kecuali beliau telah menyebutkan kepada kami ilmunya.” Dia berkata, Rasulullah sallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak tersisa suatu (amalan) pun yang dapat mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka, kecuali sudah dijelaskan semuanya kepada kalian.” [4]

 

عَنْ سَلْمَانَ، قَالَ: قِيلَ لَهُ: قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ قَالَ: فَقَالَ: أَجَلْ.

 Dari Salman Radhiyallahu anhu, beliau berkata: “Orang-orang musyrik telah bertanya kepada kami, ‘Sesungguhnya Nabi kalian sudah mengajarkan kalian segala sesuatu sampai (diajarkan pula adab) buang air besar!’ Maka, Salman Radhiyallahu anhu menjawab, ‘Ya’. ” [5]

Dari ayat dan hadis tersebut telah kita maklumi, islam adalah agama yang sempurna, mengajarkan segala sesuatu yang akan membawa kebaikan dunia dan akhirat sehingga tidak memerlukan tambahan dalam perkara-perkara agama ini, sebagaimana tangan seseorang sempurna dengan lima jari, seandainya ada enam jari tidaklah hal itu menjadikannya baik melainkan cacat. Oleh karena itu Allah ta’ala telah mewahyukan kepada Rasul-Nya, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan kepada kita, adapun kewajiban kita hanyalah menerima, mengimani dan mengamalkannya, tanpa menambahi dan menguranginnya.

 

2)        Wajibnya berpegang teguh dengan Al Qur’an dan Sunnah.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ  فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ  ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا.  

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisaa [4]: 59).

Menurut Mujahid rahimahullah dan juga lainnya, beliau mengatakan: “Segala sesuatu yang diperselisihkan di antara manusia menyangkut masalah pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya, hendaknya perselisihan mengenai hal itu dikembalikan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.” [6]

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ.

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah..” (QS.An-Nisa[4]:64).

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.

“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS.An-Nisa[4]:65).

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.

"Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar dan kami patuh.’ Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS An-Nur [24]: 51).

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ.

“Barang siapa mentaati Rasul (Muhammad) sesungguhnya dia telah mentaati Allah.” (QS. An-Nisa[4]:80).

وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.

”Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab[33]:71).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِي، وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ.

“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara, kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya sampai kalian bertemu denganku di telaga.” [7]

Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, tidak mau taat kepada Allah dan rasul-Nya, akan menemui kehinaan di dunia dan kelak akhirat.

وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّحُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ.

“Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS. An-Nisa [4]:14)

إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ كُبِتُوا كَمَا كُبِتَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ.

“Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya pasti mendapat kehinaan, sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan.”(QS. Al-Mujadilah[58]: ayat 5).

3)        Menyadari Keutamaan para sahabat.

Sesungguhnya Allah ta’ala menjadikan para sahabat adalah manusia-manusia yang terbaik yang menemani Rasul-Nya, dan sebagai manusia yang akan diikuti generasi setelahnya.

Kita bisa membaca bagaimana sejarah mencatat manusia-manusia yang sangat mulia ini. Di antara penggalan kisah tersebut seperti :

Tabahnya hati mereka di dalam mempertahankan aqidah.

Sebagian mereka orang-orang yang lemah menerima seruan islam sehingga mereka menghadapi berbagai cobaan dan siksaan dari orang-orang kafir, ada yang dicambuk, diseret di padang pasir, di rendam di dalam air, ditindih batu dan bahkan ditombak dan meninggal dunia. Kekejaman orang kafir terhadap para sahabat sampai-sampai membekas luka ditubuh mereka.

Beratnya tekanan orang-orang kafir tersebut membawa mereka rela meninggalkan kampung halaman yang mereka cintai dan berjalan menyusuri lembah, menyebrang lautan hingga menempuh ribuan kilo meter dengan kendaraan yang sederhana menuju negri Habasyah (Ethiopia) yang belum tahu bagaimana seluk beluknnya. Semua dilakukan karena untuk menyelamatkan aqidahnya.

Hijrah pertama tahun ke-5 dari kenabian menuju ke Habasyah. Rombongan ini terdiri dari 12 orang laki-laki dan 4 orang wanita. Kemudian hijrah kedua terdiri dari 83 muhajirin dan 19 muhajirah (kaum wanita).[8]

 

Kecintaan para sahabat kepada Rasul-Nya.

Banyak sekali kisah-kisah sahabat yang menunjukkan betapa cintanya para sahabat terhadap Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya seperti  kisah Abu Bakar Shidiq, Umar bin khatab, Utsman bin Afwan, Ali bin Abi Thalib, Mus’ab bin Umair, Khubaib bin Adi, begitu pula kedua pemuda belia ketika terjadi perang Badar, mereka adalah Muadz bin Amr bin Jamuh dan Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhuma.

Abdurrahman bin 'Auf mengisahkan:

"Aku berada di dalam barisan pasukan saat perang Badar berkecamuk. Tiba-tiba di sebelah kanan dan kiriku ada dua anak muda yang masih belia. Seakan aku tidak percaya atas keberadaan mereka di situ. Lalu salah seorang di antara keduanya berkata secara rahasia kepadaku agar tidak diketahui oleh temannya, 'Wahai paman! Tunjukkan padaku, mana Abu Jahal!."

Lalu aku berkata, 'Wahai anak saudaraku! Apa yang akan kamu lakukan?' Dia menjawab, “Aku diberitahu bahwa dia mencaci-maki Rasulullah, Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika aku melihatnya, maka dia tidak akan luput dari incaranku hingga ada yang mati terlebih dahulu di antara kami.”

 

Mendengar hal itu, aku jadi terkesima. Dan setelah itu, yang seorang lagi mengedipkan matanya kepadaku dan berkata sebagaimana yang dikatakan oleh temannya itu. Maka tak berapa lama, aku melihat Abu Jahal berkeliling di tengah orang-orang. Lalu aku berkata, "Tidakkah kalian berdua melihat? dialah orang yang kalian berdua tanyakan tadi.” Lalu keduannya membunuh Abu Jahal tersebut.[9]

 

Kedermawanan para sahabat.

Seperti kisah Abu Bakar, Umar, Utsman bin Affan saat kaum muslimin membutuhkan sumur, yang di waktu itu dimiliki oleh orang Yahudi, sehingga sahabat Utsman bin Affan  membeli  sumur Raumah milik Yahudi, banyak sekali pengorbanan para sahabat, seperti Abu Bakar, Umar, Ustman, dan          Ali, terutama di saat perang badar, perang khandak, menjelang perang tabuk, saat ba’iatur ridhwan, dan masih banyak sekali kisah-kisah yang mengharukan.

 

Mulianya akhlak para sahabat

Setelah mereka mendapat pengajaran dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana kisah persaudaraan mereka kaum muhajirin dengan orang-orang Anshar, kisah orang anshar yang disebut Allah ta’ala di dalam (Surat Al Hasyr [59]: 9), pada perang Yarmuk al-Harits bin Hisyam, Ikrimah bin Abu Jahal dan Suhail bin Amr. Yang In syaa Allah akan ada pada pembahasan tersendiri masalah akhlak.

Oleh karena itu pujian Allah subhanahu wa ta’ala sangat banyak kita jumpai di dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala firman:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّه.

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran [3] : 110).

فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ.

“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah [2]: 137).

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat ini dalam kitab tafsirnya , “Maka jika mereka beriman”, yaitu orang-orang kafir dari Ahlul Kitab dan selain mereka, “seperti apa yang kalian telah beriman kepadanya”, wahai kaum mukminin, dengan keimanan kepada seluruh kitab Allah dan Rasul-Nya tanpa membedakan seorang pun dari mereka, “sungguh mereka telah mendapat petunjuk”, yakni mereka telah berada tepat di atas kebenaran dan mendapatkan petunjuk kepadanya.” [10]

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا.

“Sungguh, Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat.” (QS. Al Fath [48]: 18)

Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ مِمَّنْ بَايَعَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ.

Tidak akan masuk neraka orang-orang yang berbaiat di bawah pohon.” [11]

Dari sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ.

Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi setelah mereka, kemudian setelah mereka lagi.[12]

Abu Sa’id Al Khudri radiyallahu’anhu berkata, Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا, مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ، وَلاَ نَصِيفَهُ.

Jangan kalian mencela para sahabatku, seandainya salah seorang kalian menginfakkan emas sebesar Uhud tidak akan bisa menyamai satu mud-nya mereka tidak juga setengahnya.” [13]

Para sahabat adalah orang-orang yang adil sebagaimana Allah ta’ala sebutkan:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا.

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (para sahabat) umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas kalian.” (QS. Al-Baqarah[2]: 143).

Tidak diragukan lagi pujian di dalam ayat dan hadits di atas tidak lain adalah untuk para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang merupakan khitab (yang diajak bicara) dalam ayat tersebut, karena orang yang beriman di waktu itu belum ada yang lain selain para sahabat.

4)        Kewajiban mengikuti pemahaman para sahabat.

Setelah kita mengetahui keutamaan para sahabat, keselamatan para sahabat, pujian Allah kepada mereka, maka kewajiban kita adalah mengikuti pemahaman para sahabat tersebut di dalam memahami agama ini, karena mengikuti mereka merupakan perintahkan Allah dan juga Rasul-Nya.

Allah ta’ala berfirman:

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ.

“Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka (dalam melaksanakan) kebaikan, Allah ridha kepada mereka; dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang di dalamnya terdapat sungai-sungai yang mengalir. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah [9]: 100).

Ayat ini membagi generasi yang baik hanya menjadi dua generasi:

1.    Generasi pertama yaitu dari generasi para sahabat, muhajirin dan anshar, yang mana hal ini tidak mungkin bisa kita capai.

2.    Generasi kedua adalah orang-orang setelahnya, yang mengikuti mereka para sahabat dengan sebaik-baiknya, itulah yang kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita termasuk pengikut mereka dengan sebaik-baiknya. Aamiin.

Adapun dalil dari hadits yang mewajibkan mengikuti para sahabat sebagai berikut:

Dari Abu Najih Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظًةً وَجِلَتْ مِنْهَا القُلُوْبُ وَذَرَفَتْ مِنْهَا العُيُوْنُ فَقُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَةً مُوَدِّعٍ فَأَوْصِنَا قَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَي اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَقَالَ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang membuat hati menjadi bergetar dan mata kami menangis, maka kami berkata, “Wahai Rasulullah, sepertinya ini adalah wasiat dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah wasiat kepada kami.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meskipun kalian dipimpin seorang budak. Sungguh, orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku, ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, wajib atas kalian berpegang teguh pada sunnahku dan Sunnah Khulafaur rosyidin al-mahdiyyin (yang lurus dan mendapatkan petunjuk). Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian, jauhilah setiap perkara yang diada-adakan, karena setiap bid’ah adalah sesat.” [14]

5)     Jalan kebenaran hanya satu.

Dari ibnu Mas’ud radiallahu ‘anhu beliau berkata:

خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هَذِهِ سُبُلٌ و عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ, وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah’, kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,’  kemudian beliau membaca:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ.

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya” (QS. Al-An’am[6]:153) [15]  

Dari ‘Auf bin Malik, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، فَإِحْدَى وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ ، قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ؟ قَالَ: الْجَمَاعَةُ.

“Orang-orang Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan, satu (golongan) masuk Surga dan tujuh puluh di Neraka. Dan Nasrani terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan, yang tujuh puluh satu golongan di Neraka dan yang satu di Surga. Dan demi Yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, ummatku benar-benar akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, yang satu di Surga, dan yang tujuh puluh dua golongan di Neraka,’ Ditanyakan kepada beliau, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang masuk Surga itu) wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Al-Jama’ah’.” [16]

Dalam riwayat yang lain Beliau ditanya:

قَالُوا: وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي.

“Siapakah yang selamat itu ya Rasulullah..?” Beliau menjawab, “Apa yang aku dan para sahabatku berjalan di atasnya” [17]

Pada ayat dan hadits di atas merupakan dalil tentang wajibnya umat ini mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga para sahabatnya, begitu pula jalan kebenaran hanyalah satu.

 

6)     Ancaman bagi orang-orang yang meninggalkan pemahaman para sahabat.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا.

“Dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisaa [4]: 115).

Para sahabat Secara individu (person) bukanlah manusia yang maksum (bebas dari salah), akan tetapi apa yang telah ditaqrir (didiamkan dan disetujui) Rasulullah shallallahu a’laihi wa sallam terhadap sahabat merupakan dalil kebenaran yang harus diikuti, begitu pula apa yang telah menjadi kesepakatan para sahabat (ijma’ mereka) adalah merupakan kebenaran.

Dari sahabat Annas radillahu‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ هَذِهِ الْأُمَّةَ عَلَى ضَلَالَةٍ أَبَدًا.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umat ini di atas kesesatan selamanya.” [18]

Oleh karena itu ijtihad para sahabat, ada yang dibenarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ada yang di larang. Sehingga pandangan orang-orang tentang bolehnya seseorang membuat revisi, kreasi, inovasi, ataupun tatacara baru di dalam agama islam sekarang ini dengan dalih para sahabat juga melakukannya, kemudian dibenarkan Rasulullah sallallahu ‘alaih wa sallam, pandangan seperti ini hendaknya di luruskan dan ditempatkan secara adil.

Anggapan ini didasari oleh beberapa kisah dari apa yang dilakukan para sahabat diantaranya:

1)     Bilal yang menjalankan shalat setelah wudhu, (HR. Bukhari 1149).

2)     Sahabat yang shalat dengan bacaan “wal hamdulillahi hamdan katsiran tayyiban mubarakan fiih” (HR. Muslim 600, Abu Dawud 774, Ibnu Hibban 845).

3)    Sahabat yang shalat tidak pernah meninggalkan surat Al-Ikhlas. Ada yang mengatakan bernama Qatadah bin Nu’man. (HR. Bukhari 774, Tirmidzi 2901).

4)    Sahabat yang meruqyah dengan membaca Al Fatihah. (HR Bukhari 5736, Muslim 2201).

Sebagaimana Rasulullah mentaqrir (mendiamkan dan menyetujui) para sahabat, namun ada juga dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meluruskan dan bahkan melarang mereka.

Oleh karena itu hendaknya seseorang berbuat adil, tidak mengikuti hawa nafsunya dengan hanya menukil dari apa yang didiamkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa allam saja, tapi hendaknya juga menukil apa yang diluruskan dan bahkan di larang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dengan demikian orang akan memahami agama ini dengan pemahaman yang benar, sehingga tidak berani membuat atau mengada-adakan ajaran apapun terkait  dalam agama ini. Karena ajaran islam setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat telah sempurna. Di antara kisah para sahabat yang diluruskan bahkan dilarang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:

1)  Tiga sahabat yang mendatangi Aisyah dan bertanya tentang ibadah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.(HR Bukhari 5063, Muslim 1401).

2)  Larangan menyembelih qurban sebelum shalat id. (HR. Bukhari 7400, Muslim 985).

3)  Larangan Rasulullah sllallahu alaihi wa sallam menyerupai suatu kaum. (HR Abu Dawud 4031 di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam Irwa’ul Gholil 2384).

4)  Nadzar yang terlarang seperti kesyirikan, menyakiti badan atau hal-hal yang sia-sia. (HR Bukhari 6700).

5) Larangan mengkhususkan puasa pada hari jum’at saja.

Dari abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ.

Janganlah salah seorang di antara kalian berpuasa pada hari Jum’at kecuali jika ia berpuasa pula pada hari sebelum atau sesudahnya.” [19]

6) Meminta dibuatkan sesembahan seperti Dzatu anwath, hal ini sebagaimana bani Israil meminta dibuatkan anak sapi, (QS. Al A’raf [7]: 138).

Ketika fatkhul Makkah banyak sahabat yang baru masuk islam, tidak selang beberapa lama kemudian orang-orang berangkat perang menuju Hunain, kemudian mereka melewati pohon milik orang kafir sehingga mereka meminta untuk di buatkan Dzatu Anwath seperti mereka. [20]

يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى .

“Ya Rasulullah, Buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath (tempat menggantungkan senjata) sebagaimana mereka (orang musyrik) memiliki Dzatu Anwath.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Subhanallah! ini sebagaimana yang dikatakan oleh kaum Musa.” [21]

Demikianlah bahayanya apabila mengukur kebaikan itu semata-mata dari akal saja dapat menjerumuskan mereka kedalam kesyirikan.

Orang-orang yang menganggap bolehnya seseorang membuat revisi, kreasi, inovasi, ataupun tatacara baru di dalam agama islam mereka lupa bahwa para sahabat adalah manusia pilihan yang hidup dinaungi oleh wahyu, dimana wahyu turun kepada mereka siang maupun malam yang akan membenarkan mereka apabila keliru, melalui Rasul-Nya.

Sebaliknya, siapakah yang akan menjamin kebenaran apa yang dilakukan orang-orang sekarang bila mereka keliru, kita saksikan perkara baru dalam agama yang semakin hari semakin banyak ini, padahal amalan tersebut dahulu tidak di kerjakan oleh Rasulullah dan juga para sahabatnya.

Orang yang berakal pasti akan mencari yang lebih selamat, yaitu dengan mengikuti apa yang telah diajarkan Rasul-Nya dan telah diamalkan para sahabatnya yang telah jelas-jelas mendapatkan pujian dari Allah ta’ala, karena mereka (para sahabat) dikeluarkan untuk generasi berikutnya.

Allah ta’ala berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ.

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Al Imran [3]: 110).

Dari ayat dan hadits di atas jelas menunjukkan bahwa tidak ada yang dapat menjamin keselamatan agama seseorang menuju kepada Allah ta’ala kecuali mengikuti Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan juga para sahabatnya radiallahu ‘ahum ajma’iin.

 



[1] (Tafsir Ibnu Katsir (QS. Al Maidah[5]: 3).

[2] (Tafsir Ibnu Katsir (QS. Al-An’am [6]: 115).

[3] (HR. Ahmad 17142 Ibnu Majah 43 Thabrani 619 dan disahihkan Syaikh al-Albani di Shahihul Jami’ 4369).

[4] (HR. Ahmad 21439, Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir 1647, disahihkan Syaikh al-AlBani di dalam Ash-Shahihah 1803).

[5] (HR. Muslim 262, Tirmidzi 16).

[6] (Tafsir Ibnu Katsir, QS. An-Nisa[4]:59).

[7] (HR. Al-Hakim di dalam mustadraknya 319, Disahihkan oleh Syaikh al-Albani di dalam Sahihul Jami’ 2937).

[8](Terjemahan Ar-Rahiqul Makhtum, Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, terbitan Darul Haq).

[9] (Terjemahan dari Ar-Rahiqul Makhtum, Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, terbitan Darul Haq).

[10] (Tafsir Ibnu Katsir QS. Al Baqarah [2]: 137)

[11] (HR. Abu Dawud 4653, Tirmidzi 3860, beliau berkata: hasan shahih. Syaikh al-Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ 7680).

12 (HR. Bukhari 3673, Muslim 2540, Abu Dawud 4658).

[12] (HR. Bukhari 2652, Muslim 2533. Dengan lafald dari Bukhari).

[13] (HR. Bukhari  3673, Muslim 2540).

[14] (HR. Abu Dawud 4607, Tirmidzi 2676. Disahihkan syaikh al-Albani dalam sahihul jami’ 2549).

[15] (HR. Ahmad 4142, Abu Dawud 241, dihasankan syaikh al-Albani di dalam Adh-Dhilal 16-17).

[16] (HR. Ibnu Majah 3992, Abu Dawud 4596, Tirmidzi 2831, di shahihkan Syaikh al-Albani di Shahih Ibnu Majah 3992).

[17] (HR.Tirmidzi 2641, dihasankan syaikh al-Albani di dalam Sunan Tirmidzi 2641).

[18] (HR. Ibnu Majah 3940, Hakim 201-202, Tirmidzi 2269 dan diShahihkan syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 1848, Al-Misykah 173).

[19] (HR. Bukhari 1849, Muslim 1929).

[20] (Pohon yang dipakai menggantungkan pedang orang-orang musyrik).

[21] (HR Tirmidzi 2180 disahihkan Syaikh al-Albani di dalam Dzilalil Jannah 76, Al-Misykah 5369).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUD AQIDATAKA BAB 5 SOAL: 3 FENOMENA KESYIRIKAN PADA MASYARAKAT.

  BAB 5 SYIRIK BESAR. SOAL: 3 FENOMENA KESYIRIKAN PADA MASYARAKAT.   م - هَلِ الشِّرْكُ مَوْجُودٌ فِي هٰذِهِ الأُمَّةِ . Soal: A...