Sabtu, 27 April 2019

NILAI SEBUAH KEJUJURAN MENURUT ISLAM

Related image




Dewasa ini sungguh memprihatikan di mana banyak orang yang berilmu, pintar namun krisis orang-orang yang jujur, padahal mayoritas orang-orang itu beragama islam.
Islam sangat sangat memperhatikan tentang sifat jujur dan amanahsehingga Allah dan Rasulnya menekankan hal ini, Allah ta’ala berfirman:
يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَكُونُواْ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ .
 “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan jadilah kalian bersama orang-orang yang jujur.” AT-Taubah[9]: 119.
Tidaklah orang tersebut meninggalkan sifat jujur dan amanah kecuali orang tersebut adalah fasiq.
Dalam sejarah islam kemunculan orang munafiq di tandai dengan sifat khas mereka yaitu biasa berdusta, begitu pula kisah taubatnya sahabat Kaab yang tertinggal di perang tabuk, oleh karena itu Rasulullah sallallahu a’alaihi wa sallam bersabda:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاث إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَ إِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَ إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda orang munafik itu ada tiga apabila ia berkata dia berdusta, jika membuat janji mengingkari, dan jika dipercayai mengkhianati” HR Bukhari 33 Muslim 59.
Adapun sifat jujur ini termasuk sifat para nabi dan Rasul demikian pula nabi kita Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau di kenal sebagai orang yang sangat jujur sebelum diangkatnya menjadi rasul, saat orang quraisy berselisih menempatkan batu hajar aswat, juga perkataan mereka ketika Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam naik bukit Shafa ketika menyeru islam mereka orang-orang kafir mengakui kejujuran Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan supaya kita bersikap jujur.
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” HR. Bukhari 6094 dan Muslim 2607
Agama ini mengharamkan berdusta kecuali dalam tiga keadaan:

لاَ يَحِلُّ الْكَذِبُ إِلاَّ فِي ثَلاَثٍ، يُحَدِّثُ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيَهَا، وَالْكَذِبُ فِي الْحَرْبِ، وَالْكَذِبُ لِيُصْلِحَ بَيْنَ النَّاسِ

“Tidak halal berdusta kecuali pada tiga keadaan; (1) seorang suami berbicara dengan istrinya untuk membuat istrinya ridha (senang), (2) dusta dalam peperangan, dan (3) dusta untuk mendamaikan di antara manusia.” HR. Ahmad 6/459, 461 Tirmidzi 1939, dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah 545.
Pentingnya sifat jujur pada masa kini karena sifat jujur sekarang sulit untuk di jumpai.
Adapun sifat jujur akan memberikan manfaat sebagai berikut:
1.      Merupakan ibadah yang memiliki kedudukan yang tinggi karena menjalankan perintah Allah ta’ala dan meneladani Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.
2.      Kejujuran mendatangkan kebahagiaan. Dimana sebuah pasangan suami istri akan bahagia jika mampu mewujudkan kejujuran
3.      Mendatangkan ketentraman, berbeda dengan orang yang berdusta niscaya akan di hantui rasa was-was dan kuatir seandainya kedustaanya diketahui orang lain.
4.      Kejujuran menjadikan seseorang percaya diri, dimana seorang pendusta akan minder karena dia telah berbuat tidak sesuai kenyataannya.
5.      Kejujuran merupakan harta seseorang yang tidak bisa di rampas di mana pelakunya tidak akan silau dengan harta yang sesungguhnya dimana seseorang mendapatkannya dengan cara yang hina.
6.      Kejujuran merupakan kerhormatan seseorang, dimana betapapun tinggi pangkat dan kedudukan seseorang, betapapun banyak harta seseorang akan hina di mata orang yang jujur karena dirinya tidak memiliki kehormatan yang selayaknya di hormati.
7.      Kejujuran akan membawa keselamatan dunia akhirat, tidak sebagaimana ungkapan seseorang jujur hancur, akan tetapi kejujuran akan membawa kemujuran (keberuntungan).
8.      Kejujuran akan menumbuhkan kepercayaan orang lain sedangkan dusta akan menghilangkan kepercayaan
9.      Jujur akan menumbuhkan cinta sedangkan dusta akan menumbuhkan kebencian.
10.  Jujur menumbuhkan kebaikan, sedangkan dusta menumbuhkan keburukan dimana-mana.
Hendaknya kita menjadi satu diantara seribu orang yang masih suka berdusta, dan memiliki rasa tanggung jawab untuk memperbaiki keadaan di sekelilingnya, baik di keluarga, di kantor di pabrik, di pasar dan lain sebagainya
Semoga Allah ringankan kita untuk senantiasa berlaku jujur didalam kehidupan kita sehari-hari dan hingga sampai kita berjumpa dengan Allah ta’ala Aamiin

Abu Ibrahim Junaedi Abdullah.

Selasa, 09 April 2019

ALLAH BERSEMAYAM DI ATAS ARSY


Aqidah Ahlu Sunnah wal jamaah menetapkan bahwa Allah ta’ala berada di atas Arsyinya, sebagaimana hal ini di sebutkan banyak di dalam Al Qur’an dan Sunnah, Allah ta’ala berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ.
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia menuju ke langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit, dan Dia maha mengetahui segala sesuatu. QS Al Baqarah[2]:29.
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى.
(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah bersemayam di atas ‘Arsy. QS Taha[20]:5.
هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ.
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”  QS Al Hadid[57]:4
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ.
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan.” QS Yunus[10]:3
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkan-Nya …. QS Fathir[35]:10.
Istawa ‘ala (اِسْتَوَى عَلَى) dalam bahasa Arab dimana Allah menurunkan wahyu artinya (عَلاَ وَارْتَفَعَ), yaitu berada di atas (tinggi atau di ketinggian). Hal ini adalah kesepakatan salaf dan ahli bahasa. Lihat tafsir At Thabari.
Adapun dalil dari hadis.
Panjang lebar apa yang di sebutkan banyak dari para ulama tentang isra’mi’raj Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam dari masjidil haram dan masjidil Aqsa kemudian naik langit pertama hingga kelangit tuju dan naik lagi ke sidratul muntaha kemudian mendapat wahyu yaitu shalat sehari semalam 5 kali.
Dalam hadist itu Rsulullah naik keatas langit untuk bertemu dengan Allah atas perintah Allah ta’ala.

Mu’awiyyah bin Al-Hakam As-Sulami berkata:
وَكَانَتْ لِي جَارِيَةٌ تَرْعَى غَنَمًا لِي قِبَلَ أُحُدٍ وَالْجَوَّانِيَّةِ فَاطَّلَعْتُ ذَاتَ يَوْمٍ فَإِذَا الذِّيبُ قَدْ ذَهَبَ بِشَاةٍ مِنْ غَنَمِهَا وَأَنَا رَجُلٌ مِنْ بَنِي آدَمَ آسَفُ كَمَا يَأْسَفُونَ لَكِنِّي صَكَكْتُهَا صَكَّةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَظَّمَ ذَلِكَ عَلَيَّ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُعْتِقُهَا قَالَ ائْتِنِي بِهَا فَأَتَيْتُهُ بِهَا فَقَالَ لَهَا أَيْنَ اللَّهُ قَالَتْ فِي السَّمَاءِ قَالَ مَنْ أَنَا قَالَتْ أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ.
“Dahulu aku memiliki seorang budak wanita yang menggembalakan kambing-kambing milikku di daerah antara Gunung Uhud dan Jawwaniyyah. Suatu hari aku menelitinya. Ternyata ada seekor serigala yang membawa seekor kambing dari kambing-kambing budak wanita itu. Aku adalah manusia biasa. Aku terkadang marah sebagaimana mereka marah. Maka aku menamparnya dengan sangat keras. Kemudian aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau mengatakan hal itu perkara yang besar terhadapku. Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, tidakkah aku merdekakan dia?” Beliau berkata: “Bawa dia kepadaku,” maka aku membawanya menghadap beliau. Beliau bertanya kepadanya: “Di manakah Allah?” Budak wanita itu menjawab: “Di atas langit.” Beliau bertanya lagi: “Siapakah saya?” Budak wanita itu menjawab: “Anda adalah utusan Allah.” Beliau bersabda: “Merdekakan dia, sesungguhnya dia seorang wanita mukminah.” HR Muslim 537.
 Ketika Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam berhaji Haji wada’.

وَأَنْتُمْ مَسْئُولُونَ عَنِّي مَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ ؟ فَقَالُوا : نَشْهَدُ إِنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ رِسَالاَتِ رَبِّكَ ، وَنَصَحْتَ لِأُمَّتِكَ ، وَقَضَيْتَ الَّذِي عَلَيْكَ ، فَقَالَ بِأُصْبُعِهِ السَّبَّابَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى السَّمَاءِ ، وَيُنَكِّسُهَا إِلَى النَّاسِ اللَّهُمَّ اشْهَدْ ، اللَّهُمَّ اشْهَدْ. 

Ketika Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan haji wada’ manusia berkumpul sangat banyak, maka Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:  “Kalian semua nanti akan ditanya tentang aku, maka apakah yang akan kamu katakan?” Semua yang hadir menjawab: "Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan tentang kerasulanmu, engkau telah menunaikan amanah, dan telah memberikan nasehat ... !" Sambil menunjuk ke langit, Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam kemudian bersabda:  ”Yaa Allah, saksikanlah pernyataan kesaksian mereka ini, Yaa Allah, Lihatlah, mereka telah menyatakan itu, Yaa Allah, saksikanlah pernyataan mereka ini, Ya Allah, saksikanlah pernyataan mereka ini." HR. Khuzaimah 4/251.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan:
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُل يُطِيل السَّفَر أَشْعَث أَغْبَر يَمُدّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاء يَا رَبّ يَا رَبّ.
“Kemudian beliau (Rasulullah) menceritakan tentang seorang laki-laki yang menempuh perjalanan jauh, berambut kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa, ’Ya Rabb, Ya Rabb!’” HR. Muslim 2393.
Terdapat Atsar dari Umul mukminin Aisyah radiallahu‘anha, Beliau Radiallahu ‘anha berkata: “Segala puji bagi Allah yang maha mendengar semua suara, Ada seorang wanita (khaulah binti tsa’labah) yang mengadukan suaminya (Aus Ibnu shamit) kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam tentang suaminya, aku tidak mendengar apa yang mereka bicarakan sedangkan aku disisi ruangan, akan tetapi Allah yang di atas langit mendengar mereka.” Allah ta’ala berfirman:
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. QS Al Mujadilah[58]:1.
ini menunjukkan keberadaan Allah di atas yang mendengar semua suara.
Di antaranya perkataan istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Zainab radhiyallahu ‘anha kepada istri-istri Nabi yang lainnya.
زَوَّجَكُنَّ أَهَالِيكُنَّ، وَزَوَّجَنِي اللَّهُ تَعَالَى مِنْ فَوْقِ سَبْعِ سَمَوَاتٍ
“Kalian semua dinikahkan oleh keluarga kalian. Sedangkan aku dinikahkan oleh Allah dari atas langit yang tujuh.” HR. Bukhari 7420
Adapun banyak saudara-saudara kita yang tergelincir dan mengatakan Allah dimana-mana, Allah menyatu dengan hambanya, Allah tidak bisa di tunjuk dengan arah, sesungguhnya pemahaman ini sangat lemah karena menyelisihi dalil dalil Al Qur’an dan Hadis serta atsar para sahabat.

Anggapan mereka Allah di mana-mana dengan dalil firman Allah ta’ala:

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”  QS Al Hadid[57]:4
Ayat yang lain
قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى.
Janganlah kalian takut (wahai Musa dan Harun) sesungguhnya aku bersama kalian berdua, aku mendengar dan aku ta’at.
Kedua ayat ini menjelaskan setelah Allah menyatakan bersama kemudian Allah menjelaskan tentang kebersaanNya tersebut yaitu dengan pendengaranNya dan penglihatanNya.
Angapan Allah dekat dengan makhluk secara zat dengan firman Allah:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ.
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. Qof [50]:16
kedekatan Allah dengan makhluqnya bukanlah kedekatan secara zat, akan tetapi kedekatan yang dimaksud adalah malaikat sebagaimana di sebutkan para ahli tafsir. Lihat Tafsir Ibnu Katsir QS Qof [5]:16.
Oleh karena kelanjutan ayat tersebut memperjelas ayat sebelumnya.

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ . مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ.
(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.

Kalimat kami (nahnu) sering di gunakan untuk malaikat yang menjalankan tugas Allah ta’ala sebagaimana firman Allah yang lain:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Kamilah yang menurunkan Adzikra (Al Qur’an) dan kamilah yang akan menjaganya. QS Al Hijr[15]:9.

أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ.
“Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka.” QS. Az Zukhruf: 80
Sungguh aneh orang yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, sementara kalau bicara tentang Allah jari mereka selalu menunjuk keatas, apa bila mereka berdoa tangannya menghadap keatas, justru orang awam yang fitrah mereka masih bersih selalu berucap “ kita serahkan pada Zat yang di atas langit” yaitu Allah ta’ala.

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...