Selasa, 27 Juni 2023

BERLEBARAN MENGIKUTI SAUDI...?SIMAK BERIKUT INI.



Penting .....!!!!
Tidak untuk orang yang fanatik.

Pertanyaan dari jama'ah:
Bagaimana hari raya yang benar mengikuti Saudi atau Indonesia .
Jawab: 
Puasa Arofah mengikuti Saudi dengan rukyah negara Saudi, namun untuk perbedaan negri hendaknya dengan mengikuti ruk'yah negri mereka masing-masing  demikianlah kebanyakan yang difatwakan para ulama. 
Sebagian kaum muslimin menyandarkan perbuatan mereka dengan mengikuti hisab dan persamaan hari lebaran dengan Saudi Arabia tanpa dirinci, kemudian perbuatan itu diklaim telah mengikuti Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam.
Tentu ini adalah subhat yang perlu untuk dijelaskan, karena hal itu sebenarnya bersebrangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah sallallahu alai wa sallam itu sendiri.

Diantaranya:

  1) Mereka memulai dan mengakhiri puasa serta berhari raya dengan mengikuti hisab atau ilmu falaq.

Padahal telah jelas bahi kita, dimana kita diperintahkan Allah ta'ala dan Rasul-Nya dengan melihat hilal (bulan) bukan hisab.
Lihat firman Allah ta'ala:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan bulan (di negeri tempat tinggalnya), maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah [2]: 185)

Rasulullah sallallahu alaihi wa salam bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا العِدَّةَ

“Berpuasalah karena melihat hilal, begitu pula berhari rayalah karena melihatnya. Apabila kalian tertutup mendung, genapkanlah bulan tersebut” (Muttafaqun 'alaih).

  2) Bisa jadi mereka lupa jika Allah ta'ala itu memiliki sifat Al-Aliim (maha mengetahui), baik perkara yang sedang terjadi, akan terjadi dan belum terjadi seandainya hal itu terjadi, termasuk ilmu falak (hisab) yang akan diketahui oleh manusia Allah telah tahu, tapi Allah dan Rasul-Nya tetap memeerintahkan untuk memulai dan mengakhiri puasa dengan melihat hilal, lihat penjelasan no 1.

  3) Syariat untuk mengikuti ruyatul hilal ( Melihat bulan) di masing-masing negri telah diamalkan para sahabat dahulu.
Perhatikan kisah berikut ini:

أَخْبَرَنِي كُرَيْبٌ، أَنَّ أُمَّ الفَضْلِ بِنْتَ الحَارِثِ، بَعَثَتْهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ قَالَ: فَقَدِمْتُ الشَّامَ، فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا، وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ هِلَالُ رَمَضَانَ وَأَنَا بِالشَّامِ، فَرَأَيْنَا الهِلَالَ لَيْلَةَ الجُمُعَةِ، ثُمَّ قَدِمْتُ المَدِينَةَ فِي آخِرِ الشَّهْرِ، فَسَأَلَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ، ثُمَّ ذَكَرَ الهِلَالَ، فَقَالَ: مَتَى رَأَيْتُمُ الهِلَالَ، فَقُلْتُ رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الجُمُعَةِ، فَقَالَ: أَأَنْتَ رَأَيْتَهُ لَيْلَةَ الجُمُعَةِ؟ فَقُلْتُ: رَآهُ النَّاسُ، وَصَامُوا، وَصَامَ مُعَاوِيَةُ، قَالَ: لَكِنْ رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ، فَلَا نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلَاثِينَ يَوْمًا، أَوْ نَرَاهُ، فَقُلْتُ: أَلَا تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ، قَالَ: لَا، هَكَذَا «أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»

“Dari Kuraib : Sesungguhnya Ummu Fadl binti Al-Haarits telah mengutusnya menemui Mu’awiyah di Syam. Berkata Kuraib, " Lalu aku datang ke Syam, terus aku selesaikan semua keperluannya. Dan tampaklah olehku (bulan) Ramadlan, sedang aku masih di Syam, dan aku melihat hilal (Ramadlan) pada malam Jum’at. Kemudian aku datang ke Madinah pada akhir bulan (Ramadlan), lalu Abdullah bin Abbas bertanya ke padaku (tentang beberapa hal), kemudian ia menyebutkan tentang hilal, lalu ia bertanya ; “Kapan kamu melihat hilal (Ramadlan) ?
Jawabku : “Kami melihatnya pada malam Jum’at”.
Ia bertanya lagi : “Engkau melihatnya (sendiri) ?”
Jawabku : “Ya, Dan orang banyak juga melihatnya, lalu mereka puasa dan Mu’awiyah Puasa”.
Ia berkata : “Tetapi kami melihatnya (di Madinah) pada malam Sabtu, maka senantiasa kami berpuasa sampai kami sempurnakan tiga puluh hari, atau sampai kami melihat hilal (bulan Syawwal) “. Aku bertanya : “Apakah tidak cukup bagimu ru’yah (apa yang dilihat) dan puasanya Mu’awiyah ?
Beliau menjawab : “Tidak, Begitulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, telah memerintahkan kepada kami.” (HR. Muslim 3/126, Abu Dawud 2332).

Dari sini kita mengetahui perbedaan matla' (tempat munculnya bulan) itu berbeda-beda disetiap negri, dan kita diperintahkan untuk mengikuti matla' masing-masing, hal itu telah dilakukan para sahabat, oleh karena itu mereka mengakui bahwa hal itu merupakan perintah Rasulullah sallallahu alai wa sallam untuk mengikuti matla' di negrinya masing-masing.

  4) Kalau syariat puasa, wukuf Arofah, talaq dan lainya dahulu ditentukan dengan melihat hilal, sekarang juga dengan melihat hilal bukan hisab, ini adalah syariat yang sejak dulu telah diamalkan oleh para sahabat, oleh karena itu tidak boleh menggantikan dengan hisab.

  5) Orang-orang yang menyandarkan hisab dengan firman Allah ta'ala:
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ

"Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu)." QS Yunus[10]:5).

Mereka mengawali dan mengakhiri puasa, dan lainya dengan menyandarkan kepada hisab telah melakukan kesalahan yang fatal.
Karena hal ini akan bertabrakan dengan firman Allah ta'ala pada (QS Al-Baqarah [2];185) di atas, Oleh karena itu tak seorangpun dari para ulama ahli tafsir menafsirkan seperti itu, begitu pula takkan kita jumpai di dalam kitab-kitab fikih yang muktabar, dari sini kita akan tahu hanya orang-orang belakangan ini saja yang mengikuti hawa nafsunya untuk memecah belah umat, dia tidak menyadari dengan begitu dia telah menabrakkan ayat satu dengan lainnya, hal yang mustahil bagi Allah jika firman-nya bertabrakan satu dengan yang lain.

  6) Kalau seandainya orang-orang ikut lebaran sekarang hari Rabu (misalnya) dengan alasan Saudi juga hari ini coba tanyakan apakah Indonesia yang dijadikan ikutan atau Saudi, kalau mereka menjawab Saudi taukah anda jika anda shalat sekarang, Saudi belum mulai apa-apa, karena waktu lebih awal 4 jam dengan Indonesia jika dibandingkan dengan Saudi, karena itu jika anda mengikuti hari yang sama justru anda tidak mengikuti Saudi melainkan Saudi seakan mengikuti anda yang di Indonesia (hanya Allah yang bisa memberikan pemahaman terhadap hal ini), oleh karena itu yang benar dalam hal ini mengikuti itu dibelakangnya bukan di depan.

  7) Mentaati pemerintah dalam perkara yang Ma'aruf (benar) diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Allah ta'ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa [4]: 59).

Andaikan setiap organisasi memiliki kehendak untuk berhari raya sendiri-sendiri tentu masyarakat semakin terpecah-belah, sebaliknya jika semua organisasi mengikuti satu seruan yaitu pemerintah tentu suara kaum muslimin akan satu, ini sangat sulit diterima kecuali orang yang diberi Taufiq oleh Allah ta'ala.

Demikianlah semoga bermanfaat, bisa di pahami dan menyadarkan serta menjauhkan kita dari sikap taklid (membebek) kepada setiap pemimpin organisasi.

Sragen 28-Juni 2023.

Junaedi Abdullah.

Sabtu, 24 Juni 2023

ADAB-ADAB MENYEMBELIH.


Sembelihan adalah Perkara penting karena terkait makanan yang di makan, hal itu bisa merubah yang seharusnya halal menjadi haram, tentu ini sangat penting sekali.
Hal-hal yang harus diperhatikan yaitu:

  1) Terkait orang yang menyembelih.
Hendaknya:
  1. Berakal, setidak-tidaknya sudah tamyiz, baik laki-laki maupun perempuan.
  2. Hendaknya yang menyembelih beragama islam atau setidak-tidaknya beragama samawi.
Allah ta'ala berfirman:
وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ.
"Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka." (QS. Al Maidah [5]:5).

Apa bila didalam penyembelihan ahlul kitab diketahui menyebut selain Allah seperti Al masih atau bunda Maria tidak diperbolehkan.
Adapun sembelihan orang beragama hindu, budha, konghucu, atau animisme semua itu tidak halal.

  3. Membaca bismillah.
Allah ta'ala berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوْا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّٰهِ عَلَيْهِ وَاِنَّهٗ لَفِسْقٌۗ 
"Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu kefasikan." (QS. Al-An'am[6]:121).

  4. Tidak boleh menyebut kepada selain Allah atau ditujukan kepada selain Allah, atau dengan menyebut Allah dan juga selainnya secara bersamaan.
Misalnya berkata, "Bismillah untuk ngirim leluhur atau penguasa disini."
Allah ta'ala berfirman:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ.
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah." (QS. Al-Maidah[5]:3).

  2) Berkaitan dengan alat sembelih.

  1. Hendaknya tajam dan dapat segera memotong atau membunuh baik berupa besi jika darurat bisa kayu, batu dan selainnya.
Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺫَﺑَﺤْﺘُﻢْ ﻓَﺄَﺣْﺴِﻨُﻮﺍ ﺍﻟﺬَّﺑْﺢَ ﻭَﻟْﻴُﺤِﺪَّ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﺷَﻔْﺮَﺗَﻪُ ﻓَﻠْﻴُﺮِﺡْ ﺫَﺑِﻴﺤَﺖَ
jika kalian menyembelih maka berbuatlah baik dalam cara menyembelih, dan hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.( HR. Muslim).

  2. Tidak menyembelih dengan kuku dan gigi.
Karena kuku merupakan kebiasaan orang habasah, sedangkan gigi bagian dari tulang.
Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
َ مَا أُنْهِرَ اَلدَّمُ, وَذُكِرَ اِسْمُ اَللَّهِ عَلَيْهِ, فَكُلْ لَيْسَ اَلسِّنَّ وَالظُّفْرَ; أَمَّا اَلسِّنُّ; فَعَظْمٌ; وَأَمَّا اَلظُّفُرُ: فَمُدَى اَلْحَبَشِ,  مُتَّفَقٌ عَلَيْه
“Apa yang dapat menumpahkan darah dengan diiringi sebutan nama Allah, makanlah, selain gigi dan kuku, sebab gigi adalah tulang sedang kuku adalah pisau bangsa Habasyah.“ (Muttafaqun Alaihi).

  3) Terkait hewan sembelihan.
Hewan sembelihan disyariatkan beberapa syarat:
  1. Kondisinya hidup, tidak menyembelih hewan yang sudah mati.
  2. Hilangnya nyawa secara jelas, bukan karena tercekik, terpukul, tenggelam atau lainnya.
  3. Jika terkait qurban hendaknya berupa onta, sapi, dan kambing. Ada juga yang memfatwakan bolehnya kerbau.
Adapun selain untuk qurban apa saja hewan yang dihalalkan oleh syariat baik hewan yang bisa terbang maupun yang di daratan.
  4. Bagian yang disembelih yaitu memutuskan saluran pernapasan, saluran makanan dan kedua urat lehernya.
Namun bila binatang itu tiba-tiba liar tidak bisa dikendalikan lagi boleh menggunakan cara yang lain seperti menggunakan anak panah, hal ini juga pernah terjadi pada jaman Rasulullah.

Adab-adab yang harus diperhatikan yang lain:
  1. Menyayangi binatang yang akan disebelih.
  2. Menajamkan pisau.
  3. Tidak menajamkannya di hadapan binatang yang akan disembelih.
  4. Memisahkan antara yang belum disembelih dengan yang disembelih baik dengan kain maupun tembok.
  5. Membaringkan hewan sembelihan.
Adapun menyembelih dengan memenggal sembelihan hingga putus dalam kondisi berdiri hal ini tidak sesuai Sunnah, dimana Rasulullah membaringkan sembelihan.
  6. Menghadapkan kearah kiblat.
  7. Meletakkan kaki di badan penyembelihan.
  8. Jika memungkinkan hendaknya orang yang kuat, karena orang lemah memiliki tekanan yang lemah sehingga hewan tersiksa tidak segera mati.
  9. Penyembelih menyebut nama orang yang berkurban setelah itu menyebut nama Allah.
  10. Memastikan terputusnya keempat urat-urat yang dituju.
 
Demikianlah kebenaran dan kesempurnaan hanyalah milik Allah ta'ala, semoga bermanfaat. Aamiin.

Maroji' : Ensiklopedi amalan Sunnah dibulan Hijriah, dengan beberapa tambahan.

Sragen 24-06-2023.
Junaedi Abdullah.

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...