Sabtu, 23 September 2023

TANDA KEBAHAGIAAN HAMBA.

 


Apa bila kita bertanya kepada manusia tentang apa yang mereka cari di dunia ini hampir bisa dipastikan semua memiliki jawaban sama yaitu mencari kebahagiaan.

Ada orang yang bahagia ketika bermaksiat, ada orang yang bahagia ketika bisa menghancurkan orang lain, ada orang yang bahagia meskipun merusak dirinya sendiri sampai ada orang yang hidupnya hanya bisa pura-pura bahagia.

Semua itu merupakan kebahagiaan yang palsu, semu, dan menipu. Adapun tanda kebahagiaan yang sebenarnya adalah apa yang bisa membawa kebahagiaan di dunia dan kelak diakhirat.

Seorang ulama kenamaan yaitu, Ibnu Al Qoyyim mengatakan  di dalam kitabnya Wabilus Syayyib, bahwa tanda kebahagiaan itu ada 3 hal. Yaitu bersyukur ketika mendapatkan nikmat, bersabar ketika mendapatkan cobaan dan bertaubat ketika melakukan kesalahan. Beliau mengatakan: sesungguhnya 3 hal ini merupakan tanda kebahagiaan seorang hamba dan tanda keberuntungannya di dunia dan di akhirat.

Adapun rinciannya sebagai berikut.

1.   Bersyukur apabila mendapatkan nikmat.

Allah ta’ala berfirman:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ.

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (QS. Al Baqara[2]:152).

Allah akan menambah nikmat kita apabila kita bersyukur.

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ.

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim [14]:7).

1)   Cara bersyukur yang benar

Seorang hamba dapat dikatakan bersyukur apabila memenuhi tiga hal:

 

Pertama, Hatinya mengakui dan meyakini bahwa segala nikmat yang diperoleh itu berasal dari Allah Ta’ala semata.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ..

Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. An Nahl [16]: 53).

Dari sini Qarun telah keliru, tidak menyandari bahwa nikmat tersebut datangnya dari Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي.

 

Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." (QS. Al-Qashas [28]:78).

Kedua Lisannya mengucapkan kalimat yang baik dan memuji Allah ta’ala.

 

Hamba yang bersyukur kepada

 Allah ta’ala ialah hamba yang bersyukur dengan lisannya. Allah sangat senang apabila dipuji oleh hamba-Nya. Allah cinta kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa memuji Allah Ta’ala.

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ.

Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (Qs. Adh Dhuha[93]: 11).

 

Ketiga Menggunakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala untuk beramal shalih.

Sesungguhnya orang yang bersyukur kepada Allah Ta’ala akan menggunakan nikmat Allah untuk beramal shalih, tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah. Ia gunakan matanya untuk melihat hal yang baik, lisannya tidak untuk berkata kecuali yang baik, dan anggota badannya ia gunakan untuk beribadah kepada Allah Ta’ala.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, “Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan. (Minhajul Qasidin, pasal “ Batasan Dan Syukur Serta Hakekatnya hal terjemahan 515).

Jika demikian Allah akan membalas kebaikan hamba tersebut.

وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ.

“Allah itu Syakur lagi Haliim” (QS. At-Taghabun[64]: 17).

Ibnu Katsir menafsirkan Syakur dalam ayat ini, “Maksudnya adalah memberi membalas kebaikan yang sedikit dengan ganjaran yang banyak” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 8/141).

Termasuk bersyukur, yaitu membalas kebaikan orang lain dengan kebaikan.

 مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ.

“Barang siapa orang yang tidak bersyuur kepada manusia dia tidak bersyukur kepada Allah.” (HR. Tirmidzi 1954, Ahmad 11703 di shahihkan syaikh al-Albani).

Adapun tips bagaimana supaya menumbuhkan rasa syukur:

1). Melihat orang dibawah kita.

اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.

"Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepadamu" (HR Bukhari 6490 Muslim 2963).

2). Selalu melihat besarnya nikmat yang diberikan Allah kepada kita.

3). Mengingat rezki itu taqdirnya sendiri-sendiri.

  4). Ada yang lebih baik dari harta dunia, yaitu amal shalih.

“Tetapi kalian (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan dunia. Padahal kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A’la: 16-17).

     5). Berdoa kepada Allah agar hati kita diberi kepuasan.

اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا.

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, hawa nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim 2722).

 

2.   Bersabar ketika mendapatkan musibah.

Bersabar ada 3 :

1)   Sabar menjalankan perintah-Nya.

2)   Sabar menjahui larangan-Nya.

3)   Sabar menerima taqdir-Nya.

Hendaknya bersabar.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ.

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah[2]:155).

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ. لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ.

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. Al-Hadid[57]:22-23).

Bagaimana agar kita bersabar.

·       Semua telah ditaqdirkan Allah ta’ala.

·       Berkaitan dengan harta yang tertipu, semua akan dikembalikan.

·       Melihat musibah yang lebih besar.

·       Allah akan membalas dengan lebh baik apabila bersabar.

Contoh orang shalih dahulu.

Suatu hari di zaman khilafah al-Walid bin Abdul Malik, beliau mengundang Urwah bin Zubair ke Damaskus, Beliau mengajak putra sulungnya, datanglah ketetapan dan kehendak Allah, anaknya melihat-lihat kuda pilihan, tiba-tiba saja seekor kuda menyepakkan kakinya hingga anaknya tewas.

Belum lagi bersih tangannya mengubur anaknya salah satu telapak kakinya terluka, betisnya tiba-tiba membengkak dan menjalar dengan cepat.

Amirul mukminin mendatangkan tabib dari seluruh negri dan memerintahkan mengobati dengan cara apapun, para tabib memutuskan untuk mengamputasi kakinya.

Beliau tidak mau meminum arak untuk menghilangkan rasa sakitnya saat di amputasi, atau di bius, beliau memilih untuk shalat di saat di amputasi kakinya.

setelah minyak didihkan dan di teteskan pada luka untuk menghentikan pendarahannya, beliaupun pingsan.

Disaat bersamaan dengan itu di rumah Khalifah datang serombongan Bani Abbas, salah seorang diantara mereka buta matanya.

Al-Walid menanyakan sebab kebutaanya, dia menjawb:

"Wahai Amirul mukminin, dulu tidak ada seorangpun di kalangan Bani Abbas yang lebih kaya dalam harta dan anak dibandingkan saya, saya tinggal bersama keluarga saya di suatu lembah di tengah kaum saya.

Mendadak muncullah air bah yang langsung menelan habis seluruh harta dan keluarga saya, yang tersisa bagi saya hanyalah seekor onta dan seorang bayi yang baru lahir.

Onta itu sangat liar dan dia lari dari saya, maka saya taruh bayi saya lalu saya kejar onta tersebut, belum jauh saya berlari saya mendengar jerit bayi tadi, setelah saya menoleh ternyata kepalanya telah berada di mulut srigala dia telah memangsanya, saya kembali tapi tak bisa berbuat apa-apa karena bayi itu telah di lahapnya, setelah itu srigala itu lari kencang.

Saya kembali mengejar onta saya, setelah dapat, onta itu menyepakkan kakinya sehingga wajah saya hancur dan kedua mata saya buta, demikianlah saya dapati diri saya kehilangan harta dan keluarga dalam semalam saja dan hidup tanpa penglihatan. Demikian kisah orang yang buta tersebut.

Amirul mukminin menyuruh membawa orang tadi kepada Urwah agar menceritakan untuk menghibur dirinya.

Ketika pulang ke Madinah beliau menjumpai keluarganya, Urwah berkata sebelum di tanya:

"Janganlah kalian risau dengan apa yang kalian lihat Allah memberiku empat orang anak (ada yang menyebut tujuh) kemudian Dia mengambil satu, maka masih tersisa tiga, puji syukur kepada-Nya, Aku diberi empat kekuatan lalu Allah mengambil satu, maka masih tersisa tiga. puji syukur kepada Allah, masih banyak yang di tinggalkan untukku. (Maraji': "Mereka adalah Tabi'in" DR. Abdurahman Ra'fat Basya) (Lihat juga "Ibunda Para Ulama", penulis Sufyan bin Fuad Baswedan).

 

3.   Bertaubat jika melakukan maksiat.

Perintah bertaubat kepada Allah.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا.

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya.” (QS.At-Tahrim[66]:8).

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ.

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Al-Imran[3]:135).

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” ( QS. Az-Zumar[39]:53)

Demikianlah semoga bermanfaat.

 

Junaedi Abdullah.

PERBEDAAN KEIMANAN AHLU SUNNAH DAN SELAIN MEREKA.

 

الامعقد الصحيح الواجب على كل مسلم اعتقاده

 

الْمُعْتَقَدُ الصَّحِيحُ فِي الإِيمَانِ

٥ وَمِنْ جُمْلَةِ اعْتِقَادِ أَهْلِ السُّنَّةِ: أَنَّ الْإِيمَانَ قَوْلُ بِاللَّسَانِ، بأن يَنْطِقَ بِشَهَادَةِ التَّوْحِيدِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ. وَاعْتِقَادٌ بِالْقَلْبِ، بأَنْ يَجْزِمَ جَزْمًا قَاطِعَا بِصِدْقِ كَلِمَةِ التَّوْحِيدِ، وَعَمَلْ بِالْجَوَارِحِ. قَالَ الْإِمَامُ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ: «كَانَ الْإِجْمَاعُ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ وَمَنْ أَدْرَكْنَاهُمْ يَقُولُونَ الْإِيمَانُ: قَوْل

وَعَمَل وَنِيَّةٌ، وَلَا يُجْزِى وَاحِدٌ مِنَ الثَّلَاثَةِ إِلَّا بِالْآخَرِ». رَوَاهُ اللَّا لَكَانِي فِي السُّنَّةِ».

---------------------------

Allah ta’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.

“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl[16]:97).

Dari Abu Hurairah disebutkan bahwa  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ

Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.” (HR. Bukhari 9 dan Muslim 35).

Perbedaan keyakinan ahlu sunnah dengan lainnya dalam masalah iman.

1.   Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini: Iman adalah keyakinan dalam hati, perkataan dalam lisan dan amalan dengan anggota badan.
Dalil yang menunjukkan keyakinan ahlus sunnah adalah hadits Abu Hurairah yang telah disebutkan di atas. Perkataan ‘laa ilaha illallah’ menunjukkan bahwa iman harus dengan ucapan di lisan. Menyingkirkan duri dari jalanan menunjukkan bahwa iman harus dengan amalan anggota badan. Sedangkan sifat malu menunjukkan bahwa iman harus dengan keyakinan dalam hati, karena sifat malu itu di hati. Inilah dalil yang menunjukkan keyakinan ahlu sunnah di atas. Sehingga iman yang benar jika terdapat tiga hal di atas yaitu, keyakinan dalam hati, ucapan dalam lisan dan amalan anggota badan. 

Abu Thalib membenarkan dan memuji islam namun tidak mau mengucapkan syahadat sehingga mati dalam keadaan musyrik. Ketika hendak meninggal di sisi Abu Thalib terdapat ‘Abdullah bin Abu Umayyah dan Abu Jahl,  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada pamannya ketika itu,

أَىْ عَمِّ ، قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ.

 “Wahai pamanku, katakanlah ‘laa ilaha illalah’ yaitu kalimat yang aku nanti bisa beralasan di hadapan Allah (kelak).”

Abu Jahl dan ‘Abdullah bin Umayyah berkata:

يَا أَبَا طَالِبٍ ، تَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ.

“Wahai Abu Thalib, apakah engkau tidak suka pada agamanya Abdul Muthallib?” Mereka berdua terus mengucapkan seperti itu, namun kalimat terakhir yang diucapkan Abu Thalib adalah ia berada di atas ajaran Abdul Mutthalib.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan :

لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْهُ.

“Sungguh aku akan memohonkan ampun bagimu wahai pamanku, selama aku tidak dilarang oleh Allah” Kemudian turunlah ayat:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

Tidak pantas bagi seorang Nabi dan bagi orang-orang yang beriman, mereka memintakan ampun bagi orang-orang yang musyrik, meskipun mereka memiliki hubungan kekerabatan, setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam” (QS. At Taubah[9]: 113).

Allah Ta’ala pun menurunkan ayat:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ.

Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (ilham dan taufiq) kepada orang-orang yang engkau cintai” (QS. Al Qasshash[28]: 56) (HR. Bukhari 3884).

Meskipun membenarkan namun tidak mau mengucapkan dan mengamalkan tidak menjadikan seseorang menjadi muslim.

Sebaliknya orang-orang munafik mereka mengamalkan shalat, puasa, zakat dan bahkan jihad, namun hatinya mendustakan tidaklah menjadikan mereka selamat dari azab neraka, bahkan mereka menempati neraka yang paling dasar.

Allah ta’ala berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ. يُخَادِعُونَ اللّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلاَّ أَنفُسَهُم وَمَا يَشْعُرُونَ. فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ.

“Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 8-10).

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا.

“Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An-Nisa[4]:145).

Meskipun amal perbuatan orang-orang kafir itu baik semua itu tidak memberi manfaat bagi mereka.

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ’anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

يَا رَسُولَ اللهِ، ابْنُ جُدْعَانَ كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ يَصِلُ الرَّحِمَ، وَيُطْعِمُ الْمِسْكِينَ، فَهَلْ ذَاكَ نَافِعُهُ ؟ قَالَ: " لَا يَنْفَعُهُ، إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا: رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ. "

Wahai Rasulullah, Ibnu Jud’an itu di masa Jahiliyyah biasa menyambung silaturrahim, memberi makan orang miskin, apakah itu akan bermanfaat untuknya?” Rasulullah menjawab, “Tidak wahai Aisyah, karena dia belum pernah sehari pun mengucapkan, “Tuhanku, ampuni kesalahanku di hari pembalasan.” (HR. Muslim 214, Ahmad 24621).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَ أَمْوَالِكُمْ وَ لَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ

”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga tidak kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian.”( HR. Muslim 2564, Ibnu Majah 4143).

Secara jelas keyakinan Ahlus Sunnah mengenai iman termaktub dalam perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah, beliau rahimahullah berkata:

"وَمِنْ أُصُولِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ أَنَّ الدِّينَ وَالْإِيمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ ، قَوْلُ الْقَلْبِ وَاللِّسَانِ ، وَعَمَلُ الْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالْجَوَارِحِ ، وَأَنَّ الْإِيمَانَ يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ ، وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ ."

"Di antara pokok akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bahwa agama dan iman terdiri dari: perkataan dan amalan, perkataan hati dan lisan, amalan hati, lisan dan anggota badan. Iman itu bisa bertambah dengan melakukan ketaatan dan bisa berkurang karena maksiat.”

2.   Murji’ah: Iman adalah keyakinan dalam hati dan ucapan di lisan saja.

3.   Jabariyyah: Iman adalah pengenalan dalam hati saja.

4.   Mu’tazilah: Iman adalah keyakinan dalam hati, ucapan dalam lisan dan amalan anggota badan. Namun ada sisi yang membedakan Mu’tazilah dan Ahlus Sunnah. Mu’tazilah menganggap bahwa pelaku dosa besar tidak lagi disebut iman, mereka akan kekal di neraka. Sedangkan Ahlus Sunnah pelaku dosa besar masih disebut iman, akan tetapi ia dikatakan kurang imannya dan tidak kekal dalam neraka.

----------------------

زِيَادَةُ الْإِيمَانِ وَنُقْصَانُهُ:

وَيَزِيدُ الإِيمَانُ بِالطَّاعَةِ وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ

فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَنا ) (آل عمران: ١٧٣(

“(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya, "Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka," ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka.." (QS. Al-Imran[3]:173).

وَقَالَ: ﴿وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَنَا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ) . الأنفال: ٢(

“Apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal." (QS. Al-Anfal[8]:2).

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَإِذَا مَا أُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَتَنَا فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَنَا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ ﴾ [التوبة: ١٢٤].

“Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.”(QS. At-Taubah[9]:124).

 وَقَالَ تَعَالَى: ﴿ وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الْأَحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا ﴾ [الأحزاب: ١٢٢.(

“Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata, “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.” Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka.” (QS. Al-Ahzab[33]:22).

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿ هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ}الفتح: 4{

“Allah lah yang menurunkan keteguhan dan ketenangan di dalam hati orang-orang yang beriman supaya keimanan mereka bertambah lebih dari keimanan mereka sebelumnya,” (QS. Al-Fath[48]:4).

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿ وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا ﴾ [الْمُدَّثْرُ : ٣١].

“Agar orang yang beriman bertambah imannya..” (QS. Al Mudastsir[74]:31).

 وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَإِذَا مَا أُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَيو راما فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَنَا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ ﴾ [التَّوْبَةُ : ١٢٤].

“Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.”(QS. At-Taubah[9]:124).

وَفِي الصَّحِيحَيْنِ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ رَضَوَاللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم } وَعظ النِّسَاءَ، وَقَالَ لَهُنَّ: مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ {،

Tidak pernah aku melihat yang kurang akal dan agamanya, namun mampu menghilangkan keteguhan lelaki yang teguh, melebihi kalian wahai para wanita.” (HR. Bukhari 304 Muslim 80 ).

 فَهَذَا دَلِيلٌ عَلَى نُقْصَانِ الْإِيمَانِ. وَمِثْلُهُ قَوْلُهُ} أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا{ . رَوَاهُ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ عَنْ أَبِي هُرَيرَة وَإِذَا كَانَ مَنِ اتَّصَفَ بِحُسْنِ الْخُلُقِ فَهُوَ أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا، فَغَيّ

مِمَّنْ سَاءَ خُلُقُهُ أَنْقَصُ إِيمَانًا.

 

لَيْسَ الإِيمَانُ دُونَ اعْتِقَادِ

وَلَيْسَ الْإِيمَانُ قَوْلًا وَعَمَلًا دُونَ اعْتِقَادِ، لأَنَّ هَذَا إِيمَانُ الْمُنَافِقِينَ قَالَ تَعَالَى: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ (

“Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah[2]:8).

لَيْسَ الْإِيمَانُ مُجَرَّدَ الْمَعْرِفَةِ

وَلَيْسَ هُوَ مُجَرَّدَ الْمَعْرِفَةِ؛ لِأَنَّ هَذَا إِيمَانُ الْكَافِرِينَ وَالْجَاحِدِينَ. قَالَ تَعَالَى: ﴿وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوا ﴾ [النَّمْلُ : ١٤].

“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongannya, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya..” (QS. An-Naml[27]:14).

Bagaimana Fir’aun mengingkari padahal hatinya membenarkan.

 وَقَالَ تَعَالَى: ﴿ فَإِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ).] الْأَنْعَامُ : ۳۳[

“Sebenarnya mereka bukan mendustakan engkau, tetapi orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (QS. Al-An’am [6]:33).

وَقَالَ تَعَالَى: الَّذِينَ اتَيْنَهُمُ الْكِتَب يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءهُم . [ الْبَقَرَةُ: ١٤٦[

“Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri.” (QS. Al-Baqarah[2]:146).

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿فَلَمَّا جَاءَهُم مَّا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ ﴾ [الْبَقَرَةُ : ٨٩]

“Setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu, mereka mengingkarinya.” (QS. Al-Baqarah[2]:89).

 وَقَالَ تَعَالَى: ﴿ وَعَادًا وَثَمُودَ وَقَدْ تَبَيَّنَ لَكُمْ مِنْ مَسَاكِنِهِمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَكَانُوا مُسْتَبْصِرِينَ).(الْعَنْكَبُوتُ : ٣٨(

“Juga (ingatlah) kaum ’Ad dan Samud, sungguh telah nyata bagi kamu (kehancuran mereka) dari (puing-puing) tempat tinggal mereka. Setan telah menjadikan terasa indah bagi mereka perbuatan (buruk) mereka, sehingga menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam.” (QS. Al-Ankabut[29]:38).

لَيْسَ الْإِيمَانُ دُونَ عَمَلٍ .

وَلَيْسَ هُوَ قَوْلًا وَاعْتِقَادًا دُونَ عَمَل، لِأَنَّ اللَّهَ سَمَّى الْأَعْمَالَ إِيمَانًا، فَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَنكُمْ ﴾ [الْبَقَرَةُ: ١٤٣) ، أَيْ: صَلَاتَكُمْـ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِس.

وفِي الصَّحِيحَيْنِ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاس رَضي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ أَنه قَالَ لِوَفدِ عَبْدِ الْقَيْسِ : أَمُرُكُمْ بِأَرْبَعِ: الْإِيمَانُ بِاللَّهِ، هَلْ تَدْرُونَ مَا الْإِيا بِاللَّهِ ؟ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَإِقَامُ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ، وَصَوم رَمَضَانَ، وَأَنْ تُعْطُوا مِنَ الْمَغَائِمِ الْحُمُسَ.

Aku perintahkan kalian dengan empat perkara, iman kepada Allah, apakah engkau mengetahui apa itu iman kepada Allah..? syahadat Laa ilaaha illallah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadan, dan menunaikan seperlima dari ghanimah.” (HR. Bukhari 53, Muslim 17).

وَفِي الصَّحِيحَيْنِ - أَيْضًا - عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: «الْإِيمَانُ بِضْعُ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةٌ، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَكَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ.

Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.” (HR. Bukhari 9 dan Muslim 35).

حكمُ الْأَعْمَالَ:

وَلَيْسَ شَيْءٌ مِنَ الْأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ إِلَّا الصَّلَاةَ؛ فَمَنْ تَرَكَهَا مُطلقا فَقَدْ كَفَرَ . أَجْمَعَ عَلَى ذَلِكَ صَحَابَةُ رَسُولِ اللَّهِ .

قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شَقِيقٍ: «لَمْ يَكُنْ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الْأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلَاةِ». رَوَاهُ التَّرْمِذِيُّ.

حُكْمُ التَّكْفِيرِ:

وَالتَّكْفِيرُ حَقٌّ لِلَّهِ، فَلَا يُكَفِّرُ أَحَدٌ إِلَّا مَنْ كَفَّرَهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ ، أَوْ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى تَكْفِيرِهِ.

فَمَنْ كَفَرَ أَحَدًا بِغَيْرِ الْكُفْرِ الَّذِي قَامَ الْبُرْهَانُ الْجَلِي عَلَيْهِ مِنْ نَص الْكِتَابِ الْعَزِيزِ، أَوِ السُّنةِ الصَّحِيحَةِ، أَوِ الْإِجْمَاعِ، فَهُوَ مُسْتَحِقٌ لِتَغْلِيظ العقوبة والتعزيرِ.

إِذْ  }مَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ{. رَوَاهُ الْبُخَارِي.

“Barang siapa menuduh seorang mukmin dengan kafir, maka dia seperti membunuhnya.” (HR. Bukhari 5754).

وَالْكُفْرُ يَقَعُ بِقَوْلٍ كُفْرِيٌّ لَيْسَ فِيهِ خَلافٌ مُعتبر، وَكَذَا بِفِعْلِ، وَكَذَا باعتقاد. وَلَيْسَ مِنْ شَرطِ الكفر: الاستحلال.

وَفَرْقٌ بَيْنَ التَّكْفِيرِ الْعَامُ وَتَكْفِيرِ الشَّخْصِ الْمُعَينِ:

 فَالتَّكْفِيرُ الْعَام كَالْوَعِيدِ الْعَامُ، يَجِبُ الْقَوْلُ بِإِطْلَاقِهِ وَعُمُومِهِ. كَقَوْلِ الْأَئِمَّةِ: مَنْ قَالَ: الْقُرْآنُ مَخْلُوفٌ. فَهُوَ كَافِرٌ، وَكَقَوْلِ ابْنِ خُزَيْمَةَ رَحِمَهُ اللَّهُ: مَنْ لَمْ يُقَرٌ بِأَنَّ اللَّهَ عَلَى عَرْشِهِ قَدِ اسْتَوَى فَوْقَ سَبْعِ سَمَوَاتِهِ، فَهُوَ كَافِرٌ حَلَالُ الدَّمِ وَكَانَ مَالُهُ فَيْنًا. وَتَكْفِيرُ الشَّخْصِ الْمُعَيَّنِ:

 لَا بُدَّ فِيهِ مِنْ تَوَفِّرِ الشُّرُوطِ وَانْتِفَاءِ الْمَوَانِعِ فَلَا يَلْزَمُ مِنَ التَّكْفِيرِ الْمُطْلَقِ الْعَامُ تَكْفِيرُ الشَّخْصِ الْمُعَيَّنِ، حَتَّى تَتَوَفَّر فيه شُرُوطُ التَّكْفِيرِ وَتَنْتَفِي عَنْهُ مَوَانِعُهُ.

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...