Selasa, 19 Juli 2022

DIANTARA ADAB DAN AKHLAQ KEPADA ORANG TUA


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘adab’ memiliki arti akhlak, budi pekerti, kesopanan, atau tutur halus.

Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar menyebutkan:
وَالْأَدَبُ اسْتِعْمَالُ مَا يُحْمَدُ قَوْلًا وَفِعْلًا وَعَبَّرَ بَعْضُهُمْ عَنْهُ بِأَنَّهُ الْأَخْذُ بِمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ

“Al adab artinya menerapkan segala yang dipuji oleh orang, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama juga mendefinsikan, adab adalah menerapkan akhlak-akhlak yang mulia” (Fathul Bari, 10/400).

Sedangkan orang tua ialah ayah (laki-laki) dan ibu (perempuan) yang menjadikan kita ada saat ini. Maka dapat disimpulkan bahwa adab terhadap orang tua yaitu seorang anak memiliki sopan santun, hormat, berakhlak dan berbudi pekerti yang luhur kepada orang tuanya.

Allah ta'ala berfirman:
وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيا‌ۖ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنً۬ا
“Dan hendaklah kamu beribadah kepada Allah dan janganlah kamu sekutukan Dia dengan sesuatu apapun juga dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapak“.(QS An Nisa’ [4]: 36)

Ibnu Katsir rahimakumullah berkata:

"Kemudian Nabi (shallallahu 'alaihi wasallam) mewasiatkan agar kedua orang tua diperlakukan dengan perlakuan yang baik, karena sesungguhnya Allah (Subhanahu wa Ta'ala) menjadikan keduanya sebagai penyebab bagi keberadaanmu dari alam 'adam sampai ke alam wujud." (Tafsir Ibnu Katsir QS.An-Nisa[4]:36)
Allah ta'ala juga berfirman:

وَقَضى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوالِدَيْنِ إِحْساناً
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu." (QS Al-Isra[17]: 23)

*Diantara adab anak kepada orang tua:*

*1) Bersyukur kepada orang tua.*

Allah ta'ala berfirman:
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوالِدَيْكَ
"Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu.' (QS
Luqman[31]: 14)

*2) Tidak mengeraskan suara kepada orang tua.*

Allah ta'ala berfirman:

 فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا.
"Janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS.Al-Isra'[17]:23)

Ibnu Katsir rahimakumullah berkata "Yaitu bertutur sapa yang baik dan lemah lembutlah kepada keduanya, serta berlaku sopan santunlah kepada keduanya dengan perasaan penuh hormat dan memuliakannya." (Tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Isra '[17]:23)

*3) Menghormati dengan penuh kasih sayang kepada kedua orang tua.*
 وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ مِنَ الرَّحْمَةِ.
"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan." (QS.Al-Isra'[17]:24)

*4) Mendoakan orang tua.*

Allah ta'ala berfirman:

وَقُلْ رَبِّي ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا.
"Dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”(QS.Al-Isra'[17]24)

*5) Menjahui perkara yang bisa menjadikan marah.*

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.:
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ.

“Ada tiga do’a yang mustajab, tidak ada keraguan tentang hal itu; do’a orang tua (untuk anaknya), do’a musafir, dan do’a orang terdzalimi.” (HR. Abu Daud dan Ahmad, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani).
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَاقٌ وَلاَ مُدْمِنُ خَمْرٍ وَلاَ مُكَذِّبٌ باْلقَدَرِ

“Tidak masuk surga anak yang durhaka, peminum khamr (minuman keras) dan orang yang mendustakan qadar” (HR. Ahmad 6/441 dan di Hasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah Hadits Shahihnya 675)

*6) Mendahulukan kepentingan orang tua selagi tidak maksiat dibandingkan anak dan istrinya.*
Dalilnya adalah kisah tiga orang yang terjebak di dalam gua.

*7) Memberikan hadiah yang disukai.*

*8) Memperhatikan kesehatannya.*

*9) Memperhatikan tempat tinggalnya.*

*10) Menghormati orang yang di cintai dan sahabat-sahabatnya.*

Demikianlah semoga kita menjadi anak yang shalih dan shalihah. Aamiin.

----------00000---------

Sragen 19-juli-2022
Junaedi Abdullah.

Sabtu, 16 Juli 2022

AMALAN YANG HENDAKNYA DILAKUKAN ANAK YANG BERMANFAAT BAGI ORANG TUA YANG TELAH MENINGGAL.


  

Amalan apa yang bermanfaat bagi orang tua yang sudah meninggal dunia..?

Jawab:

1.    Semua amal shalih yang dilakukan anak, orang tua akan mendapatkan.

Baik bacaan Al-Qur’an, shalat, puasa, zakat, serta ibadah yang lain, semua itu orang tua akan turut serta mendapatkan pahalanya.

Dalilnya firman Allah ta’ala berfirman:

أُولَٰئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِّمَّا كَسَبُوا ۚ وَاللهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ.

Mereka itulah yang memperoleh ganjaran dari apa yang telah mereka usahakan, dan Allah Maha Cepat perhitungan-Nya. (QS. Al-Baqarah[2]: 202)

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ : إِلا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Jika seorang wafat, maka terputuslah amalannya, kecuali tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim. 1631)

إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ، وَإِنَّ أَوْلَادَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ.

“Sebaik-baik rizki adalah yang kalian makan dari usaha (jerih payah) kalian sendiri. Dan sungguh anak-anak kalian itu termasuk dari usaha kalian.” (HR. Ahmad 25259, Tirmidzi 1358, Ibnu Majah 2290 dishahihkan Syaikh al-Albani, hadits dari umul mukminin Aisyah radhiyallahu’anha)

Ada dua makna doa:

1)    Doa mas alah: permohonan doa kepada Allah.

2)    Doa ibadah: berupa seluruh amal ibadanya kepada Allah ta’ala, karena tujuan dari ibadah kita adalah memohon pahala kepada Allah.

Di dalam hadits di atas yaitu “Anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya”. Sementara makna doa mencakup dua macam di atas. Menunjukkan doa anak dan amal shalih yang ia kerjakan, otomatis orang tuanya mendapatkan manfaat dan pahalanya. (sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, seperti syaikh Muhammad Bin Shalih al-Utsaimin dan syaikh al-Albani di dalam kitabnya kitabu Al-Janaiz)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: رَفَعَتِ امْرَأَةٌ صَبِيًّا لَهَا، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَلِهَذَا حَجٌّ؟ قَالَ: نَعَمْ، وَلَكِ أَجْرٌ.

Dari Ibnu Abbas, Ada seorang wanita mengangkat putranya kepada Nabi pada haji Wada’ seraya berkata : “Wahai Rasulullah, apakah anak ini akan mendapatkan pahala hajinya ?”. Rasulullah menjawab : “Betul, dan engkau juga memperoleh pahala.” ( HR. Muslim 1336)

2.    Hendaknya dirinya melunasi hutang orang tua jika memiliki hutang.

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ رَجُلًا قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، ثُمَّ أُحْيِيَ، ثُمَّ قُتِلَ، ثُمَّ أُحْيِيَ، ثُمَّ قُتِلَ، وَعَلَيْهِ دَيْنٌ، مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى دَيْنُهُ .

Demi yang jiwaku ada ditanganNya, seandainya seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu dia terbunuh lagi dua kali, dan dia masih punya hutang, maka dia tidak akan masuk surga sampai hutangnya itu dilunasi.”  (HR. Nasai 4684, Baihaqi 10693 di hasankan oleh Syaikh al-Albani Shahih At-Targhib wa Tarhib 1804)

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ.

Jiwa seorang mukmin tergantung karena hutangnya, sampai hutang itu dilunaskannya.” ( HR. Abu Dawud 2512 Tirmidzi 1078 di Shahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Miskah 2915)

 

3.    Menunaikan wasiatnya.

Apabila orang tua berwasiat yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah hendaknya ditunaikan. Allah ta’ala berfirman:

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ . فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ.

“Diwajibkan atasmu, apabila seorang di antara kamu mendapatkan (tanda-tanda) kematian, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. Barangsiapa mengubahnya (wasiat itu), setelah mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya hanya bagi orang yang mengubahnya. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah[2]:180-181)

Dan dari ‘Abdillah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُوصِي فِيهِ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ إِلاَّ وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ.

“Seorang muslim tidak layak memiliki sesuatu yang harus ia wasiatkan, kemudian ia tidur dua malam, kecuali jika wasiat itu tertulis di sampingnya.” (HR. Bukhari 2738, Abu Dawud 2862)

Hendaknya seorang muslim menulis wasiat terlebih dalam perkara yang sifatnya wajib untuk di tunaikan seperti hutang dan lain-lain. Begitupula orang menunaikan wasiat tidak boleh mengganti wasiat trsebut sesuai kehendaknya.

4.    Membayar qodo’ puasa wajib orang tua.

Dalil dari pendapat ini adalah hadits ‘Aisyah radiyallahu ‘anha:

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ.

“Barang siapa meninggal masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya menggantikan puasanya.” ( HR. Bukhari 1952, Muslim 1147, Ibnu Hibban 3569)

5.    Membayar qodo’ nadzarnya.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ

“Sesungguhnya ibuku telah meninggalkan dunia namun dia memiliki nadzar (yang belum ditunaikan).” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan:

اقْضِهِ عَنْهَا.

“Tunaikanlah nadzar ibumu.” ( HR. Bukhari 2761, Abu Dawud 3307)

6.    Menyambung silaturrahmi dan persahabatan orang tua dahulu.

Allah ta’ala berfirman:

الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ.


(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah (perjanjian) itu diteguhkan, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” ( QS.Al-Baqarah[2]:27)

Abdullah bin ’Amr berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِى إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

Seorang yang menyambung silahturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silahturahmi adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya putus” (HR. Bukhari 5991 Abu Dawud 1697)

Dari Abu Hurairah, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.

“Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Bukhari 5985 Muslim 2557 Abu Dawud 1693)

إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ.

“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari orang dekat ayahnya.” (HR. Muslim 2552, Baihaqi 7768)

Adapun kisahnya secara lengkap:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَجُلًا مِنَ الْأَعْرَابِ لَقِيَهُ بِطَرِيقِ مَكَّةَ، فَسَلَّمَ عَلَيْهِ عَبْدُ اللهِ، وَحَمَلَهُ عَلَى حِمَارٍ كَانَ يَرْكَبُهُ. وَأَعْطَاهُ عِمَامَةً، كَانَتْ عَلَى رَأْسِهِ فَقَالَ ابْنُ دِينَارٍ: فَقُلْنَا لَهُ: أَصْلَحَكَ اللهُ إِنَّهُمُ الْأَعْرَابُ وَإِنَّهُمْ يَرْضَوْنَ بِالْيَسِيرِ، فَقَالَ عَبْدُ اللهِ: إِنَّ أَبَا هَذَا كَانَ وُدًّا لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ

Dari Abdullah Ibnu Dinar meriwayatkan, Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma pernah berkata bahwa, “Ada seorang lelaki Badui bertemu dengan Ibnu Umar di tengah perjalanan menuju Makkah. Kemudian Abdullah bin Umar memberi salam dan menaikannya ke atas keledainya serta memberikan sorban yang dipakai di kepalanya. Ibnu Dinar berkata kepada Ibnu Umar, “Semoga Allah memberikan kebaikan kepadamu, sesungguhnya orang itu adalah orang Badui dan sebenarnya ia diberi sedikit saja sudah senang.” Abdullah bin Umar berkata, “Sesungguhnya ayah Badui tersebut adalah orang yang dekat dengan Umar bin Khathab (ayah Ibnu Umar). Sedangkan saya pernah mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ

“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari orang dekat ayahnya.” (HR. Muslim 2552)

 Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam memberi teman-teman Khatijah radiyallahu ‘anha.

وَإِنْ كَانَ لَيَذْبَحُ الشَّاةَ فَيَظَلُّ يَتَتَبَّعُ بِأَعْضَائِهَا صَدَائِقَ خَدِيجَةَ.

"Beliau suatu ketika menyembelih seekor kambing, kemudian beliau potong-potong menjadi beberapa bagian, setelah itu beliau kirimkan kepada teman-teman Khadijah." (HR. Thabrani di dalam Mu’jamul Khabir 15)

Demikianlah kemuliaan islam dan keindahan ajarannya, semoga Allah memberikan taufiqnya kepada kita untuk mampu mengamalkannya, Aamiin

 

Sragen 17-Juli 2022.

Junaedi Abdullah.

 

 

KIAT-KIAT ISTIQOMAH

KIAT-KIAT AGAR KITA BISA ISTIQOMAH.

1) Kontinyu diMempelajari dan mengamalkan kalimat syahadat dengan benar.
Dahulu Abu Tholib membenarkan Islam tapi tidak mau mengamalkannya meskipun hanya mengucapkan syahadat akhirnya mati dalam keadaan musyrik, orang-orang munafik mengucapkan syahadat tapi tidak membenarkan dalam hatinya justru hatinya mengingkari mereka akan masuk neraka yang paling bawah.
Adapun yang benar, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan.
Jika benar pengamalannya Allah akan mengokohkan ucapannya didunia maupun di akhirat.
Allah Ta’ala berfirman,
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim[14]: 27)
Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh …” dijelaskan dalam hadits berikut.
الْمُسْلِمُ إِذَا سُئِلَ فِى الْقَبْرِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ ( يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى الآخِرَةِ )
“Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat." (HR.Bukhari 4699)

2) Membaca, mentadaburi dan mengamalkan Al-Qur'an.
Al Qur'an adalah obat hati, penyejuk, penentram, dan juga penawar.
Allah ta'ala berfirman:
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. An Nahl [16]: 102)

3) Berusaha beramal secara kontinyu (ajek)
Amal sedikit tapi terus-menerus lebih baik daripada amal banyak tapi jarang di lakukan.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” (HR. Muslim 783)
Diantara amal yang kita berusaha melakukan terus-menerus seperti sedekah, membaca Al Qur'an, shalat malam, dan amal lainya.

4) Meneladani orang-orang shalih.
Rasulullah sering menghadapi berbagai cobaan dari orang-orang musyrik, Allah selalu menghibur dan menguatkan dengan kisah-kisah para nabi dan rasul terdahulu, oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Hud[11]: 11)

Contohnya kita bisa mengambil kisah istiqomahnya Nabi Ibrahim.
قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آَلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ (68) قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ (69) وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَخْسَرِينَ (70)
“Mereka berkata: “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak”. Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”. mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.” (QS. Al Anbiya’[21]: 68-70)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:
آخِرَ قَوْلِ إِبْرَاهِيمَ حِينَ أُلْقِىَ فِى النَّارِ حَسْبِىَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
“Akhir perkataan Ibrahim ketika dilemparkan dalam kobaran api adalah “hasbiyallahu wa ni’mal wakil” 
Begitu pula kita dapat mengambil pelajaran dari kisah Nabi Musa ‘alaihis salam dalam firman Allah,
فَلَمَّا تَرَاءَى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ, قَالَ كَلا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ
“Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”. Musa menjawab: “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku”.” (QS. Asy Syu’aro [42]: 61-62). 

5) Berdoa untuk keteguhan hati.
Allah ta'ala berfirman:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imron: 8)
Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”

6) Bersahabat dengan orang-orang shalih.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur).” (QS. At Taubah[9]: 119).


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar memperhatikan siapa sahabat kita, dan mengajarkan agar  bersahabat dengan orang yang shalih.

Semoga bermanfaat.

Sragen 16 Juli 2022.

Selasa, 12 Juli 2022

PENTINGNYA PENDIDIKAN ANAK DAN MENGOPTIMALKAN POTENSINYA

 


Anak merupakan amanah yang Allah berikan kepada kita, siapapun yang menyia-nyiakan amanah-Nya dia akan berdosa.

Begitu pula seorang ayah hendaknya menjaga keluarganya dari api neraka.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.

“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-Tahrim[66]:6)

 Bagaimana kita menjaga keluarga kita dari api neraka …?

Ali ibnu Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “ Hendaknya di ajarkan kepada mereka adab.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. At-Tahrim[66]:6)

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، 

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.  (HR. Bukhari 2554, Muslim 1829)

Penting bagi orang tua di dalam memperhatikan hal-hal berikut ini:

1.    Mendidik agamanya, meliputi aqidah, ibadah, akhlaq dan muamalah.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ.

Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” ( QS. Lukman[31]:13)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ.

“Cukuplah seseorang itu dikatakan berdosa karena ia telah menyia-nyiakan orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.” (HR Ahmad 6828, Abu Dawud 1692 An-Nasa’i 1072 di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih Abu Dawud 1485)

Menyia-nyiakan anak, yang paling parah adalah membiarkannya begitu saja tanpa diberikan pendidikan dan tidak mengajarkannya adab Islam, terutama dalam masalah ini adalah tauhid, dimana Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menekankan hal ini, salah satu misal kepada anak pamannya yaitu Ibnu Abbas.

يَا غُلاَمُ، إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ؛ احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ.

“Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untaian kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi 2516, di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih Tirmidzi 2043)

Ternyata pendidikan tauhid sejak dini memiliki faedah besar, dimana diantaranya seorang anak akan lebih siap dengan perbedaan dan kekurangan yang ada pada dirinya, baik sifatnya materi, maupun lainnya. 

2.  Memberi nafkah yang halal kepada anak-anak kita.

Mungkin sebagian orang menyangka materi kita “pendidikan anak ini tidak ada kaitannya dengan memberi nafkah, ini pandangan yang keliru, di mana para ulama menjelaskan tentang pentingnya memberi nafkah yang halal agar anak-anak kita menjadi orang yang shalih dan shalihah.

Dewasa ini banyak orang tua tak lagi memperhatikan penghasilan yang didapat, apakah halal atau haram.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”  (QS. Al Baqarah[2]:172) 

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

“Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram.” (HR. Bukhari 2083)

Harta halal akan menjadikan sebuah keuarga di berkahi, mudahnya terkabul doa anak maupun orang tuanya.

3.  Menjadikan tujuan pendidikan untuk akhirat, bukan hanya dunia saja.

Allah ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

“Katakanlah, sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al An’am[6]:162)  

مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما كُتِبَ له، ومن كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في قَلْبِه وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ.

“Barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, Allah memporak-perandakan urusannya, menjadikan miskin di dalam pandangannya, tidak mendapatkan dunia kecuali yang telah ditetapkan baginya. Dan barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai niatnya, maka Allah menghimpun urusannya, menjadikan kecukupan ada di dalam hatinya, dan dunia pun menghampirinya sementara ia memandangnya sebagai sesuatu yang hina.” (HR. Ibnu Majah 4105 dan di shahihkan syaikh Al Bani)

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ.

“Tidaklah kaya itu diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Akan tetapi yang dikatakan kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari 6446 Muslim 1051)

Oleh karena itu ada istilah “ Tanam padi rumput akan ikut, tanam rumput padi tidak akan ikut.”

4.  Tidak cukup bagi orang tua hanya mencukupi materi saja.

Banyak orang tua memandang bila sudah memberi nafkah materi dianggap cukup, padahal tidak demikian, anak-anak kita membutuhkan kasih sayang, bimbingan dan peerhatian, sehingga mereka tumbuh sesuai yang kita harapkan, bila hal itu tidak di lakukan niscaya mereka akan menyepelekan.

Allah ta’ala berfiman:

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا.

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan” (QS. Maryam[19]:59)

Memberikan kebutuhan sandang, pangan serta papan (rumah) itu adalah kebaikan jika kita mampu, tapi lebih dari itu, ada tanggung jawab moral yang besar untuk memberikan pendidikan yang layak, dan menjadikan anak-anak kita bagaimana mereka supaya menjadi orang-orang shalih dan bertaqwa, inilah yang paling penting.

Umar bin Abdul Aziz ketika mau meninggal di tanya, mengapa engkau tinggalkan anak-anakmu dalam kondisi tidak memiliki apa-apa? Dia berkata: 

اِنَّ وَلِيِّ َۧ اللّٰهُ الَّذِيْ نَزَّلَ الْكِتٰبَۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى

 الصّٰلِحِيْنَ

 "Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Kitab (Alquran). Dia melindungi orang-orang saleh' (QS Al Araf [7]: 196).

Dikisahkan, setelah kematian Umar bin Abdul Aziz, anak-anaknya terlihat menghibahkan 80 kuda untuk kepentingan jihad. Berbeda dengan anak-anak Sulaiman bin Abdul Malik, yang meski diwarisi harta banyak, tetapi tetap saja meminta-minta ke anak-anak Umar bin Abdul Aziz. (Al-Bidayah wa an-Nihayah, Ibnu Katsir)

Sebuah kisah bagaimana seorang anak jadi korban ketidak pahaman orang tua terhadap anaknya.

Dimana anak ini sering ditinggal ibu bapaknya hanya di serahkan kepada pebantunya, hatinya merasa kesal, hingga pada suatu hari mobil mewahnya di gores-gores dengan benda tajam, hal ini menjadikan orang tua marah sejadi-jadinya, anak pitupun di pukul berkali-kali sehingga akhirnya sakit, ketika di larikan kerumah sakit ternyata tidak lagi bisa tertolong, siapakah yang salah…? Tentu orang berakal akan tahu jawabanya.

5.  Pentingnya keteladanan orang tua kepada anak.

Sebagaimana apa yang dijelaskan para ulama bahwa peran orang tua sangat besar sekali dalam membentuk kepribadian anak-anaknya.

Oleh karena itu hendaknya orang tua berhati-hati dalam berinteraksi di depan anak-anaknya.

Jauhkan sifat-sifat tercela, seperti dusta, khianat, dendam, hasad, iri, dengki, kata-kata kasar, kotor, ingkar janji, memutus silaturahmi, dan perbuatan buruk lainnya.

 Apa yang disuguhkan kepada anak secara otomatis akan ditiru oleh anaknya.

Begitupula sikap istri kepada orang tua, dimana Sebuah kisah seorang ibu kejam kepada orang tuannya, anakpun akan meniru.

Hendaknya membiasakan yang baik pada anaknya, berkata jujur, menepati janji, amanah, berkata yang baik di depan mereka, senantiasa  mengajak kepada kebaikan, memberi contoh nyata, inilah yang akan direkam anak tersebut.

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ.

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman[55]:60)

Ada ungkapan yang mengatakan “ Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.”

6.    Tidak menyamakan dalam hal kecerdasan kepada sesama anak.

Banyak orang tua yang mereka tidak memahami hal ini, sehingga ketika mendapatkan rapot anaknya baik mereka berlebihan dalam kasih sayang sebaliknya ketika mendapati rapot anak yang nilainya jelek membenci dan menguucilkan.

Kecerdasan anak itu berbeda-beda, sebagai orang tua hendaknya memotivasi dan mengoptimalkan kemampuan anak, di satu sisi jelek mungkin sisi yang lain baik, atau mungkin anak kita punya bakat terpendam yang butuh untuk diasah.

Ada satu kisah yang mengharukan di mana orang tua melihat rapot anaknya tidak baik kemudian berkata yang sangat berbahaya, “ Nggak usah pulang..!!” akhirnya anak tersebut tertabrak kendaraan dan meninggal dunia.

7.    Melatih anak untuk memiliki rasa tanggung jawab.

Sebagian orang tua tidak ingin melihat anaknya menderita meskipun sesaat, biasa memanjakan anak, seperti ketika anak mendapat pekerjaan rumah, sebagian anak tidak pernah mengerjakan pekerjaan tersebut, karena sudah di kerjakan ibunya, bahkan sebagian anak tidak mengetahui kalau dirinya dapat pekerjaan rumah. Yang benar dalam masalah ini, boleh saja orang tua membantu anaknya agar anak mampu berfikir dan melakukan tugasnya dengan baik.

Apabila semua tugas yang melakukan orang tua apa jadinya ketika anak mendapatkan soal serupa sementara juru kunci jawaban (ibu/atau bapaknya) di rumah, tentu akan menjadikan anak menderita mentalnya, dan juga terseret-seret dalam pelajaran akhirnya anak tersiksa dan trauma di dalam belajar.

8.    Melatih anak untuk memiliki sikap amanah.

Sebagai orang tua sekali waktu hendaknya memperhatikan sikap anaknya, dari tugas yang sepele seperti belanja, dan urusan yang berkaitan dengan uang, hendaknya anak dijelaskan adakalanya orang tua memberi, adalakalanya tidak memberi, tidak boleh anak mengambil upah sendiri setiap tugas yang diberikan.

Rusaknya masyarakat kita dimana ryiswah (menyuap) merajalela di masyarakat kita, bahkan sekalipun bertugas masih juga meminta uang pelicin, jelas ini berdosa.

 

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ

Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam melaknat pemberi suap dan penerima suap.” (HR. Ahmad 6532, Abu Dawud 3582, Tirmidzi, 1337, Hadits ini di shahih oleh syaikh Al-Albani)

Jangan sampai anak memiliki kebiasaan seperti itu, sehingga terbawa hingga dewasanya nanti.

9.    Memberikan hadiah disaat melakukan sesuatu yang besar.

Salah satu motivasi orang tua yaitu memberikan hadiah ketika anak mendapatkan keberhasilan atau melakukan sesuatu yang besar manfaatnya. Atau bisa juga dengan memberi daya tarik tersendiri, seperti siapa yang bisa hafal 1 juz ini dia akan mendapatkan ini atau bisa diajak kesini… siapa yang bisa menjawab pertanyyan ilmiah dia akan mendapat ini.. demikian kadang dapat memotivasi semangat anak untuk baca buku.

10.               Hendaknya di perhatikan teman-temannya.

Anak yang baik akan mempengaruhi kebaikan bagi anak kita, walaupun terkadang berat di terima, berbeda dengan teman yang buruk, seakan-akan memberi solusi ternyata mendorong dalam keburukan, oleh karena itu Allah perintahkan kita agar bersama orang-orang yang baik.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (At-Taubah[9]:119)

Banyak anak-anak jatuh korban akibat berteman dengan teman yang buruk dan pergaulan bebas, dari meninggal akibat minum oplosan, hingga berpesta sex naudzubillahi min dzalik.

Ibrahim al-Khawwash rahimahullah berkata:

دَوَاءُ الْقَلْبِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ: قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِالتَّدَبُّرِ، وَخَلَاءُ الْبَطْنِ، وَقِيَامُ اللَّيْلِ، وَالتَّضَرُّعُ عِنْدَ السَّحَرِ، وَمُجَالَسَةُ الصَّالِحِيْنَ.

“Penawar hati itu ada lima : membaca al-Qur’an dengan tadabbur (perenungan), kosongnya perut (dengan puasa-pen), qiyamul lail (shalat malam), berdoa di waktu sahar (waktu akhir malam sebelum Shubuh), dan duduk bersama orang-orang shalih”. (Al-Adzkar karya Al-Imam an-Nawawi, hal. 107; Tahqiq: Syu’aib al-Arnauth).

“Seseorang itu mengikuti agama teman dekatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman dekat.” (HR. Abu Dawud, 4833;Tirmidzi, 2378. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam Shahihu Al-Jami’ 3545).

11.               Hendaknya satu pendapat di dalam mendidik anak-anaknya.

Banyak terjadi seorang ibu tidak rela jika anak di marah ayahnya, begitupula sebaliknya.

Jangan sampai orang tua bersilang pendapat di dalam mendidik anaknya, ayah marah kepada anak, kemudian meminta pembelaan kepada ibu, kemudian dibela, jangan sampai marah kepada ibu minta pembelaan ayah kemudian di bela, jika demikian justru orang tua akan di kuasai anaknya, bahkan bisa saja berantem antara suami dan istrinya gara-gara anaknya.

Jika terjadi kelainan pendapatan dengan suami maupun istri di selesaikan sendiri dengan bermusyawarah hingga mufakat, tanpa di sertai anak sehingga apabila ayah menasehati anaknya yang salah, anak mau mengakuai kesalahannya.

Allah ta’ala berfirman:

وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ

 

“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakal kepada Allah.” (QS. Ali-Imran[3]: 159).

 

12.               Suami istri hendaknya berdoa untuk kebaikan anaknya

Jangan putusasa meskipun melihat anak kita sedang berada pada posisi yang mungkin kurang baik, lakukan pendekatan selagi masih bisa, ajak anak kita berfikir positif sambil memohon kepada Allah agar anaknya menjadi anak yang shalih.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ : دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِه

Ada tiga doa yang mustajab tanpa diragukan lagi: doa orang yang terzalimi doa orang yang sedang safar doa orang tua kepada anaknya” (HR. At Tirmidzi 1905, dihasankan al-Albani dalam Shahih At Tirmidzi)

Sebagai orang tua hendaknya menyadari bawa anak yang shalih merupakan aset yang besar dan tidak bisa disamakan denmgan dunia, bukan hanya membawa manfaat dunia tapi juga akhirat, oleh karena itu hendaknya jangan sampai dilepas begitu saja tanpa memberi manfaat apa-apa.

Ketika kita ameninggal pahala anak yang shalih akan mengalir terus setiap kebaikan yang dilakukan.

Allah ta’ala berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَاِنَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ.

“Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS Al Imran[3]:185)

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.

"Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan kepadanya." (HR. Muslim 1631, Tirmidzi 1376).


Demikianlah semoga Allah menjadikan anak-anak kita menjadi anak-anak yang shalih bermanfaat dunia maupun akhirat, aamiin ya Rabbal ‘alamin.

 

Sragen 12-07-2022.

Abu Ibrahim Junaedi Abdullah.

 

 

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...