Rabu, 31 Januari 2024

10 CARA WANITA UNTUK MENGGAPAI SURGA.

 



1.   Beribadah kepada Allah semata, sesuai dengan syariat-Nya dan berbuat baik kepada dua orang tua dan orang lain.

 Allah ta’ala berfirman:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا.

“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. An-Nisa’ [4]:36.

 

1)   Tidak berbuat syirik.

2)   Tidak berbuat bid’ah.

3)   Berbakti kepada orang tua dan berbuat baik kepada orang lain.

Berpaling dari agama tidak akan mendapatkan kebahagian selamanya.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى.

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaha [20] : 124).

 

2.   Menghormati suami.

Allah ta’ala berfirman:

 الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِم.

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisaa’[4]: 34)

 

Suami memiliki kedudukan yang besar, hendaknya seorang istri menyadari hal itu, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا.

“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi 1159, Ibnu Hibban 1291, di shahihkan syaikh al-Albani di dalam Irwaa’ ul ghaliil 1998).

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada seorang perempuan, “Apakah engkau telah bersuami?” Ia menjawab, “Sudah.” Beliau bertanya lagi, “Bagaimana sikapmu kepada suamimu?” Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi (haknya) kecuali yang aku tidak mampu mengerjakannya.” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ.

“Perhatikanlah bagaimana hubunganmu dengannya karena suamimu (merupakan) Surgamu dan Nerakamu.” (HR. Ahmad 19003 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam as-Shahihah 2612).

 

3.   Bersyukur kepada suami.

Allah ta’ala berfirman:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ.

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah[2]:152).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ.

“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad 18449, Baihaqi Syu’abul iman 8698, Di hasankan Syaikh al-Albani  dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 667).

 

اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.

“Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar

kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu." (HR Bukhari 6490 Muslim 2963).

أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ  قَالَ: يَكْفُرْنَ العَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ.

“Diperlihatkan kepadaku neraka dan aku dapati kebanyakan penghuninya adalah para wanita yang ingkar. Rasul ‘alaihish shalatu wassalam ditanya: “Apakah mereka ingkar kepada Allah ? Nabi bersabda: “Mereka ingkar kepada suaminya dan ingkar kepada kebaikan suaminya. Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang mereka (istri-istrimu) selama satu tahun, kemuadia wanita tersebut melihat satu kejelekan darimu, maka ia akan berkata: “Aku tak pernah melihat engkau berbuat baik sedikitpun” (HR. Bukhari 1052, Muslim 907).

 

4.   Menjaga diri dari fitnah.

Hendaknya istri menjaga dari dari berbagai fitnah, seperti yang terjadi dewasa ini, baik yang muncul dari Internit, televise, ditempat kerja maupun tempat tinggalnya.

Allah ta’ala berfirman:

فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ.

“Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).” (QS. An-Nisa[4]:34).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ.

“Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” (HR. Ahmad 1661, Hibban 1296 Tabrani mu’jam al-Ausath 4596, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 660).

 

5.   Hendaknya mentaati suaminya.

Hendaknya seorang istri mentaati suaminya dalam perkara yang baik.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ.

"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta pemimpin di antara kamu. (QS. An-Nisa [4]:59).

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ.

“Dan mereka (para wanita) memiliki hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang pantas. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Al-Baqarah[2]: 228).

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya wanita seperti apa yang baik, Beliau menjawab:

الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ.

“Yang paling menyenangkan jika dilihat suami, mentaati suami jika suami memerintahkan sesuatu, dan tidak menyelisihi suami dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci oleh suaminya.” (HR. An-Nasa’i 3231, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani).

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ.

“Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh” (HR. Bukhari 5193, Muslim 1436).

 

6.   Tidak keluar rumah tanpa ijin dan tabaruj (menampakkan perhiasan).

Tidak keluar rumah dan menampakkan auratnya.

Allah ta’ala berfirman:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى.

Tetaplah tinggal di rumah kalian, dan jangan melakukan tabarruj seperti tabarruj jahiliyah yang dulu. (QS. al-Ahzab [33]: 33).

Imam asy-Syaukani berkata, “At-Tabarruj adalah seorang wanita menampakkan sebagian dari perhiasan dan kecantikannya yang (seharusnya) wajib untuk ditutupinya, yang ini dapat memancing syahwat (hasrat) laki-laki.” (Fathul-Qadir, 4/395).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ نِسَاؤُكُمْ بِاللَّيْلِ إِلَى الْمَسْجِدِ فَأْذَنُوا لَهُنَّ.

Apabila istri kalian meminta izin kepada kalian untuk berangkat ke masjid malam hari, maka izinkanlah… (HR. Ahmad 5211, Bukhari 865, dan Muslim 1019)

Ketika Aisyah sakit beliau minta izin kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَتَأْذَنُ لِى أَنْ آتِىَ أَبَوَىَّ

“Apakah anda mengizinkan aku untuk datang ke rumah bapakku?” (HR. Bukhari 4141, Muslim 7169).

 

7.   Tidak memakai minyak wangi di saat keluar rumah.

Hendaknya wanita tidak memakai minyak wangi yang dapat menggugah syahwat para lakai-laki, adapun minyak wangi yang tampak warnanya namun tidak wangi hal itu boleh.

 

Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أيُّما امرأةٍ استعطرتْ ثُمَّ خَرَجَتْ ، فمرَّتْ علَى قومٍ ليجِدُوا ريَحها فهِيَ زانيةٌ ، وكُلُّ عينٍ زانيةٌ.

“Wanita mana saja yang memakai wewangian lalu ia keluar dan melewati para lelaki sehingga tercium sebagian dari wanginya tersebut, maka ia adalah seorang pezina. Dan setiap mata yang melihatnya juga pezina.” (HR. Abu Daud. 4173, At Tirmidzi 2786, dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam Shahih Al Jami’ 2701).

8.   Hendaknya menutup aurat mereka.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا.

“Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu.”(QS. Al-Ahzab[33]:59).
larangan pakaian tapi terlanjang.

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا.

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: (1) Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan (2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal baunya dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim 2128).

9.   Tidak meminta cerai tanpa alasan yang syar’i kepada suami.

Hendaknya bersabar terhadap akhlaq buruk suami dan mendoakan kebaikan.

Rasulullah sallallahu ‘alai wa sallam besabda:

أَلَاْ أُخبِرُكُم بِنِسَائِكُم فِي الجَنَّةِ ؟ كُلُّ وَدُودٍ وَلُودٍ ، إِذَا غَضِبَت أَو أُسِيءَ إِلَيهَا أَو غَضِبَ زَوجُهَا، قَالَت : هَذِه يَدِي فِي يَدِكَ ، لَاْ أَكْتَحِلُ بِغُمضٍ َحتَّى تَرضَى.

Maukah ku beritahu wanita di antara kalian yang menjadi penghuni surga? Yaitu setiap wanita yang penuh kasih (kepada suaminya), banyak keturunannya, apa bila dia marah, atau suaminya berbuat buruk kepadanya, atau apabila suaminya marah kepadanya, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata, ‘Demi Allah, aku tidak dapat tidur sebelum engkau rida’.” (HR. Tabrani 1743, dishahihkan Syaikh al-Albani 3380).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras bagi wanita meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan syariat.

أيُّما امرأةٍ سألت زوجَها طلاقاً فِي غَير مَا بَأْسٍ؛ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ.

“Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak maka haram baginya bau surga” (HR Abu Dawud 2226, Tirmidzi 1187 dan dihahihkan al-Albani di dalam al-Misykah 3279).

10.                     Memperbanyak sedekah, berdzikir dan bertaubat kepada Allah.

Allah ta’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An Nahl [16]:97).

 

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا.

“Bersegeralah beramal sebelum munculnya fitnah yang datang bagaikan potongan-potongan malam yang gelap, seseorang dipagi harinya beriman dan disorenya telah menjadi kafir, atau sorenya masih beriman dan pagi harinya telah menjadi kafir, menjual agamanya dengan gemerlap dunia. “ (HR.Muslim 186).

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ, فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ.

“Jauhilah api neraka, walau hanya dengan bersedekah sebiji kurma. Jika kamu tidak punya, maka bisa dengan kalimah thayyibah.” (HR. Bukhari 6023, Muslim 1016).

Demikianlah semoga bermanfaat, aamiin.

 

 

Sragen 31-01-2024.

 

Junaedi Abdullah.

 

Jumat, 26 Januari 2024

KEUTAMAAN PARA SAHABAT DAN KEWAJIBAN MENGIKUTINYA.

 

 

Sahabat layaknya cahaya yang menerangi orang-orang setelahnya, mereka memberikan teladan yang baik dalam berbagai sisi yang sangat banyak, sehingga Allah ta'ala memuji mereka di berbagai tempat, diantaranya di dalam surat Ali Imran, Allah ta'ala berfirman:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّه.

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran [3] : 110).

1.   Pengertian sahabat.

Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, “Sesungguhnya yang dimaksud sahabat Nabi adalah orang yang bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan beriman dengan beliau dan wafat dalam keadaan islam.” (Al-Ishabah fii Tamyiz As-Shahaabah, 1/10)/

 2. Kesabaran para sahabat.

Sebagian mereka orang-orang yang lemah menerima seruan islam sehingga mereka menghadapi berbagai cobaan dan siksaan dari orang-orang kafir, ada yang dicambuk, diseret di padang pasir, di rendam di dalam air, ditindih batu dan bahkan ditombak dan meninggal dunia. Kekejaman orang kafir terhadap para sahabat sampai-sampai membekas luka ditubuh mereka.

   Beratnya tekanan orang-orang kafir tersebut membawa mereka rela meninggalkan kampung halaman yang mereka cintai dan berjalan menyusuri lembah, menyebrang lautan hingga menempuh ribuan kilo meter dengan kendaraan yang sederhana menuju negri Habasyah (Ethiopia) yang belum tahu bagaimana seluk beluknnya. Semua dilakukan karena untuk menyelamatkan aqidahnya. Hijrah pertama tahun ke-5 dari kenabian menuju ke Habasyah. Rombongan ini terdiri dari 12 orang laki-laki dan 4 orang wanita. Kemudian hijrah kedua terdiri dari 83 muhajirin dan 19 muhajirah (kaum wanita). (Terjemahan Ar-Rahiqul Makhtum, Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, terbitan Darul Haq).

1  Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah mengutus pasukan perang untuk mengintai kafilah dagang Quraisy dan untuk mendatangi suku Juhainah. Pasukan perang yang berjumlah tiga ratus orang itu dipimpin oleh Abu Ubaidah Ibnul Jarrah Radhiyallahu anhu. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam hanya memberi bekal satu kantong kurma kepada mereka, karena memang tidak ada bekal lain.

Abu Ubaidah sebagai pimpinan pasukan membagikan sebagian kurma itu kepada para prajuritnya. Ketika bekal kurma tinggal sedikit, Abu Ubaidah mengumpulkan sisa kurma dari prajuritnya dan beliau membagikan kembali sehingga masing-masing orang hanya mendapat satu biji kurma untuk satu hari. Kurma itu tidak langsung dimakan tapi hanya dihisap seperti bayi menyusu agar tidak cepat habis. Mereka melakukan yang demikian untuk mengurangi rasa lapar yang melilit mereka.

Sampai bekal kurma habis, akhirnya mereka memetik dedaunan yang dijumpai di perjalanan. Mereka menumbuk daun-daun tersebut dan mencampurkannya dengan air, setelah itu mereka memakan dedaunan tersebut.

Pasukan perang itu terus berjalan, hingga sampai ke suatu pantai di laut Merah dari arah Yanbu berjarak sekitar 180 km dari Madinah. Di sana mereka melihat sesuatu yang menyerupai sebuah bukit. Maka mereka pun berjalan mendekatinya. Ternyata, gundukan itu adalah bangkai seekor ikan yang sangat besar.

Abu Ubaidah pada awal mulanya melarang pasukan untuk memakan ikan tersebut karena dikiranya sebagai bangkai yang diharamkan karena bukan ikan hasil tangkapan. Lalu beliau berijtihad bahwa ikan tersebut boleh dimakan dikarenakan kondisi darurat dan ikan tersebut merupakan pertolongan Allah kepada hamba-hamba Nya yang sedang berjuang di jalan Nya. Akhirnya, pasukan perang ini bertahan dan tinggal di tempat itu selama delapan belas hari.

Selama di tempat ini, makanan mereka adalah ikan besar itu. Hingga mereka menjadi gemuk, dan mereka tidak lagi kekurangan makanan. Ikan itu besar sekali. Cukup untuk dimakan pasukan perang yang berjumlah 300 orang selama sebulan.

3.   Keberanian para sahabat.

Pada perang Badar.

Sebelum perang badar terjadi terjadi perang tanding antara kaum muslimin dengan orang kafir, orang yang pertama menyulut tejadinya perang adalah al-Aswad bin Asad al-Makzumi, laki-laki yang sadis dan berperangai buruk, dia berkata, “ AKu berjanji kepada Allah, sungguh aku akan meminum dari telaga mereka atau aku hancurkan telaga tersebut atau aku akan mati karenanya.

Kemudian Hamzah bin Abdul Muthalib keluar, tatkala mereka berhadapan Hamzah berhasil memukul dan menebas kakinya pada pertengahan betis, diapun merangkak hingga akhirnya tercebur disitu, rupanya dia ingin memenuhi sumpahnya, namun hal itu gagal karena Hamzah melayangkan tebasan yang kedua tatkala berada ditelaga tersebut.

Kemudian 3 orang penunggang kuda Quraisy berasal dari satu keluarga, mereka adalah ‘Utbah dan dua saudaranya yaitu Syaibah dan al-Walid bin ‘Utbah mereka menantang perang tanding , kemudian keluar dari kaum Anshar yaitu Auf dan Mu’wad dari putara al-Harits, yang ketiga Abdullah bin Rawahah, namun orang Quraisy menolak, meminta yang sepadan dan terhormat, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Bangun wahai Ubaidah bin al-Harits, bangun wahai Hamzah, Bangun wahai Ali.”

Akhirnya Ubaidah menghadapi Utbah bin Rabi’ah, sementara Hamzah menghadapi Syaibah, sementara Ali menghadapi al-Walid bin Rabi'ah.

Hamzah dan Ali tidak memberikan kesempatan kepada Syaibah dan al-Walid, sementara  Ubaidah dan Utbah sama-sama terluka, akhirnya Hamzah dan Ali menolong Ubaidah dan membunuh Utbah kemudian menggendongnya. (Terjemahan Ar-Rahiqul Makhtum, Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, terbitan Darul Haq)

Perang Uhud.

Selain perang badar, Dalam perang Uhud, juga menyisakan menggoreskan sifat kesatria para sahabat, Zubair bin Awam dia melakukan perang tanding melawan Thalhah bin Abi Thalhah al-Abdari, Yang pertama kali menyulut bara pertempuran itu adalah pembawa bendera dari kalangan musyrikin, yang bernama Thalhah bin Abu Thalhah al-Abdari. Dia adalah penunggang kuda suku Quraisy yang paling berani. Orang-orang Muslim menyebutnya kabsyul katifah (panglima berkuda terhebat). Dia keluar dengan menunggang unta, lalu menantang untuk perang tanding. Namun tak seorang pun yang segera menyambut tantangannya, karena takut terhadap keberaniannya itu. Akhirnya, az-Zubair maju menghampirinya; dia tidak maju dengan perlahan-lahan melainkan langsung melompat seperti seekor singa. Az-Zubair pun berada di atas unta Thalhah ; kemudian mereka jatuh. Az-Zubair membanting Thalhah, lalu membunuhnya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyaksikan perang tanding yang sangat mengagumkan ini ; seketika beliau bertakbir yang kemudian diikuti oleh semua orang Muslim. Beliau memuji Zubeir Radhiyallahu anhu dan bersabda: “Sesungguhnya setiap nabi itu memiliki hawari (pengikut setia), adapun pengikut setiaku adalah az-Zubeir Radhiyallahu anhu.(Terjemahan Ar-Rahiqul Makhtum, Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, terbitan Darul Haq)

4.   Kecintaan para sahabat kepada Rasul-Nya.

Banyak sekali kisah-kisah sahabat yang menunjukkan betapa cintanya para sahabat terhadap Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya seperti  kisah Abu Bakar Shidiq, Umar bin khatab, Utsman bin Afwan, Ali bin Abi Thalib, Mus’ab bin Umair, Khubaib bin Adi, begitu pula kedua pemuda belia ketika terjadi perang Badar, mereka adalah Muadz bin Amr bin Jamuh dan Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhuma.

Abdurrahman bin 'Auf mengisahkan:

"Aku berada di dalam barisan pasukan saat perang Badar berkecamuk. Tiba-tiba di sebelah kanan dan kiriku ada dua anak muda yang masih belia. Seakan aku tidak percaya atas keberadaan mereka di situ. Lalu salah seorang di antara keduanya berkata secara rahasia kepadaku agar tidak diketahui oleh temannya, 'Wahai paman! Tunjukkan padaku, mana Abu Jahal!."

Lalu aku berkata, 'Wahai anak saudaraku! Apa yang akan kamu lakukan?' Dia menjawab, “Aku diberitahu bahwa dia mencaci-maki Rasulullah, Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika aku melihatnya, maka dia tidak akan luput dari incaranku hingga ada yang mati terlebih dahulu di antara kami.”

 

Mendengar hal itu, aku jadi terkesima. Dan setelah itu, yang seorang lagi mengedipkan matanya kepadaku dan berkata sebagaimana yang dikatakan oleh temannya itu. Maka tak berapa lama, aku melihat Abu Jahal berkeliling di tengah orang-orang. Lalu aku berkata, "Tidakkah kalian berdua melihat? dialah orang yang kalian berdua tanyakan tadi.” Lalu keduannya membunuh Abu Jahal tersebut. (Terjemahan dari Ar-Rahiqul Makhtum, Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, terbitan Darul Haq).

 

5.   Kedermawanan para sahabat.

Seperti kisah Abu Bakar, Umar, Utsman bin Affan saat kaum muslimin membutuhkan sumur, yang di waktu itu dimiliki oleh orang Yahudi, sehingga sahabat Utsman bin Affan  membeli  sumur Raumah milik Yahudi, banyak sekali pengorbanan para sahabat, seperti Abu Bakar, Umar, Ustman, dan          Ali, terutama di saat perang badar, perang khandak, menjelang perang tabuk dan masih banyak sekali kisah-kisah yang mengharukan.

 

6.   Kemuliaan akhlak para sahabat

Setelah mereka mendapat pengajaran dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menjadi manusia-manusia terbaik, mereka adalah satu kaum yang berhati mulia, memiliki sifat itsar (mementingkan saudaranya) kepada saudaranya.

Diantaranya yaitu:

1)    Kisah Abu Talhah dan Umu Sulaim dalam menjamu tamu.

Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kedatangan tamu dalam keadaan lapar, kemudian Beliau menanyakan kepada istri-istri beliau namun mereka tidak ada yang memiliki makanan kecuali air, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan kepada sahabat, Maka Abu Thalhah membawa tamu tersebut, sesampainya di rumah beliau bertanya kepada istrinya, “ adakah makanan di rumah?” istrinya menjawab tidak ada kecuali jatah anak-anak.” “Kalau begitu berilah mereka minum dan tidurkanlah, ketika engakau hidangkan berpura-puralah memperbaiki lamu dan padamkanlah, aku akan pura-pura makan.”  Maka istrinya pun melakukan hal itu, sehingga malam itu keluarga Abu Thalhah dalam keadaan kelaparan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَقَدْ عَجِبَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ - أَوْ ضَحِكَ - مِنْ فُلاَنٍ وَفُلاَنَةَ, فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: وَيُؤْثِرُونَ عَلَى  أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ .

Sesungguhnya Allah merasa kagum atau ridha dengan apa yang telah dilakukan oleh si Fulan dan si Fulanah, kemudian Allah menurunkan firman-Nya: “Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” ( QS.Al-Hasyr [59]:9).( HR. Bukhari 4889).

 

Setelah di pagi hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai zaid, Allah sangatlah bangga dan ridla dengan apa yang telah kamu lakukan semalam.” Maka beliau pulang mengabarkan kepada istrinya.

 

2)  Kisah sahabat Nabi yang diberi hadiah.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Salah seorang dari sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam diberi hadiah kepala kambing, dia lalu berkata, “Sesungguhnya fulan dan keluarganya lebih membutuhkan ini daripada kita.” Ibnu Umar mengatakan, “Maka ia kirimkan hadiah tersebut kepada yang lain, dan secara terus menerus hadiah itu dikirimkan dari satu orang kepada yang lain hingga berputar sampai tujuh rumah, dan akhirnya kembali kepada orang yang pertama kali memberikan.” (HR. Baihaqi dalam asy Syu’ab 3/259).

3)  Kisah sahabat nabi yang meminta minum.

Pada perang Yarmuk Ikrimah meminta air minum, kemudian ia melihat Suhail sedang memandangnya, maka Ikrimah berkata, “Berikan air itu kepadanya.” Dan ketika itu Suhail juga melihat al-Harits sedang melihatnya, maka iapun berkata, “Berikan air itu kepadanya (al Harits)”. Namun belum sampai air itu kepada al Harits, ternyata ketiganya telah meninggal tanpa sempat merasakan air tersebut (sedikitpun). (HR Ibnu Sa’ad dalam ath Thabaqat dan Ibnu Abdil Barr dalam at Tamhid, namun Ibnu Sa’ad menyebutkan Iyas bin Abi Rabi’ah sebagai ganti Suhail bin Amr).

4)  Kisah Umar memberikan uang dinar kepada sahabat.

Pada suatu hari, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab mengeluarkan uang sebanyak 400 dinar. Kemudian ia mengutus seorang pemuda untuk mengantar uang itu kepada Abu Ubaidah. Umar berkata kepada pemuda itu, “Pergilah kepada Abu Ubaidah dan berikan uang ini kepadanya. Kemudian tunggulah beberapa saat sampai engkau melihat apa yang ia perbuat di rumahnya.”

Maka berangkatlah pemuda itu ke rumah Abu Ubaidah.

Sesampainya di rumah Abu Ubaidah, pemuda utusan Umar itu berkata, “Aku diutus oleh Amirul Mukminin untuk memberikan uang ini kepadamu.” Maka Abu Ubaidah berkata, “Shalawat dan rahmat Allah untuknya.” Lalu Abu Ubaidah memanggil budak perempuannya dan berkata, “Pergi dan berikanlah uang tujuh dinar kepada si Fulan dan lima dinar kepada si Anu!”

Lantas Abu Ubaidah membagi-bagikan uang itu sampai habis. Lalu pemuda itu kembali kepada Umar dan menceritakan apa yang telah dilihatnya. Kemudian Umar mengeluarkan lagi uang seperti tadi dan mengutus pemuda itu kepada Mu’adz bin Jabal.

Maka Mu’adz berkata, “Shalawat Allah untuknya.” Kemudian Mu’adz memanggil budak perempuannya dan berkata, “Pergilah ke rumah si Fulan dan berikanlah uang ini, kemudian berikanlah uang ini kepada si Anu!”

Tiba-tiba istri Mu’adz bin Jabal datang dan berkata,”Demi Allah! Kami ini orang miskin maka berilah kami.” Maka Mu’adz tidak menyisakan uangnya di dalam sobekan kain pembungkus uang itu kecuali dua dinar. Kemudian uang itu ia berikan kepada istrinya.

Pemuda utusan itu kemudian kembali kepada Umar. Ia menceritakan apa yang telah terjadi. Maka Umar bergembira dengan apa yang terjadi, lantas ia berkata, “Sesungguhnya mereka saling bersaudara satu sama lain.”  (Diambil dari, Aina Nahnu min Akhlaqis Salaf, hlm. 31).

5)  Kisah kedermawanan Umul Mukminin.

Ummul mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha yang terkenal kepandaiannya sekaligus juga kedermawanannya pernah mendapat uang 40.000 dirham dari baitul mal. Oleh Aisyah harta itu segera di bagi-bagikan kepada fakir miskin sampai-sampai lupa menyisihkan sedikit saja untuk dirinya. Sampai ditegur Ummu Burdah yang membantunya, “Ya Ummul mukminin kenapa tak kau sisihkan sedikit saja untuk membeli makanan berbuka, bukankah engkau sedang berpuasa,” “Ya Ummu Burdah, kenapa tadi tak kau ingatkan”, jawab Aisyah tenang.

Oleh karena itu pujian Allah subhanahu wa ta’ala sangat banyak kita jumpai di dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala firman:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّه.

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran [3] : 110).

فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ.

“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah [2]: 137).

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat ini dalam kitab tafsirnya , “Maka jika mereka beriman”, yaitu orang-orang kafir dari Ahlul Kitab dan selain mereka, “seperti apa yang kalian telah beriman kepadanya”, wahai kaum mukminin, dengan keimanan kepada seluruh kitab Allah dan Rasul-Nya tanpa membedakan seorang pun dari mereka, “sungguh mereka telah mendapat petunjuk”, yakni mereka telah berada tepat di atas kebenaran dan mendapatkan petunjuk kepadanya.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. Al Baqarah [2]: 137).

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا.

“Sungguh, Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat.” (QS. Al Fath [48]: 18)

Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ مِمَّنْ بَايَعَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ.

Tidak akan masuk neraka orang-orang yang berbaiat di bawah pohon.” (HR. Abu Dawud 4653, Tirmidzi 3860, beliau berkata: hasan shahih. Syaikh al-Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ 7680).

Dari sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ.

“Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi setelah mereka, kemudian setelah mereka lagi.” (HR. Bukhari 2652, Muslim 2533. Dengan lafald dari Bukhari).

7.   Larangan mencela para sahabat, dan perintah mendoakan.

Abu Sa’id Al Khudri radiyallahu’anhu berkata, Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا, مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ، وَلاَ نَصِيفَهُ.

Jangan kalian mencela para sahabatku, seandainya salah seorang kalian menginfakkan emas sebesar Uhud tidak akan bisa menyamai satu mud-nya mereka tidak juga setengahnya.” (HR. Bukhari  3673, Muslim 2540).

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ.

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 10)

Para sahabat adalah orang-orang yang adil sebagaimana Allah ta’ala sebutkan:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا.

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (para sahabat) umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas kalian.” (QS. Al-Baqarah[2]: 143).

Tidak diragukan lagi pujian di dalam ayat dan hadits di atas tidak lain adalah untuk para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang merupakan khitab (yang diajak bicara) dalam ayat tersebut, karena orang yang beriman di waktu itu belum ada yang lain selain para sahabat.

8.   Kewajiban mengikuti pemahaman para sahabat.

Setelah kita mengetahui keutamaan para sahabat, keselamatan para sahabat, pujian Allah kepada mereka, maka kewajiban kita adalah mengikuti pemahaman para sahabat tersebut di dalam memahami agama ini, karena mengikuti mereka merupakan perintahkan Allah dan juga Rasul-Nya.

Allah ta’ala berfirman:

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ.

“Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka (dalam melaksanakan) kebaikan, Allah ridha kepada mereka; dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang di dalamnya terdapat sungai-sungai yang mengalir. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah [9]: 100).

Ayat ini membagi generasi yang baik hanya menjadi dua generasi:

1)Generasi pertama yaitu dari generasi para sahabat, muhajirin dan anshar, yang mana hal ini tidak mungkin bisa kita capai.

2)Generasi kedua adalah orang-orang setelahnya, yang mengikuti mereka para sahabat dengan sebaik-baiknya, itulah yang kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita termasuk pengikut mereka dengan sebaik-baiknya. Aamiin.

Adapun dalil dari hadits yang mewajibkan mengikuti para sahabat sebagai berikut:

Dari Abu Najih Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظًةً وَجِلَتْ مِنْهَا القُلُوْبُ وَذَرَفَتْ مِنْهَا العُيُوْنُ فَقُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَةً مُوَدِّعٍ فَأَوْصِنَا قَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَي اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَقَالَ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang membuat hati menjadi bergetar dan mata kami menangis, maka kami berkata, “Wahai Rasulullah, sepertinya ini adalah wasiat dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah wasiat kepada kami.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meskipun kalian dipimpin seorang budak. Sungguh, orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku, ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, wajib atas kalian berpegang teguh pada sunnahku dan Sunnah Khulafaur rosyidin al-mahdiyyin (yang lurus dan mendapatkan petunjuk). Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian, jauhilah setiap perkara yang diada-adakan, karena setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud 4607, Tirmidzi 2676. Disahihkan syaikh al-Albani dalam sahihul jami’ 2549).

9.   Jalan kebenaran hanya satu.

Dari ibnu Mas’ud radiallahu ‘anhu beliau berkata:

خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هَذِهِ سُبُلٌ و عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ, وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah’, kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,’  kemudian beliau membaca:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ.

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya” (QS. Al-An’am[6]:153) (HR. Ahmad 4142, Abu Dawud 241, dihasankan syaikh al-Albani di dalam Adh-Dhilal 16-17).

Dari ‘Auf bin Malik, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، فَإِحْدَى وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ ، قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ؟ قَالَ: الْجَمَاعَةُ.

“Orang-orang Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan, satu (golongan) masuk Surga dan tujuh puluh di Neraka. Dan Nasrani terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan, yang tujuh puluh satu golongan di Neraka dan yang satu di Surga. Dan demi Yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, ummatku benar-benar akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, yang satu di Surga, dan yang tujuh puluh dua golongan di Neraka,’ Ditanyakan kepada beliau, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang masuk Surga itu) wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Al-Jama’ah’.” (HR. Ibnu Majah 3992, Abu Dawud 4596, Tirmidzi 2831, di shahihkan Syaikh al-Albani di Shahih Ibnu Majah 3992).

Dalam riwayat yang lain Beliau ditanya:

قَالُوا: وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي.

“Siapakah yang selamat itu ya Rasulullah..?” Beliau menjawab, “Apa yang aku dan para sahabatku berjalan di atasnya.” (HR.Tirmidzi 2641, dihasankan syaikh al-Albani di dalam Sunan Tirmidzi 2641).

Pada ayat dan hadits di atas merupakan dalil tentang wajibnya umat ini mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga para sahabatnya, begitu pula jalan kebenaran hanyalah satu.

 

10.                     Ancaman bagi orang-orang yang meninggalkan pemahaman para sahabat.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا.

“Dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisaa [4]: 115).

Para sahabat Secara individu (person) bukanlah manusia yang maksum (bebas dari salah), akan tetapi apa yang telah ditaqrir (didiamkan dan disetujui) Rasulullah shallallahu a’laihi wa sallam terhadap sahabat merupakan dalil kebenaran yang harus diikuti, begitu pula apa yang telah menjadi kesepakatan para sahabat (ijma’ mereka) adalah merupakan kebenaran.

Dari sahabat Annas radillahu‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ هَذِهِ الْأُمَّةَ عَلَى ضَلَالَةٍ أَبَدًا.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umat ini di atas kesesatan selamanya.”(HR. Ibnu Majah 3940, Hakim 201-202, Tirmidzi 2269 dan diShahihkan syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 1848, Al-Misykah 173). 

Demikianlah semoga bermanfaat. Aamiin.

 

-----000-----

 

Sragen 27-01-2-24.

 

Junaedi Abdullah.

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...