Rabu, 25 Januari 2023

SEBAB-SEBAB YANG DAPAT MENDATANGKAN REZKI

 


Allah ta’ala senantiasa mencurahkan rezkinya kepada siapa saja yang Allah kehendaki.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ .

“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya.” (QS. Al-Isra’[17]: 30).

Meskipun demikian ada sebab-sebab yang dapat mendatangkan rezki, diantaranya:

1.   Bersyukur kepada Allah ta’ala.

Apa bila seseorang bersyukur dengan nikmat Allah ta’ala Allah akan menambahkan nikmatnya bagi dirinya.

Allah ta’ala berfirman:

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ.

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim [14]:7).

Banyak orang yang mendapatkan nikmat namun tidak mensyukuri (tidak menggunakan nikmat tersebut pada keridhan Allah) sehingga Allah cabut darinya.

Adapun orang kafir yang mendapatkan kenikmatan terus menerus, sementara mereka bermaksiat dalam menggunakan nikmat tersebut, itu tidak lain adalah istidrat (di jauhkan dari kebenaran dengan tidak di sadari) dari Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ .

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputusasa.” (QS Al An’am[6]:44).

 إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ

Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad 4: 145. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan).

وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ.

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS. Al Imran[3]:178).

 

2.   Bersedekah.

Allah ta’ala berfirman:


 Allah subhanau wa ta’ala berfirman:

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ.

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah[2]:261).

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا.

“Ketika hamba berada di setiap pagi, ada dua malaikat yang turun dan berdoa, “Ya Allah berikanlah ganti pada orang yang berinfak.” Malaikat yang lain berdoa, “Ya Allah, berikanlah kebangkrutan bagi yang enggan bersedekah.” (HR. Bukhari 1442 Muslim 1010)

Memberi nafkah kepada keluarga termasuk bersedekah yang paling utama, karena merupakan orang yang yang menjadi tanggungannya, kemudian orang-orang yang masih ada hubungan kerabat dan seterusnya.

Hendaknya tidak pula meninggalkan sedekah di masjid-masjid, di jalan dan kepada siapapun yang sangat membutuhkan, semakin kita berbagi akan semakin menentramkan hati kita, semakin Allah buka pintu Rezki kita.

3.   Menyambung silaturrahmi.

Allah ta’ala berfirman:

وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ.

“Dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS.Al-Baqarah[2]:27).

Termasuk di dalamnya berbakti kepada kedua orang tua.

Allah ta’ala berfirman:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Dan sembahlah Allah dan tidak menyekutukan dengan sesuatu apapun, dan berbaktilah kepada kedua orang tua..” (QS. An-Nisaa[4]:36.

Diantaranya kisah tiga orang yang terjebak didalam gua, satu diantara mereka berdoa kepada Allah ta’ala dengan bertawasul amal shalih, yaitu berbakti kepada kedua orang tuanya yang pernah di lakukan, Allah mengabulkan dan menyelamatkan dari gua tersebut.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ. رواه البخاري ومسلم.

”Barangsiapa ingin dilapangkan baginya rezkinya dan dipanjangkan untuknya umurnya hendaknya ia melakukan silaturahim.” (HR. Bukhari 5986 Muslim2557).

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا.

"Silaturahmi bukanlah yang saling membalas kebaikan, akan tetapi seseorang yang berusaha menyambung hubungan persaudaraannya meskipun diputus hubungan persaudaraan dengan dirinya." (HR. Bukhari 5991 Abu Daud 1697 Tirmidzi 1908).

Silaturahim adalah jembatan kasih sayang, satu sama lain bisa saling menanyakan keadaannya, meminjami modal  atau sekedar membantu memberi pekerjaan, semua itu akan menjembatani dua sisi yang berbeda, saling menyantuni dan akan mempererat kekeluargaan, sehingga muncul  kasih dan sayang sesama saudara.

4.   Memperbanyak istigfar.

Allah ta’ala berfirman:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً . يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا. وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً

 “Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), “Beristighfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu” (QS. Nuh[71]: 10-13)

Ada beberapa orang yang datang kepada al Hasan al Basri, ada yang megeluhkan tentang paceklik, tentang kemiskinannya, agar di karuniai anak, semua di perintahkan agar beristigfar, ketika di tanya beliau membacakan ayat diatas. (Lihat tafsir al-Qurtubi, QS. 70:10-12).

5.   Bertaqwa dan bertawakal kepada Allah.

Allah ta’ala brfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan memberi baginya jalan keluar.   Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…”(QS.,At Thalaaq[65]:2-3).

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ.

“Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf [7]: 96).

Dari tauban dia berkata, Rassulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ.

“Sesungguhnya seseorang akan terhalang dari rezekinya karena dosa yang ia lakukan” (HR. Ibnu Majah 422 di Hasankan oleh syikh al-Albani didalam Aa-Shahihah 154, …tanpa wa inna rajula)

6.   Berdoa kepada Allah ta’ala.

Hedaknya memohon segala sesuatu kepada Allah ta’ala, termasuk di dalam meminta rezki, karena hanya Allah saja yang bisa menghilangkan kesusahan dan mendatangkan rezki.

“Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam beliau biasa berdoa:

 اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى.

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, keterjagaan, dan kekayaan.” (HR. Muslim 2721, Tirmidzi 3489, Ibnu Majah 3832, Ibnu Hibban 900).

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلً.

Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat (bagi diriku dan orang lain), rizki yang halal dan amal yang diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran yang baik).” (HR. Ibnu Majah 925 Ibnu Hiban 82 di hasankan Syaikh al-alBani didalam Al-Miskah 2498)

 

Sragen 26-2023

Junaedi Abdullah.

Minggu, 15 Januari 2023

HAKIKAT KEBERKAHAN oleh syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili

RINGKASAN DARI FAEDAH KAJIAN ILMIAH

Bersama Syaikh. Prof. DR. Ibrahim bin Amir Ar Ruhaili hafidhahullah ta'ala. 

 Dengan tema:

HAKIKAT KEBERKAHAN 

 

Definisi keberkahan.

Secara bahasa adalah: tumbuh dan berkembang serta di curahkannya kebaikan di dalam sesuatu.

 

Secara istilah adalah: kelanggengan kebaikan dari Allah di dalam sesuatu.

 

Jenis jenis keberkahan ada 4 yaitu:

 

1. Keberkahan yang ada pada sebagian orang

2. Keberkahan yanh ada pada sebagian perbuatan.

3. Keberkahan yang ada pada sebagian tempat.

4. Keberkahan yang ada pada sebagian waktu.

 

1). Keberkahanyang ada pada sebagian orang.

Yaitu keberkahan yang ada pada diri Rasulullah shalallahu alaihi wa salam. Sebagaimana disebutkan di dalam Hadits Jabir bin Abdillah yang menceritakan kisah perang khondak, dimana makanan yang sedikit berubah menjadi banyak. Yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim.

Kemudian keberkahan pada nabi dan rasul sebelum beliau. Allah ta'ala berfirman:

قِيْلَ يٰنُوْحُ اهْبِطْ بِسَلٰمٍ مِّنَّا وَبَرَكٰتٍ عَلَيْكَ وَعَلٰٓى اُمَمٍ مِّمَّنْ مَّعَكَ.

Difirmankan, “Wahai Nuh! Turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami, bagimu dan bagi semua umat (mukmin) yang bersamamu." (QS. Hud [11:48).

Begitu pula nabi Musa dan nabi Isa.

فَلَمَّا جَاۤءَهَا نُوْدِيَ اَنْۢ بُوْرِكَ مَنْ فِى النَّارِ وَمَنْ حَوْلَهَاۗ وَسُبْحٰنَ اللّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

"Maka ketika dia tiba di sana (tempat api itu), dia diseru, “Telah diberkahi orang-orang yang berada di dekat api, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS. An Naml [27]: 8).

وَجَعَلَنِى مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنتُ.

"Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada.."(QS. An Naml[27]:8).

2). Keberkahan yang ada pada sebagian perbuatan.

Ada beberapa amalan yang di berkahi oleh Allah, seperti salam, dan ketika makan sahur.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً

“Makan sahurlah kalian karena dalam makan sahur terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari 1923, Muslim 1095).

3). Keberkahan yang ada pada sebagian tempat.

 

Ada beberapa tempat yang di berkahi oleh Allah ta'ala, seperti Masjidil haram (dengan dilipat gandakan pahala bagi orang yang shalat di dalamnya dengan 100.000 kali dibandingkan shalat ditempat lain), masjid Nabawi yang berada di Madinah (dengan dilipatkan 1000 kali).

Demikian pula negeri Syam, dimana kebanyakan para nabi di utus di Syam. Allah ta'ala berfirman:

وَنَجَّيْنٰهُ وَلُوْطًا اِلَى الْاَرْضِ الَّتِيْ بٰرَكْناَ فِيْهَا لِلْعٰلَمِيْنَ.

"Dan Kami selamatkan dia (Ibrahim) dan Lut ke sebuah negeri yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam." ( QS. Al-Anbiya[21]:71).

Negri Syam adalah negri yang sangat subur.

4) Keberkahan yang ada pada sebagian zaman (waktu).

Seperti Bulan ramadhan adalah bulan yang diberkahi oleh Allah ta'ala, dimana ada di dalamnya Malam Lailatul Qadar.

Allah ta'ala berfirman:

 

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ.

"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi." (QS. Ad Dukhan[44]:3)

Pengertian tabarruk secara bahasa adalah mencari berkah. 

Menurut istilah adalah upaya meraih keberkahan dengan cara yang syar'i.

Prinsip dasar yang utama ketika kita mencari berkah (tabarruk) adalah bahwa keberkahan itu semua datangnya dari Allah semata. Maka siapapun yang ingin mencari keberkahan maka mintanya hanya kepada Allah. Karena keberkahan itu datangnya dari Allah.

Orang-orang yang mencari berkah sudah ada semenjak dahulu, tetapi ada yang mencari dengan cara yang benar dan ada pula yang tidak benar.

Tabaruk dibagi menjadi dua: 

1). Tabarruk yang tidak syar'i.

2). Tabarruk yang syar'i.

Adapun syarat tabarruk yang syar'i ada empat yaitu:

1). Ada dalil yang menunjukkan bahwa sesuatu itu diberkahi oleh Allah ta'ala.

2). Ada dalil yang memerintahkan untuk tabarruk dengan sesuatu tersebut.

3). Tabarruk yang dilakukan harus sesuai dengan tuntunan nabi sallallahu alaihi wa sallam.

4). Di dalam tabarruk harus meyakini bahwa keberkahan itu datangnya dari Allah ta'ala.

Apa bila keempat syarat ini terpenuhi maka tabarruk tersebut telah sesuai dengan syar'i.

Adapun tabarruk yang tidak syar'i  ada dua yaitu :

1). Hukumnya yang paling parah adalah syirik, ketika mereka bertabarruk dengan makhluk dan dia meyakini keberkahan itu datangnya dari makhluk. Hukum ini berlaku kepada siapapun yang tabarruk (mencari berkah) dari sesuatu yang diberkahi oleh Allah ta'ala, apalagi yang tidak di berkahi oleh Allah ta'ala.

2) Hukumnya bid'ah, ini dibagi menjadi dua macam, yaitu:

 

1). Tabarruk dari benda-benda yang tidak disyariatkan untuk di tabarruki seperti kain kiswah, pagar makam Rasulullah, makam Ibrahim.

2). Tabarruk dari sesuatu yang aslinya boleh ditabarruki tapi caranya tidak sesuai dengan syar'i. Contohnya Al-Qur'an, yang seharusnya untuk dibaca dan di tadabburi maknanya akan tetapi malah untuk gantungan di mobil dan tempat-tempat lainnya.

 

Contoh praktek tabarruk yang syar'i

1. Tabarruk dengan Al-Qur'an. dalilnya firman Allah ta'ala:

كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْٓا اٰيٰتِهٖ وَلِيَتَذَكَّرَ اُولُوا الْاَلْبَابِ

"Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran." (QS. Shad [50):29).

Contoh yang lain yaitu dengan membaca dan mentadabburi kandungan ayat-ayatnya. seperti membaca surat Al-Baqarah.

2. Tabarruk dengan Asmaul Husna.

Allah ta'ala berfirman:

تَبٰرَكَ اسْمُ رَبِّكَ ذِى الْجَلٰلِ وَالْاِكْرَام

"Mahasuci nama Tuhanmu Pemilik Keagungan dan Kemuliaan." (Ar Rahman[55]: 78). Caranya dengan membaca nama-nama Allah tersebut.

3. Tabarruk dengan nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam dengan cara: 

1. Beriman kepada beliau dalilnya (QS. Al A'raf[7]:96). 

2. Dengan tubuh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam hal ini berlaku bagi orang-orang yang hidup di jaman nabi sallallahu alaihi wa sallam. 

3. Tabarruk dengan benda-benda peninggalan beliau, hal ini di bagi menjadi dua fase:

 1). Di waktu beliau masih hidup.

 2). Di waktu beliau sudah wafat.

Sewaktu beliau masih hidup contohnya rambut beliau, keringat beliau. 

Sewaktu beliau sudah wafat contoh baju beliau. Maka yang tersisa dan yang paling utama adalah bertabarruk kepada nabi dengan cara beriman kepada beliau.

Demikianlah ringkasan ini semoga bermanfaat.

 

-------------00000-----------

 

Ponpes Imam Bukhari.

Hari yang berbahagia Ahad, 15 Januari 2023 bertepatan dengan 21 Jumadi akhir 1445.

 

Junaedi Abdullah.

 


Kamis, 12 Januari 2023

KEUTAMAAN ILMU.

 


 

Ilmu adalah cahaya bagi hati, sebagaimana cahaya bagi mata, dimana mata tak akan dapat melihat apabila tidak ada cahaya.

Ilmu akan menguatkan hati seseorang, mengokohkan pendirian, menyabarkan hati, dan menyingkap sesuatu yang samar.

Ilmu akan menjaga seseorang, dimana dengan ilmu seseorang akan dapat memahami hakekat sesuatu dengan sebenarnya.

Oleh karena itu pangkal kesesatan dan kerusakan dimuka bumi ini tidak lain adalah kejahilan.

Allah ta’ala banyak memuji ilmu dan orang-orang berilmu di dalam Al-Qur’an.

Allah ta’ala berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ.

“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang orang yang di beri ilmu dengan beberapa derajat.” ( QS Al-Mujadilah[58]:11)

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ ۗ اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُولُوا الْاَلْبَابِ.

“Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar[39:9).

اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤا.

“Hanya saja yang takut kepada Allah dari sekian hamba-Nya adalah ulama.” (QS. Fatir[35]:28).

 

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dishahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah  224)

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ.

“ Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan memberikan kefaqihan (pemahaman) agama baginya. “ (HR. Bukhari 71, 3116, Muslim 1037)


Begitu pula sebaliknya, berpalingnya seorang hamba -semoga Allah melindungi kita dari hal itu- dari ilmu dan kebenciannya terhadap majelis ilmu serta sempit dadanya dari majelis ilmu maka ini ini bukanlah merupakan tanda kebaikan dan tanda taufik dari Allah kepada dirinya. Jika seorang hamba melihat dirinya asing dari majelis ilmu dan berusaha meninggalkannya serta tidak memiliki keinginan untuk mendapatkannya maka ini bukanlah tanda-tanda taufik dan bukan pula ciri Allah menghendaki kebaikan bagi hamba tersebut.

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ.

“Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Ahmad 8316, Tirmidzi 2646, Ibnu Majah 223, di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih Ibnu Majah 225). 

Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

فَضْلُ العَالِمِ عَلىَ العَابِدِ كَفَضْلِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ عَلىَ سَائِرِ الكَوَاكِبِ.

 “Keutamaan orang yang berilmu (yang mengamalkan ilmunya) atas orang yang ahli ibadah adalah seperti utamanya bulan di malam purnama atas semua bintang-bintang lainnya.” (HR. Abu Dawud 3641, Ibnu Majah 223 di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam Al-Miskah 212)

Kisah-kisah isfiratif:

Umar radiayallahu ‘anhu bergantian dengan tetangganya untuk menuntut ilmu.

كُنْتُ أَنَا وَجَارٌ لِي مِنَ الأَنْصَارِ فِي بَنِي أُمَيَّةَ بْنِ زَيْدٍ وَهِيَ مِنْ عَوَالِي الْمَدِينَةِ وَكُنَّا نَتَنَاوَبُ النُّزُولَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَنْزِلُ يَوْمًا وَأَنْزِلُ يَوْمًا، فَإِذَا نَزَلْتُ جِئْتُهُ بِخَبَرِ ذَلِكَ اليَوْمِ مِنَ الوَحْيِ وَغَيْرِهِ، وَإِذَا نَزَلَ فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ.

“Aku bersama tetanggaku seorang Anshar dari Bani Umayyah bin Zaid yang tinggal di dekat Madinah, kami saling bergantian hadir di sisi Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam, satu hari dia yang hadir dan satu hari yang lain aku yang hadir. Apabila aku hadir, maka aku mendatanginya dengan membawa kabar/ilmu dari wahyu yang disampaikan pada hari itu, dan apabila dia yang hadir, maka dia melakukan hal yang semisal itu.”  (HR. Bukhari 89)

Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu berkata,

بَلَغَنِي حَدِيثٌ عَنْ رَجُلٍ سَمِعَهُ مِنْ رَسُولِ اللهِفَاشْتَرَيْتُ بَعِيرًا ثُمَّ شَدَدْتُ عليه  رَحْلِي فَسِرْتُ إِلَيْهِ شَهْرًا حَتَّى قَدِمْتُ عَلَيْهِ الشَّامَ، فَإِذَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أُنَيْسٍ فَقُلْتُ لِلْبَوَّابِ: قُلْ لَهُ جَابِرٌ عَلَى الْبَابِ. فَقَالَ: ابْنُ عَبْدِ اللهِ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. فَخَرَجَ يَطَأُ ثَوْبَهُ فَاعْتَنَقَنِي وَاعْتَنَقْتُهُ  فَقُلْتُ: حَدِيثًا بَلَغَنِي عَنْكَ أَنَّكَ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ فِي الْقِصَاصِ فَخَشِيتُ أَنْ تَمُوتَ أَوْ أَمُوتَ قَبْلَ أَنْ أَسْمَعَهُ. قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ يَقُولُ: يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَوْقَالَ الْعِبَادُ عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا. قَالَ: قُلْنَا: وَمَا بُهْمًا؟ قَالَ: لَيْسَ مَعَهُمْ شَيْءٌ، ثُمَّ يُنَادِيهِمْ بِصَوْتٍيَسْمَعُهُ مِنْ قُرْبٍ: أَنَا الْمَلِكُ أَنَا الدَّيَّانُ وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ أَنْ يَدْخُلَ النَّارَ وَلَهُ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَقٌّ حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ، وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ وَلِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ عِنْدَهُ حَقٌّ حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ حَتَّى اللَّطْمَةُ. قَالَ: قُلْنَا: كَيْفَ وَإِنَّا إِنَّمَا نَأْتِي اللهَ عَزَّ وَجَلَّ عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا؟ قَالَ: بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ.

“Telah sampai kepadaku sebuah hadits dari seseorang yang langsung mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam .”

Jabir berkata, “Aku pun bersegera membeli seekor unta. Aku persiapkan bekal perjalananku dan aku tempuh perjalanan satu bulan untuk menemuinya, hingga sampailah aku ke Syam. Ternyata orang tersebut adalah Abdullah bin Unais.”

Aku berkata kepada penjaga pintu rumahnya, “Sampaikan kepada tuanmu bahwa Jabir sedang menunggu di pintu.”

Penjaga itu masuk dan menyampaikan pesan itu kepada Abdullah bin Unais. Abdullah bertanya, “Jabir bin Abdillah?”

Aku menjawab, “Ya, benar!”

(Begitu tahu kedatanganku), Abdullah bin Unais bergegas keluar, lalu dia merangkulku dan aku pun merangkulnya.”

Aku berkata kepadanya, “Telah sampai kepadaku sebuah hadits, dikabarkan bahwa engkau mendengarnya langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang qishash (pembalasan atas kezaliman di hari kiamat). Saya khawatir engkau meninggal terlebih dahulu atau aku yang lebih dahulu meninggal sementara aku belum sempat mendengarnya.”

Abdullah bin Unais berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Seluruh manusia atau hamba nanti akan dikumpulkan di hari kiamat dalam keadaan telanjang, tidak berkhitan, dan buhma.’

Kami bertanya, ‘Apa itu buhma?’ Beliau menjawab, ‘Tidak membawa apa pun.

Kemudian Allah ‘azza wa jalla menyeru mereka dengan suara yang semua mendengar, ‘Aku adalah al-Malik (Maharaja)! Aku adalah ad-Dayyan (Yang Maha Membalas amalan hamba)! Tidaklah pantas bagi siapa pun dari kalangan penghuni neraka untuk masuk ke dalam neraka sementara masih ada hak penghuni surga pada dirinya hingga Aku mengqishashnya (yakni diselesaikan hak penghuni surga itu darinya). Tidak pantas pula bagi siapa pun dari kalangan penghuni surga untuk masuk ke dalam surga sementara masih ada hak penghuni neraka pada dirinya hingga Ku-selesaikan hak penghuni neraka itu darinya, meskipun hanya sebuah tamparan.”

Kami bertanya, “Bagaimana caranya menunaikan hak mereka sedangkan kita menemui Allah ta’ala dalam keadaan tidak berpakaian, tidak berkhitan, dan tidak memiliki apa pun?”

Nabi menjawab, “Diselesaikan dengan kebaikan dan kejelekan yang kita miliki.” (HR. Ahmad 16042, Bukhari al-Adabbul Mufrad 570)

 Atha’ bin Abi Rabah. 97 H.

Beliau membagi waktunya menjadi tiga:

1)   Untuk majikannya.

2)   Untuk bermunajad kepada Allah ta’ala.

3)   Untuk menuntut ilmu.

Di tengah perjalanan sa'i antara Shafa dan Marwah, kedua pemuda itu mendengar seruan para penyeru "Wahai kaum muslimin..tiada yang berhak berfatwa di tempat ini kecuali Atha' bin Abi Rabah..jika tidak bertemu dengannya hendaknya menemui Abdullah bin Abi Najih."

Sulaiman berkata kepada putranya: "Wahai anakku, pria yang kamu lihat dan engkau melihat yang kami berlaku hormat di hadapannya tadilah yang bernama Atha' bin Abi Rabah, orang yang berhak berfatwa di masjid Al-Haram. Beliau mewarisi ilmu Abdullah bin Abbas dengan bagian yang banyak." Kemudian beliau melanjutkan: "Wahai anakku..carilah ilmu..karena dengan ilmu, rakyat bawahan bisa menjadi terhormat...para budak bisa melampaui derajat para raja.."

Muhammad bin Suuqah menceritakan kepada jama'ah yang me ngunjungi beliau: "Maukah aku ceritakan kepada kalian sesuatu yang mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kalian sebagaimana kami telah mendapatkan manfaat karenanya?" Mereka berkata: "Mau." Beliau berkata: "Suatu hari Atha' bin Abi Rabah menasihatiku, "Wahai putra saudaraku, sesungguhnya orang-orang sebelum kita (yakni para shahabat-pent) tidak menyukai banyak bicara." Lalu aku katakan: "Apa yang dianggap banyak bicara menurut mereka?" beliau menjawab: "Mereka menganggap bahwa setiap ucapan termasuk berlebih-lebihan melainkan dalam rangka membaca Al-Kitab dan memahaminya, atau membaca hadits Rasulullah yang diriwayatkan dan harus diketahui, atau memerintahkan yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, atau berbicara tentang ilmu yang dengannya menjadi sarana taqarrub kepada Allah Ta'ala, atau engkau membicarakan tentang kebutuhan dan pekerjaan yang memang harus dibicarakan. "Lalu beliau memperhatikan raut wajahku seraya berkata: "Apakah kalian mengingkari firman Allah Ta'ala:

 

وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَفِظِينَ . كراما كتبِينَ.

"Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu)." (QS. Al-Infithar [82]: 10-12).

Dan bahwa masing-masing dari kalian disertai oleh dua malaikat:

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَّانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ فَعِيدٌ . مَّا يَلْفِظُ من قول إلا لديهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ .

"(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS. Qaaf: 17-18).

Kemudian beliau berkata: "Tidakkah salah seorang di antara kita merasa malu manakala dibukakan lembaran catatan amal yang diker- jakan sepanjang siang, lalu dia mendapatkan di dalamnya sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan urusan agama maupun kepentingan dunianya?"

Sumber: Mereka adalah Tabi’in, Syaikh Abdurhman Ra’fat Basa

Peran ilmu.

Begitu besar.

Tiga orang yang diseret keneraka akibat tidak ikhlas.

Abu Thalib masuk neraka karena Jahil.

Pendeta yang berfatwa keliru tentang pembunuh 99 orang.

Demikian semoga bermanfaat.

 

Sragen 12-01-2023.

Junaedi Abdullah.

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...