Minggu, 26 Maret 2023

HUKUM SEPUTAR BULAN RAMADHAN

 


 

BAB 1

PERSIAPAN SEBELUM PUASA

Bulan Ramadhan adalah bulan yang ditunggu-tunggu oleh semua orang-orang yang beriman dengan benar, oleh karena itu selayaknya kita juga mencurahkan perhatian kita untuk dapat serta beribadah dengan maksimal di bulan itu.

Hal-hal yang perlu untuk kita lakukan yaitu:

1.   Bergembira

Rasulullah memberikan Kabar gembira mengenai datangnya Ramadhan sebagaimana dalam hadits berikut:

ﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ، ﺷَﻬْﺮٌ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ، ﺍﻓْﺘَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻِﻴَﺎﻣَﻪُ، ﺗُﻔْﺘَﺢُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ، ﻭَﺗُﻐْﻠَﻖُ ﻓِﻴﻪِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ ، ﻭَﺗُﻐَﻞُّ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓِﻴﻪِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ، ﻣَﻦْ ﺣُﺮِﻡَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺣُﺮِﻡَ.

Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (HR. Ahmad 8991, Dinilai shahih oleh Al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad (8991).

Dahulu para sahabat dan tabi’in berdoa.

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِي مُتَقَبَّلاً.

Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadan, dan antarkanlah Ramadan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan, (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 264).

Syaikh Muhammad Shalih al-Munajid berkata, tidak ada riwayat yang shahih yang sampai kepada nabi, akan tetapi banyak di riwayatkan dari orang-orang shalih terdahulu yang berdoa demikian.  (Tanya jawab tentang islam).

Begitu pula doa di bawah ini yang telah masyhur di masyarakat, tetapi haditsnya lemah.

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِى رَمَضَانَ

Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta berkahilah kami di bulan Ramadan, (HR. Ahmad 2346, Syaikh Al-Arnauth menyatakan dha’if disebutkan di dalam Musnad Al-Maudu’ Al-Jami’i lilkitab Al-‘Asyara, Suhaib ‘abdul Jabar).

2.   Mengganti puasa yang belum digenapkan.

Baik hal itu dikarenakan sakit, safar atau lainnya.

Allah ta’ala berfirman:

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ.

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah[2]:184).

3.   Mempelajari hukum-hukum seputar ibadah Ramadhan.

Wajib seseorang mengetahui hukum terhadap apa yang dilakukuan, baik masalah ibadah maupun muamalah.

 Allah ta’ala berfirman:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ.

“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu.”  (QS. Muhammad[2]:19).

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ ۗ اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُولُوا الْاَلْبَابِ.

“Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar[39:9).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah 224. Dishahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihu al-Jami’ 3913).

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ.

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan memberikan kefaqihan (pemahaman) agama baginya. “ (HR. Bukhari 71, 3116, Muslim 1037).

4.   Memperhatikan orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Memperhatikan anak istri, orang tua dan siapa saja yang menjadi tanggungannya, apakah ada kendala atau tidak bagi mereka ketika berpuasa.

Banyak pemilik usaha tidak menaruh perhatian dalam masalah ini, hendaknya memerintahkan mereka (para pekerja) untuk berpuasa dan memberi pesan-pesan yang baik, seperti ucapan, “ Bekerjalah semampunya, yang penting tetap wajib berpuasa.”

Meluruskan kekliruan mereka ketika mereka tidak puasa dan beralasan karena bekerja berat.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ.

“Cukuplah seseorang itu dikatakan berdosa karena ia telah menyia-nyiakan orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.” (HR. Ahmad 6828, Abu Dawud 1692 An-Nasa’i 1072 di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih Abu Dawud 1485).

5.   Membiasakan ibadah sunnah, baik malam maupun siang hari.

Dahulu para sahabat membiasakan shalat malam, Umar ibnul Khatab juga memerintahkan keluarganya untuk shalat di malam hari.

Allah ta’ala berfirman:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا.

“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya.” (QS. Thaha[20]:132).

6.   Bangun lebih awal.

Selain hal ini untuk persiapan, ini juga bermanfaat untuk menguatkan hapalan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا.

Ya Allah, berilah keberkahan bagi umatku di pagi harinya.“ (HR. Ahmad 1329, Ibnu Majah 2236, Abu Dawud 2606 dan dishahihkan syaikh al-Albani di dalam shahih Abu Dawud 4754)

7.   Membiasakan hal-hal yang positif.

Seorang muslim hendaknya selalu menimbang baik capan maupun perbuatannya.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت.

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR.Bukhari  6018  Muslim 47).

8.   Menjaga kebugaran badan.

Sebagai seorang muslim kita memang kita dituntut untuk senantiasa menjaga kebugaran fisik kita setia saat, bukan hanya menjelang puasa, sebagaimana Allah perintahkan hal itu:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ.

“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan…” (QS. Al-Anfal[8]:60)

9.   Menyisihkan rezqi untuk kebutuhan bulan Ramadhan.

Menyisihkan rezqinya, sehingga dirinya tidak pontang-panting mengejar kebutuhan lupa keutamaan.

Sebagian orang shalih mereka bekerja di luar Ramadhan untuk menyiapkan saat bulan Ramadhan tiba.

10.                     Meninggalkan safar yang tidak bermanfaat.

Seperti mengunjungi negri-negri orang kafir yang tidak memiliki keutamaan, hingga dirinya tertinggal dari keutamaan bulan Ramadhan.

Dan ulama melarang safar tersebut jika untuk menghindari kewajiban puasa.

 

 

----------00000----------

 

 

BAB 2

MENANDAI MASUKNYA BULAN RAMADHAN.

 

1)  Al-Qur’an dan Sunnah telah menetapkan permulaan puasa.

Inilah pedoman utama seorang muslim.

Allah ta’ala berfirman:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ..

“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al-Baqarah[2]:185).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ”Ini merupakan suatu keharusan bagi orang yang menyaksikan hilal masuk bulan Ramadan, yakni dia dalam keadaan mukim di negerinya ketika bulan Ramadan datang, sedangkan tubuhnya dalam keadaan sehat, maka dia harus mengerjakan puasa.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. [2]:185).

Di dalam tafsir ini kita mengetahui bagaimana mereka tidak meninggalkan ru’yatul hilal (melihat bulan).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ.

“Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula, apabila tidak nampak oleh kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari 1909, Muslim 1081)

Hadits ini menjelaskan bahwa untuk mengetahui masuknya Ramadhan dengan dua cara yaitu:

Pertama melihat hilal.

Kedua bila hal itu terhalangi yaitu dengan cara menggenapkan bulan sya’ban menjadi tiga puluh hari.

Dengan demikian puasa akan bersama, sebagaimana disabdakan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam :

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ.

“Puasa itu ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul adha.” (HR. Tirmidzi 697 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 224)

Dalil yang memperkuat hal ini adalah hadits Ibnu Umar. la berkata:

تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ، فَرَأَيْتُهُ، فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَامَ، وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ.

"orang-orang mengamati hilal, ternyata aku melihatnya, Maka aku sampaikan hal itu kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, mendengar berita tersebut, beliau mulai berpuasa (keeseokan harinya) dan memerintahkan semua orang untuk mengikutinya berpuasa." ( HR. Ibnu Hibban 3447,  Abu Dawud 2342, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Al-Irwa’ 908)

Demikianlah Al Qur’an dan Sunnah telah menjelaskan secara gamblang.

2)  Para ulama telah menjelaskan hal ini.

Seandainya kita buka kitab-kitab  para ulama, baik kitab fikih maupun tafsir, para ulama telah menjelaskan bagaimana seharusnya kita di dalam menetapkan masuknya bulan Ramadan.

Seperti di dalam kitab Bulugul Maram, yang tulis oleh al-Hafidh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dan syarahnya Subulus Salam oleh Imam Ash-Shan’ani. Mulakhas Fikhiyah oleh Syaikh DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Fikih Sunnah oleh Abu Malik Kamal Ibnu As-Syayid Salim, bahkan beliau berkata, “Mengetahui bulan(masuknya Ramadhan) dengan ru’yah (melihat) bukan dengan hisab.”

Begitu pula kitab Al-Wajiz yang di tulis oleh Syaikh ‘Abdul Azhim bin Badawi Al Khalafi, beliau juga berkata, “Wajibnya puasa Ramadhan dengan melihat hilal.”

Mayoritas para ulama telah menjelaskan hal ini.

3)  Wajib mentaati pemerintah jika sesuai dengan kebenaran.

Perintah Allah agar kita mentaati pemerintah disebutkan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ.

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (QS. An-Nisaa [4]: 59)

 

Ibnu Katsir rahmahullah berkata:

فَهَذِهِ أَوَامِرٌ بِطَاعَةِ الْعُلَمَاءِ وَالْأُمَرَاءِ.

“Ayat ini memerintahkan agar mentaati ulama’ dan umara’ (pemimpin atau pemerintah) (lihat tafsir Ibnu Katsir QS. Al Baqarah[2]: 59)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan ulil amri adalah orang-orang yang Allah wajibkan untuk ditaati, dari kalangan para penguasa dan pemimpin umat. Inilah pendapat mayoritas ulama terdahulu dan sekarang dari kalangan ahli tafsir, fikih, dan yang lainnya.” (Syarh Shahih Muslim, 12/222)

Oleh karena itu ulama juga telah memasukkan di dalam kitab-kitab aqidah mereka, agar kita mengikuti pemerintah kita dalam hal ini.

Seperti di dalam kitab, “ Mujmal Usul Ahli Sunnah Wal Jama’ah fil Aqidah,” oleh Syaikh DR. Nashir ibnu ‘Abdul Karim Al-Aql.

Beliau rahimahullah berkata:

الصلاة والحج والجهاد واجبة مع أئمة المسلمين وإن جاروا.

“Shalat (jama’ah, Jum’at, Id), haji, dan Jihad wajib bersama dengan pemimpin kaum muslimin meskipun mereka sewenang-wenang (dzalim).”

 Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali rahmahullah  berkata:

 وَقَالَ الْحَسَنُ فِي الْأُمَرَاءِ هُمْ يَلُونَ مِنْ أُمُورِنَا خَمْسًا: الجُمُعَةَ وَالْجَمَاعَةَ وَالْعِيدَ وَالثغُورَ وَالْحُدُودَ، وَاللَّهِ مَا يَسْتَقِيمُ الدِّينُ إِلَّا كِيمْ، وَإِنْ جَارُوا وَظَلَمُوا.

"(Imam) Al-Hasan Al-Bashri berkata tentang umara' (para pemimpin kaum muslimin): Mereka mengurusi lima urusan kita: shalat jum'at, shalat jama'ah, shalat 'ied, menjaga perbatasan, dan melaksanakan hudud. Demi Allah, agama tidak akan tegak kecuali dengan mereka, walaupun mereka menyimpang dan zhalim." (Jami'ul Ulum wal Hikam, 2/117).

Organisasi itu banyak adapun pemerintah itu satu, apabila setiap organisasi menentukan hari raya sendiri-sendiri tentu akan semakin banyak perselisihan, sebaliknya bila semua organisasi mengikuti pemerintah yang satu tentu akan bersatu, karena islam memiliki prinsip Jalbu al-mashalih wa daf’u al-mafasid (mengambil manfaaat dan menolak mafsadat) terlebih semua ini sesuai dengan Sunnah yang dapat memadamkan perselisihan, hal ini sesuai dengan firman Allah ta’ala:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا.

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang  yang bersaudara.” (QS. Al-Imran [3]: 103)

Sangat disayangkan orang-orang yang mengedepankan hisab seakan-akan hal itu adalah nas (dalil) yang wajib diikuti, mereka meninggalkan syariat yang telah diamalkan dari dulu sampai sekarang oleh para ulama, mereka tidak menyadari apa yang mereka lakukan itu banyak membingungkan umat, menjadikan bercerai-berai mengantikan kebahagiaan menjadi kesedihan, menghilangkan persatuan menjadi bermusuhan, bahkan kita dapatkan sesama ahli hisabpun mereka berselisih.

4)  Ancaman keras bagi orang yang meninggalkan Sunnah.

Allah ta’ala berfirman:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ.

“Hendaknya takutlah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya bahwa mereka akan ditimpa fitnah atau azab yang pedih.” (QS. An-Nur [24]: 63)

Dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata:

يُوْشِكُ أَنْ تَنْزِلَ عَلَيكْم ْحِجَارَةٌ مِنَ السَّمَاءِ, أَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ وَتَقُوْلُوْنَ: قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ؟

“Hampir saja kalian akan dihujani batu dari langit. Aku katakan: Rasulullah bersabda demikian lantas kalian membantah dengan mengatakan: Tapi Abu Bakar dan Umar berkata demikian.”  (HR. Ahmad 1/337 dan Al-Khatib dalam Al-Faqih wal Mutafaqqih 1/145 Ibnu Abdil Bar di dalam, Jami’u Bayanil ‘ilmi wa fadzlihi 2/239).

Bagi saudara-saudaraku yang masih taklid dan mendahulukan terhadap pemimpin, yayasan, organisasi, dan meninggalkan Kitab Allah dan Sunnah Rasulul-Nya hendak menyadari yang dilakukan itu dapat menjadikan dosa jariah, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ.

Dan barang siapa melakukan sunnah yang buruk dalam islam maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim 1016)

Wajib bagi kita mensikapi permasalahan ini  dengan ilmu bukan hawa nafsu.

5)  Hendaknya ikhlas di dalam menjalankan agama.

Allah ta’ala berfirman:

 

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ.

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah[98]:5)

6)  Jika berselisih dikembalikan kepada Al-Qur’an dan Sunnah.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ  فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ  ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا.  

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 59)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِي.

“Aku telah tinggalkan pada kalian dua perkara, kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Al-Hakim di dalam mustadraknya 319, Disahihkan oleh Syaikh al-Albani di dalam Sahihul Jami’ 2937).

Di dalam berpegang dengan Al Qur’an dan Sunnah sebagai bentuk realisasi dari keimanan mereka yang dapat menyelamatkan dari berbagai kesesatan.

7)  Menjahui taklid (fanatik) buta.

Berorganisasi pada asalnya adalah mubah (boleh) akan tetapi apa bila fanatik dan menolak kebenaran inilah yang terlarang karena dapat menjadikan seseorang tersesat.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.

"Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar dan kami patuh.’ Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS An-Nur [24]: 51).

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ.

Katakanlah, "Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian," Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Imran [3]: 31)

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى.

“Setiap umatku akan masuk ke dalam surga kecuali yang enggan. Mereka para sahabat bertanya, “Siapa yang enggan?” Beliau berkata, “Barangsiapa mentaatiku dia masuk ke dalam surga, dan barangsiapa bermaksiat padaku maka dia telah enggan.” (HR. Bukhari 7280, Ahmad 8714).

Seorang muslim tidak boleh meninggalkan Sunnah nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam dan lebih memilih mengikuti madzhabnya, organisasinya, partainya ataupun yayasanya.

Ulama juga mewasiatkan hal itu, mereka memerintahkan agar kita mengikuti Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam.

Imam Syafi’i Rahimahullah berkata:

 

أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلىَ أَنَّ مَنِ اسْتَبَانَ لَهُ سُنَّةٌ عَنْ رَسُولِ اللهِ لَمْ يَحِلَّ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ.

“Kaum muslimin sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sebuah sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tak halal baginya untuk meninggalkan sunnah itu karena mengikuti pendapat siapa pun.” (I'lamul muwaqi'in 2:282).

مَنْ رَدَّ حَدِيثَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ عَلَى شَفَا هَلَكَةٍ.

“Barang siapa menolak hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam maka dia berada di tepi kebinasaan.” (“Sifat shalat Nabi” Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).

Semoga saudara-saudaraku turut serta andil dalam menyatukan umat ini.

 

 

        ----------00000----------

 

 

BAB 3

KEWAJIBAN PUASA.

Kewajiban puasa.

Puasa diwajibkan oleh Allah ta’ala, RasulNya dan ijma’para ulama.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah[2]:183).

Dari Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ.

Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah; menunaikan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji ke Baitullah; dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari 8, Muslim 5).

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”  (HR. Bukhari 38, Muslim 760)

Imam Ad-Dzahabi berkata, “Para ulama sepakat menghukumi pelaku orang yang tidak puasa lebih buruk dari pezina dan peminum khamer, karena mereka menyerupai orang-orang zindiq atau munafiq.” (Al-Kabaair, Imam Ad Dzahabi).

 

 

 

----------00000----------

 

BAB 3

KEUTAMAAN ORANG BERPUASA

 

Puasa memiliki keutamaan yang besar, diantaranya:

1)  Salah satu jalan untuk meraih ketakwaan.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah[2]:183).

2)  Dilipat gandakan pahala orang yang berpuasa.

Rasulullah sallallahu ‘alai wa sallam bersabda:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلَّا الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي, لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ.

 “Setiap amal anak adam akan dilipatkan baginya sepuluh kebaikan sampai tuju ratus kali lipat “Telah berkata Allah ‘Aza wajalla,  kecuali puasa, karena itu untukku, dan aku yang akan membalasnya,Dia meninggalkan syahwat, makannya karena Aku, orang berpuasa memiliki dua kesenangan, senang di saat berbuka dan senang di saat berjumpa Rabnya. ” (HR. Muslim 1151, Ibnu Majah 3823, Ibnu Khuzdaimah 1897).

Syaikh Sahalih Al-Fauzan berkata, “Ketaatan yang dilakukan pada waktu atau tempat yang memiliki keutamaan menyebabkan amalan tersebut berlipat-lipat.” (Fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan dari kitab Al Muntaqa Min Fatawa Asy Syaikh al Fauzan).

3)  Disediakan pintu surga.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ فِي الجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ:

أَيْنَ الصَّائِمُونَ؟ فَيَقُومُونَ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ.

“Sesungguhnya di surga itu ada pintu yang disebut ar-Rayyan, orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru, “Mana orang yang berpuasa?” kemudian mereka pun berdiri, selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya, maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya.“ ( HR. Bukhari 1896, Muslim 1152).

4)  Diampuni dosa-dosanya.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

“Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan dengan didasari iman dan mengharapkan pahala dari Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” ( HR. Bukhari 38, Muslim 760).

5)  Dijauhkan wajahnya dari api neraka.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا.

"Tiada seorang hambapun yang berpuasa sehari dengan niat fisabilillah -yakni semata-mata menuju kepada ketaatan kepada Allah-, melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya -yakni dirinya- karena puasanya tadi, sejauh perjalanan tujuh puluh tahun dari neraka." (HR. Bukhari 2840, Muslim 1153).

----------00000----------

BAB 3

HIKMAH SYARI’AT PUASA.

 

Puasa memiliki hikmah yang sangat besar, apa bila seseorang melakukan dengan sesuai dengan syari’at dan adab-adabnya akan menjadikan seseorang bertaqwa sebagaimana tujuan puasa itu sendiri.

Diantara hikmahnya:

1)  Memisahkan antara keimanan dan kemunafikan.

Menanamkan kesungguhan di dalam sebuah keyakinan, sehingga orang yang ragu terhadap islam baik itu kalangan munafiq ataupun pelaku dosa besar akan tersisihkan dalam masalah puasa, oleh karena itu ayat puasa menyeru hanya bagi orang yang beriman, puasa akan melebur keaslian dan kepalsuan di hati seseorang, kotoran-kotoran menjadi nampak mana yang benar keimannya dan mana yang hanya sekedar pengakuan.

2)  Mendidik rasa kemanusiaan.

Selamanya yang namanya kabar tidak sama dengan kenyataannya, orang mengatakan “di sana orang miskin sangat kekurangan dan menahan lapar karena tidak ada yang dimakan”, setelah orang-orang kaya merasakan, tahulah mereka “begini rasanya orang kekurangan.”

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ

“Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh ar-Rahman (Allah). Maka sayangilah penduduk bumi niscaya Yang di atas langit pun akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Dawud 4941, dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani di dalam shahihu al-Jami’ 3522)

3)  Mendidik kesabaran.

Mendidik sifat sabar di dalam menahan emosi dan mengendalikan hawa nafsu, Rasulullah sallallhu a’lai wa sallam bersabda:

الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْإِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ.

 “Puasa adalah tameng janganlah berkata kotor dan jangan berbuat bodoh, jika seseorang mengajak berkelahi atau mencelamu maka katakanlah aku sedang puasa dua kali.” (HR Bukhari 1894).

4)  Melatih kejujuran.

Puasa melatih kjujuran, Rasulullah sallallahu ‘alaihhi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari 1903). 

5)  Meninggalkan perkataan yang tidak bermanfaat.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ.

“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh al Albani berkata shahih di dalam Shohih At Targib wa At Tarhib  1082).

 

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ.

“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ibnu Majah, Nasa’i 3236, di shahihkan Syaikh al Albani dalam Shahih At Targib wa At Tarhib 1083)

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت.

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR.Bukhari  6018  Muslim 47).

6)  Memanamkan sifat dermawan.

Puasa akan menumbuhkan kedermawanan, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam sangat dermawan, Beliau semakin dermawan bila bulan Ramadhan.

Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhuma berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau bertambah kedermawanannya di bulan Ramadlan ketika bertemu dengan malaikat Jibril, dan Jibril menemui beliau di setiap malam bulan Ramadlan untuk mudarosah (mempelajari) Al Qur’an” (HR. Ahmad 2616, Al Bukhari 3220).

7)  Mendidik ketengan dan kekhusukan dalam jiwa.

Allah ta’ala berfirman:

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ. الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ.

“Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu amat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah[2]:45-46).

Pengertian sabar menurut suatu pendapat yang dimaksud adalah puasa, sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid. Al-Qurtubi dan lain-lainnya mengatakan, karena itulah maka bulan Ramadan dinamakan "bulan sabar" (tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Baqarah[2]:45-46).

Orang yang berpuasa akan menenangkan jiwanya, mengokohkan pendiriannya, menguatkan kesabarannya.

8)  Menyehatkan badan.

Karena lambung dan usus ini akan bekerja terus menerus, dengan adanya puasa akan mengistirahatkannya dan juga membersihkan (detoksifikasi) bagi tubuh dari perbagai kolestrol jahat.

Allah ta’ala berfirman:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ.

“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.” (QS. Al-A’raf [7]: 31)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan tafsir ayat ini,

قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: جَمَعَ اللَّهُ الطِّبَّ كُلَّهُ فِي نِصْفِ آيَةٍ: وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا.

“Sebagian salaf berkata bahwa Allah telah mengumpulkan semua ilmu kedokteran pada setengah ayat ini.”

Dari Al-Miqdam bin Ma'dikarib raḍiyallahu 'anhu secara marfu' dia berkata, aku mendengan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ. بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ.

"Tidaklah manusia memenuhi wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika memang harus melebihi itu, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya." (HR Tirmidzi 2380 Ibnu Majah 3349, dishahihkan Syaikh al Abani di dalam Ash Shahihah 2265).

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan bahaya kekenyangan karena penuhnya perut dengan makanan, beliau berkata:

مَا شَبِعْتُ مُنْذُ سِتَّ عَشْرَةَ سَنَةً إِلَّا شَبْعَةٌ أَطْرَحُهَا. قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ: يَعْنِي فَطَرَحْتُهَا لِأَنَّ الشِّبَعَ يُثْقِلُ الْبَدَنَ وَيُقَسِّي الْقَلْبَ وَيُزِيلُ الْفِطْنَةَ وَيَجْلِبُ النَّوْمَ، وَيُضْعِفُ صَاحِبَهُ عَنِ الْعِبَادَةَ

“ Aku tidak pernah kekenyangan semenjak 16 tahun kecuali sekali, aku segera mengosongkannya, Beliau juga berkata: Kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, mengurangi kecerdasan, mudah mengantuk dan lemah untuk beribadah.” (Hilyah Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiya’, Oleh Abu Nu’aim bin ‘Abdillah).

9)  Membersihkan dosa-dosa.

Allah ta’ala berfirman:

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا.

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan akan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (QS. An-Nisa[4]:31).

Membersihkan dosa-dosa, akan tetapi ulama menyebutkan bahwa diampuninya dosa-dosa yang kecil setelah bertaubat dari dosa-dosa yang besar sebagaimana hadits berikut ini:

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِر.

“Antara shalat lima waktu, antara shalat jumat satu ke shalat jumat berikutnya, dan antara puasa ramadhan ke puasa ramadhan berikutnya adalah penghapus untuk dosa di antara keduanya, apabila dia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim 857).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Terdapat (hadits) shahih dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda, puasa hari Arafah dapat menghapus dua tahun, dan puasa hari Asyura dapat menghapus satu tahun, akan tetapi penyebutan secara umum bahwa ia dapat menghapuskan, hal itu tidak harus menghapus dosa-dosa besar tanpa taubat. Karena Nabi sallallahu alaihiwa sallam bersabda dalam shalat Jumat ke jumat, Ramadan ke Ramadan dapat menghapus dosa diantara keduanya kalau menjauhi dosa besar. Dan diketahui bahwa shalat itu lebih agung dibandingkan puasa dan puasa Ramadan itu lebih agung dibandingkan puasa Arafah, tapi dia tidak dapat menghapuskan dosa kecuali dengan menjauhi dosa besar sebagaimana Nabi sallallahu aliahi wa sallam memberi batasan. Bagaimana seseorang menyangka bahwa puasa sunah sehari atau dua hari dapat menghapuskan (dosa) zina, mencuri, meminum khamar, judi, sihir dan semisalnya? Hal ini tidak mungkin.” (Fatawa Misriyah, 1/254).

10)                    Mensucikan jiwa dan raganya.

Inilah yang menjadi tujuan syari’at puasa, agar menjadi orang yang bertaqwa dan berakhlaq mulia.

Allah ta’ala berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا . وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا.

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy Syams[91]: 9-10).

Karena ketakwaan dan akhlaq yang baik merupakan sebaik-baik bekal untuk mengarungi kehidupan dunia ini dan bekal diakhirat nanti.

 

 

----------00000----------

 

 

 

 

BAB 4

ORANG-ORANG YANG WAJIB PUASA.

 

Orang-orang yang wajib berpuasa yaitu:

1)   Muslim.

2)   Baligh.

3)   Berakal.

4)   Sehat.

5)   Mukim.

6)   Bagi wanita hendaknya bersih dari haid dan nifas.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَفِيْقَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ.

“Cacatan amal diangkat  dari tiga golongan: dari orang gila sampai ia sadar, dari orang tidur hingga ia bangun, dan dari anak kecil hingga ia baligh.” (HR. Abu Dawud 4401, Ibnu Hibban 143, dan di shahihkan syaikh al-Albani di dalam al-Irwaa’ 5/2).

 

     ----------00000----------

BAB 5

KEWAJIBAN NIAT

Wajib berniat di malam hari.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ .

Barangsiapa yang belum berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Tirmidzi 730, Abu Dawud 2454 di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih Abu Dawud 2118)

Tempat niat di dalam hati.

Imam An-Nawawi rahmahullah mengatakan:

وَمَحَلُّ النِّيَّةِ الْقَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ نُطْقُ اللِّسَانِ بِلَا خِلَافٍ.

“Tempat niat di dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan dengan lisan tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.” (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab 6/289).

Beliau juga mengatakan:

لَا يَصِحُّ الصَّوْمُ إِلَّا بِالنِّيَّةِ، وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ. وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلَا خِلَافٍ.

“Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah hati. Dan tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…” (Raudhatu at-Thalibin wa ‘Amdatul muftiin, 2/350).

 


----------00000----------

 

                                                        

BAB 6

HUKUM PUASA BAGI ORANG SAKIT

Allah ta’ala berfirman:

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا.

Beberapa keadaaan orang yang sakit:

1)   Orang sakit ringan.

Seperti batuk, pilek, sakit gigi, sakit kepala ringan, hendaknya tetap berpuasa.

2)   Sakit yang akan bertambah parah jika berpuasa.

Bila sakitnya semakin parah atau akan lambat kesembuhannya jika tetap berpuasa, atau penyakit yang membuat penderitanya berat berpuasa. Hanya saja, tidak sampai pada tingkat membahayakan. Dalam kondisi seperti ini engkau dianjurkan berbuka.

3)   Sakit yang mebahayakan.

Jika ia berpuasa sangat membahayakannya hingga dapat mengantarkan kepada kematian. Dalam kondisi ini, engkau diharamkan berpuasa.

berdasarkan firman Allah ta'ala :

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا.

"Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri sesungguhnya Allah maha penyayang terhadap kalian." (QS. An-Nisa[4]: 29).

Orang yang seperti ini hendaknya membayar fidyah. Seandainya ada kesembuhan maka tidak ada kewajiban lagi mengganti. Hal ini yang difatwakan oleh Syaikh Muhammad Al-’Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ 6/333-334, 347-349), Al-Wadi’i, Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil 4/22), dan Al-Lajnah Ad-Da’imah dalam Fatawa Al-Lajnah 10/160-161).

 

 

----------00000----------

 

BAB 7

ORANG YANG BEPERGIAN

Bersafar termasuk keumuman firman Allah ta’ala:

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Orang yang safar (bepergian) ada beberapa keadaan:

1)   Jika safarnya berat, tertinggal berbagai macam kebaikan hendaknya lebih baik berbuka.

2)   Jika safarnya ringan tidak memberatkan lebih baik tetap berpuasa.

Dari Abu Sa’id Al Khudri radiyallahu ‘anhu dia berkata:

كُنَّا نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ، فَمِنَّا الصَّائِمُ وَمِنَّا الْمُفْطِرُ، فَلَا يَجِدُ الصَّائِمُ عَلَى الْمُفْطِرِ، وَلَا الْمُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ، يَرَوْنَ أَنَّ مَنْ وَجَدَ قُوَّةً فَصَامَ، فَإِنَّ ذَلِكَ حَسَنٌ وَيَرَوْنَ أَنَّ مَنْ وَجَدَ ضَعْفًا، فَأَفْطَرَ فَإِنَّ ذَلِكَ حَسَنٌ.

“Kami pernah bepergian bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada bulan Ramadhan, ada diantara kami yang puasa dan ada pula yang berbuka, yang berpuasa tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka tidak tidak mencela yang berpuasa.” (HR Muslim 1116, Shahih Ibnu Hibban 3558).

BAB 8

ORANG HAMIL, MENYUSUI DAN ORANG TUA


Hukum orang yang hamil dan menyusui

Tidak wajib mengqadha dan cukub membayar fidyah.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ قَالَ كَانَتْ رُخْصَةً لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ وَالْمَرْأَةِ الْكَبِيرَةِ وَهُمَا يُطِيقَانِ الصِّيَامَ أَنْ يُفْطِرَا وَيُطْعِمَا مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا قَالَ أَبُو دَاوُد يَعْنِي عَلَى أَوْلادِهِمَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma berkaitan dengan ayat

وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ فِدْيَة طَعَامُ مِسْكِيْن

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (Al-Baqarah[2]: 184).

“Ayat ini memberikan keringanan kepada orang tua renta, baik laki maupun  perempuan, apabila merasa berat berpuasa dia boleh berbuka dan memberi makan satu orang miskin untuk sehari yang ditinggalkan. Wanita mengandung dan menyusui kalau keduanya khawatir -Abu Dawud berkata: Maksudnya kalau khawatir kepada anak-anaknya- juga boleh berbuka dan (sebagai gantinya) memberi makan (orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan).” (Imam Nawawi berkata: Diriwayatkan dari Abu Dawud (2318) Sanadnya hasan).

 

Orang tua laki-laki maupun perempuan yang tidak kuat berpuasa dibolehkan meninggalkan puasa selama bulan Ramadhan dan tidak perlu mengqadhanya. Namun, ia harus memberi makan satu orang miskin setiap hari (puasa) yang ditinggalkannya. Inilah pendapat kebanyakan ulama (jumhur). Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala, "Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin." (Al-Baqarah: 184)

 

Ibnu 'Abbas berkata tentang tafsir ayat ini, "(Hukum dari) ayat ini tidak mansukh (dihapus). Mereka adalah laki-laki tua dan wanita tua yang tidak kuat berpuasa, sehingga mereka harus memberi makan seorang miskin untuk mengganti setiap hari yang ditinggalkannya." (Fikih li Nisa’ Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Syayid Salim)

 

 

 

----------00000----------

 

 

 

BAB 9

PEMBATAL PUASA.

1)   Makan, kecuali dirinya lupa.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ, فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ, فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ, فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اَللَّهُ وَسَقَاهُ.

“Barangsiapa yang lupa sedang ia dalam keadaan puasa lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya karena kala itu Allah yang memberi ia makan dan minum.” (HR. Bukhari 1933, Muslim 1155).

2)   Minum.

3)   Muntah dengan sengaja, seandainya hal itu tidak sengaja tidak membatalkannya.

مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ.

“Barangsiapa tidak sengaja muntahsedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qadha’ baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qadha’.” (HR. Abu Daud 2380 Ibnu Majah1676; Tirmidzi 720. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

4)   Haid.

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ.

“Bukankah jika wanita itu haid ia tidak shalat dan tidak puasa?” (HR. Bukhari 304 dan Muslim79).

5)   Nifas.

6)   Merokok

7)   Infuse pengganti makanan

8)   Keluar mani dengan sengaja.

9)   Jima’ dengan membayar kafarah.

10)         Masuknya sesuatu ke tenggorokan yang dapat menggantikan makanan atau minuman.

11)         Hilang ingatan, baik pingsan, disebabkan bius (seharian), atau tiba-tiba gila.

12)         Cuci darah.

13)         Murtad.

 

 

----------00000----------

 

 

 

 

BAB 10

HAL-HAL YANG DIBOLEHKAN ORANG BERPUASA

1)              Hubungan badan dimalam hari,

2)              Junub di pagi hari

3)              Bercumbu dengan pasangannya selain bersenggama.

4)              Menyiram kepala agar dingin.

5)              Berkumur.

6)              Tetes mata, suntik,gosok gigi.

7)              Donor darah atau hijamah, selagi tidak menjadikan lemah.

8)              Mencicipi masakan.

9)              Makan dan minum tanpa sengaja.

10)        Muntah tidak sengaja.

 

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...