HUKUM
MENYAMBUNG SHAF DAN MEMUTUS SHAF SHALAT.
Makmum diwajibkan untuk berusaha menyambung shaf dalam shalat dan dilarang
memutus shaf. Hal ini ditegaskan oleh ancaman Allah ta’ala terhadap orang yang
memutus shaf.
1. Perintah menyambung shaf.
Dari Abdullah bin ‘Umar رضي
الله عنهما, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَقِيمُوا الصُّفُوفَ وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسُدُّوا الْخَلَلَ
وَلِينُوا بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ وَلَا تَذَرُوا فَرَجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ وَمَنْ
وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ.
“Luruskan
shaf dan luruskan pundak-pundak serta tutuplah celah. Namun berlemah-lembutlah
terhadap saudaramu. Dan jangan kalian biarkan ada celah untuk setan.
Barangsiapa yang menyambung shaf, Allah akan menyambungnya. Barangsiapa yang
memutus shaf, Allah akan memutusnya.” (HR. Abu Daud no. 666, Baihaqi as-Sunan
al-Kubra 5186, dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Shahih Abi Daud)
Dari Jabir bin
Samurah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَلَا تَصُفُّونَ كَمَا تَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا فَقُلْنَا: وَكَيْفَ تَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا
قَالَ: يُتِمُّونَ الصُّفُوفَ الْأُوَلَ وَيَتَرَاصُّونَ فِي الصَّفِّ.
"Tidakkah kalian suka untuk berbaris sebagaimana para
malaikat berbaris di hadapan Rabb mereka?"Kami
bertanya: "Bagaimana para malaikat berbaris di hadapan Rabb mereka?"Beliau
menjawab: "Mereka menyempurnakan shaf-shaf yang depan
dan merapatkan shaf."(HR. Muslim no. 430, Abu Dawud 661)
2. Di antara bentuk memutus shaf adalah shalat di shaf
yang terputus oleh tiang-tiang masjid.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُنَّا نُنْهَى أَنْ نَصُفَّ بَيْنَ السَّوَارِي عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنُطْرَدُ عَنْهَا طَرْدًا.
“Dahulu
di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kami dilarang untuk membuat shaf di
antara tiang-tiang. Dan kami menerapkan larangan ini secara umum.” (HR. Ibnu
Majah no. 1002, shahih Abu Dawud 667, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam
Shahihu al-Jami’ 335).
3. Perkataan ulama:
Anas bin Malik رضي الله عنه berkata:
صَلَّيْنَا خَلْفَ أَمِيرٍ مِنَ الْأُمَرَاءِ فَاضْطَرَّنَا النَّاسُ
فَصَلَّيْنَا بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ فَلَمَّا صَلَّيْنَا قَالَ أَنَسُ بْنُ
مَالِكٍ: (كُنَّا نَتَّقِي هَذَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)
“Kami
pernah shalat bermakmum kepada salah seorang umara, ketika itu kami terpaksa
shalat di antara dua tiang. Ketika kami selesai shalat, Anas bin Malik berkata:
Dahulu kami (para sahabat) menjauhi perkara seperti di masa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. At-Tirmidzi no. 229, shahih ibnu majah
1002 juga dishahihkan al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi)
Ibnu Muflih rahimahullah berkata:
وَيُكْرَهُ لِلْمَأْمُومِ الْوُقُوفُ بَيْنَ
السَّوَارِي، قَالَ أَحْمَدُ: لِأَنَّهَا تَقْطَعُ الصَّفَّ.
“Dimakruhkan
bagi para makmum untuk berdiri di antara tiang-tiang, karena hal tersebut
membuat shaf terputus.” (Al-Furu’, 2/39)
4. Ulama menganggap makruh memutuskan shaf tersebut.
Hukum
shalat di antara tiang yang menyebabkan terputusnya shaf adalah makruh, namun
tetap sah shalatnya. Hal ini berdasarkan atsar Anas bin Malik رضي الله عنه yang tidak menegur keras atau
memerintahkan pengulangan shalat.
5. Dalam kondisi sulit dibolehkan.
Dalam
kondisi sulit seperti masjid yang sempit, dibolehkan shalat di antara tiang
walaupun menyebabkan terputusnya shaf.
Al-Lajnah
Ad-Da’imah lil Buhuts wal Ifta’ menjelaskan:
يَكْرَهُ الْوُقُوفُ بَيْنَ السَّوَارِي إِذَا
قَطَعَتِ الصُّفُوفَ، إِلَّا فِي حَالَةِ ضِيقِ الْمَسْجِدِ وَكَثْرَةِ
الْمُصَلِّينَ.
“Dimakruhkan
shalat di antara tiang-tiang jika bisa memutuskan shaf, kecuali jika masjidnya
sempit sedangkan orang yang shalat sangat banyak.”
(Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah, 5/295)
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
وَلَا تَقْطَعِ الصُّفُوفَ إِلَّا عِنْدَ
الضَّرُورَةِ، إِذَا ازْدَحَمَ الْمَسْجِدُ، وَضَاقَ الْمَسْجِدُ، وَصَفَّ
النَّاسُ بَيْنَ السَّوَارِي؛ فَلَا حَرَجَ لِلْحَاجَةِ.
“Jangan
memutus shaf kecuali jika kondisi darurat. Semisal jika masjid sangat penuh dan
sempit. Maka para makmum boleh membuat shaf di antara tiang-tiang, ini tidak
mengapa karena ada kebutuhan.”(https://binbaz.org.sa/fatwas/17874)
6. Membuat shaf yang tidak terputus dengan tiang.
Jika
datang ke masjid dan menemukan shaf terakhir terputus oleh tiang, sikap tepat
adalah membuat shaf baru yang tidak terputus. Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Munajjid menjelaskan:
فَإِذَا جِئْتَ إِلَى الْمَسْجِدِ وَقَدْ وَقَفَ النَّاسُ فِي الصَّفِّ وَلَمْ
تَجِدْ مَكَانًا فِي الصَّفِّ إِلَّا بَعْدَ الْعَمُودِ فَلَا حَرَجَ فِي ذَلِكَ
وَلَيْسَ هَذَا مِنَ الصَّلَاةِ خَلْفَ الصَّفِّ مُنْفَرِدًا.
“Jika
Anda datang ke masjid dan orang-orang sudah berdiri di shaf, kemudian Anda
tidak menemui tempat di shaf kecuali setelah tiang, maka tidak mengapa shalat
di sana. Dan ini bukan termasuk shalat sendirian di belakang shaf.” (https://islamqa.info/ar/answers/135898)
7. Shalat di antara tiang tanpa memutus shaf tidak
mengapa.
Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman hafizhahullah
berkata:
وَأَمَّا صَلَاةُ الْمُنْفَرِدِ بَيْنَ السَّوَارِي أَوِ الْإِمَامِ فَلَا
حَرَجَ فِيهَا وَالصَّلَاةُ بَيْنَ السَّارِيَّتَيْنِ دُونَ تَتْمِيمِ الصَّفِّ
عَنِ الْيَمِينِ وَالشِّمَالِ أَيْضًا لَا حَرَجَ فِيهَا لِأَنَّ التَّرَاصَّ
وَعَدَمَ الانْقِطَاعِ حَاصِلٌ.
“Adapun
shalat sendirian atau sebagai imam di antara dua tiang tidak mengapa. Demikian
juga shalat makmum di antara dua tiang tanpa menyambung shaf kanan dan kiri,
tidak mengapa karena shaf tetap lurus dan tersambung.” (https://ar.islamway.net/fatwa/30674)
Kesimpulan:
1. Wajib menyambung shaf.
2. Dilarang memutus shaf kecuali dalam keadaan
darurat/sempit.
3. Makruh berdiri di antara tiang jika menyebabkan
putusnya shaf, tapi shalat tetap sah.
4. Dibolehkan shalat di antara tiang dalam kondisi
masjid sempit dan penuh.
5. Jika terpaksa shalat di belakang tiang karena tidak
ada tempat lain, shalat tetap sah dan bukan shalat sendirian.
6. Jika memungkinkan, buatlah shaf baru yang tidak
terputus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar