HUKUM
TATAYYUR (ANGGAPAN SIAL) DALAM ISLAM
Tatayyur merupakan perbuatan yang terlarang di dalam islam, bahkan
dapat merusak aqidah seseroang, namun saking banyaknya orang yang tidak
mengetahui perkara ini sehingga tumbuh berkembang dan mengakar di masyarakat dan
dianggap biasa.
Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُم بِاللَّهِ إِلَّا
وَهُم مُّشْرِكُونَ .
"Dan sebahagian besar dari mereka tidak
beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan
sembahan-sembahan lain)." (QS. Yusuf [12]:106).
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا ۚ إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي
مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ.
“Dan
kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya
prasangka itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran. Sungguh,
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”(QS. Yunus[10]: 36).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ
أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ, وَحَتَّى تَعْبُدَ الْأَوْثَانَ.
"Tidak
akan tegak hari Kiamat hingga sebagian kabilah dari umatku bergabung dengan
kaum musyrikin, sampai mereka menyembah berhala." (HR. Ahmad 22452, Tirmidzi
2219, Abu Dawud 1084, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 1683,
Al-Misykah 5406).
dari sini pentingnya seseorang mempelajari agamanya agar dapat
meninggalkan apa saja yang menjadi larangan-Nya.
1. Pengertian tathayyur.
Tathayyur atau
thiyarah, secara bahasa diambil dari kata الطَّيْر
(tha’ir) yang artinya ‘burung’. Karena orang-orang arab dimasa dahulu, ketika
mereka hendak bepergian (atau ada keperluan penting), mereka biasa mengambil
seekor burung dan kemudian diterbangkan. Jika burung tersebut terbang ke arah
kanan, itulah yang dikehendaki, namun jika burung tersebut terbang kearah kiri
mereka mengurungkan niatnya.
التَّطَيُّرُ هُوَ التَّشَاؤُمُ بِمَرْئِيٍّ أَوْ مَسْمُوعٍ أَوْ زَمَانٍ أَوْ
مَكَانٍ هَذَا هُوَ التَّطَيُّرُ أَنْ يَتَشَاءَمَ الإِنْسَانُ بِالشَّيْءِ
وَإِنَّمَا سُمِّيَ تَطَيُّرًا لِأَنَّ العَرَبَ فِي الجَاهِلِيَّةِ
يَتَشَاءَمُونَ بِالطَّيْرِ, فَغَلَبَ الاسْمُ عَلَى كُلِّ تَشَاؤُمٍ.
Tathayyur
adalah merasa sial karena sesuatu yang terlihat, terdengar, waktu tertentu,
atau tempat tertentu. Inilah yang disebut tathayyur: seseorang merasa sial
terhadap sesuatu. Dinamakan tathayyur karena orang-orang Arab di masa
Jahiliyyah merasa sial dengan burung, sehingga nama ini menjadi umum untuk
semua bentuk anggapan sial. (Syarah Riyadhus-shalihin 6/414, Syaikh Muhammad
bin Shalih al-‘Utsaimin
Pengertian tathayyur secara
istilah yaitu menganggap sial atas apa yang dilihat, didengar, atau yang
diketahui, tanpa adanya dalil dan bukti ilmiah. (lihat Al Qaulul mufid, Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin).
Sedangkan menurut, Ibnul
Qayyim rahimahullah mengatakan :
التطـيُّر:
هُوَ التَّشَاؤُمُ مِنَ الشَّيْءِ المَرْئِيِّ أَوْ المَسْمُوْع
At-tathayyur yaitu, “Merasa sial karena
sesuatu yang dilihat maupun yang didengar” (Miftah
Daris Sa’adah, 3/311).
2.
Hukum
tathayyur
Hukum thattayyur
ada dua:
1)
Apabila
menganggap yang mendatangkan manfaat dan madharat adalah makhluk atau sesuatu
selain Allah tersebut maka hukumnya adalah Syirik akbar.
2)
Namun
apa bila meyakini yang mendatangkan manfaat dan madharat adalah Allah,
sedangkan sesuatu tersebut hanyalah sebab saja, maka hukumnya syirik kecil.
3.
Larangan
tathayyur.
Tathayyur dilarang di dalam agama, karena orang yang melakukan atau meyakini tathayyur menisbatkan
kebaikan dan keburukan, keselamatan dan kesialan, kepada selain Allah. Padahal
itu semua terjadi atas ketetapan Allah. Allah ta’ala berfirman :
فَإِذَا
جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ
يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ
وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ.
“Jika
datang kebaikan pada mereka, mereka berkata: ini karena kami. Dan jika mereka
ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan
orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu
adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
(QS. Al-A’raf[7]:131).
قَالُوا
إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ
وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ. قَالُوا طَائِرُكُمْ
مَعَكُمْ أَئِنْ ذُكِّرْتُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ.
Mereka berkata,
“Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu. Sungguh, jika kamu tidak
berhenti (menyeru kami), niscaya kami rajam kamu dan kamu pasti akan merasakan
siksaan yang pedih dari kami.” Mereka (utusan-utusan) itu berkata, “Kemalangan
kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan?
Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Yasiin[36]:18-19).
Dari
Abu Hurairah radliallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ
صَفَرَ.
"Tidak dibenarkan
menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah), tidak
dibenarkan beranggapan sial, tidak dibenarkan pula beranggapan nasib malang
karena burung, juga tidak dibenarkan beranggapan sial di bulan Shafar.” (HR.
Bukhari 5757, Muslim 2220).
زَادَ مُسلِمُ: وَلاَ نَوْءَ وَلاَ غُوْلَ.
Imam Muslim menambahkan “Tidak ada
bintang dan tidak ada ghul (hantu).”
اَلطِّيَرَةُ
شِرْكٌ اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ
اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ.
“Thiyarah
itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik dan setiap orang pasti
terbetik dalam hatinya. Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal
kepadaNya.” (HR.
Bukhari di dalam Adabul Mufrad 909, Tirmidzi 1614).
لَيْسَ
مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطَيِّرَ لَهُ.
“Bukan
bagian dari kami orang yang melakukan tathayyur atau orang yang meminta
dilakukan tathayyur untuknya” (HR. al-Bazzar 3578, dihasankan
al-Albani dalam At-Tharhib wa Thagib 3041).
Dari Anas
radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا
عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ: الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ
الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ .
“Tidak ada keyakinan bahwa penyakit itu datang sendiri dan
tidak boleh bersikap thiyarah. Sesungguhnya aku kagum dengan sikap yang
optimis, yaitu perkataan yang baik.” (HR.
Bukhari 5756, Muslim 2224, Ahmad 12323).
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu
anhuma, ia berkata: “Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ, قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ, قَالَ: أَنْ يَقُوْلَ أَحَدُهُمْ
:اَللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ
إِلَهَ غَيْرُكَ.
“Barangsiapa
mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik.” Para
Sahabat bertanya: “Lalu apakah tebusannya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab: “Hendaklah ia mengucapkan: ‘Ya Allah, tidak ada kebaikan
kecuali kebaikan dari Engkau, tidak ada keburukan melainkan darimu dan tidak
ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau.” (HR. Ahmad 7045, di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam
Ash-Shahihah 1065).
4.
Fenomena tathayyur (anggapan sial)
yang terjadi di masyarakat.
Beranggapan sial dari waktu, seperti:
1)
Bulan Muharram atau Sura, orang tidak
berani bangun rumah, pindah rumah, mengadakan walimahan sampai-sampai menebang
pohon tidak berani.
2)
Bersamaan tanggal lahir (wethon) atau
kematian orang tua(geblak), tidak berani mengadakan hajatan pada
persamaan waktu tersebut.
3)
Dari hewan, seperti burung
gagak, burung hantu, burung kedasih, cicak, ular, kucing, suara tokek.
4)
Dari arah, seperti barat ke
utara (dianggap bujur mayit, naga hari diangap hari na’as bila pergi ketempat
tertentu, tinggal ditotokan jalan (tusuk
sate), tinggal di belakang rumah orang tua, tinggal berhadapan dengan orang tua,
kakak beradik dapat istri atau suami satu desa dianggap kalah salah satu.
5)
Saat istri hamil, tidak boleh
mengalungkan handuk kuatir anaknya berkalung ari-ari, tidak boleh membunuh
binatang sekalipun lele, tidak boleh nyembelih karena diyakini anaknya bisa
cacat.
6)
Jika anak lahir sama harinya dengan
orang tua. Anak harus dibuang terlebih dahulu, kemudian
di beli atau ditebus oleh orang tuannya.
7)
Berkaitan dengan angka, seperti anak
nomer satu tidak boleh menikah dengan nomer tiga, bahkan ternyata bukan hanya
di pelosok desa saja tapi orang-orang yang sudah memahami sains sekalipun masih
meyakini hal ini, mereka membuat nomer kursi pesawat atau nomer kamar hotel
dengan melompatkan nomer 13.
8)
Menganggap sial jika kegunung atau
kepantai dengan memakai pakaian warna pupus pisang (warna hijau muda). Seandainya hal
itu karena menyulitkan orang yang mencari disebabkan pakaian tersebut memiliki
warna sama dengan air maupun dedaunan hal ini tidak masalah, tapi seandainya
sebabnya warna tersebut adalah warna kesukaan atau yang dibenci oleh yang
dianggap penguasa setempat inilah yang terlarang.
9)
Masuk rumah yang terdapat bayinya,
tidak boleh langsung, harus kedapur terlebih dahulu.
Menganggap bayi itu rentan terhadap gangguan makhluk ghaib.
Adapun di dalam islam telah diajarkan bagaimana ketika masuk kedalam rumah.
Allah ta’ala berfirman:
فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَىٰ
أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً
“Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah
(ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi
salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang
diberi berkat lagi baik.”
(QS. An-Nuur: 61)
Dari Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia
berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membacakan perlindungan
kepada al-Hasan dan al-Husain, dan beliau bersabda:
إِنَّ أَبَاكُمَا كَانَ يُعَوِّذُ بِهَا إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ: أَعُوذُ
بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ
عَيْنٍ لاَمَّةٍ.
"Sesungguhnya
ayah kalian (Ibrahim ‘alaihis salam) biasa membacakan doa ini kepada Ismail dan
Ishaq: ‘Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna,
dari setiap setan, dan binatang berbahaya, serta dari setiap mata yang membawa
keburukan.’” (HR. Bukhari 3371)
10)
Berkaitan dengan orang yang meninggal. Brojolan di bawah
keranda (tolak bala’, cuci badan pakai air bekas mandinya jenazah, nyebar uang (sawur).
Semua ini tidak benar dan tidak dibenarkan
syari’at, justru menjadikan kehidupan manusia semakin sulit, sempit dan runyam.
Allah ta’ala berfirman:
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلاَ
كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَادَّ لِفَضْلِهِ.
“Jika
Allah menimpakan kepadamu kemudaratan maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Dia dan bila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka
tidak ada yang dapat menolak keutamaan-Nya.” (QS. Yunus [10]: 107).
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ
اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ
الظَّالِمِينَ.
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat
dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu
berbuat (yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk
orang-orang yang zalim." (QS. Yunus [10]: 106).
Orang-orang yang melakukan tathayyur telah terjerumus di dalam
kesyirikan bisa jadi syirik kecil maupun syirik besar, bila semata-mata hal
itulah diyakaini yang mendatangkan madharat hal ini bisa membawa kepada syirik
besar, namun jika itu hanya sebab saja, sedang dia meyakinin Allahlah yang
mendatangkan manfa’at dan madharat, tidak menjadikan syirik besar. Namun mereka bisa jadi tidak mendapatkan
keutamaan masuk surga tanpa hisab tanpa adzab.
Bagaimana kita mengurai keyakinan
tathayyur tersebut.
1) Hendaknya kita meyakini islam adalah agama yang telah sempurna.
2) Hendaknya seseorang masuk islam secara keseluruhan.
3) Hendaknya mengambil sumber aqidah kita dari Al-Qur’an dan Sunnah
yang shahih serta ijma’ para pendahulu kita yang shalih.
4) Meninggalkan keyakinan yang tidak benar, baik yang diambil dari
dongeng-dongeng nenek moyang kita, dari mimpi ataupun kisah maha barata atau
Ramayana.
5) Meyakini semua telah ditetapkan Allah di dalam taqdirnya, tidak
ada yang dapat mendatangkan manfaat dan menolak madharat kecuali Allah
subhanahu wa ta’ala.
6) Bertawakal kepada Allah ta’ala, niscaya Allah akan memberikan
perlindungan kepada hambanya yang bertaqwa.
5. Keutamaan menjahui tatayyur.
Dari Hushain bin
Abdurrahman berkata: “Ketika saya berada di dekat Sa’id bin Jubair, dia
berkata:
عَنْ حُصَيْن بْنِ عَبْدِ الرَّ حْـمَنٍ قَالَ
كُنْتُ عِنْدَ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فَقَالَ أَيُّكُمْ رَأَى الْكَوْكَبَ الَّذِي
انْقَضَّ الْبَارِحَةَ قُلْتُ أَنَا ثُـمَّ قُلتُ أَمَا إِنِّـي لَـمْ أَكُنْ فِـي
صَلاَةٍ وَلَكِنِّـي لُدِغْتُ قَالَ فَمَاذَا صَنَعْتَ قُلْتُ اسْـتَرْقَيْـتُ
قَالَ فَمَا حَمَلَكَ عَلَى ذَلِكَ قُلْتُ حَدِيثٌ حَدَّثَنَاهُ الشَّعْبِـيُّ
فَقَالَ وَمَا حَدَّثَكُمُ الشَّعْبِـيُّ قُلْتُ حَدَّثَنَا عَنْ بُرَيْدَةَ بْنِ
حُصَيْبٍ اْلأَسْلَمِـيِّ أَنَّهُ قَالَ لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ مِنْ عَيْـنٍ أَوْ
حُـمَةٍ فَقَالَ قَدْ أَحْسَـنَ مَنِ انْتَهَى إِلَـى مَا سَـمِـعَ وَلَكِنْ
حَدَّثَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِـيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
قَالَ عُرِضَتْ عَلَـيَّ اْلأُمَـمُ فَرَأَيْتُ النَّبِـيَّ وَ مَعَهُ الرَّهَيْطُ
وَ النَّبِـيَّ وَ مَعَهُ الرَّجُلُ وَ الرَّجُلاَنِ وَ النَّبِـيَّ لَيْسَ مَعَهُ
أَحَدٌ إِذْ رُفِعَ لِـي سَوَادٌ عَظِيمٌ فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِـي فَقِيلَ
لِـي هَذَا مُوسَـى عَلَيْهِ السَّلاَمَ وَ قَوْمُهُ وَ لَكِنِ انْظُرْ إِلَـى
اْلأُفُقِ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ لِـي انْظُرْ إِلَـى
اْلأُفُقِ اْلآخَرِ فإِذَا سَـوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ لِـي هَذِهِ أُمَّتُكَ وَ
مَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْـجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلاَ
عَذَابٍ ثُـمَّ نَهَضَ فَدَخَلَ مَنْزِلَهُ فَخَاضَ النَّاسُ فِـي أُولَئِكَ الَّذِينَ
يَدْخُلُونَ الْـجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ فَقَالَ بَعْضُهُمْ
فَلَعَلَّهُمُ الَّذِينَ صَحِبُوا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
فَقَالَ بَعْضُهُمْ فَلَعَلَّهُمُ الَّذِينَ وُلِدُوا فِـي اْلإِسْلاَمِ وَ لَـمْ
يُشْرِكُوا بِاللهِ وَ ذَكَرُوا أَشْيَاءَ فَـخَرَخَ عَلَيْهِمْ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ مَا الَّذِي تَـخُوضُونَ فِـيهِ
فَأَخْبَرُوهُ فَقَالَ هُمُ الَّذِينَ لاَ يَرْقُونَ وَلاَ يَسْتَرْقُونَ وَ لاَ
يَتَطَيَّرُونَ وَ عَلَى رَبِّـهِمْ يَتَوَكَّلُونَ فَقَامَ عُكَّاشَةُ بْنُ
مِـحْصَنٍ فَقَالَ ادْعُ اللهَ أَنْ يَـجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَقَالَ أَنْتَ
مِنْهُمْ ثُـمَّ قَامَ رَجُلٌ آجَرُ فَقَالَ ادْعُ اللهَ أَنْ يَـجْعَلَنِي
مِنْهُمْ فَقَالَ سَبَقَكَ بِـهَا عُكَّاشَةُ.
“Siapakah diantara kalian
yang melihat bintang jatuh semalam?” Saya menjawab: “Saya.” Kemudian saya
berkata: “Adapun saya ketika itu tidak dalam keadaan shalat, tetapi terkena
sengatan kalajengking.” Lalu ia bertanya: “Lalu apa yang kamu kerjakan?” Saya menjawab:
“Saya minta diruqyahIa bertanya lagi: “Apa yang mendorong kamu melakukan hal
tersebut?”Jawabku: “Sebuah hadits yang dituturkan Asy-Sya’bi kepada kami.” Ia
bertanya lagi: “Apakah hadits yang dituturkan oleh Asy-Sya’bi kepadamu?” Saya
katakan: “Dia menuturkan hadits dari Buraidah bin Hushaib: ‘Tidak ada ruqyah
kecuali karena ‘ain atau terkena sengatan.”
“Sa’id
pun berkata: “Alangkah baiknya orang yang beramal sesuai dengan nash yang telah
didengarnya, akan tetapi Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu menuturkan kepada kami
hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Beliau bersabda: ‘Saya telah
diperlihatkan beberapa umat oleh Allah, lalu saya melihat seorang Nabi bersama
beberapa orang, seorang Nabi bersama seorang dan dua orang dan seorang Nabi
sendiri, tidak seorangpun menyertainya. Tiba-tiba ditampakkan kepada saya
sekelompok orang yang sangat banyak. Lalu saya mengira mereka itu umatku,
tetapi disampaikan kepada saya: “Itu adalah Musa dan kaumnya”. Lalu tiba-tiba
saya melihat lagi sejumlah besar orang, dan disampaikan kepada saya: “Ini
adalah umatmu, bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang, mereka akan masuk
surga tanpa hisab dan adzab.”.’Kemudian Beliau bangkit dan masuk rumah.
Orang-orang pun saling berbicara satu dengan yang lainnya, ‘Siapakah gerangan
mereka itu?’ Ada diantara mereka yang mengatakan: ‘Mungkin saja mereka itu
sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.’ Ada lagi yang mengatakan:
‘Mungkin saja mereka orang-orang yang dilahirkan dalam lingkungan Islam dan
tidak pernah berbuat syirik terhadap Allah.’ dan menyebutkan yang lainnya.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar, mereka memberitahukan
hal tersebut kepada beliau. Beliau bersabda: ‘Mereka itu adalah orang yang
tidak pernah minta diruqyah, tidak meminta di kay [3] dan tidak pernah
melakukan tathayyur serta mereka bertawakkal kepada Rabb mereka.’Lalu Ukasyah
bin Mihshon berdiri dan berkata: “Mohonkanlah kepada Allah, mudah-mudahan saya
termasuk golongan mereka!’ Beliau menjawab: ‘Engkau termasuk mereka’, Kemudian
berdirilah seorang yang lain dan berkata:’Mohonlah kepada Allah, mudah-mudahan
saya termasuk golongan mereka!’ Beliau menjawab:’Kamu sudah didahului Ukasyah.”
(HR Bukhari 5752 M Muslim 220).
Demikianlah kemusyrikan yang
terjadi pada zaman dahulu dan apa yang terjadi pada zaman kita sekarang ini,
semoga kita menyadari bahayanya dan meninggalkan serta menjahui sejauh-jauhnya.
Aamiin.
-----000-----
Sragen 24-06-2025
Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar