Jumat, 27 Juni 2025

KEUTAMAAN MUHARRAM (ASYURA) DAN PENYIMPANGAN DI DALAMNYA.

 



KEUTAMAAN BULAN MUHARRAM

 

Bulan Muharram adalah salah satu bulan yang mulia, namun Sebagian kaum muslimin tidak memahami hal itu, bahkan yang sangat menyedihkan karena jauhnya mereka dari ajaran islam yang benar bulan Muharram dianggap bulan yang membawa kesialan.

Adapun keutamaan bulan Muharram yaitu:

1.   Muharram (Asyura) adalah bulan yang disucikan.

Allah ta’ala berfirman:

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗ.

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. (QS. At-Taubah[9]:36).

إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ, السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا, مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ, ثَلاَثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو القَعْدَةِ, وَذُو الحِجَّةِ, وَالْمُحَرَّمُ, وَرَجَبُ, مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى, وَشَعْبَانَ.

“Sesungguhnya waktu itu berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun ada 12 bulan. Di antara bulan-bulan tersebut ada 4 bulan yang haram (tidak boleh berperang). 3 bulan berturut-turut, yaitu: Dzulqa’dah, Dzulhijjah,  Al Muharram, (yang akhir) Rajab Mudhar, yaitu bulan di antara bulan Jumaada dan Sya’ban.” (HR. Bukhari 4662, Muslim 1679, Abu Dawud 1947).

Urutan bulan dalam kalender Hijriyah (Islam) ada 12 bulan, sebagai berikut:

1)   Muharramٱلْمُحَرَّمُ

2)   Shafarصَفَرٌ

3)   Rabi'ul Awwalرَبِيعُ ٱلْأَوَّلِ

4)   Rabi'ul Akhir / Rabi'uts Tsaniرَبِيعُ ٱلْآخِرِ atau رَبِيعُ ٱلثَّانِي

5)   Jumadil Ulaجُمَادَى ٱلْأُولَى

6)   Jumadil Akhirah / Jumadats Tsaniyahجُمَادَى ٱلآخِرَةِ atau جُمَادَى ٱلثَّانِيَةِ

7)   Rajabرَجَبٌ

8)   Sya'banشَعْبَانُ

9)   Ramadhanرَمَضَانُ

10)                    Syawwalشَوَّالُ

11)                    Dzulqa’dahذُو ٱلْقَعْدَةِ

12)                    Dzulhijjahذُو ٱلْحِجَّةِ

2.   Bulan Allah (شَهْرُ اللهِ).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan di dalam sabdanya bahwa Muharram adalah bulan Allah, Beliau bersabda:

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ .

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim 1163, Ahmad 8534).

3.   Bulan yang diagungkan semua agama samawi.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma, mengisahkan hal itu, beliau berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ. فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ. فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.

“Ketika tiba di Madinah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa ’Asyura. Kemudian Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bertanya, ”Hari yang kalian bepuasa ini adalah hari apa?” Orang-orang Yahudi tersebut menjawab, ”Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini”. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lantas berkata, ”Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.” Lalu setelah itu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.” (HR. Muslim 1130, Abu Dawud 2747).

Adapun hadits yang melarang kita mengikuti Ahlul kitab sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ.

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob pasti kalian akan mengikutinya.” Kami berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud orang Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim 2669, Ahmad 8340).

Maka kita jawab, dengan beberapa jawaban:

1)   Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukan puasa Asyura semenjak di Makkah, sebagaimana hal ini telah diceritakan umul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:

كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الجَاهِلِيَّةِ, وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ, فَلَمَّا قَدِمَ المَدِينَةَ صَامَهُ, وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ, فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ, فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ.

“Di zaman jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan puasa ’Asyura. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam juga melakukan puasa tersebut. Tatkala tiba di Madinah, beliau melakukan puasa tersebut dan memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan puasa ’Asyura. Barangsiapa yang mau, silakan berpuasa. Barangsiapa yang mau, silakan meninggalkannya (boleh puasa boleh tidak).” (HR. Bukhari 2002, 3831, Muslim 1125).

2)   Rasulullah mendapatkan bimbingan wahyu dari Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوٰى اِنْ هُوَ اِلَّا وَحْيٌ يُّوْحٰىۙ.

“Dan (Rasulullah) tidak berucap berdasarkan hawa nafsu(-nya). Tidak lain kecuali wahyu yang disampaikan .” (QS. An-Najm[53]:3-4).

As-Sa’di rahimahullah berkata: “Yakni ucapannya bukanlah berdasarkan hawa nafsunya.” “Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang disampaikan padanya berupa hidayah, takwa dalam dirinya dan pada yang lain.” (QS. An-Najm [53]:3-4).

3)   Dalam pelaksanaannya Rasulullah juga menyelisihi Ahlul Kitab.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma beliau berkata:

حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ, قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ, قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” kemudian beliau mengatakan, “Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan, “Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah meninggal dunia.” (HR. Muslim 1134, Abu Dawud 2445).

Tatacara puasa Asyura.

Puasa Asyura ada tiga tingkatan:

“Tingkatan puasa Asyura’ ada tiga: Yang paling sempurna adalah berpuasa juga pada sehari sebelum dan sesudahnya, yang pertengahan adalah berpuasa pada tanggal 9 dan 10, dan yang pertengahan inilah yang paling banyak riwayatnya. Tingkatan yang paling bawah adalah berpuasa pada tanggal 10 saja”. (Zaadul Ma’ad: 2/76, )

Oleh karena itu ada sebagian ulama ada yang memakruhkan apabila berpuasa hanya pada tanggal 10 Muharram saja. Hal ini sebagaimana fatwa Syaikh bin Baz rahimahullah, adapun Syaikh Muhammad bin Shalih al’Utsaimin membolehkan hal itu namun lebih baik mengiringi dengan puasa tanggal 9 Muharram. (Majmu’ Fatawa Ibn Utsaimin, 20/42).

Yang jelas setelah datang puasa Ramadhan, puasa ‘Asyura tidaklah diwajibkan lagi dan hukumnya sunnah. Hal ini telah menjadi kesepakatan para ulama sebagaimana disebutkan oleh An Nawawi -rahimahullah-. (Lihat Al Minhaj Syarh Muslim 8: 4).

4.   Bulan Muharram menyimpan sejarah besar bagi kaum muslimin.

Di antaranya:

1)   Hari ‘Asyura adalah hari dimana nabi Musa telah diselamatkan dan dimenangkan atas musuhnya Fir’aun oleh Allah ta’ala.

2)   Sejarah permulaan penanggalan islam.

Dahulu khalifah Amirul Mu’minin ‘Umar Ibnul Khatab memberikan surat kepada para gubernurnya, di antaranya  apa yang diterima Abu Musa Al-Asy‘ari radhiyahullahu’anhu, sebagai gubernur Basrah kala itu.

Beliau menulis surat kepada ‘Umar Ibnul Khatab, beliau berkata:

إِنَّهُ يَأْتِينَا مِنْكَ كُتُبٌ لَيْسَ لَهَا تَارِيخٌ.

“Telah sampai kepada kami surat-surat dari Anda, tanpa tanggal.”

فَجَمَعَ عُمَرُ النَّاسَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ أَرِّخْ بِالْمَبْعَثِ وَبَعْضُهُمْ أَرِّخْ بِالْهِجْرَةِ.

Maka Umarpun mengumpulkan manusia, ada beberapa sahabat yang mengusulkan kala itu, berkata sebagian diantara mereka, “Mulailah penanggalan dengan diutusnya Nabi,” ada juga yang mengusulkan,  “Mulailah penanggalan dengan hijrahnya Nabi, Umar pun menyetujui hal itu.

فَقَالَ عُمَرُ الْهِجْرَةُ فَرَّقَتْ بَيْنَ الْحَقِّ وَالْبَاطِلِ فَأَرِّخُوا بِهَا.

Maka Umar berkata, “ Hijrah merupakan pemisah antara kebenaran dan kebatilan. Jadikanlah sebagai permulaan penanggalan.” (Fathul Bari juz 7 hal 268).

Inilah beberapa keutamaan yang ada pada bulan Muharram, dimana sangat bertolak belakang denga napa yang diyakini kaum muslimin saat ini.

Mereka melakukan penyimpangan yang sangat besar, yaitu penyimpangan masalah Aqidah, hal ini terjadi di berbagai tempat dan telah mengakar pada Masyarakat padahal kebanyakan yang melakukan hal ini adalah orang-orang Islam.

Diantara contohnya kesyirikan yang terjadi dipesisir pantai:

1)   Pantai Parangtritis (Bantul, Yogyakarta)

Sajen: Kepala kerbau, bunga setaman, makanan tradisional, kain mori, kain hijau

Sumber: Tradisi Labuhan di Keraton Yogyakarta (Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta), Kompas.com

2)   Pantai Pelabuhan Ratu (Sukabumi, Jabar)

Sajen: Kepala kerbau, bunga, hasil bumi, kain hijau

Sumber: National Geographic Indonesia, Disparbud Sukabumi

3)   Pantai Sendang Biru (Malang, Jatim)

Sajen: Kepala kambing/kerbau, tumpeng, buah-buahan, bunga, dupa

Sumber: Detik.com, Dinas Kebudayaan Jawa Timur

4)   Pantai Teluk Penyu (Cilacap, Jateng)

Sajen: Kepala kambing, makanan khas, dupa, bunga setaman

Sumber: Warisan Budaya Takbenda Kemendikbud, Kebudayaan Jawa Tengah

5)   Pantai Kenjeran (Surabaya, Jatim)

Sajen: Perahu kecil berisi nasi tumpeng, kepala ayam, dupa

Sumber: SuaraSurabaya.net, Balai Pelestarian Budaya XI

6)   Pantai Boom (Banyuwangi, Jatim)

Sajen: Jolen (bambu) berisi tumpeng, buah, bunga

Sumber: Tradisi Adat Suku Osing, WBTB Kemendikbud

7)   Pantai Kartini (Jepara, Jateng)

Sajen: Tumpeng, ayam ingkung, bunga, perahu kecil

Sumber: Disparbud Jepara, Ritual Tradisional Jawa – Y. S. Sunaryo

8)   Pantai Tanjung Benoa (Bali)

Sajen: Canang, dupa, bunga, makanan

Sumber: Agama Hindu Dharma di Bali – I Made Titib, Babad Bali

9)   Pantai Parangkusumo (Bantul, DI Yogyakarta)

Sajen: Kepala kerbau, bunga setaman, tumpeng, kemenyan, kain mori/kain hijau

Tujuan: Persembahan kepada “Kanjeng Ratu Kidul” dalam rangka Labuhan Agung atau Labuhan Alit oleh Keraton Yogyakarta

Sumber: Buku: Tradisi Labuhan di Keraton Yogyakarta – Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta.

Artikel: Merdeka.com – "Ritual Labuhan di Parangkusumo"

10)                    Pantai Tawang (Kab. Kendal, Jawa Tengah)

Sajen: Tumpeng, ayam ingkung, bunga, kemenyan, kepala kambing

Tujuan: Tolak bala, memohon keselamatan laut, dan kelimpahan hasil laut

Nama Ritual: Sedekah Laut Tawang, Sumber: WBTB Kemendikbud RI.

Begitu pula yang terjadi di daratan

1)   Gunung Kemukus (Sragen): sesaji kemenyan, bunga, makanan untuk arwah Pangeran Samudra – Asyura.
Sumber: Jurnal UIN, BPCB Jateng.

2)   Gunung Tidar (Magelang): tabur bunga, air kembang, dupa di makam Syaikh Subakir – 1–10 Muharram.
Sumber: Buku Gunung Tidar, WBTB.

3)   Gunung Kawi (Malang): kopi, dupa, bunga untuk Mbah Djoego – ramai pada Asyura.
Sumber: Jurnal UMM, WBTB.

4)   Makam Sunan Kalijaga (Demak): ziarah + sesaji bunga dan dupa – 10 Muharram.
Sumber: BPNB Jateng, WBTB.

5)   Keraton Yogyakarta: Labuhan, jamasan pusaka pakai kepala kerbau, tumpeng – 1–10 Muharram.
Sumber: BPNB DIY, Kompas.

6)   Keraton Surakarta: kirab pusaka + sesaji jamasan dan dupa – malam 1 Suro–Asyura.
Sumber: Disbud Solo, WBTB.

7)   Mangkunegaran (Solo): kirab kerbau, jamasan tombak dan keris – Suro.
Sumber: BPCB Jateng, WBTB.

8)   Pakualaman (Yogyakarta): Labuhan Alit, sesaji tumpeng, kepala kambing – 1–10 Muharram.
Sumber: Disbudpar DIY, BPNB.

Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُم بِاللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشْرِكُونَ .

"Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)." (QS. Yusuf [12]:106).

وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا ۚ إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ.

“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya prasangka itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”(QS. Yunus[10]: 36).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ, وَحَتَّى تَعْبُدَ الْأَوْثَانَ.

"Tidak akan tegak hari Kiamat hingga sebagian kabilah dari umatku bergabung dengan kaum musyrikin, sampai mereka menyembah berhala." (HR. Ahmad 22452, Tirmidzi 2219, Abu Dawud 1084, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 1683, Al-Misykah 5406).

dari sini pentingnya seseorang mempelajari agamanya agar dapat meninggalkan apa saja yang menjadi larangan-Nya.

1.   Pengertian tathayyur.

Tathayyur atau thiyarah, secara bahasa diambil dari kata الطَّيْر (tha’ir) yang artinya ‘burung’. Karena orang-orang arab dimasa dahulu, ketika mereka hendak bepergian (atau ada keperluan penting), mereka biasa mengambil seekor burung dan kemudian diterbangkan. Jika burung tersebut terbang ke arah kanan, itulah yang dikehendaki, namun jika burung tersebut terbang kearah kiri mereka mengurungkan niatnya.

التَّطَيُّرُ هُوَ التَّشَاؤُمُ بِمَرْئِيٍّ أَوْ مَسْمُوعٍ أَوْ زَمَانٍ أَوْ مَكَانٍ هَذَا هُوَ التَّطَيُّرُ أَنْ يَتَشَاءَمَ الإِنْسَانُ بِالشَّيْءِ وَإِنَّمَا سُمِّيَ تَطَيُّرًا لِأَنَّ العَرَبَ فِي الجَاهِلِيَّةِ يَتَشَاءَمُونَ بِالطَّيْرِ, فَغَلَبَ الاسْمُ عَلَى كُلِّ تَشَاؤُمٍ.

Tathayyur adalah merasa sial karena sesuatu yang terlihat, terdengar, waktu tertentu, atau tempat tertentu. Inilah yang disebut tathayyur: seseorang merasa sial terhadap sesuatu. Dinamakan tathayyur karena orang-orang Arab di masa Jahiliyyah merasa sial dengan burung, sehingga nama ini menjadi umum untuk semua bentuk anggapan sial. (Syarah Riyadhus-shalihin 6/414, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin

Pengertian tathayyur secara istilah yaitu menganggap sial atas apa yang dilihat, didengar, atau yang diketahui, tanpa adanya dalil dan bukti ilmiah. (lihat Al Qaulul mufid, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin).

Sedangkan menurut, Ibnul Qayyim rahimahullah  mengatakan :

التطـيُّر: هُوَ التَّشَاؤُمُ مِنَ الشَّيْءِ المَرْئِيِّ أَوْ المَسْمُوْع

At-tathayyur yaitu, “Merasa sial karena sesuatu yang dilihat maupun yang didengar” (Miftah Daris Sa’adah, 3/311).

2.   Hukum tathayyur

Hukum thattayyur ada dua:

1)     Apabila menganggap yang mendatangkan manfaat dan madharat adalah makhluk atau sesuatu selain Allah tersebut maka hukumnya adalah Syirik akbar.

2)     Namun apa bila meyakini yang mendatangkan manfaat dan madharat adalah Allah, sedangkan sesuatu tersebut hanyalah sebab saja, maka hukumnya syirik kecil.

 

3.   Larangan tathayyur.

 

Tathayyur dilarang di dalam agama, karena orang yang melakukan atau meyakini tathayyur menisbatkan kebaikan dan keburukan, keselamatan dan kesialan, kepada selain Allah. Padahal itu semua terjadi atas ketetapan Allah. Allah ta’ala berfirman :

فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ.

“Jika datang kebaikan pada mereka, mereka berkata: ini karena kami. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. Al-A’raf[7]:131).

قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ. قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ أَئِنْ ذُكِّرْتُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ.

Mereka berkata, “Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu. Sungguh, jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami rajam kamu dan kamu pasti akan merasakan siksaan yang pedih dari kami.” Mereka (utusan-utusan) itu berkata, “Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Yasiin[36]:18-19).

Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ.

"Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah), tidak dibenarkan beranggapan sial, tidak dibenarkan pula beranggapan nasib malang karena burung, juga tidak dibenarkan beranggapan sial di bulan Shafar.” (HR. Bukhari 5757, Muslim 2220).

زَادَ مُسلِمُ: وَلاَ نَوْءَ وَلاَ غُوْلَ.

Imam Muslim menambahkan “Tidak ada bintang dan tidak ada ghul (hantu).”

اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ.

Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik dan setiap orang pasti terbetik dalam hatinya. Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepadaNya.” (HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad 909, Tirmidzi 1614).

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطَيِّرَ لَهُ.

“Bukan bagian dari kami orang yang melakukan tathayyur atau orang yang meminta dilakukan tathayyur untuknya” (HR. al-Bazzar 3578, dihasankan al-Albani dalam At-Tharhib wa Thagib 3041).

Dari Anas radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ: الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ .

“Tidak ada keyakinan bahwa penyakit itu datang sendiri dan tidak boleh bersikap thiyarah. Sesungguhnya aku kagum dengan sikap yang optimis, yaitu perkataan yang baik.” (HR. Bukhari 5756, Muslim 2224, Ahmad 12323).

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ, قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ, قَالَ: أَنْ يَقُوْلَ أَحَدُهُمْ :اَللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ.

“Barangsiapa mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik.” Para Sahabat bertanya: “Lalu apakah tebusannya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Hendaklah ia mengucapkan: ‘Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tidak ada keburukan melainkan darimu dan tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau.” (HR. Ahmad 7045, di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 1065).

4.   Fenomena tathayyur (anggapan sial) yang terjadi di masyarakat.

Beranggapan sial dari waktu, seperti:

1)  Bulan Muharram atau Sura, orang tidak berani bangun rumah, pindah rumah, mengadakan walimahan sampai-sampai menebang pohon tidak berani.

2)  Bersamaan tanggal lahir (wethon) atau kematian orang tua(geblak), tidak berani mengadakan hajatan pada persamaan waktu tersebut.

3)  Dari hewan, seperti burung gagak, burung hantu, burung kedasih, cicak, ular, kucing, suara tokek.

4)  Dari arah, seperti barat ke utara (dianggap bujur mayit, naga hari diangap hari na’as bila pergi ketempat tertentu,  tinggal ditotokan jalan (tusuk sate), tinggal di belakang rumah orang tua, tinggal berhadapan dengan orang tua, kakak beradik dapat istri atau suami satu desa dianggap kalah salah satu.

5)  Saat istri hamil, tidak boleh mengalungkan handuk kuatir anaknya berkalung ari-ari, tidak boleh membunuh binatang sekalipun lele, tidak boleh nyembelih karena diyakini anaknya bisa cacat.

6)  Jika anak lahir sama harinya dengan orang tua.  Anak harus dibuang terlebih dahulu, kemudian di beli atau ditebus oleh orang tuannya.

7)  Berkaitan dengan angka, seperti anak nomer satu tidak boleh menikah dengan nomer tiga, bahkan ternyata bukan hanya di pelosok desa saja tapi orang-orang yang sudah memahami sains sekalipun masih meyakini hal ini, mereka membuat nomer kursi pesawat atau nomer kamar hotel dengan melompatkan nomer 13.

8)  Menganggap sial jika kegunung atau kepantai dengan memakai pakaian warna pupus pisang (warna hijau muda). Seandainya hal itu karena menyulitkan orang yang mencari disebabkan pakaian tersebut memiliki warna sama dengan air maupun dedaunan hal ini tidak masalah, tapi seandainya sebabnya warna tersebut adalah warna kesukaan atau yang dibenci oleh yang dianggap penguasa setempat inilah yang terlarang.

9)  Masuk rumah yang terdapat bayinya, tidak boleh langsung, harus kedapur terlebih dahulu.

Menganggap bayi itu rentan terhadap gangguan makhluk  ghaib.

Adapun di dalam islam telah diajarkan bagaimana ketika masuk kedalam rumah.

Allah ta’ala berfirman:

فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً

Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik.” (QS. An-Nuur: 61)

Dari Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membacakan perlindungan kepada al-Hasan dan al-Husain, dan beliau bersabda:

إِنَّ أَبَاكُمَا كَانَ يُعَوِّذُ بِهَا إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ: أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ.

"Sesungguhnya ayah kalian (Ibrahim ‘alaihis salam) biasa membacakan doa ini kepada Ismail dan Ishaq: ‘Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari setiap setan, dan binatang berbahaya, serta dari setiap mata yang membawa keburukan.’” (HR. Bukhari 3371)

10)                    Berkaitan dengan orang yang meninggal. Brojolan di bawah keranda (tolak bala’, cuci badan pakai air bekas mandinya jenazah, nyebar uang (sawur).

Adapun yang benar yaitu:

1.    Sebagai seorang muslim wajib meyakini agama islam ini telah sempurna. Tidak perlu tambahan dalam bentuk apapun.

     Allah ta’ala berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا.

“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” (QS. Al-Maidah [5]: 3)

 

2.    Allah ta’ala memerintahkan agar kita masuk islam secara kaffah.

Setelah masuk islam kita tidak boleh mengambil keyakinan selain dari islam, atau mencampur adukkan. Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah [2]: 208)

3.    Hendaknya kita mengambil sumber aqidah kita dari Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ.

Aku tinggalkan kalian dalam keadaan terang-benderang, siangnya seperti malamnya. Tidak ada yang berpaling dari keadaan tersebut kecuali ia pasti celaka.” (HR. Ahmad 4/126 Ibnu Majah 43 dan disahihkan Syaikh al-Albani di Shahihul Jami’ 4369).

4.    Tidak ada kesialan dalam islam, (kecuali bagi pelaku dosa dan kemaksiatan).

Allah ta’ala berfirman:

قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ . قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ أَئِنْ ذُكِّرْتُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ.

“Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami bernasib malang Karena kamu, Sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami". Utusan-utusan itu berkata: "Kemalangan kamu adalah Karena kamu sendiri. apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampui batas." (QS. Yaasiin [36]: 18-19)

Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ, وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ.

"Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ada ketentuan Allah), tidak dibenarkan beranggapan sial, tidak dibenarkan pula beranggapan nasib malang karena burung, juga tidak dibenarkan beranggapan sial di bulan Shafar.” (HR. Bukhari 5757, Muslim 2220).

اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ وَمَا مِنَّا إِلاَّ, وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ.

Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik dan setiap orang pasti terbetik dalam hatinya. Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepadaNya.” (HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad 909, Tirmidzi 1614)

5.    Kebaikan dan keburukan semua datang dari Allah bukan dari makhluk.

Larangan keras bagi orang yang meyakini adanya kebaikan dan keburukan yang datang dari selain dari Allah ta’ala, dari perkara apa yang manusia tidak mampu.

Allah ta’ala berfirmaan:

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ.

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Yunus [10]: 106).

Kedzoliman pada ayat tersebut maksudnya adalah kesyirikan, sebagaimana di dalam surat  Lukman [31]:13.

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ.

“Dan ingatlah ketika Lukman memberikan pengajaran kepada aaknya, serasa berkata kepada, “ wahai anakku janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah adalah kesyirikan yang besar.” (QS. Lukman[31]:13)

Allah tidak mengampuni dosa kesyirikan apa bila sampai mati seseorang masih menyekutukan Allah ta’ala.

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.”(QS. An Nisaa [4]: 48)

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ وَقُلْتُ أَنَا وَمَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّة

Barang siapa mati dalam keadaan menyekutukan Allah dia akan masuk kedalam neraka, barang siapa mati tidak menyekutukan Allah dia akan masuk kedalam surga.” (HR. Bukhari 4227, Muslim 92)

6.    Tidak boleh mengikuti adat istiadat ataupun nenek moyang jika bertentangan dengan agama.

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ.

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?." (QS. Al-Baqarah[2]:170.

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا.

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Lukman [31]: 15)

7.    Tidak perlu kita takut dengan aneka macam tipudaya syaitan dan berbagai macam klenik serta kurafat.

وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ وَلَا تَخَافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالْأَمْنِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ.

Dan bagaimana mungkin aku takut kepada sesembahan yang kalian persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak pernah menurunkan hujjah (keterangan).” (QS. Al-An’am [6]: 81)

Demikianlah nabi Ibrahim pernah memporak-perandakan sesembahan orang-orang musyrik, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam juga menikah di bulan Shafar yang menurut orang jahiliyah dahulu adalah bulan sial, begitu pula Khalid bin Walid membabat jin yang berujud wanita, semua itu tidak mendatangkan kecelakaan, karena jin dan syaitan itu hakekatnya lemah, dan Allahlah pemilik kerajaan.

Seandainya terjadi sesuatu ketika melakukan hajatan, pernikahan, dan yang lainnya di bulan Muharam (Asyura), hendaknya kita mengetahui bahwa semua kejadian di muka bumi ini semua telah di catat Allah ta’ala sebelum kata Syuro itu di sebut-sebut oleh orang.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرُ الخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.

“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim 2653).

Dari ayat dan hadits di atas, jelaslah apa yang dilakukan kebanyakan orang-orang sekarang yang masih meyakini seperti itu hanyalah mitos belaka. Oleh karena itu hendaknya kaum muslimin kembali kepada agamanya, meninggalkan keyakinan yang keliru ini, (yaitu anggapan bulan syuro adalah bulan sial) sebagaimana yang tersebar di masyarakat, dan ternyata keyakinan ini merupakan warisan yang di bawa oleh syaitan dari orang-orang musyrik jahiliyah dahulu.

Demikianlah uraian yang ringkas ini semoga bermanfaat untuk saya dan siapapun yang membaca dan menyebarkan tulisan ini. Aamiin

 

-----000-----

Sragen 28-06-2025

Junaedi Abdullah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERIMAN, BERILMU DAN BERSOSIAL.

  BERIMAN BERILMU DAN BERSOSIAL.   Di tengah pesatnya kemajuan teknologi, banyak manusia justru mengalami degradasi dalam akidah, moral,...