Senin, 09 Juni 2025

BAB 14 HAK PEKERJA.

 



Bab 14

HAK PEKERJA

Segala puji bagi Allah yang Maha Adil, yang telah mewajibkan keadilan atas diri-Nya dan mengharamkan kezaliman di antara hamba-hamba-Nya.

Dalam kehidupan ini, manusia saling membutuhkan. Ada yang berperan sebagai pekerja dan ada pula yang mempekerjakan. Dari sinilah muncul hubungan antara majikan dan pekerja. Ini merupakan salah satu bentuk kesempurnaan hikmah dan pengaturan Allah subhanahu wa ta'ala. Coba kita bayangkan, seandainya semua manusia kaya, tentu tidak akan ada yang mau bekerja. Sebaliknya, jika semua miskin, tidak ada yang dapat memberi pekerjaan. Oleh karena itu, Islam tidak membiarkan hubungan ini berjalan tanpa aturan. Justru, Islam hadir untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk hubungan kerja, dengan prinsip keadilan dan keseimbangan, agar tidak terjadi kezaliman dari salah satu pihak terhadap pihak lainnya.

Adapun diantara hak pekerja yaitu:

1.   Pengertian upah.

Upah secara bahasa:

مَأْخُوذَةٌ مِنَ الْأَجْرِ وَأَصْلُ الْأَجْرِ: الْعِوَضُ.

"Diambil dari kata al-ajr (upah), dan asal makna al-ajr adalah al-‘iwaḍ (imbalan atau pengganti)."

Adapun secara istilah yaitu:

 عَقْدُ مُعَاوَضَةٍ عَلَى مَنْفَعَةٍ مَعْلُومَةٍ مُبَاحَةٍ بِعَوْضٍ مَعْلُومٍ.

"Akad tukar-menukar atas manfaat yang jelas dan halal dengan imbalan yang jelas."  (Syarah Zadul mustaqni’, Muhammad bin Muhammad al-Mukhtar asy-Singkiti).

فَاِنْ اَرْضَعْنَ لَكُمْ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ.

“Jika mereka menyusukan (anak-anak)-mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka.” (QS. At-Thalaq[65]:6).

قَالَتْ اِحْدٰىهُمَا يٰٓاَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖاِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْاَمِيْنُ.

“Salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, “Wahai ayahku, pekerjakanlah dia. Sesungguhnya sebaik-baik orang yang engkau pekerjakan adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS. Al-Qasas[28]:26).

Dari ‘Aisyah raḍiyallahu ‘anha beliau berkata:

وَاسْتَأْجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  وَأَبُو بَكْرٍ رَجُلًا مِنْ بَنِي الدِّيلِ ثُمَّ مِنْ بَنِي عَبْدِ بْنِ عَدِيٍّ هَادِيًا خِرِّيتًا - الخِرِّيتُ: المَاهِرُ بِالهِدَايَةِ - قَدْ غَمَسَ يَمِينَ حِلْفٍ فِي آلِ العَاصِ بْنِ وَائِلٍ وَهُوَ عَلَى دِينِ كُفَّارِ قُرَيْشٍ فَأَمِنَاهُ فَدَفَعَا إِلَيْهِ رَاحِلَتَيْهِمَا وَوَاعَدَاهُ غَارَ ثَوْرٍ بَعْدَ ثَلاَثِ لَيَالٍ

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengupah seorang lelaki dari Bani Dil, kemudian dari Bani ‘Abd bin ‘Adiyy, sebagai penunjuk jalan yang sangat ahli dan al-Khirrit adalah orang yang sangat mahir dalam penunjukan jalan. Ia termasuk sekutu dari keluarga al-‘Aṣ bin Wa’il dan masih berada di atas agama orang-orang kafir Quraisy, namun keduanya mempercayainya. Maka keduanya menyerahkan dua tunggangan mereka kepadanya dan berjanji untuk bertemu di Gua Tsaur setelah tiga malam.” (HR. Bukhari 2263).

2.   Agar bersikap adil kepada pekerja.

Allah ta‘ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ.

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl [16]: 90).

وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.

Dan berlaku adillah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah [60]:8), semakna dengan ini (QS. Al-Hujrat [49]:9).

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ  الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ  وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ.

"Celakalah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi." (QS. Al-Muṭaffifin [83]: 1–3).

Dari sahabat Anas bin Malik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا حَكَمْتُمْ فَاعْدِلُوا وَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا فَإِنَّ اللَّهَ مُحْسِنٌ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ.

"Jika kalian memutuskan perkara, maka berlaku adillah. Dan jika kalian membunuh (dalam hukum atau perang), maka lakukanlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Baik dan mencintai orang-orang yang berbuat baik." (HR. Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Ausath 5735, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 470).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah ta’ala berfirman:

 يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا.

“Wahai hambaku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku, dan Aku jadikan kezaliman itu haram di antara kalian. Maka janganlah kalian saling menzalimi.” (HR. Muslim 2577).

3.   Memperjelas ketentuan waktu yang disepakati.

Allah ta’ala menyebutkan hal ini:

 قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ. قَالَ ذٰلِكَ بَيْنِيْ وَبَيْنَكَۗ اَيَّمَا الْاَجَلَيْنِ قَضَيْتُ فَلَا عُدْوَانَ عَلَيَّ ۗوَاللّٰهُ عَلٰى مَا نَقُوْلُ وَكِيْلٌ.

Dia (Syuaib) berkata: "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah satu dari kedua anak perempuanku ini, dengan syarat kamu bekerja padaku selama delapan tahun. Jika kamu menyempurnakannya menjadi sepuluh tahun, maka itu dari kamu sendiri. Aku tidak ingin memberatkan kamu. Insya Allah kamu akan mendapati aku termasuk orang-orang yang baik." Dia (Musa) berkata, “Itu (perjanjian) antara aku dan engkau. Yang mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu yang aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan atas diriku (lagi). Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan.” (QS. Al-Qasas[28]:27-28).

Siapapun yang bekerja baik atas nama pribadi maupun lembaga hendaknya memperhatikan waktu-waktu yang telah disepakati, sekalipun pekerjaan tersebut borongan, hendaknya menyelesaikan pada waktu yang telah disepakati, ataupun menurut kebiasaan setempat.

4.   Menyegerakan upah dan tidak mengurangi yang sudah disepakati.

Jika pekerja sudah melakukan pekerjaannya hendaknya segera diberi upahnya.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ.

“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad (perjanjian).”
(QS. al-Maidah [5]: 1).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ.

“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah 2443, Baihaqi di dalam as-Sunan ash-Shagir 2161, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam shahihu al-Jami’ 1055).

ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ القِيَامَةِ: رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ.

“Tiga golongan yang aku akan menjadi lawannya pada hari kiamat:
Seorang lelaki yang berjanji atas nama-Ku lalu dia mengingkarinya, seorang lelaki yang menjual orang merdeka lalu memakan harganya,
seorang lelaki yang mempekerjakan seorang buruh, telah menyelesaikan pekerjaannya, tetapi tidak membayar upahnya.” (HR. Bukhari 2227).

5.   Menyimpan dan mengembangkan upah yang belum diambil.

Bila upah belum diambil hendaknya disimpankan, apabila lama tidak diambil hendaknya dikembangkan.

Disebutkan dalam sebuah hadits, Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَوْا المَبِيتَ إِلَى غَارٍ, فَدَخَلُوهُ فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهِمُ الغَارَ ... وَقَالَ الثَّالِثُ: اللَّهُمَّ إِنِّي اسْتَأْجَرْتُ أُجَرَاءَ فَأَعْطَيْتُهُمْ أَجْرَهُمْ غَيْرَ رَجُلٍ وَاحِدٍ تَرَكَ الَّذِي لَهُ وَذَهَبَ فَثَمَّرْتُ أَجْرَهُ حَتَّى كَثُرَتْ مِنْهُ الأَمْوَالُ فَجَاءَنِي بَعْدَ حِينٍ فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللَّهِ أَدِّ إِلَيَّ أَجْرِي, فَقُلْتُ لَهُ: كُلُّ مَا تَرَى مِنْ أَجْرِكَ مِنَ الإِبِلِ وَالبَقَرِ وَالغَنَمِ وَالرَّقِيقِ, فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللَّهِ لاَ تَسْتَهْزِئُ بِي, فَقُلْتُ: إِنِّي لاَ أَسْتَهْزِئُ بِكَ, فَأَخَذَهُ كُلَّهُ فَاسْتَاقَهُ فَلَمْ يَتْرُكْ مِنْهُ شَيْئًا, اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ فَخَرَجُوا يَمْشُونَ .

“Tiga orang dari umat sebelum kalian berangkat hingga mereka bermalam di sebuah gua. Lalu mereka masuk ke dalamnya. Tiba-tiba sebuah batu besar jatuh dari gunung dan menutup pintu gua...

Orang yang ketiga berkata: 'Ya Allah, sesungguhnya aku pernah mempekerjakan beberapa pekerja. Aku telah memberikan upah mereka, kecuali satu orang yang meninggalkan (haknya) dan pergi. Maka aku kembangkan upahnya itu hingga menghasilkan harta yang banyak.

Setelah sekian lama, ia datang kepadaku dan berkata: "Wahai hamba Allah, berikanlah upahku!" Maka aku berkata kepadanya: "Semua yang kamu lihat ini adalah hasil dari upahmu: unta, sapi, kambing, dan budak."

Ia pun berkata: "Wahai hamba Allah, janganlah engkau memperolok-olokku!" Aku berkata: "Aku tidak memperolok-olokmu." Lalu ia mengambil semuanya dan menggiringnya, tidak menyisakan sedikit pun.

Ya Allah, jika aku melakukan itu karena mengharap wajah-Mu, maka bebaskanlah kami dari apa yang kami alami ini.” Maka batu itu pun bergeser dan mereka pun keluar berjalan.” (HR. Bukhari 2272, Muslim 2743).

6.   Tidak membebani perkara yang tidak mampu dan berbahaya.

Allah ta’ala berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al-Baqarah[2]:286).

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ.

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-A’raf[7]:42).

Seorang majikan juga tidak boleh membebani pekerjaan yang membahayakan. Hal ini berdasarkan keumuman hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ.

“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh saling membahayakan.” (HR. Ahmad 2865, Ibn Majah 2341, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Sahihu al-Jami’ 7517).

Dari al-Ma‘rur bin Suwaid, ia berkata: Aku pernah bertemu dengan Abu Dzar di Rabdzah, dan saat itu dia mengenakan satu set pakaian (hullah), dan budaknya juga mengenakan satu set pakaian (hullah). Maka aku bertanya kepadanya tentang hal itu. Ia menjawab:
إِنِّي سَابَبْتُ رَجُلًا فَعَيَّرْتُهُ بِأُمِّهِ فَقَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا أَبَا ذَرٍّ أَعَيَّرْتَهُ بِأُمِّهِ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ جَعَلَهُمُ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُوَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ وَلاَ تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ.

"Aku pernah mencela seseorang dan mencacinya dengan menyebut ibunya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku: "Wahai Abu Dzar, apakah engkau mencelanya dengan menyebut ibunya? Sesungguhnya engkau adalah seorang yang masih memiliki sifat jahiliah. Saudara-saudara kalian adalah para pelayan kalian, yang Allah jadikan berada di bawah kekuasaan kalian. Maka barang siapa saudaranya berada di bawah kekuasaannya, hendaklah ia memberi makan kepadanya dari apa yang ia makan, dan memberi pakaian kepadanya dari apa yang ia pakai. Janganlah kalian membebani mereka dengan sesuatu yang mereka tidak mampu. Dan jika kalian membebani mereka, maka bantulah mereka." (HR. Bukhari, 30, 2545, Ahmad 21432).

7.   Meniatkan di dalam mempekerjakan orang lain untuk menolong.

Baik sebagai pekerja maupun pemilik usaha, hendaknya meniatkan untuk menolong orang lain, bukan semata-mata mencari keuntungan dunia semata.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا.

"Barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedang dia beriman, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik." (QS. Al-Isra’ [17]: 19).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ.

“Sayangilah penduduk bumi niscaya Yang di atas langit pun akan menyayangi kalian.” (HR. Tirmidzi 1924, Abu Dawud 4941, dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani di dalam shahihu al-Jami’ 3522).

Dari abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihih wa sallam bersabda:

بَيْنَا رَجُلٌ يَمْشِي فَاشْتَدَّ عَلَيْهِ العَطَشُ فَنَزَلَ بِئْرًا فَشَرِبَ مِنْهَا ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا هُوَ بِكَلْبٍ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ العَطَشِ فَقَالَ: لَقَدْ بَلَغَ هَذَا مِثْلُ الَّذِي بَلَغَ بِي فَمَلَأَ خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ ثُمَّ رَقِيَ فَسَقَى الكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنَّ لَنَا فِي البَهَائِمِ أَجْرًا قَالَ: فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ.

"Ketika seorang laki-laki sedang berjalan, lalu ia merasa sangat kehausan. Ia pun turun ke sebuah sumur dan meminum air darinya. Setelah keluar, ia melihat seekor anjing yang menjulurkan lidahnya dan menjilat tanah karena sangat haus. Laki-laki itu berkata: 'Sungguh anjing ini telah merasakan seperti apa yang aku rasakan tadi.' Maka ia pun mengisi sepatunya dengan air, lalu menggigitnya dengan mulutnya, naik (ke atas sumur), dan memberi minum anjing itu. Maka Allah berterima kasih kepadanya, lalu mengampuninya." Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah kami mendapat pahala karena (berbuat baik) kepada binatang?" Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Pada setiap yang mempunyai hati (nyawa) yang basah ada pahala.” (HR. Bukhari 2363, Muslim 2244, Abu Dawud 2550).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ.

"Dan Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya." (HR. Muslim 2699, Ahmad 7942, Ibnu Majah 225, Abu Dawud 4946, Tirmidzi 1425).

Membuka lapangan kerja untuk orang lain adalah amal kebaikan karena hal ini menolong orang tersebut dan keluarganya.

8.   Memberikan kesempatan dan mengarahkan mereka agar bisa beribadah dengan baik.

Jika seorang majikan berharap dan berusaha untuk mendapatkan surga maka para pekerja kita juga sama, mereka juga ingin masuk surga, oleh karena itu hendaknya para majikan memikirkan hal ini, tidak mengejar keuntungan semata.

Banyak para pengusaha tidak menaruh perhatian dalam masalah ini, para pekerja tidak disuruh shalat, puasa dan menuntut ilmu, seakan mereka hanyalah mesin-mesin pencetak uang, yang harus menguntungkan sebanyak-banyaknya.

Bahkan Sebagian pengusaha keberatan dengan ibadah-ibadah yang dilakukan karyawanya.

Hendaknya menolong mereka di dalam kebaikan, dan menjauhkan mereka dari azab nereka.

Allah ta’ala berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ.

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sungguh Allah sangat berat siksaan-Nya." (QS. Al-Maidah [5]:2).

ٱلْأَخِلَّآءُ يَوْمَئِذٍۢ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا ٱلْمُتَّقِينَ.

"Teman-teman akrab pada hari itu (hari Kiamat) sebagian menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa." (QS. Az-Zuhruf[43]: 67).

Hendaknya seorang penguasaha berkata kepada pekerjanya, “ Bekerjalah sunguh-sungguh, tetaplah menjaga ibadahmu baik shalat maupun puasa.”

Demikianlah sehingga kebaikan bukan hanya urusan dunia tapi juga menyangkut akhirat.

9.   Membuatnya senang baik dengan hadiah, fasilitas maupun lainya.

Para pekerja mereka juga membutuhkan kebahagiaan di dalam bekerja, bukan terpaksa, oleh karena itu jika pengusaha diberi kelonggaran hendaknya membahagiakan mereka, memberi makan, hadiah, rekreasi dan lainnya, karena mereka hakekatnya tidak lain adalah dari keturunan yang satu yaitu Adam ‘alaihi sallam.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍۖ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَاۖ وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءًۚ.

“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan (Allah) menciptakan pasangannya dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak...” (QS. An-Nisa’[4]:1).

Rasullulah shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda:

فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ، وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ، فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ.

“Barangsiapa ingin dijauhkan dari neraka dan masuk ke dalam surga, hendaknya ketika ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah, dan hendaknya ia berperilaku kepada orang lain sebagaimana ia senang diperlakukan oleh orang lain.” (HR. Muslim 1844).

كُنَّا جُلُوسًا مَعَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو إِذْ جَاءَهُ قَهْرَمَانٌ لَهُ فَدَخَلَ فَقَالَ: أَعْطَيْتَ الرَّقِيقَ قُوتَهُمْ قَالَ: لَا قَالَ: فَانْطَلِقْ فَأَعْطِهِمْ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ.

Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: Kami pernah duduk bersama Abdullah bin ‘Amr, lalu datang pelayannya kepadanya, maka ia pun masuk. Ia bertanya: Apakah engkau telah memberikan makanan pokok (kebutuhan) kepada para budakmu? Ia menjawab: Belum. Maka Abdullah berkata: Pergilah dan berikan kepada mereka, karena sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Cukuplah seseorang itu berdosa jika ia menahan (tidak memberi) makanan orang yang berada di bawah tanggungannya.  (HR Muslim 996, Abu Dawud 1692).

تَهَادَوْا تَحَابُّوا.

“Salinglah memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad 594, Baihaqi 41 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Irwa’ 1601).

10.                     Mendengarkan keluhan dan bermusyawarah dengan mereka.

Banyak para pengusaha yang tidak perduli dengan pekerjanya, sehingga mereka bekerja tidak lagi dengan hati dan kecintaan melainkan dengan keterpaksaan dan kebencian.

Mengatasi hal seperti ini hendaknya bermusyawarah agar mendapatkan kesepakatan.

Allah ta’ala berfirman:

وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ.

“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang bertawakal.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 159)

وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ.

"Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka." (QS. Asy-Syura [42]: 38).

Adapun faedah bermusyawarah sangat banyak, di antaranya:

1)   Menghindari perselisihan dan konflik.

2)   Menciptakan suasana kerja yang nyaman.

3)   Menumbuhkan rasa saling menghargai.

4)   Memperjelas hak dan kewajiban kedua belah pihak.

5)   Meningkatkan produktivitas kerja karena adanya saling pengertian.

Namun jika memang tidak ada titik temu hendaknya bersikap saling menghargai.

Demikianlah semoga bermanfa’at.

 

-----000-----


Sragen 10-06-2025

Junaedi Abdullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUD AQIDATAKA BAB 5 SOAL: 3 FENOMENA KESYIRIKAN PADA MASYARAKAT.

  BAB 5 SYIRIK BESAR. SOAL: 3 FENOMENA KESYIRIKAN PADA MASYARAKAT.   م - هَلِ الشِّرْكُ مَوْجُودٌ فِي هٰذِهِ الأُمَّةِ . Soal: A...