Hati merupakan cerminan bagi seorang muslim, Allah
meletakkannya di dalam jasad, namun apa yang keluar dari lisan seseorang dapat
menggambarkan cerminan hati seseorang, karena lisan tak ubahnya seperti teko
yang mengeluarkan apa yang ada di dalamnya.
Di dunia orang yang bersih hatinya akan merasakan lapangan
dadanya, tenang, tentram dan damai, di mana semua itu sebuah nikmat yang sangat
besar.
Allah ta’ala berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ
فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟
هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ.
Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya,
hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (QS. YUnus [10]:58).
Adapun diakhirat Allah ta’ala sebutkan tentang hati bersih.
Allah ta’ala berfirman:
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ . إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ.
"(Yaitu)
pada hari ketika tidak berguna (lagi) harta dan anak-anak. Kecuali, orang yang menghadap Allah dengan
hati yang bersih. (QS. Asy- Syu’ara [26]:88-89).
Allah
ta’ala juga berfirman:
قَدْ
أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا . وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا٠
"Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu)
dan sungguh rugi orang yang mengotorinya." (QS. As-Syams [91]:9-10).
Allah ta’ala melihat hati-hati kita bukan jasad dan hartanya.
Dari Abu
Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ
وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ.
“Sesungguhnya Allah tidak memperhatikan rupa dan harta
kalian. Akan tetapi yang Allah lihat adalah hati dan amal kalian” (HR. Muslim
2564).
Sebaliknya orang yang hatinya sakit, hidupnya akan
susah, sempit, galau, depresi dan tidak jarang yang mengalami stress.
5 penyakit hati yang berbahaya:
1. Riya' (pamer)
2. Hasad, iri, dengki.
3. Ujub, (Rasa Bangga Diri)
4. Sum’ah (Ingin didengar).
5. Sombong.
Pertama: Riya’.
Penyakit riya
adalah penyakit yang sangat berbahaya, dimana pelakunya tidak menyadari amal
perbuatannya bisa hangus tak tersisa karena pelaku riya’ akan terus memamerkan
amalnya agar dipuji, disanjung dan mendapatkan kedudukan di hati manusia. Dia
tidak akan mendapat ganjaran kebaikan dari Allah, dan tidak pula dari
orang-orang yang memujinya, karena yang berhak memberi balasan hanya Allah
saja.
Allah ta’ala berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا
لَا يُبْخَسُونَ. أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا
النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.
“Barangsiapa
menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan)
penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia
tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di
akhirat kecuali neraka, dan terhapuslah di sana apa yang telah mereka usahakan
(di dunia) dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan . (QS. Hud[11]:15-16).
Ibnu Katsir menyebutkan, Ibnu Abbas berkata,
“Sesungguhnya orang-orang yang suka riya (pamer dalam amalnya), maka pahala
mereka diberikan di dunia ini.” Mujahid dan lain-lainnya mengatakan bahwa ayat
ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang suka riya. (Tafsir Ibnu Katsir,
QS. Hud [11]:15-16).
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ
عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ الرِّيَاءُ ، يَقُوْلُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
إِذَا جَزَى النَّاسَ بِأَعْمَالِهِمْ : اذْهَبُوْا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاؤُوْنَ
فِيْ الدُّنْيَا ، فَانْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ عِنْدَهُمْ جَزاَءً.
“Sesungguhnya yang
paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya’. Allah akan
mengatakan kepada mereka pada hari Kiamat tatkala memberikan balasan atas
amal-amal manusia “Pergilah kepada orang-orang yang kalian berbuat riya’ kepada
mereka di dunia. Apakah kalian akan mendapat balasan dari sisi mereka?” (HR
Ahmad 23630, Tabrani 4301, di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahiihah
951).
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman dalam hadits Qudsi :
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ
عَنِ الشِّرْكِ ، مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِيْ غَيْرِيْ ، تَرَكْتُهُ
وَ شِرْكَهُ.
“Aku adalah sekutu yang Maha Cukup, sangat menolak
perbuatan syirik. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang dicampuri dengan
perbuatan syirik kepadaKu, maka Aku tinggalkan dia dan (Aku tidak terima) amal
kesyirikannya” (HR Muslim 2985 dan Ibnu Majah 4202).
Kebiasaan pamer ini banyak sekali:
·
Pamer harta.
·
Pamer keluarga yang sukses.
·
Pamer amalan.
·
Pamer pasangan.
Tanda orang yang riya yaitu:
1)
Kalau beribadah sendiri malas, tapi kalau bersama-sama
orang banyak dibagus-baguskan.
Ibnu Qudamah al Maqdisi rahimahullah (wafat tahun 689
H) menjelaskan dalam kitabnya, Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm. 288:
“Adakalanya seseorang berada di tengah orang-orang yang tekun beribadah. Ia
melakukan shalat hampir sebagian besar malam karena kebiasaan mereka adalah
bangun malam. Dia pun mengikuti mereka melaksanakan shalat dan puasa. Andaikata
mereka tidak melaksanakan shalat malam, maka iapun tidak tergugah untuk
melakukan kegiatan itu. Mungkin ada yang menganggap bahwa kegiatan orang itu
termasuk riya’, padahal tidak demikian sebenarnya, bahkan hal itu perlu
dirinci. Setiap orang mukmin tentunya ingin banyak beribadah kepada Allah,
tetapi kadang-kadang ada satu dua hal yang menghambat atau yang melalaikannya.
2)
Bersemangat apabila dipuji, kecewa dan berhenti jika
dicela.
3)
Sibuk mencari keridhan manusia tidak mencari keridhan
Allah.
4)
Mencampuradukkan kebaikan dengan kebatilan agar semua
orang menerima.
5)
Hatinya sempit apabila yang dibanggakan belum diketahui
manusia.
Orang yang pertama dimasukkan
kedalam neraka adalah orang-orang yang beramal mulia dan sangat besar.
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu
‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
إِنَّ اَوَّلَ النَّاسِ
يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ
نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَّى
اسْتُشْهِدْتُ قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ ِلأَنْ يُقَالَ جَرِيْءٌ, فَقَدْ
قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ,
وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ اْلقُرْآنَ فَأُُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ
نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ
وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ اْلقُرْآنَ, قَالَ:كَذَبْتَ, وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ
الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ وَقَرَأْتَ اْلقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِىءٌ ، فَقَدْ
قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ,
وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَاَعْطَاهُ مِنْ اَصْْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ
بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: مَاتَرَكْتُ
مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيْهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيْهَا لَكَ, قَالَ:
كَذَبْتَ ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيْلَ, ثُمَّ أُمِرَ
بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ.
“Sesungguhnya
manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di
jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan
(yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya :
‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : ‘Aku
berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman
: ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani.
Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan
(malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu
dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang
yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al Qur`an. Ia didatangkan
dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya.
Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan
kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya,
serta aku membaca al Qur`an hanyalah karena engkau.’ Allah berkata : ‘Engkau
dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan
engkau membaca al Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca al
Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian
diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam
neraka. Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki
dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya
kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah
bertanya : ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia
menjawab : ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang
Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’
Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya
dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan
(tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya
dan melemparkannya ke dalam neraka.” (HR. Muslim 1905).
Demikianlah bahayanya riya.
Kedua: Hasad, iri, dengki.
Perkataan jumhur ulama di atas diungkapkan oleh Syaikh
Musthafa Al-‘Adawi hafizhahullah,
الحَسَدُ هُوَ تَمَنَّى زَوَالَ النِّعْمَةِ عَنْ صَاحِبِهَا
“Hasad adalah menginginkan hilangnya nikmat yang ada
pada orang lain.” (At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Juz ‘Amma fii Sual wa Jawab,
hlm. 720)
Hasad menurut Ibnu Taimiyah adalah,
الْحَسَدَ هُوَ الْبُغْضُ وَالْكَرَاهَةُ لِمَا يَرَاهُ مِنْ حُسْنِ حَالِ
الْمَحْسُودِ
“Hasad adalah membenci dan tidak suka terhadap keadaan
baik yang ada pada orang yang dihasad.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:111).
Hasad, iri, dengki merupakan sifat orang-orang yahudi.
Allah ta’ala berfirman:
وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ
عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّـهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّـهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.
“Banyak dari kalangan ahli kitab yang menginginkan agar mereka
dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki
(yang timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.
Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintahNya.
Sungguh Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah[2]:
109).
Dari Abu Hurairah berkata, Rasullullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَحَاسَدُوْا ، وَلاَ تَنَاجَشُوْا ، وَلاَ تَبَاغَضُوْا ، وَلاَ
تَدَابَرُوْا ، وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ ، وَكُوْنُوْا عِبَادَ
اللهِ إِخْوَانًا ، اَلْـمُسْلِمُ أَخُوْ الْـمُسْلِمِ ، لاَ يَظْلِمُهُ ، وَلاَ يَخْذُلُهُ
، وَلاَ يَحْقِرُهُ ، اَلتَّقْوَى هٰهُنَا ، وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
، بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْـمُسْلِمَ ، كُلُّ الْـمُسْلِمِ
عَلَى الْـمُسْلِمِ حَرَامٌ ، دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ.
“Kalian jangan saling mendengki, jangan saling najasy,
jangan saling membenci, jangan saling membelakangi ! Janganlah sebagian kalian
membeli barang yang sedang ditawar orang lain, dan hendaklah kalian menjadi
hamba-hamba Allâh yang bersaudara. Seorang muslim itu adalah saudara bagi
muslim yang lain, maka ia tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, dan
menghinakannya. Takwa itu disini –beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali-.
Cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim.
Setiap orang Muslim, haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya atas muslim
lainnya.” (HR. Muslim 2564, Ahmad 7727 Abu Dawud 2205).
Perlu di ketahui hasad adalah penyakit hati yang
menyiksa pelakunya, sangat tercela dan bertentangan dengan akhlaq yang mulia.
Adapun cara untuk menghilangkan tersebut:
1) mengingat tujuan hidup kt yaitu untuk ibadah, bkn
saling berbanyak harta, bersaing dlm kedudukan dll.
2) kl seandainya yg kita hasadti orang yang
berharta dan mulia dalam agama, bknkah hartanya merupakan sebaik baik harta yg
memberi manfaat bagi kaum muslimin termasuk kita?. Knp kt hrs hasad pd orang
mulia seperti ini.
3) seandainya yg kita hasadti seorang muslim kaya
tapi fasiq, ketahuilah bahwasanya dia akan di susahkan dengan hisabnya, dan di
siksa dengan di setrika di punggung punggung mereka dgn harta mereka lantaran
tidak menunaikan haknya, knp kita hasad pd orang yg akan mendapatkan siksaan.
4) seandainya yg kita hasadti orang kafir yg banyak hartanya ketahuilah dia
tidak lama tinggal di dunaia dan segera meninggalkan hartanya, tinggallah siksa
neraka selama lamanya, untuk apa kita hasad pd orang yang akan dibakar di
neraka...?
5) hendaknya kita mengingat kl
kita hasad tidak akan bisa merubah kenikmatan yg Allah berikan pada orang yg
kita hasad.
6) kl kita hasad pada seseorang
kita sama saja menyangkal Allah, seakan berkata" knp engkau beri dia knp
tidak kepadaku." Padahal blm tentu nikmat yg di terima orang yg di hasadti
lebih besar dari yg diterima, seperti besarnya nikmat islam, iman, mengenal
sunnah dan lain lain, yg mn ini lebih mulia dari pada harta dan kedudukan.
7) kl kita hasad pada seseorang kita juga mau
menerima apapun yg terjadi pada yg kita hasadti, baik kesushan yg panjang, dan
memungkinkan taqdir yg menyedihkan, tentu kita tdk mau.
8) hasad diantara sifat yahudi yg Allah cela
bacalah kitabmu. Qs Al Baqarah (2): 109.
9) hasad sebuah penyakit, jk kita telah mengetahui
knp harus di pelihara, tentu ini sangat bertentangan dengan akal sehat.
10) tatkala kita sulit untuk menghilangkan sifat
buruk ini ketahuilah hati kita diantara jemari Allah, kita memohon kpd Allah
agar di jauhkan dari sifat buruk ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar