BAB 5
SYIRIK BESAR.
SOAL: 6
APAKAH
ORANG MATI DAPAT MENDENGAR
س ٦-
هَلْ يَسْمَعُ الأَمْوَاتُ الدُّعَاءَ .
Soal 6: Apakah orang yang telah mati
dapat mendengar doa..?
ج ٦ - لَا يَسْمَعُوْنَ
Jawab: Tidak dapat mendengar.
قَالَ الله :
Allah ta’ala berfirman:
{ إِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى } سورة
النَّمْلِ :٨٠
"Sesungguhnya kamu tidak dapat
menjadikan or-ang-orang yang sudah mati itu mendengar." (Surat An-Naml
ayat 80)
{ وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِي
الْقُبُورِ } سورة فَاطِر : ٢٢
"Dan kamu sekali-kali tiada
sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar."(Surat
Fathir ayat 22)
-----000-----
Penjelasan:
1. Perbedaan
pendapat para ulama tentang masalah ini ada beberapa pendapat:
1)
Orang mati tidak bisa mendengar
secara mutlak (sama sekali).
2)
Orang mati dapat mendengar secara
mutlak.
3)
Orang mati hanya bisa mendengar
pada sebagian keadaan saja, tidak secara mutlak.
Pendapat (1).
Ulama yang mengatakan bahwa orang mati tidak
dapat mendengar secara mutlak adalah pendapat sebagian sahabat, di antaranya
Aisyah, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, radhiyallahu’ahum. Ini juga
merupakan pendapat jumhur ulama mazhab, dan ulama-ulama sekarang seperti Syaikh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, dan
Syaikh al-Albani, dan Syaikh Jamil Zainu di sini.
Mereka berdalil dengan firman Allah
ta’ala:
إِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى.
"Sesungguhnya kamu tidak dapat
menjadikan orang-orang yang sudah mati itu mendengar." (QS. An-Naml[27]:
80).
وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِي الْقُبُورِ .
"Dan kamu sekali-kali tiada
sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar."(QS.Fathir[35]:
22).
فَإِنَّكَ لَا تُسْمِعُ
الْمَوْتَى.
“Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup
menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar” (QS. Ar-Ruum[30]: 52).
Dan dalil dari As-Sunnah, di antaranya
hadits dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ لِلَّهِ
مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الْأَرْضِ يُبَلِّغُونِي مِنْ أُمَّتِي السَّلَامَ
“Sesungguhnya Allah ta’ala memiliki
Malaikat yang beterbangan di muka bumi untuk menyampaikan salam umatku
kepadaku” (HR. an-Nasa’i 1282, Shahih
Ibnu Hibban 9114, dishahihkan Syaikh al-Albani dalam al-Misykah 524).
Hadits ini menunjukkan bahwa beliau
shallallahu’alaihi wa sallam tidak bisa mendengar salam kaum muslimin setelah beliau
meninggal. Oleh karena itu Allah menyampaikan salam kaumnya melalui para
malaikat.
عَنِ ابْنِ
عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: وَقَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَلَى قَلِيبِ بَدْرٍ فَقَالَ: هَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ
حَقًّا, ثُمَّ قَالَ: إِنَّهُمُ
الآنَ يَسْمَعُونَ مَا أَقُولُ, فَذُكِرَ
لِعَائِشَةَ, فَقَالَتْ: إِنَّمَا
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّهُمُ الآنَ لَيَعْلَمُونَ
أَنَّ الَّذِي كُنْتُ أَقُولُ لَهُمْ هُوَ الحَقُّ ثُمَّ قَرَأَتْ {إِنَّكَ لاَ تُسْمِعُ
المَوْتَى} [النمل: 80] حَتَّى قَرَأَتْ الآيَةَ
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam berdiri di atas sumur-sumur Badr (yang merupakan kuburan orang Quraisy),
kemudian Beliau bersabda: “Bukankah kalian mendapati apa yang telah dijanjikan
Rabb ternyata benar adanya?”. Kemudian Beliau bersabda lagi: “Sesungguhnya
sekarang mereka mendengar apa yang aku katakan”. Hal ini dikabarkan kepada
‘Aisyah, lalu ia berkata: “Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
hanyalah bersabda: “Sesungguhnya mereka sekarang mengetahui apa yang dulu aku
katakan kepada mereka adalah benar”. Kemudian ‘Aisyah membaca ayat :
“Sesungguhnya kamu tidak mampu menjadikan orang-orang mati mampu mendengar”
(QS. An-Naml: 80), sampai akhir ayat (HR. al-Bukhari 3980).
Pendapat (2).
Mereka berpendapat orang yang telah mati
dapat mendengar secara mutlak, memahami ayat dan hadits, mereka berpandangan,
jika orang mati bisa mendengar berarti mereka mendengar selamanya.
Sebagian mereka juga berpendapat bahwa
arwah-arwah tersebut dapat melihat keluarganya. (lihat kitab al-Kubur, Ibnu Abi
Dunia).
Ibnu Katsir juga membawakan kisah-kisah
yang banyak dari mimpi-mimpi yang
berasal dari kitab al-Kubur, (lihat tafsir Ibnu Katsir QS. Ar-Rum[30]:52)
Adapun Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani
beliau mengatakan:
لَمْ أَرَ مَنْ صَرَّحَ بِأَنَّ الْمَيِّتَ يَسْمَعُ سَمَاعًا مُطْلَقًا كَمَا
كَانَ شَأْنُهُ فِي حَيَاتِهِ وَلَا أَظُنُّ عَالِمًا يَقُولُ بِهِ.
“Saya tidak mengetahui ada ulama yang
berpendapat bahwa orang mati bisa mendengar secara mutlak sebagaimana ketika ia
masih hidup. Setahu saya tidak ada ulama yang berpendapat demikian.” (al-Ayatu
al-Bayyinah, 3/773, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).
Pendapat (3).
Ulama yang mengatakan bahwa orang mati
hanya bisa mendengar pada sebagian keadaan saja sebagaimana yang Allah
kehendaki, tidak secara mutlak. Di antara yang berpendapat demikian adalah sahabat
Abdullah bin Umar, Ibnu Jarir ath-Thabari, Ibnu Qutaibah, Ibnul Qayyim, dan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Mereka
berdalil dengan firman Allah ta’ala:
إِن تَدْعُوهُمْ لَا
يَسْمَعُوا دُعَآءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا ٱسْتَجَابُوا لَكُمْ.
“Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada
mendengar seruanmu; dan sekiranya mereka mendengar, mereka tidak dapat
memperkenankan permintaanmu.” (QS. Fathir[35]: 13-14).
Allah tidak mengingkari dengan
firmannya,
وَلَوْ سَمِعُوا مَا ٱسْتَجَابُوا
لَكُمْ .
“Dan andaikan mereka mendengar, mereka
tidak dapat memperkenankan permintaanmu.” (QS. Fathir[35]: 14).
Ayat ini menunjukkan adakalannya mereka
tidak mendengar adakalanya mereka mendengar sesuai kehendak Allah.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berbicara dengan orang musyrik yang terbunuh di perang Badar, kemudian
di masukkan ke dalam sumur Badar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
وَجَدْتُمْ مَا
وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا فَقِيلَ لَهُ: تَدْعُو أَمْوَاتًا فَقَالَ: مَا أَنْتُمْ
بِأَسْمَعَ مِنْهُمْ وَلَكِنْ لاَ يُجِيبُونَ.
“Apakah kalian telah mendapatkan apa
yang dijanjikan Rabb kalian itu benar? kemudian di katakan kepada Rasulullah,
apakah engkau mengajak bicara orang yang telah mati (ya Rasulullah), maka
Rasulullah berkata, “Tidaklah kalian lebih mendengar apa yang aku katakan
daripada mereka, akan tetapi mereka tidak mampu menjawab.“ (HR. Bukhari 1370, Ahmad
14064).
Dalil yang lain di antaranya adalah hadits
Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّ العَبْدَ
إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ أَصْحَابُهُ وَإِنَّهُ لَيَسْمَعُ
قَرْعَ نِعَالِهِمْ أَتَاهُ مَلَكَانِ فَيُقْعِدَانِهِ.
“Sesungguhnya seorang hamba apabila
telah selesai dikuburkan, dan orang-orang mulai pergi dari kuburnya, maka ia
akan mendengar suara hentakan sandal mereka. Setelah itu akan datang dua
Malaikat“ (HR. Al-Bukhari 1374, Muslim
2870, Ahmad 12270, Abu Dawud 3231).
Hadis ini menyebutkan bahwa orang yang
mati dapat mendengar suara sandal-sandal para pengantarnya. Ini menunjukkan
bahwa ia tidak mendengar segala hal dan tidak bisa mendengar secara mutlak.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah mengatakan:
فَهَذِهِ
النُّصُوصُ وَأَمْثَالُهَا تُبَيِّنُ أَنَّ الْمَيِّتَ يَسْمَعُ فِي الْجُمْلَةِ
كَلَامَ الْحَيِّ وَلَا يَجِبُ أَنْ يَكُونَ السَّمْعُ لَهُ دَائِمًا بَلْ قَدْ
يَسْمَعُ فِي حَالٍ دُونَ حَالٍ.
“Maka nash-nash (dalil) ini dan semisalnya
menjelaskan bahwa orang mati pada dasarnya dapat mendengar ucapan orang yang
hidup. Namun, tidak mesti pendengarannya itu berlangsung terus-menerus, akan
tetapi bisa jadi ia mendengar dalam suatu keadaan dan tidak mendengar dalam
keadaan yang lain.” (Majmu’ Al-Fatawa, 24/364).
2. Orang Mati Mendapatkan
Manfaat Dari Orang Yang Masih Hidup.
Orang beriman dapat memberikan manfaat kepada saudaranya yang
beriman lainnya, meskipun mereka sudah meninggal, hal ini sebagaimana yang
ditulis Syaikh al-Albani di dalam kitabnya “Ahkamu al-Janaiz”, adapun yang
dapat memberikan manfaat orang yang sudah meninggal di antaranya:
1) Menyolatkan.
Dalam riwayat lain dari Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma:
مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ
فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلًا لَا يُشْرِكُونَ بِاللَّهِ
شَيْئًا إِلَّا شَفَّعَهُمُ اللَّهُ فِيهِ.
“Tidaklah seorang muslim meninggal lalu dishalatkan jenazahnya
oleh 40 orang lelaki yang tidak mempersekutukan
Allah dengan sesuatu pun, melainkan Allah akan memberi
syafaat mereka bagi si mayit.”
(HR. Muslim 948).
Tidak boleh menyolatkan orang kafir.
Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تُصَلِّ عَلَى
أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ.
“Dan
janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di
antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya
mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan
fasik.” (QS. At-Taubah [9]:84).
2) Mendoakan.
Allah melarang orang beriman mendoakan orang kafir.
Allah
ta’ala berfirman:
اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ
لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ
كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ.
(Sama
saja) engkau (Nabi Muhammad) memohonkan ampunan bagi mereka atau tidak
memohonkan ampunan bagi mereka. Walaupun engkau memohonkan ampunan bagi mereka
tujuh puluh kali, Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Demikian itu
karena mereka kufur kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah tidak akan memberi
petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. At-Taubah [9]:80).
اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ
أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي.
"Aku meminta izin kepada
Rabb-ku untuk memintakan ampunan bagi ibuku, namun aku tidak diizinkan
melakukannya. (HR. Muslim 976, Ahmad 988, Ibnu Majah 1572).
Adapun
orang yang beriman mereka diperintahkan mendoakan saudaranya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah didatangi malaikat jibril dan diperintahkan agar mendoakan kepada
penghuni kubur Baqi:
إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ
الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ.
“Tuhanmu
memerintahkanmu agar mendatangi ahli kubur baqi’ agar engkau memintakan ampunan
buat mereka.” (HR. Muslim 974).
Termasuk dalam hal
ini anak yang shalih sangat memberi manfaat bagi orang tuannya.
Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ
الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو
لَهُ.
"Apabila manusia itu
meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan
kepadanya." (HR. Muslim 1631, Tirmidzi 1376).
إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ
الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ, وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ.
“Sesungguhnya yang paling baik dari
makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil
jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud 3528, Baihaqi 15743, Ibnu Majah 2290,
dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih Ibnu Majah 2137).
Tidak boleh disamakan
antara mengirim pahala dengan menghadiahkan pahala kepada penghuni kubur,
karena mendoakan dengan mengirimkan pahala itu berbeda, adapun mengirim pahala
bisa berupa pahala bacaan Al Qur’an seperti yang dilakukan Sebagian kaum
Muslimin, disebut “khususan ila ruhi fulan”
Allah ta’ala
berfirman:
وَأَنْ
لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى.
“Dan
bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.” (QS. An-Najm[53]: 39).
Yaitu
sebagaimana tidak dibebankan kepadanya dosa orang lain, maka demikian pula dia
tidak memperoleh pahala kecuali dari apa yang diupayakan oleh dirinya sendiri,
adapun anak merupakan usaha dari orang tua.
Berdasarkan
ayat ini Imam Syafi’i dan para pengikutnya menyimpulkan bahwa bacaan Al-Qur'an
yang dihadiahkan kepada mayat tidak dapat sampai karena bukan termasuk amal
perbuatannya dan tidak pula dari hasil upayanya. (Tafsir Ibnu Katsir, QS,
An-Najm [53]:39).
3) Membayarkan hutangnya.
Allah ta’ala berfirman:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ
رَجُلًا قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِيَ ثُمَّ قُتِلَ ثُمَّ أُحْيِيَ
ثُمَّ قُتِلَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى
يُقْضَى دَيْنُهُ .
“Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, seandainya seorang laki-laki
terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu dia terbunuh lagi dua
kali, dan dia masih punya hutang, maka dia tidak akan masuk surga sampai
hutangnya itu dilunasi.” (HR.
Nasai 4684, Baihaqi 10693 di hasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam Shahih
At-Targhib wa Tarhib 1804)
نَفْسُ
الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ.
“Jiwa seorang mukmin tergantung
karena hutangnya, sampai hutang itu dilunaskannya.” (HR. Abu Dawud 2512,
Tirmidzi 1078 di Shahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Miskah 2915).
4)
Menunaikan wasiatnya.
Apabila
orang tua berwasiat yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah
hendaknya ditunaikan. Allah ta’ala berfirman:
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ
خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا
عَلَى الْمُتَّقِينَ . فَمَنْ بَدَّلَهُ
بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ إِنَّ
اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ.
“Diwajibkan atasmu, apabila seorang di
antara kamu mendapatkan (tanda-tanda) kematian, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. Barangsiapa
mengubahnya (wasiat itu), setelah mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya hanya
bagi orang yang mengubahnya. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah[2]:180-181).
Dan dari ‘Abdillah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُوصِي فِيهِ يَبِيتُ
لَيْلَتَيْنِ إِلاَّ وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ.
“Seorang muslim tidak layak memiliki sesuatu yang harus ia
wasiatkan, kemudian ia tidur dua malam, kecuali jika wasiat itu tertulis di
sampingnya.” (HR. Bukhari 2738, Abu Dawud 2862).
Hendaknya seorang muslim menulis wasiatnya
terlebih dalam perkara yang sifatnya wajib untuk di tunaikan seperti hutang dan
lain-lain. Begitupula orang yang menunaikan wasiat tersebut tidak boleh
mengganti wasiat trsebut sesuai kehendaknya.
5) Menggantikan puasanya.
Dalil dari pendapat ini adalah hadits ‘Aisyah radiyallahu ‘anha:
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ.
“Barang siapa meninggal masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya
menggantikan puasanya.” (HR. Bukhari 1952, Muslim 1147, Ibnu Hibban 3569)
6) Membayarkan nadzarnya.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ.
“Sesungguhnya ibuku telah meninggalkan dunia namun dia memiliki
nadzar (yang belum ditunaikan).” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas
mengatakan:
اقْضِهِ عَنْهَا.
“Tunaikanlah
nadzar ibumu.” ( HR. Bukhari 2761, Abu Dawud 3307).
7)
Menziarahi kuburnya dan mengucapakan
salam.
Disyariatkan berziarah kubur dan
mengucapkan salam kepada penghuni kubur.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
Dari Buraidah Ibnul
Hushaib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ
فَزُورُوهَا.
“Dahulu aku melarang kalian
berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah” (HR. Muslim 1977).
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ
الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ
لَلَاحِقُونَ أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ.
"Keselamatan kepada penghuni
kubur dari kaum mukminin dan muslimin, kami InsyaAllah akan menyusul kalian
semua. Aku memohon keselamatan kepada Allah untuk kami dan dan kalian
semua." (HR. Muslim 975).
3.
Berjumpanya ruh orang beriman
yang masih hidup dan yang sudah mati.
Perjumpaan ruh orang yang masih hidup
dengan orang yang telah mati bisa terjadi ketika tidur.
Allah ta’ala berfirman:
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا
وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا
الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ
لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ.
“Allah memegang jiwa (orang) ketika
matinya dan (memegang) ruh (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia menahan
ruh (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan ruh yang
lain sampai waktu yang ditetapkan...” (QS. Az-Zumar [39]: 42).
Ibnu Katsir berkata: “Sebagian ulama dahulu mengatakan bahwa arwah
orang-orang yang mati dicabut bila mereka mati, begitu pula arwah orang-orang
yang hidup dicabut bila mereka tidur, lalu mereka saling kenal menurut apa yang
telah dikehendaki oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
{فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى
عَلَيْهَا الْمَوْتَ}
maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan
kematiannya. (Az-Zumar [39]: 42).
Yakni arwah orang yang telah mati dan melepaskan arwah orang yang hidup
sampai waktu yang ditentukan. As-Saddi mengatakan sampai tiba saat ajalnya.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa Allah menahan jiwa orang
yang telah mati dan melepaskan jiwa orang yang hidup, dan tidak pernah terjadi
kekeliruan dalam hal ini. (Tafsir Ibnu Katsir [39]:42).
Ibn ‘Abbas dan selainnya dari kalangan
mufassir berkata:
إِنَّ
أَرْوَاحَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ تَلْتَقِي فِي الْمَنَامِ فَتَتَعَارَفُ
مَا شَاءَ اللَّهُ مِنْهَا فَإِذَا أَرَادَ جَمِيعُهَا الرُّجُوعَ إِلَى
الْأَجْسَادِ أَمْسَكَ اللَّهُ أَرْوَاحَ الْأَمْوَاتِ عِنْدَهُ وَأَرْسَلَ
أَرْوَاحَ الْأَحْيَاءِ إِلَى أَجْسَادِهَا.
Sesungguhnya ruh orang-orang yang hidup dan
yang mati bertemu dalam mimpi, lalu saling mengenal sesuai dengan kehendak
Allah. Jika semuanya hendak kembali ke jasad, maka Allah menahan ruh-ruh orang
yang telah mati di sisi-Nya, dan mengembalikan ruh-ruh orang yang masih hidup
ke jasad mereka. (Tafsir al-Qurtubi, QS. Az-Zumar[39]:42).
Sebuah kisah nyata yang dialami salah
seorang sahabat
Kejadian ini pernah dialami sahabat
yang dijamin masuk surga karena kerendahan hatinya yaitu sahabat Tsabit bin
Qois radhiyallahu ‘anhu. Peristiwa ini terjadi ketika perang Yamamah, sahabat
menyerang nabi palsu Musailamah Al-Kadzab di zaman Abu Bakr. Dalam peperangan
itu, Tsabit termasuk sahabat yang mati syahid. Ketika itu, Tsabit memakai baju
besi yang bernilai harganya.
Sampai akhirnya lewatlah seseorang
dan menemukan jasad Tsabit. Orang ini mengambil baju besi Tsabit dan membawanya
pulang. Setelah peristiwa ini, ada salah seorang mukmin bermimpi, dia didatangi
Tsabin bin Qois. Tsabit berpesan kepada si Mukmin dalam mimpi itu:
“Saya wasiatkan kepada kamu, dan
jangan kamu katakan, ‘Ini hanya mimpi biasa yang tak nyata’ kemudian kamu tidak
mempedulikannya. Ketika saya mati, ada seseorang yang melewati jenazahku dan
mengambil baju besiku. Tinggalnya di paling pojok sana. Di kemahnya ada kuda
yang dia gunakan membantu kegiatannya. Dia meletakkan wadah di atas baju besiku,
dan diatasnya ada pelana. Datangi Khalid bin Walid, minta beliau untuk
menugaskan orang agar mengambil baju besiku. Dan jika kamu bertemu Khalifah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Abu Bakr), sampaikan bahwa saya punya
tanggungan utang sekian dan punya piutang macet sekian. Sementara budakku
fulan, statusnya merdeka. Sekali lagi jangan kamu katakan, ‘Ini hanya mimpi
biasa kemudian kamu tidak mempedulikannya.”
Setelah bangun, orang inipun menemui
Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu dan menyampaikan kisah mimpinya bertemu
Tsabit. Sang panglima, Khalid bin Walid mengutus beberapa orang untuk mengambil
baju besi itu, dia memperhatikan kemah yang paling ujung, ternyata ada seekor
kuda yang disiapkan. Mereka melihat isi kemah, ternyata tidak ada orangnya.
Merekapun masuk, dan langsung menggeser pelana. Ternyata di bawahnya ada wadah.
Kemudian mereka mengangkat wadah itu, ketemulah baju besi itu. Merekapun
membawa baju besi itu menghadap Khalid bin Walid.
Setelah sampai Madinah, orang itu
penyampaikan mimpinya kepada Khalifah Abu Bakr As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu,
dan beliau membolehkan untuk melaksanakan wasiat Tsabit tersebut. Para sahabat
mengatakan, “Kami tidak pernah mengetahui ada seorangpun yang wasiatnya
dilaksanakan, padahal baru disampaikan setelah orangnya meninggal, selain
wasiat Tsabit bin Qais. (HR. Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwah 2638 dan Bushiri
dalam Al-Ittihaf 3010, Al-Jumu‘ al-Bahiyyah tentang Akidah Salafiyah yang
disebutkan oleh al-‘Allamah asy-Syinqiṭi dalam tafsirnya Aḍwa’ al-Bayan 2596, Abu al-Mundzir Mahmud bin Muhammad bin Mustafa bin ‘Abd
al-Lathif al-Minyawi).
4. Orang
meninggal tidak akan dapat Kembali lagi.
Allah mengingkari permintaan orang
mati untuk dikembalikan ke dunia
حَتَّى إِذَا
جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ . لَعَلِّي أَعْمَلُ
صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ
وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ.
(Demikianlah Keadaan orang-orang
kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, Dia
berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku bisa berbuat amal
yang saleh yang telah aku tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu
adalah Perkataan yang dia ucapkan saja. dan di hadapan mereka ada dinding
sampal hari mereka dibangkitkan. (QS. Al-Mukminun[23]: 99 – 100).
Dalam sebuah riwayat, seorang tabiin
bernama Masruq pernah bertanya kepada sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
tentang tafsir firman Allah:
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ
اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ.
“Janganlah kamu mengira bahwa
orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi
Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS. Ali Imran[3]: 169).
Ibnu Mas’ud menjawab, “Saya pernah
tanyakan hal ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau
menjawab,
أَرْوَاحُهُمْ فِي جَوْفِ طَيْرٍ خُضْرٍ لَهَا قَنَادِيلُ مُعَلَّقَةٌ
بِالْعَرْشِ تَسْرَحُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَتْ ثُمَّ تَأْوِي إِلَى تِلْكَ
الْقَنَادِيلِ فَاطَّلَعَ إِلَيْهِمْ رَبُّهُمُ
اطِّلَاعَةً فَقَالَ: هَلْ تَشْتَهُونَ شَيْئًا قَالُوا: أَيُّ شَيْءٍ نَشْتَهِي
وَنَحْنُ نَسْرَحُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ شِئْنَا فَفَعَلَ ذَلِكَ بِهِمْ ثَلَاثَ
مَرَّاتٍ فَلَمَّا رَأَوْا أَنَّهُمْ لَنْ يُتْرَكُوا مِنْ أَنْ يُسْأَلُوا
قَالُوا: يَا رَبِّ نُرِيدُ أَنْ تَرُدَّ أَرْوَاحَنَا فِي أَجْسَادِنَا حَتَّى
نُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مَرَّةً أُخْرَى فَلَمَّا رَأَى أَنَّهُ لَيْسَ لَهُمْ
حَاجَةٌ تُرِكُوا.
“Ruh-ruh mereka di perut burung
hijau. Burung ini memiliki sarang yang tergantung di bawah ‘Arsy. Mereka bisa
terbang kemanapun di surga yang mereka inginkan. Kemudian mereka kembali ke
sarangnya. Kemudian Allah memperhatikan mereka, dan berfirman: ‘Apakah kalian
menginginkan sesuatu?’ Mereka menjawab: ‘Apa lagi yang kami inginkan, sementara
kami bisa terbang di surga ke manapun yang kami inginkan.’ Namun Allah selalu
menanyai mereka 3 kali. Sehingga ketika mereka merasa akan selalu ditanya,
mereka meminta: ‘Ya Allah, kami ingin Engkau mengembalikan ruh kami di jasad
kami, sehingga kami bisa berperang di jalan-Mu untuk kedua kalinya.’ Ketika
Allah melihat mereka sudah tidak membutuhkan apapun lagi, mereka ditinggalkan.”
(HR. Muslim 1887, Abu Dawud 2520).
5. Ulama
sepakat bahwa orang yang telah mati tak dapat mengabulkan doa.
Allah ta’ala berfirman:
وَلَوْ سَمِعُوا مَا ٱسْتَجَابُوا
لَكُمْ .
“Dan andaikan mereka mendengar, mereka
tidak dapat memperkenankan permintaanmu.” (QS. Fathir[35]: 14).
Para penghuni kubur mereka ada dua
kemungkinan, bisa jadi mereka mendapatkan nikat kubur atau adzab kubur. Mereka justru
mengharapkan kebaikan dari saudara-saudaranya dan anak-anak mereka bukan malah
dimintai.
Demikianlah semoga bermanfaat.
-----000-----
Sragen
25-09-2025
Abu
Ibrahim, Junaedi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar