PEMBAGIAN ORANG KAFIR DAN HAK-HAK
MEREKA
Pendahuluan
Islam adalah agama yang
diturunkan oleh Allah ta’ala sebagai rahmat bagi seluruh alam. Salah satu aspek
penting dalam syariat Islam adalah bagaimana Islam mengatur hubungan dengan
non-muslim (kafir). Islam tidak hanya menjelaskan status mereka, tetapi juga
memberikan hak-hak yang harus dijaga oleh kaum muslimin. Pemahaman ini sangat
penting agar umat Islam tidak bersikap zalim dan tetap berada di atas petunjuk
wahyu.
Meskipun demikian kita tidak
boleh menjadikan mereka pemimpin atau kawan dekat.
Allah
ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ
اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ.
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Maidah[5]:51).
لَا يَتَّخِذِ
الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ
يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ
تُقَاةً.
“Janganlah
orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan
orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari
pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang
ditakuti dari mereka.” (QS. Ali Imran [3]:28).
Adapun pembagian orang kafir dan
contoh-contohnya sebagai berikut.
1) Kafir Harbi
Definisi: Orang kafir yang secara
nyata memerangi Islam, tidak ada perjanjian damai, dan menunjukkan permusuhan.
Allah ta’ala berfirman:
وَقَاتِلُوا
فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ.
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan
melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.” (QS. Al-Baqarah[2]: 190).
وَقاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ
كَافَّةً كَما يُقاتِلُونَكُمْ كَافَّةً.
Dan perangilah
kaum musyrik itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya. (QS.
At-Taubah[9]: 36).
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
اغْزُوا
وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تُمَثِّلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا
"Berangkatlah (berperanglah) dan janganlah kalian berkhianat
dalam harta rampasan perang (ghulul), janganlah kalian berkhianat (melanggar
janji), janganlah kalian memutilasi (mayat), dan janganlah kalian membunuh anak
kecil." (HR. Muslim 1731, Tirmidzi 1048)
Hak-hak mereka:
Mereka diperangi sesuai aturan
jihad, jika tertawan, berlaku hukum tawanan perang (bisa dibebaskan, ditebus,
atau dijadikan budak sesuai kebijakan imam, tidak boleh disiksa secara zalim(mencincang),
membunuh anak, perempuan.
Hak atas Keadilan
Allah ta’ala berfirman:
وَلَا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ
أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ.
“Janganlah kebencianmu terhadap
suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Maidah[5]: 8).
Hak Mendapatkan Dakwah
Dakwah adalah hak setiap manusia.
Allah ta’ala berfirman:
اُدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ
رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ.
“Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (QS. An-Nahl[16]: 125).
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ali bin Abi
Thalib ketika perang Khaibar:
فَوَاللهِ لأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ
رَجُلًا واحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Demi
Allah, sungguh jika Allah memberi petunjuk kepada satu orang melalui dirimu,
itu lebih baik bagimu daripada onta merah." (HR. Bukhari 3009, Muslim
2406).
2) Kafir Musta’man
Definisi: Orang kafir yang
mendapat jaminan keamanan dari seorang muslim atau negara Islam untuk masuk
sementara ke wilayah Islam (misalnya untuk berdagang atau menjadi utusan).
Contohnya:
1.
Utusan
Quraisy saat Perjanjian Hudaibiyah
Utusan seperti Suhail bin Amr yang
datang membawa misi diplomatik kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mereka masuk ke wilayah kaum
muslimin dengan jaminan keamanan,
sehingga tidak boleh diganggu.
2.
Orang
kafir yang masuk Madinah dengan dijamin negara, atau salah seorang sahabat.
Allah ta’ala berfirman:
وَإِنْ
أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ
اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا
يَعْلَمُونَ.
“Dan jika seorang di antara
orang-orang musyrik meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya
ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman
baginya.” (QS. At-Taubah[9]: 6).
لَوْ
كُنْتُ قَاتِلًا رَسُولًا لَقَتَلْتُكُمَا.
"Seandainya aku boleh membunuh seorang utusan, pasti aku
bunuh kedua utusan kalian." (HR. Ahmad 3708,
Abu Dawud 3708, dihasankan Syaikh Husain Salim Asad ad-Darani).
Hak-hak:
Dijaga keselamatan jiwa dan
hartanya selama berada dalam wilayah kaum muslimin, dijaga kehormatan mereka.
3) Kafir Mu‘ahad
Definisi: Orang kafir yang
memiliki perjanjian damai dengan kaum muslimin untuk jangka waktu tertentu.
Contohnya:
1) Piagam Madinah (Ṣaḥifatul Madinah).
Perjanjian antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
suku Yahudi di Madinah (Bani Qainuqa‘, Bani Nadhir, Bani Quraizhah) untuk hidup
damai, saling tolong-menolong, dan tidak boleh berkhianat.
Selama mereka taat, mereka dihitung mu‘ahad,
namun akhirnya mereka berkhianat, setelah berkhianat, mereka berubah status menjadi
kafir harbi.
2) Perjanjian Hudaibiyah (Shuluh Hudaibiyah).
Perjanjian antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
Quraisy Makkah pada tahun 6 H. Selama masa perjanjian (10 tahun), Quraisy
dihitung sebagai mu‘ahad, tidak boleh
diperangi.
Adapun sebab terjadinya Fathu Makkah adalah karena Bani
Bakr berada dalam persekutuan Quraisy, dan Bani Khuza‘ah berada dalam
persekutuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Bani Bakr menyerang
Khuza‘ah dan Quraisy membantu mereka dengan senjata. Hal itu merupakan pelanggaran perjanjian, dan
menjadi sebab terjadinya Fathu Makkah."
3) Orang-orang kafir yang tinggal bersama-sama orang beriman di sebuah negara yang
mayoritasnya orang Islam dengan menggunakan perjanjian konstitusioanl dan tidak
menggunakan hukum syari’at islam tapi syiar Islam bebas ditegakkan, oleh karena
itu para ulama menyebut darul islam.
Bagaimana
jika tiba-tiba orang kafir tersebut menyerang kaum muslimin:
1) Status orang kafir tersebut berubah menjadi kafir harbi.
2) Kewajiban kaum muslimin membela diri.
3) Bagaimana jika aparat negara menghalangi:
Maka
hendaknya kita bersabar dan menyerahkan urusanya kepada mereka, karena melawan
mereka akan menimbulkan madharat yang lebih besar. Hal ini sebagaimana yang
dilakukan oleh Imam Ahmad, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu ajma’in.
Ada
sebuah kaidah fikih:
إِذَا
تَعَارَضَتْ مَفْسَدَتَانِ رُئِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ
أَخَفِّهِمَا.
“Apabila
ada dua mafsadat (kerusakan) yang bertentangan, maka diperhatikan mana yang
lebih besar bahayanya dengan cara melakukan yang lebih ringan (mudaratnya).” (Al-Asybah
wa an-Naẓa’ir – karya Imam Jalaluddin as-Suyuṭi w. 911 H).
Berkaitan
dengan orang-orang yang memiliki perjanjian damai kemudian kuatir menghianati
Allah sebutkan di dalam firman-Nya:
وَإِمَّا
تَخَافَنَّ مِن قَوْمٍ خِيَانَةً فَانبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَى سَوَاءٍ.
“Jika engkau khawatir adanya
pengkhianatan dari suatu kaum, maka kembalikan perjanjian kepada mereka secara
jujur (terang-terangan).” (QS. Al-Anfal[8]: 58).
Adapun yang mereka tidak merusak
perjanjian, kita wajib menjaga perjanjian damai tersebut.
Allah ta’ala berfirman:
إِلَّا
الَّذِينَ عَاهَدتُّم مِّنَ الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ يَنقُصُوكُمْ شَيْئًا
وَلَمْ يُظَاهِرُوا عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَىٰ
مُدَّتِهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ.
“Kecuali orang-orang musyrik yang
kamu telah mengikat perjanjian dengan mereka, lalu mereka tidak mengurangi
sesuatu pun (dari isi perjanjian itu) dan tidak (pula) mereka membantu seorang
pun memerangi kamu, maka terhadap mereka penuhilah janjinya sampai batas
waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (QS.
At-Taubah[9]: 4)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
أَلَا
مَنْ ظَلَمَ مُعَاهَدًا أَوِ انْتَقَصَهُ أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ أَوْ
أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيبِ نَفْسٍ فَأَنَا حَجِيجُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ.
“Ingatlah, barangsiapa menzalimi
orang kafir mu‘ahad, atau mengurangi haknya, atau membebaninya di luar
kemampuannya, atau mengambil sesuatu darinya tanpa kerelaan, maka aku akan
menjadi lawannya pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud 3052, dishahihkan Syaikh
al-Albani di dalam Ghayatul Maram 471).
Hak-hak:
Tidak boleh dikhianati selama
perjanjian berlaku, tidak didzalimi, dijaga kehormatan dan keamanan mereka.
4) Kafir Dzimmi
Definisi: Orang kafir yang hidup
di negeri kaum muslimin dengan membayar jizyah, serta tunduk pada aturan negara
Islam.
Contohnya:
Setelah Perang Khaibar (tahun 7 H), kaum Yahudi Khaibar, Fadak yang
kalah dalam peperangan diperbolehkan tetap tinggal di tanah mereka dengan
syarat memberikan separuh hasil pertanian mereka kepada kaum muslimin.
Termasuk Abu Lu’lu’ah budak tetap
milik al-Mughirah bin Syu‘bah, karena ia orang Majusi, maka syariat
memperlakukannya seperti ahlul kitab dalam hal jizyah.
سُنُّوا
بِهِمْ سُنَّةَ أَهْلِ الْكِتَابِ
“Perlakukanlah mereka orang Majusi seperti Ahlul Kitab.” (HR.
Malik al-Muwaththa’ 42, Ibnu Abi Syaibah 32650,
dilemahkan Syaikh al-Albani di dalam al-Irwa’ 5/88).
Mereka berada di bawah perlindungan Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam selama mereka memegang kesepakatan tersebut.
Allah ta’ala berfirman:
قَاتِلُوا
الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ
مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ.
Perangilah orang-orang yang tidak
beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak mengharamkan (menjauhi) apa yang
telah diharamkan (oleh) Allah dan Rasul-Nya, dan tidak mengikuti agama yang hak
(Islam), yaitu orang-orang yang telah diberikan Kitab (Yahudi dan Nasrani)
hingga mereka membayar jizyah dengan patuh dan mereka tunduk. (QS. At-Taubah[9]:
29).
Hak-hak mereka yaitu: Perlindungan
jiwa, harta, kehormatan, kebebasan beribadah sesuai agama mereka, mendapatkan
keadilan hukum.
Demikianlah semoga bermanfaat.
-----000-----
Sragen 27-09-2025.
Abu Ibrahim, Junaedi Abdullah.
-----000-----
Sragen 27-09-2025.
Abu Ibrahim, Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar