Kamis, 08 Agustus 2024

BERSYUKUR ATAS NIKMAT KEMERDEKAAN.

 


BAGAIMANA MENSYUKURI NIKMAT KEMERDEKAAN.

 

Kemerdekaan sebuah nikmat yang besar, karunia dan rahmat Allah ta’ala, kita tidak bisa membayangkan seandainya negara ini masih dicengkram oleh penjajah, keadaannya tentu tidak jauh beda dengan apa yang terjadi di negara-negara terjajah saat ini, dalam keadaan kacau balau, banjir darah dimana-mana, setiap saat nyawa melayang duka cita selalu dirasakan setiap hari.

Oleh karena itu para pejuang kita mengakui semua itu dan menuangkannya di dalam undang-undang 45, “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur.” Inilah cuplikan undang-undang dasar 45 tersebut.

Kita pun merasakan betapa besarnya nikmat yang Allah berikan, baik nikmat kemerdekaan, kedamaian, kesehatan dan lain sebagainya.

Allah ta’ala berfirman:

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. An-Nahl [16]:8).

 

Bagaimana kita mensyukuri nikmat kemerdekaan tersebut..?

Setidak-tidaknya ada 5 cara dengan poin-poinnya untuk mensyukuri kemerdekaan ini, yaitu:

1.   Bersyukur dengan cara yang benar.

Bagaimana kita bersyukur dengan benar, yaitu dengan memenuhi tiga unsur agar benar syukur kita kepada Allah ta’ala:

1)  Mengakui dalam hati atas nikmat Allah tersebut.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ..

Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka itu datangnya dari Allah.” (Qs. An Nahl [16]: 53).

Dari sini Qarun telah keliru, tidak menyandari bahwa nikmat tersebut datangnya dari Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي.

 Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." (QS. Al-Qashas [28]:78).

2)  Lisannya menyebut-nyebut nikmat Allah dan memuji Allah ta’ala.

Hamba yang bersyukur kepada Allah ta’ala ialah hamba yang bersyukur dengan lisannya. Menyebut-nyebut nikmat Allah, senantiasa memuji Allah Ta’ala atas nikmat tersebut.

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ.

Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (Qs. Adh Dhuha[93]: 11). 

3)   Menggunakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala untuk beramal shalih.

Nikmat Allah ini hendaknya dipergunakan untuk ketaatan kepada Allah ta’ala, inilah bentuk syukur dengan badan, apabila nikmat digunakan untuk bermaksiat, niscaya Allah akan murka dan bisa saja Allah ambil nikmat tersebut kembali.

Allah ta’ala berfirman:

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ .

"Sesungguh­nya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]:7).


{لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ}

“Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian.” (QS. Ibrahim [14]:7).

Sesungguhnya jika kalian mensyukuri nikmat-Ku yang telah Kuberikan kepada kalian, pasti Aku akan menambahkannya bagi kalian.

{وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ}

“Dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku).” (QS. Ibrahim [14]:7).

Maksudnya, jika kalian mengingkari nikmat-nikmat itu dan kalian menyembunyikannya serta tidak mensyukurinya.

{إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ}

maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim [14]:7).

Yaitu dengan mencabut nikmat-nikmat itu dari mereka, dan Allah menyiksa mereka karena mengingkarinya. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Ibrahim [14]:7).

Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, “Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan. (Minhajul Qasidin, pasal “ Batasan Dan Syukur Serta Hakekatnya hal terjemahan 515).

Abu Hazim berkata:

شُكْرَ الْجَوَارِحِ كُلِّهَا وَأَنْ تُكَفَّ عَنِ الْمَعَاصِي، وَتُسْتَعْمَلَ فِي الطَّاعَاتِ، ثُمَّ قَالَ: وَأَمَّا مَنْ شَكَرَ بِلِسَانِهِ، وَلَمْ يَشْكُرْ بِجَمِيعِ أَعْضَائِهِ، فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ رَجُلٍ لَهُ كِسَاءٌ، فَأَخَذَ بِطَرَفِهِ، فَلَمْ يَلْبَسْهُ، فَلَمْ يَنْفَعْهُ ذَلِكَ مِنَ الْحَرِّ وَالْبَرْدِ وَالثَّلْجِ وَالْمَطَرِ.

“Syukur dengan anggota badan secara keseluruhan, menahan dari maksiat, dan menggunakan di dalam ketaatan.

Kemudian beliau juga berkata, “Siapa saja yang bersyukur dengan lisannya, namun tidak bersyukur dengan anggota badan lainnya, itu seperti seseorang yang mengenakan pakaian. Ia ambil ujung pakaian saja, tidak ia kenakan seluruhnya. Maka pakaian tersebut tidaklah manfaat untuknya untuk melindungi dirinya dari dingin, panas, salju dan hujan.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:84, Ibnu Rajab al-Hambali)

Allah akan membalas setiap kebaikan hamba tersebut.

وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ.

“Allah itu Syakur lagi Haliim” (QS. At-Taghabun[64]: 17).

Ibnu Katsir menafsirkan Syakur dalam ayat ini, “Maksudnya adalah memberi membalas kebaikan yang sedikit dengan ganjaran yang banyak” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 8/141)

Betapa banyaknya orang-orang yang mengatasnamakan syukur tetapi cara mereka keliru, yaitu dengan beraneka macam maksiat yang dipertontonkan, mulai dengan perlombaan yang tidak pantas dilihat sampai pada hal-hal yang berbau porno, ajang yang tidak sopan sampai jauhnya dari adab-adab dalam agama kita, yang menyedihkan semua itu disaksikan dan diajarkan oleh anak-anak kita.

Ada pula untuk memeriahkan banyak yang mendatangkan berbagai macam alat music, para penyanyi, kemudian berjoget dan bahkan sampai bermabuk-mabukan, inilah cara syukur yang keliru, demikian ini justru akan mendatangkan adzab bagi sebuah masyarakat yaitu dengan menggunakan nikmat tersebut untuk bermaksiat kepada Allah ta’ala.

2.   Mencintai negri ini dengan menjaganya.

Menjaga nergri ini dengan beberapa hal:

1)   Menjaga kelestarian dan kelangsungan hutan dan satwanya.

Yaitu tidak merusak dengan menebang tanpa berfirkir untuk mengembalikan, apalagi hal itu untuk kepentingan pribadi maupun golongannya saja.

Allah ta’ala berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ.

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum[30]:41).

Firman Allah ta’ala:

{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ}

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia.” (Ar-Rum: 41)

Yaitu dengan berkurangnya hasil tanam-tanaman dan buah-buahan karena banyak perbuatan maksiat yang dikerjakan oleh para penghuninya. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Ar-Rum[30]:41).

Merusak saja dilarang apalagi sampai menjualnya.

2)  Mengelola kekayaan alamnya dengan cara yang benar.

Negri kita ini negri yang kaya, baik dari tanamanya, tambangnya, lautannya hendaknya semua bentuk kekayaan di negri ini  dikelola dengan baik dan untuk kesejahteraan rakyatnya.

3)  Memperbaiki sumber manusianya.

Hendaknya memberi fasilitas pendidikan yang cukup,  baik tentang agama dan dunianya sehingga mampu untuk mengelola dan bisa amanah di dalam pengelolaan kekayaan negara.

Seandainya mereka hanya pandai dalam urusan dunia, yang terjadi hanyalah berlomba-lomba untuk korupsi dan memperkaya diri.

Menjaga generasinya agar tidak rusak dan dirusak oleh musuh, baik dari dalam maupun dari luar, yang ingin menghancurkan generasi ini dengan berbagai kerusakan yang terjadi dewasa ini, seperti rokok, miras, judi online, sabu-sabu, narkotika, heroin, dan berbagai macam kerusakan lainnya.

3.   Menjaga persatuan sesama anak bangsa.

Sebagaimana pepatah mengatakan, “ Bersatu kita teguh dan bercerai kita runtuh.”

Di dalam ajaran islam juga kita diperintahkan agar kita menjaga persatuan, Allah ta’ala berfirman:

 وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعاً وَلا تَفَرَّقُوا.

“Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Al-Imran [3]:103).

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat[49]: 13).

Ath Thabari rahimahullah berkata: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian -wahai manusia- adalah yang paling tinggi takwanya pada Allah, yaitu dengan menunaikan berbagai kewajiban dan menjauhi maksiat. Bukanlah yang paling mulia dilihat dari rumahnya yang megah atau berasal dari keturunan yang mulia.” (Tafsir Ath Thabari, 21:386).

ﻭَﺍﺫْﻛُﺮُﻭﺍ ﻧِﻌْﻤَﺔَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺇِﺫْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺃَﻋْﺪَﺍﺀً ﻓَﺄَﻟَّﻒَ ﺑَﻴْﻦَ ﻗُﻠُﻮﺑِﻜُﻢْ ﻓَﺄَﺻْﺒَﺤْﺘُﻢْ ﺑِﻨِﻌْﻤَﺘِﻪِ ﺇِﺧْﻮَﺍﻧًﺎ.

“Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara.” (QS. Ali Imran[3]: 103).

Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu,ia berkata:

ﻛُﻨَّﺎ ﻣَﻊَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰِّ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓِﻰ ﻏَﺰَﺍﺓٍ ﻓَﻜَﺴَﻊَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮِﻳﻦَ ﺭَﺟُﻼً ﻣِﻦَ ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭِﻯُّ ﻳَﺎ ﻟَﻸَﻧْﺼَﺎﺭِ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮِﻯُّ ﻳَﺎ ﻟَﻠْﻤُﻬَﺎﺟِﺮِﻳﻦَ . ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ,   ﻣَﺎ ﺑَﺎﻝُ ﺩَﻋْﻮَﻯ ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔِ ‏, ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻛَﺴَﻊَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮِﻳﻦَ ﺭَﺟُﻼً ﻣِﻦَ ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭِ . ﻓَﻘَﺎﻝَ ‏ﺩَﻋُﻮﻫَﺎ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻣُﻨْﺘِﻨَﺔٌ‏.

”Dahulu kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada satu peperangan, Lalu ada seorang laki-laki dari kaum Muhajirin yang memukul pantat seorang lelaki dari kaum Anshar. Maka orang Anshar tadi pun berteriak: ‘Wahai orang Anshar (tolong aku).’ Orang Muhajirin tersebut pun berteriak: ‘Wahai orang muhajirin (tolong aku).’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Seruan Jahiliyyah macam apa ini?!.’ Mereka berkata: ‘Wahai Rasulullah, seorang muhajirin telah memukul pantat seorang dari kaum Anshar.’ Beliau bersabda: ‘Tinggalkan hal itu, karena hal itu adalah buruk. ” (HR. Bukhari 4905, Muslim 2584)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ، وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى عَجَمِيٍّ، وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ، وَلَا أَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ، وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ، إِلَّا بِالتَّقْوَى.

“Wahai sekalian manusia! Tuhan kalian satu, dan ayah kalian satu (Nabi Adam). Ingatlah. Tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang ajam (non-Arab) dan bagi orang ajam atas orang Arab, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan ketakwaan.” (HR. Ahmad 23489, Baihaqi 4774, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 2700).

4.   Saling toleransi.

Agama islam adalah agama tasamuh, (toleransi), tidak memaksakan kehendaknya.

Demikian pula tak perlu sebagai seorang muslim merendahkan agamanya dengan turut serta ibadah-ibadah agama lain.

Allah ta’ala berfirman:

لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ

“Tidak ada paksaan dalam beragama.” (QS Al-Baqarah[2]: 256).

Allah ta’ala berfirman:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ.

"Bagiku agamaku dan bagimu agamamu.” (QS. Al-Kafirun [109]:6).

قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُونَ.

Katakanlah, "Apakah kalian memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian; bagi kami amalan kami, dan bagi kalian amalan kalian, dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.” (QS. Al-Baqarah [2]:139).

Rasullulah shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda:

فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ، وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ، فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ.

“Barangsiapa ingin dijauhkan dari neraka dan masuk ke dalam surga, hendaknya ketika ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah, dan hendaknya ia berperilaku kepada orang lain sebagaimana ia senang diperlakukan oleh orang lain.” (HR. Muslim 1844).

الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ

Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.” (HR. Bukhari 9 dan Muslim 35).

Bagaimana islam menjaga kedamaian dan keamanan meskipun di jalan-jalan umum siapapun yang melaluinya.

5.   Mencegah berbagai macam kemungkaran yang ada.

Hendaknya mencegah berbagai makar dan kemungkaran, mencegah kemungkaran hendaknya dilakukan bersama-sama bagi yang memiliki wenang dan kemampuan, hal ini untuk menjaga kedaulatan negri ini, dan keberlangsungannya, baik kemungkaran itu dari dalam maupun dari luar.

Allah ta’ala berfirman:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Imran3]:104).

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ.

“Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, sekiranya dia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan sekiranya dia tidak mampu (juga), maka dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah keimanan.” (HR Muslim 49).

Zainab bnti Jahsyi bertanya kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam:

يَا رَسُولَ اللَّهِ: أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ؟ قَالَ: نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الخَبَثُ.

“Apakah kami akan binasa sementara orang-orang shalih masih ada di antara kami?” Beliau menjawab, “Benar, apabila kemaksiatan telah merajalela.” (HR Bukhari 3346, Muslim 2880).

Berkaitan dengan berbagai ancaman pada negri ini Allah ta’ala perintahkan agar setiap saat kita untuk siap siaga.

Allah ta’ala berfirman:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ.

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.” (QS. Al-ANfal [8]:60).

Demikianlah bagaimana kita seharusnya mensyukuri nikmat kemerdekaan dengan benar, jangan sampai menjadi ajang maksiat namun bagaimana seharusnya kita mensyukuri nikmat kemerdekaan  dengan membangun negri ini secara lahir dan batin, semoga Allah menjadikan negri kita negri yang adil, makmur, damai dan sentosa. Semoga bermanfaat. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

 

Sragen 08-08-2024

Junaedi Abdullah.

 

 

 

 

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 10 HAK TETANGGA

  BAB 10 HAK TETANGGA Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita, baik di depan, belakang, kanan ataupun kiri dari rumah kita menurut ...