BAGAIMANA
MENSYUKURI NIKMAT KEMERDEKAAN.
Kemerdekaan sebuah nikmat yang besar, karunia dan rahmat
Allah ta’ala, kita tidak bisa membayangkan seandainya negara ini masih dicengkram
oleh penjajah, keadaannya tentu tidak jauh beda dengan apa yang terjadi di
negara-negara terjajah saat ini, dalam keadaan kacau balau, banjir darah
dimana-mana, setiap saat nyawa melayang duka cita selalu dirasakan setiap hari.
Oleh karena itu para pejuang kita mengakui semua itu dan
menuangkannya di dalam undang-undang 45, “Atas
berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur.” Inilah cuplikan undang-undang dasar 45 tersebut.
Kita pun merasakan
betapa besarnya nikmat yang Allah berikan, baik nikmat kemerdekaan, kedamaian,
kesehatan dan lain sebagainya.
Allah ta’ala berfirman:
وَاِنْ
تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan
mampu menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”(QS. An-Nahl [16]:8).
Bagaimana
kita mensyukuri nikmat kemerdekaan tersebut..?
Setidak-tidaknya
ada 5 cara dengan poin-poinnya untuk mensyukuri kemerdekaan ini, yaitu:
1. Bersyukur
dengan cara yang benar.
Bagaimana
kita bersyukur dengan benar, yaitu dengan memenuhi tiga unsur agar benar syukur
kita kepada Allah ta’ala:
1) Mengakui dalam
hati atas nikmat Allah tersebut.
Allah ta’ala
berfirman:
وَمَا
بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ..
“Dan apa saja nikmat yang ada
pada kamu, maka itu datangnya dari Allah.” (Qs. An Nahl [16]: 53).
Dari sini Qarun telah keliru, tidak menyandari
bahwa nikmat tersebut datangnya dari Allah ta’ala.
Allah ta’ala berfirman:
قَالَ إِنَّمَا
أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي.
Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu,
karena ilmu yang ada padaku." (QS. Al-Qashas [28]:78).
2) Lisannya menyebut-nyebut nikmat Allah dan memuji Allah
ta’ala.
Hamba yang bersyukur kepada Allah ta’ala ialah hamba yang bersyukur dengan lisannya. Menyebut-nyebut
nikmat Allah, senantiasa memuji Allah Ta’ala atas nikmat
tersebut.
وَأَمَّا
بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ.
“Dan terhadap nikmat
Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (Qs.
Adh Dhuha[93]: 11).
3) Menggunakan nikmat-nikmat
Allah Ta’ala untuk beramal shalih.
Nikmat
Allah ini hendaknya dipergunakan untuk ketaatan kepada Allah ta’ala, inilah
bentuk syukur dengan badan, apabila nikmat digunakan untuk bermaksiat, niscaya
Allah akan murka dan bisa saja Allah ambil nikmat tersebut kembali.
Allah
ta’ala berfirman:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ
عَذَابِي لَشَدِيدٌ .
"Sesungguhnya
jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada
kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]:7).
{لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ}
“Sesungguhnya
jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada
kalian.” (QS. Ibrahim [14]:7).
Sesungguhnya
jika kalian mensyukuri nikmat-Ku yang telah Kuberikan kepada kalian, pasti Aku
akan menambahkannya bagi kalian.
{وَلَئِنْ
كَفَرْتُمْ}
“Dan jika
kalian mengingkari (nikmat-Ku).” (QS. Ibrahim [14]:7).
Maksudnya,
jika kalian mengingkari nikmat-nikmat itu dan kalian menyembunyikannya serta
tidak mensyukurinya.
{إِنَّ عَذَابِي
لَشَدِيدٌ}
maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim [14]:7).
Yaitu
dengan mencabut nikmat-nikmat itu dari mereka, dan Allah menyiksa mereka karena
mengingkarinya. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Ibrahim [14]:7).
Sebagaimana
yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, “Syukur
(yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan. (Minhajul Qasidin, pasal “ Batasan Dan Syukur Serta
Hakekatnya hal terjemahan 515).
Abu Hazim berkata:
شُكْرَ
الْجَوَارِحِ كُلِّهَا وَأَنْ تُكَفَّ عَنِ الْمَعَاصِي، وَتُسْتَعْمَلَ فِي
الطَّاعَاتِ، ثُمَّ قَالَ: وَأَمَّا مَنْ شَكَرَ بِلِسَانِهِ، وَلَمْ يَشْكُرْ
بِجَمِيعِ أَعْضَائِهِ، فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ رَجُلٍ لَهُ كِسَاءٌ، فَأَخَذَ
بِطَرَفِهِ، فَلَمْ يَلْبَسْهُ، فَلَمْ يَنْفَعْهُ ذَلِكَ مِنَ الْحَرِّ
وَالْبَرْدِ وَالثَّلْجِ وَالْمَطَرِ.
“Syukur
dengan anggota badan secara keseluruhan, menahan dari maksiat, dan menggunakan
di dalam ketaatan.
Kemudian
beliau juga berkata, “Siapa saja yang bersyukur dengan lisannya, namun tidak
bersyukur dengan anggota badan lainnya, itu seperti seseorang yang mengenakan pakaian.
Ia ambil ujung pakaian saja, tidak ia kenakan seluruhnya. Maka pakaian tersebut
tidaklah manfaat untuknya untuk melindungi dirinya dari dingin, panas, salju
dan hujan.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:84, Ibnu Rajab al-Hambali)
Allah
akan membalas setiap kebaikan hamba tersebut.
وَٱللَّهُ
شَكُورٌ حَلِيمٌ.
“Allah
itu Syakur lagi Haliim” (QS. At-Taghabun[64]: 17).
Ibnu
Katsir menafsirkan Syakur dalam ayat ini, “Maksudnya adalah memberi membalas
kebaikan yang sedikit dengan ganjaran yang banyak” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim,
8/141)
Betapa banyaknya orang-orang yang mengatasnamakan syukur
tetapi cara mereka keliru, yaitu dengan beraneka macam maksiat yang
dipertontonkan, mulai dengan perlombaan yang tidak pantas dilihat sampai pada
hal-hal yang berbau porno, ajang yang tidak sopan sampai jauhnya dari adab-adab
dalam agama kita, yang menyedihkan semua itu disaksikan dan diajarkan oleh
anak-anak kita.
Ada pula untuk memeriahkan banyak yang mendatangkan berbagai
macam alat music, para penyanyi, kemudian berjoget dan bahkan sampai
bermabuk-mabukan, inilah cara syukur yang keliru, demikian ini justru akan
mendatangkan adzab bagi sebuah masyarakat yaitu dengan menggunakan nikmat tersebut
untuk bermaksiat kepada Allah ta’ala.
2. Mencintai
negri ini dengan menjaganya.
Menjaga
nergri ini dengan beberapa hal:
1) Menjaga
kelestarian dan kelangsungan hutan dan satwanya.
Yaitu tidak merusak dengan menebang tanpa berfirkir untuk
mengembalikan, apalagi hal itu untuk kepentingan pribadi maupun golongannya
saja.
Allah ta’ala
berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا
لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ.
“Telah
tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum[30]:41).
Firman
Allah ta’ala:
{ظَهَرَ الْفَسَادُ
فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ}
“Telah
tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia.” (Ar-Rum:
41)
Yaitu dengan berkurangnya hasil tanam-tanaman
dan buah-buahan karena banyak perbuatan maksiat yang dikerjakan oleh para
penghuninya. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Ar-Rum[30]:41).
Merusak saja
dilarang apalagi sampai menjualnya.
2) Mengelola
kekayaan alamnya dengan cara yang benar.
Negri kita ini negri yang kaya, baik dari tanamanya,
tambangnya, lautannya hendaknya semua bentuk kekayaan di negri ini dikelola dengan baik dan untuk kesejahteraan
rakyatnya.
3) Memperbaiki sumber
manusianya.
Hendaknya memberi fasilitas pendidikan yang cukup, baik tentang agama dan dunianya sehingga mampu
untuk mengelola dan bisa amanah di dalam pengelolaan kekayaan negara.
Seandainya mereka hanya pandai dalam urusan dunia, yang
terjadi hanyalah berlomba-lomba untuk korupsi dan memperkaya diri.
Menjaga generasinya agar tidak rusak dan dirusak oleh musuh,
baik dari dalam maupun dari luar, yang ingin menghancurkan generasi ini dengan
berbagai kerusakan yang terjadi dewasa ini, seperti rokok, miras, judi online,
sabu-sabu, narkotika, heroin, dan berbagai macam kerusakan lainnya.
3.
Menjaga persatuan sesama anak bangsa.
Sebagaimana pepatah mengatakan, “ Bersatu kita teguh dan
bercerai kita runtuh.”
Di dalam ajaran islam juga kita diperintahkan agar kita
menjaga persatuan, Allah ta’ala berfirman:
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعاً وَلا تَفَرَّقُوا.
“Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama)
Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Al-Imran [3]:103).
Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ
ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat[49]:
13).
Ath Thabari rahimahullah berkata: “Sesungguhnya yang paling
mulia di antara kalian -wahai manusia- adalah yang paling tinggi takwanya pada
Allah, yaitu dengan menunaikan berbagai kewajiban dan menjauhi maksiat.
Bukanlah yang paling mulia dilihat dari rumahnya yang megah atau berasal dari
keturunan yang mulia.” (Tafsir Ath Thabari, 21:386).
ﻭَﺍﺫْﻛُﺮُﻭﺍ ﻧِﻌْﻤَﺔَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺇِﺫْ
ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺃَﻋْﺪَﺍﺀً ﻓَﺄَﻟَّﻒَ ﺑَﻴْﻦَ ﻗُﻠُﻮﺑِﻜُﻢْ ﻓَﺄَﺻْﺒَﺤْﺘُﻢْ ﺑِﻨِﻌْﻤَﺘِﻪِ
ﺇِﺧْﻮَﺍﻧًﺎ.
“Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara.” (QS. Ali Imran[3]: 103).
Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu,ia berkata:
ﻛُﻨَّﺎ ﻣَﻊَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰِّ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓِﻰ
ﻏَﺰَﺍﺓٍ ﻓَﻜَﺴَﻊَ ﺭَﺟُﻞٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮِﻳﻦَ ﺭَﺟُﻼً ﻣِﻦَ ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭِ ﻓَﻘَﺎﻝَ
ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭِﻯُّ ﻳَﺎ ﻟَﻸَﻧْﺼَﺎﺭِ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮِﻯُّ ﻳَﺎ ﻟَﻠْﻤُﻬَﺎﺟِﺮِﻳﻦَ .
ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ,
ﻣَﺎ ﺑَﺎﻝُ ﺩَﻋْﻮَﻯ ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔِ , ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻛَﺴَﻊَ
ﺭَﺟُﻞٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮِﻳﻦَ ﺭَﺟُﻼً ﻣِﻦَ ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭِ . ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺩَﻋُﻮﻫَﺎ
ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻣُﻨْﺘِﻨَﺔٌ.
”Dahulu kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
pada satu peperangan, Lalu ada seorang laki-laki dari kaum Muhajirin yang
memukul pantat seorang lelaki dari kaum Anshar. Maka orang Anshar tadi pun
berteriak: ‘Wahai orang Anshar (tolong aku).’ Orang Muhajirin tersebut pun
berteriak: ‘Wahai orang muhajirin (tolong aku).’ Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: ‘Seruan Jahiliyyah macam apa ini?!.’ Mereka berkata:
‘Wahai Rasulullah, seorang muhajirin telah memukul pantat seorang dari kaum
Anshar.’ Beliau bersabda: ‘Tinggalkan hal itu, karena hal itu adalah buruk. ”
(HR. Bukhari 4905, Muslim 2584)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ
وَاحِدٌ، وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى
عَجَمِيٍّ، وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ، وَلَا أَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ،
وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ، إِلَّا بِالتَّقْوَى.
“Wahai sekalian manusia! Tuhan kalian satu, dan ayah kalian
satu (Nabi Adam). Ingatlah. Tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang ajam
(non-Arab) dan bagi orang ajam atas orang Arab, tidak ada kelebihan bagi orang
berkulit merah atas orang berkulit hitam, bagi orang berkulit hitam atas orang
berkulit merah kecuali dengan ketakwaan.” (HR. Ahmad 23489, Baihaqi 4774,
dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 2700).
4.
Saling toleransi.
Agama islam adalah agama tasamuh, (toleransi), tidak
memaksakan kehendaknya.
Demikian pula tak perlu sebagai seorang muslim merendahkan
agamanya dengan turut serta ibadah-ibadah agama lain.
Allah ta’ala berfirman:
لا
إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
“Tidak ada paksaan
dalam beragama.” (QS Al-Baqarah[2]: 256).
Allah
ta’ala berfirman:
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ.
"Bagiku agamaku dan bagimu
agamamu.” (QS. Al-Kafirun [109]:6).
قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ
وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُونَ.
Katakanlah,
"Apakah kalian memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia
adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian; bagi kami amalan kami, dan bagi kalian
amalan kalian, dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.” (QS. Al-Baqarah
[2]:139).
Rasullulah
shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda:
فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ،
وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ، فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى
إِلَيْهِ.
“Barangsiapa
ingin dijauhkan dari neraka dan masuk ke dalam surga, hendaknya ketika ia mati
dalam keadaan beriman kepada Allah, dan hendaknya ia berperilaku kepada orang
lain sebagaimana ia senang diperlakukan oleh orang lain.” (HR. Muslim 1844).
الإِيمَانُ
بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ
وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
“Iman
itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa
ilaha illallah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang
paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu
merupakan bagian dari iman.” (HR. Bukhari 9 dan Muslim 35).
Bagaimana islam menjaga kedamaian dan keamanan meskipun di
jalan-jalan umum siapapun yang melaluinya.
5.
Mencegah berbagai macam kemungkaran
yang ada.
Hendaknya mencegah berbagai makar dan kemungkaran, mencegah
kemungkaran hendaknya dilakukan bersama-sama bagi yang memiliki wenang dan kemampuan,
hal ini untuk menjaga kedaulatan negri ini, dan keberlangsungannya, baik
kemungkaran itu dari dalam maupun dari luar.
Allah ta’ala berfirman:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ
إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan
orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS.
Al-Imran3]:104).
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ
مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ،
فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ.
“Barangsiapa
yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya,
sekiranya dia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan sekiranya dia tidak mampu
(juga), maka dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah keimanan.”
(HR Muslim 49).
Zainab
bnti Jahsyi bertanya kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا رَسُولَ اللَّهِ:
أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ؟ قَالَ: نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الخَبَثُ.
“Apakah
kami akan binasa sementara orang-orang shalih masih ada di antara kami?” Beliau
menjawab, “Benar, apabila kemaksiatan telah merajalela.” (HR Bukhari 3346,
Muslim 2880).
Berkaitan dengan berbagai ancaman pada negri
ini Allah ta’ala perintahkan agar setiap saat kita untuk siap siaga.
Allah ta’ala
berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا
اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ.
“Dan siapkanlah
untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.” (QS. Al-ANfal
[8]:60).
Demikianlah bagaimana kita seharusnya mensyukuri nikmat
kemerdekaan dengan benar, jangan sampai menjadi ajang maksiat namun bagaimana
seharusnya kita mensyukuri nikmat kemerdekaan dengan membangun negri ini secara lahir dan
batin, semoga Allah menjadikan negri kita negri yang adil, makmur, damai dan
sentosa. Semoga bermanfaat. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
Sragen 08-08-2024
Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar