Jumat, 08 Agustus 2025

TAHAPAN PERTAMA DAN KEDUA (RASULULLAH) DI DALAM BERDAKWAH.

 



TAHAPAN PERTAMA PERJUANGAN DA'WAH

 

Tahapan Da'wah Sirriyyah (Secara Rahasia) Selama Tiga Tahun

Sebagaimana diketahui, kota Mekkah merupakan pusat agama bagi bangsa Arab. Di sana terdapat para pengabdi Ka'bah dan pengurus berhala serta patung-patung yang dianggap suci oleh seluruh bangsa Arab. Sehingga untuk mencapai tujuan, yaitu melakukan perubahan di kota Mekkah, akan lebih sulit dan sukar jika dibandingkan apabila hal tersebut jauh darinya. Karenanya, da'wah membutuhkan tekad baja yang tak mudah tergoyahkan oleh beruntunnya musibah dan bencana yang menimpa. Maka, adalah bijaksana dalam menghadapi hal itu, memulai da'wah secara sirri (sembunyi-sembunyi) agar penduduk Mekkah tidak dikagetkan dengan hal yang (bisa saja) memancing emosi mereka.

 

GELOMBANG PERTAMA

Merupakan hal yang wajar bila yang pertama-tama dilakukan oleh Rasulullah adalah menawarkan Islam kepada orang-orang yang dekat hubungannya dengan beliau, keluarga serta sahabat-sahabat karib beliau. Mereka semua dida'wahi oleh beliau untuk memeluk Islam. Beliau juga, menda'wahi setiap orang yang memiliki sifat baik dari mereka yang beliau kenal dan mereka yang sudah mengenal beliau. Beliau mengenal mereka sebagai orang-orang yang mencintai Allah dan kebaikan, sedang mereka yang mengenal beliau sebagai sosok yang selalu menjunjung tinggi nilai kejujuran dan keshalihan. Hasilnya, banyak di antara mereka-yang tidak sedikit pun digerayangi oleh keraguan terhadap keagungan, kebesaran jiwa Rasulullah serta kebenaran berita yang dibawanya- merespons dengan baik da'wah beliau. Mereka ini dalam sejarah Islam dikenal sebagai as-sábiqun al-awwallûn (orang-orang yang paling dahulu dan pertama masuk Islam). Di barisan depan terdaftar istri Nabi Ummul Mukminin, Khadijah binti Khuwailid; disusul maula (mantan budak) beliau, Zaid bin Haritsah bin Syarahil al-Kalbiy (Dia sebelumnya pernah ditawan dan dijadikan budak, lalu dibeli oleh Khadijah dan dihibahkannya kepada Rasulullah Suatu ketika, ayah dan pamannya mengun- junginya untuk membawanya pulang kepada kaum dan keluarga besarnya, namun dia lebih memilih Rasulullah ketimbang keduanya. Beliau pun mengangkatnya sebagai anak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di kalangan bangsa Arab. Karena itu, dia sering disebut sebagai Zaid bin Muhammad. Hingga akhirnya Islam datang dan menghapus tradisi tersebut. Dia meninggal sebagai syahid pada perang Mu'tah, di mana saat itu berstatus sebagai panglima laskar, yaitu pada bulan Jumadal Ula th. 8 H. ( Untuk mengetahui julukan beliau ini, lihat Shahih al-Bukhariy, tentang Manaqib Abu Ubaidah bin al-Jarrah, 1/530.)

Keponakan beliau, 'Ali bin Abi Thalib yang ketika itu masih kanak-kanak dan hidup di bawah asuhan beliau serta sahabat karib beliau, Abu Bakar ash-Shiddiq. Mereka semua memeluk Islam pada permulaan da'wah.

Kemudian, Abu Bakar dengan sangat giat mengajak orang-orang kepada agama Islam. Beliau merupakan sosok laki-laki yang lembut, disenangi, luwes dan berbudi luhur serta suka berbuat baik. Para tokoh kaumnya selalu mengunjunginya dan sudah tidak asing dengan kepribadiannya karena keintelekan, kesuksesan dalam berbisnis dan pergaulannya yang luwes. Beliau terus berda'wah kepada orang-orang dari kaumnya yang dia percayai dan selalu berinteraksi dan bermajlis dengannya. Berkat hal itu, maka masuk Islamlah 'Utsman bin 'Affan al-Umawiy, az-Zubair bin al-'Awwam al-Asadiy, Abdurrahman bin 'Auf az-Zuhriy, Sa'd bin Abi Waqqash az-Zuhriy dan Thalhah bin 'Ubaidillah at-Taîmiy. Kedelapan orang inilah yang terlebih dahulu masuk Islam serta merupakan gelombang pertama dan garda Islam.

Di antara orang-orang pertama lainnya yang masuk Islam adalah Bilal bin Rabah al-Habasyiy, kemudian diikuti oleh amin (kepercayaan) umat ini, Abu 'Ubaidah, nama beliau adalah 'Amir bin al-Jarrah, beliau berasal dari suku Bani al-Harits bin Fihr. Selanjutnya menyusul keduanya, Abu Salamah bin 'Abdul Asad, al-Arqam bin Abil Arqam (keduanya berasal dari suku Makhzum), 'Utsman bin Mazh'un dan kedua saudaranya; Qudamah dan 'Abdullah-, 'Ubaidah bin al-Harits bin al-Muththalib bin 'Abdu Manaf, Sa'id bin Zaid al-'Adawiy dan istrinya; Fathimah binti al-Khaththab al-'Adawiyyah -saudara perempuan Umar bin al-Khaththab-, Khabbab bin al-Aratt, 'Abdullah bin Mas'ud al-Huzaly serta banyak lagi selain mereka. Mereka itulah yang dinamakan as-sabiqûnal awwalûn. Mereka terdiri dari semua marga Quraisy yang ada, bahkan Ibnu Hisyam menjumlahkannya lebih dari 40 orang. (Lihat, Sirah Ibnu Hisyam, Op.cit., 1/245-262).

Namun, dalam penyebutan sebagian dari nama-nama tersebut masih perlu diteliti kembali.

Ibnu Ishaq berkata, "...Kemudian banyak orang yang masuk Islam secara berbondong-bondong, baik laki-laki maupun wanita sampai akhirnya tersiarlah gaung "Islam" di seantero Mekkah dan mulai banyak menjadi bahan perbincangan orang.

Mereka semua masuk Islam secara sembunyi-sembunyi. Dan cara yang sama pun dilakukan oleh Rasulullah dalam pertemuan dan pengarahan agama yang beliau berikan, karena da'wah ketika itu masih bersifat individu dan sembunyi-sembunyi. Sementara wah-yu sudah turun secara berkesinambungan dan memuncak setelah turunnya permulaan surat al-Muddatstsir. Ayat-ayat dan penggalan-penggalan surat yang turun pada fase ini merupakan ayat-ayat pendek; yang berakhiran indah dan kokoh, berintonasi menyejukkan dan memikat, tertata bersama suasana yang begitu lembut dan halus. Ayat-ayat tersebut berbicara tentang memperbaiki penyucian diri (tazkiyatun nufûs), mencela pengotorannya dengan gemerlap duniawi serta melukiskan surga dan neraka dengan begitu jelas, seakan-akan terlihat di depan mata. Di samping, menggiring kaum Mukminin ke dalam suasana yang lain dari kondisi komunitas sosial kala itu.

 

PERINTAH SHALAT

Termasuk wahyu pertama yang turun adalah perintah mendirikan shalat. Ibnu Hajar berkata, "Sebelum Isra' terjadi, beliau berdasarkan riwayat yang qath'iy (pasti) pernah melakukan shalat, demikian pula para sahabat beliau. Akan tetapi yang diperselisihkan, apakah ada shalat lain yang telah diwajibkan sebelum (diwajibkan-nya) shalat lima waktu ataukah tidak? Ada pendapat yang mengatakan bahwa yang telah diwajibkan itu adalah shalat sebelum terbit dan terbenamnya matahari." Demikian penuturan Ibnu Hajar.

Al-Harits bin Usamah meriwayatkan dari jalur Ibnu Lahi'ah secara maushûl (Disambungkan setelah sanad-sanadnya mu'allaq [terputus di bagian tertentu).

dari Zaid bin Haritsah bahwasanya pada awal datangnya wahyu, Rasulullah didatangi oleh malaikat Jibril, lantas mengajarkan beliau tata cara berwudhu. Maka tatkala selesai melaku-kannya, beliau mengambil seciduk air, lalu memercikkannya ke kemaluan beliau.

Dalam hal ini, Ibnu Majah juga telah meriwayatkan hadits yang semakna dengan itu, demikian pula riwayat semisalnya dari al-Bara' bin 'Azib dan Ibnu 'Abbas serta hadits Ibnu 'Abbas sendiri. Hal tersebut merupakan kewajiban pertama. (Lihat, Mukhtashar Siratur Rasul Op.cit. h 88).

Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa bila waktu shalat telah masuk, Nabi dan para sahabat pergi ke lereng-lereng perbukitan dan menjalankan shalat di sana secara sembunyi-sembunyi jauh dari pandangan kaum mereka. Abu Thalib pernah sekali waktu melihat Nabi dan 'Ali melakukan shalat, lantas menegur keduanya naman manakala dia mengetahui bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang serius, dia memerintahkan keduanya untuk berketetapan hati (tsabat).

 

KAUM QURAISY MENDENGAR PERIHAL DA'WAH SECARA GLOBAL

Meskipun da'wah pada tahapan ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan bersifat individu, namun akhirnya, perihal beritanya sampai juga ke telinga kaum Quraisy. Hanya saja, mereka belum mempermasalahkannya karena Rasulullah tidak pernah menying-gung agama mereka ataupun tuhan-tuhan mereka.

Tiga tahun pun berlalu sementara da'wah masih berjalan secara sembunyi-sembunyi dan individu. Dalam tempo waktu ini, terben-tuklah suatu kelompok kaum Mukminin yang dibangun atas pondasi ukhuwwah (persaudaraan) dan ta'awun (solidaritas) serta penyampaian risalah dan pemantapan posisinya. Kemudian turunlah wahyu yang menugaskan Rasulullah agar menyampaikan da'wah kepada ka-umnya secara terang-terangan (Jahriyyah) dan menentang kebatilan mereka serta menyerang berhala-berhala mereka.

 

TAHAPAN KEDUA BERDAKWAH SECARA TERANG-TERANGAN

Perintah Pertama Untuk Menampakkan Dakwah

Sehubungan dengan hal ini, ayat pertama yang turun adalah:

وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

"Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat." (asy-Syu'ara'[26]: 214).

Terdapat alur cerita sebelumnya yang menyinggung kisah Musa dari permulaan kenabiannya hingga hijrahnya bersama Bani Israil, lolosnya mereka dari kejaran Fir'aun dan kaumnya serta tenggelamnya fir'aun bersama kaumnya. Kisah ini mengandung semua tahapan yang dilalui oleh Musa dalam dakwahnya terhadap Fir'aun dan kaumnya agar menyembah Allah.

Seakan-akan rincian ini semata-mata dipaparkan seiring dengan perintah kepada Rasulullah untuk berdakwah kepada Allah secara terang-terangan, agar di hadapan beliau dan para sahabatnya terdapat contoh atas pendustaan dan penindasan yang akan mereka alami nantinya manakala mereka melakukan dakwah tersebut secara terang-terangan. Demikian pula, agar mereka mengetahui resiko dari hal itu semenjak awal memulai dakwah mereka tersebut.

Selain itu, surat tersebut (asy-Syu'arâ`) juga berbicara mengenai nasib yang dialami oleh para pendusta para Rasul, di antaranya sebagaimana yang dialami oleh kaum nabi Nuh, kaum 'Ad dan Tsamud, kaum Nabi Ibrahim, kaum Nabi Luth serta kaum Nabi Syu'aib di samping yang berkaitan dengan perihal Fir'aun dan kaumnya. Hal itu semua dimaksudkan agar mereka yang akan melakukan pendustaan menyadari apa yang akan terjadi terhadap mereka dan siksaan Allah yang akan mereka alami bila terus melakukan pendustaan. Sebaliknya, agar kaum Mukminin menge-tahui bahwa kesudahan yang baik dari itu semua akan berpihak kepada mereka bukan kepada para pendusta tersebut.

 

BERDAKWAH DI KALANGAN KAUM KERABAT

Setelah turunnya ayat tersebut, Rasululullah mengundang para kerabat terdekatnya, Bani Hasyim. Mereka pun datang memenuhi undangan itu disertai oleh beberapa orang dari Bani al-Muththalib bin 'Abdi Manaf. Mereka semua berjumlah sekitar 45 orang laki-laki. Namun tatkala Rasulullah akan berbicara, tiba-tiba Abu Lahab memotongnya seraya berkata, "Mereka itu adalah paman-pamanmu dan para sepupumu. Bicaralah dan tinggalkanlah menganut agama baru. Ketahuilah! Bahwa kaummu tidak akan mampu melawan seluruh bangsa Arab. Aku adalah orang yang paling pantas mence-gahmu. Cukuplah bagimu suku-suku dari pihak bapakmu. Bagi mereka, jika engkau bersikeras melakukan apa yang engkau lakukan sekarang, adalah lebih mudah ketimbang bila seluruh marga Quraisy bersama-sama bangsa Arab bergerak memusuhimu. Aku tidak pernah melihat ada orang yang membawa kepada suku-suku dari pihak bapaknya sesuatu yang lebih jelek dari apa yang telah engkau bawa ini." Rasulullah hanya diam dan tidak berbicara pada pertemuan itu.

Sekali waktu, beliau mengundang mereka lagi, lantas berbicara, "Alhamdulillah, aku memuji-Nya, meminta pertolongan, beriman serta bertawakkal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang haq) melainkan Allah semata Yang tiada sekutu bagi-Nya."

Selanjutnya beliau berkata, "Sesungguhnya seorang pemimpin tidak mungkin membohongi keluarganya sendiri. Demi Allah yang tiada Tuhan (yang haq) selain-Nya! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah yang datang kepada kalian secara khusus, dan kepada manusia secara umum. Demi Allah! Sungguh kalian akan mati sebagaimana kalian tidur dan kalian akan dibangkitkan sebagaimana kalian bangun dari tidur. Sungguh kalian akan dihisab (dimintal pertanggungjawaban) terhadap apa yang kalian lakukan. Sesungguhnya yang ada hanya surga yang abadi atau neraka yang kekal."

Kemudian Abu Thalib berkomentar, "Alangkah senangnya kami membantumu, menerima nasehatmu, dan sangat membenarkan kata-katamu. Mereka, yang merupakan suku-suku dari pihak bapakmu telah berkumpul. Sesungguhnya aku hanyalah salah seorang dari mereka, namun aku adalah orang yang paling cepat merespek apa yang engkau inginkan. Oleh karena itu, teruskan apa yang telah di-perintahkan kepadamu. Demi Allah! Aku akan senantiasa melindungi dan membelamu, hanya saja diriku tidak memberikan cukup kebera-nian kepadaku untuk berpisah dengan agama Abdul Muththalib."

Ketika itu, berkata Abu Lahab, "Demi Allah! Ini benar-benar merupakan aib yang besar. Ayo cegahlah dia sebelum orang lain yang turun tangan mencegahnya!"

Abu Thalib menjawab, "Demi Allah! Sungguh selama kami masih hidup, kami akan membelanya." ( Lihat al-Kamil, karya Ibnu al-Atsir, 1/584,585).

 

DI ATAS BUKIT SHAFA

Setelah Nabi merasa yakin dengan janji pamannya, Abu Thalib, yang akan melindunginya dalam tugasnya menyampaikan wahyu Rabbnya, beliau suatu hari berdiri di atas bukit Shafa seraya berteriak, "Ya shabahah! (seruan untuk menarik perhatian orang agar berkumpul di waktu pagi dan biasa digunakan untuk perang)." Lalu berkumpullah suku-suku Quraisy. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak mereka untuk bertauhid (kepada Allah), beriman kepada risalah yang dibawanya dan Hari Akhir.

Imam al-Bukhari telah meriwayatkan satu sisi dari kisah ini, yaitu hadits yang diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, dia berkata,

"Tatkala turun ayat  وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَDan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat [asy-Syu'ara': 214]), Nabi naik ke atas bukit Shafa, lalu menyeru, 'Wahai Bani Fihr! Wahai Bani 'Adiy! Seruan ini diarahkan kepada marga-marga Quraisy. Kemudian tak berapa lama, mereka pun berkumpul. Karena begitu pentingnya panggilan itu, seseorang yang tidak bisa keluar memenuhinya, mengirimkan utusan untuk melihat apa gerangan yang terjadi?. Maka, tak terkecuali Abu Lahab dan kaum Quraisy-pun berkumpul juga. Kemudian beliau berbicara, 'Bagaimana menurut pendapat kalian kalau aku beritahukan bahwa ada segerombolan pasukan kuda di lembah sana yang ingin menyerang kalian, apakah kalian akan memper-cayaiku?.'

Mereka menjawab, 'Ya! Kami tidak pernah tahu dari dirimu selain kejujuran.'

 

Beliau berkata, 'Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan kepada kalian akan adzab yang amat pedih.

 

Abu Lahab menanggapi, 'Celakalah engkau sepanjang hari ini! Apakah hanya untuk ini engkau kumpulkan kami?."

 

Maka ketika itu turunlah ayat:

 

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ.

"Binasalah kedua tangan Abu Lahab..." (al-Masad: 1)." (1/114. 1 Lihat Shahih al-Bukhariy, 11/702,734. Riwayat tersebut juga dikeluarkan di Shahih Muslim),

Sedangkan Imam Muslim meriwayatkan satu sisi yang lain dari kisah tersebut, yaitu riwayat dari Abu Hurairah, dia berkata,

 

"Tatkala ayat والذر عشيرتك الأفرين turun Rasulullah mendakwahi mereka, sesekali bersifat umum, dan sesekali yang lain bersifat khusus. Beliau berkata, 'Wahai kaum Quraisy! Selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Bani Ka'b! Selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Fathimah binti Muhammad! Selamatkanlah dirimu dari api neraka. Demi Allah! sesungguhnya aku tidak memiliki sesuatupun (untuk menyelamatkan kalian) dari adzab Allah, hanya saja kalian memiliki ikatan kerabat (denganku) yang senantiasa akan aku sambung."( Lihat Shahih Muslim, Ibid, Shahih al-Bukhariy, 1/385, II/702; Misykätul Mashabih, 11/460).

Teriakan yang keras ini merupakan bentuk dari esensi telah penyampaian dakwah yang optimal, di mana Rasulullah menjelaskan kepada orang-orang yang memiliki hubungan terdekat dengannya bahwa membenarkan risalah yang dibawanya tersebut adalah bentuk efektifitas semua hubungan antara dirinya dan mereka. Demikian pula, bahwa fanatisme kekerabatan yang dibudayakan oleh orang-orang Arab akan meleleh di dalam panasnya peringatan yang datang dari Allah tersebut.

Menyampaikan Al-Haq Secara Terang-Terangan Dan Sikap Kaum musyrikin Terhadapnya

Teriakan lantang yang dipekikkan oleh Rasulullah tersebut masih terasa gaungnya di seluruh penjuru Mekkah. Puncaknya saat turunnya firman Allah Ta'ala,

فَأَصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ

"Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang dipe-rintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik." (al-Hijr: 94). Lalu Rasulullah 'melakukan dakwah Islam secara terang-terangan di tempat-tempat berkumpul dan bertemunya kaum musyrikin. Beliau membacakan Kitabullah kepada mereka dan menyampaikan ajakan yang selalu disampaikan oleh para rasul ter-dahulu kepada kaum mereka, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah. kalian tidak memiliki Tuhan selain-Nya'. Beliau juga, mulai memamerkan praktek ibadahnya kepada Allah di depan mata mereka; melaku-kannya di halaman Ka'bah pada siang hari secara terang-terangan dan disaksikan khalayak ramai.

Dakwah yang beliau lakukan tersebut semakin mendapatkan sambutan sehingga banyak orang yang masuk ke dalam Agama Allah satu per-satu. Namun kemudian antara mereka (yang sudah memeluk Islam) dan keluarga mereka yang belum memeluk Islam terjadi gap; saling membenci dan saling menjauhi. Melihat hal ini, kaum Quraisy merasa gerah dan pemandangan semacam ini amat menyakitkan mereka.

Sidang Majlis Membahas Upaya Menghalangi Jemaah Haji Agar Tidak Mendengarkan Dakwah (Rasulullah )

Sepanjang hari-hari tersebut, ada hal lain yang membuat kaum Quraisy gundah gulana, yaitu hanya berselang beberapa hari atau bulan saja dakwah jahriyyah tersebut berlangsung hingga (tak terasa) mendekati musim haji. Dalam hal ini, kaum Quraisy mengetahui bahwa delegasi Arab akan datang ke negeri mereka. Oleh karena itu, mereka melihat perlunya merangkai satu pernyataan yang nantinya (secara sepakat) mereka sampaikan kepada delegasi tersebut perihal Muhammad agar dakwah yang disiarkannya tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jiwa-jiwa delegasi Arab tersebut. Maka berkumpullah mereka di rumah al-Walid bin al-Mughirah untuk membicarakan satu pernyataan yang tepat dan disepakati bersama tersebut. Lalu al-Walid berkata, "Bersepakatlah mengenai perihalnya (Muhammad) dalam satu pendapat dan janganlah berselisih sehingga membuat sebagian kalian mendustakan pendapat sebagian yang lain dan sebagian lagi mementahkan pendapat sebagian yang lain!."

Mereka berkata kepadanya, "Katakan kepada kami pendapatmu yang akan kami jadikan acuan!."

 

Lalu dia berkata, "Justru kalian yang harus mengemukakan pendapat kalian dan aku sebagai pendengar."

Mereka berkata, "(Kita katakan) dia adalah seorang dukun."

Al-Walid menjawab, "Tidak! Demi Allah dia bukanlah seorang dukun. Kita telah menyaksikan bagaimana (praktek) para dukun, sedangkan yang dikatakannya bukan seperti komat-kamit ataupun sajak (mantera-mantera) para dukun."

Mereka berkata lagi, "Kita katakan saja, dia orang gila."

Dia menjawab, "Tidak! Demi Allah! dia bukan orang gila. Kita telah mengetahui esensi gila dan telah mengenalnya sedangkan yang dikatakannya bukan dalam kategori tertekan, kerasukan ataupun was-was sebagaimana kondisi kegilaan tersebut."

Mereka berkata lagi, "Kalau begitu kita katakan saja, dia adalah seorang penyair'."

Dia menjawab, "Dia bukan seorang penyair. Kita telah mengenal semua bentuk sya'ir; rajaz, hazaj, qaridh, maqbüdh dan mabsüth-nya. (Rajaz, hajaz, qaridh, maqbudh dan mabsuth adalah beberapa jenis syair Arab). Sedangkan yang dikatakannya bukanlah sya'ir."

Mereka berkata lagi, "Kalau begitu, dia adalah tukang sihir."

Dia menjawab, "Dia bukanlah seorang tukang sihir, Kita telah menyaksikan para tukang sihir dan macam-macam sihir mereka, sedangkan yang dikatakannya bukanlah jenis nafts (hembusan penyihir) ataupun 'uqad (buhul-buhul) mereka."

Mereka kemudian berkata, "Kalau begitu, apa yang harus kita katakan?."

Dia menjawab, "Demi Allah! sesungguhnya ucapan yang dikatakannya itu amatlah manis dan indah. Akarnya ibarat tandan anggur dan cabangnya ibarat pohon yang rindang. Tidaklah kalian menuduh kepadanya salah satu dari hal tersebut melainkan akan diketahui kebathilannya. Sesungguhnya, pendapat yang lebih dekat mengenai dirinya adalah dia seorang tukang sihir yang membawa suatu ucapan berupa sihir, yang mampu memisahkan antara seseorang dengan bapaknya, saudara, istri dan keluarganya. Mereka semua menjadi terpisah darinya lantaran hal itu."(Lihat Ibnu Hisyam, Op.cit., 1/271).

Sebagian riwayat menyebutkan, bahwa tatkala al-Walid menolak semua pendapat yang mereka kemukakan kepadanya, mereka berkata kepadanya: "Kemukakan kepada kami pendapatmu yang tidak ada celanya!."

Lalu dia berkata kepada mereka, "Beri aku kesempatan barang sejenak untuk memikirkan hal itu!."

Lantas al-Walid berfikir dan menguras fikirannya hingga dia dapat menyampaikan kepada mereka pendapatnya tersebut sebagai-mana yang disinggung diatas.

Dan mengenai al-Walid ini, Allah Ta'ala menurunkan enam belas ayat yang merupakan bagian dari surat al-Muddatstsir-yaitu dari ayat 11 hingga ayat 26-. Di antara ayat-ayat tersebut terdapat gambaran bagaimana dia berfikir keras sebagaimana dalam firman-Nya (artinya), "Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan, kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan, kemudian dia memikirkan, sesudah itu dia bermasam muka dan merengut, kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata, "(al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia."

Setelah majlis menyepakati keputusan tersebut, mereka mulai menerapkannya dengan cara duduk-duduk di jalan-jalan yang dilalui orang hingga delegasi Arab datang pada musim haji. Setiap ada orang yang lewat, mereka peringatkan dan mereka singgung dihadapannya perihal Rasulullah.

Sedangkan yang dilakukan oleh Rasululllah manakala sudah datang musim haji adalah membuntuti jema'ah-jema'ah yang datang hingga sampai ke tempat-tempat mereka (berkemah), di pasar 'Ukazh, Majinnah dan Dzul Majaz. Beliau mengajak mereka untuk menyembah Allah, sedangkan Abu Lahab selalu membuntuti di belakang beliau memotong setiap ajakan beliau dengan berbalik mengatakan kepada mereka, "Jangan kalian patuhi dia karena dia adalah seorang pembawa agama baru lagi Pendusta."2

Kenyataannya, justru dari musim itu perihal Rasulullah menjadi pusat perhatian delegasi Arab sehingga namanya menjadi buah bibir orang di seantero negri Arab.

-----000-----

 

Disadur dari sirah nabawiyah Syaikh Syafiyurrahman al-Mubarak Furi.

Oleh Junaedi Abdullah.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAHAPAN PERTAMA DAN KEDUA (RASULULLAH) DI DALAM BERDAKWAH.

  TAHAPAN PERTAMA PERJUANGAN DA'WAH   Tahapan Da'wah Sirriyyah (Secara Rahasia) Selama Tiga Tahun Sebagaimana diketahui, kota ...