Selasa, 20 Agustus 2024

BERSYUKUR ATAS NIKMAT ALLAH

 


 


Betapa besarnya nikmat yang Allah berikan, baik nikmat kedamaian, kesehatan dan lain sebagainya.

Allah ta’ala berfirman:

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. An-Nahl [16]:8).

 

Bagaimana kita mensyukuri nikmat tersebut..?

Setidak-tidaknya ada 5 cara dengan poin-poinnya untuk mensyukuri kemerdekaan ini, yaitu:

1)  Bersyukur dengan cara yang benar.

Bagaimana kita bersyukur dengan benar, yaitu dengan memenuhi tiga unsur agar benar syukur kita kepada Allah ta’ala:

1)  Mengakui dalam hati atas nikmat Allah tersebut.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ..

Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka itu datangnya dari Allah.” (Qs. An Nahl [16]: 53).

2)  Memuji atas nikmat Allah ta’ala.

Hamba yang bersyukur kepada Allah ta’ala ialah hamba yang bersyukur dengan lisannya. Menyebut-nyebut nikmat Allah, senantiasa memuji Allah Ta’ala atas nikmat tersebut.

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ.

Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (Qs. Adh Dhuha[93]: 11). 

3)   Menggunakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala untuk beramal shalih.

Nikmat Allah ini hendaknya dipergunakan untuk ketaatan kepada Allah ta’ala, inilah bentuk syukur dengan badan, apabila nikmat digunakan untuk bermaksiat, niscaya Allah akan murka dan bisa saja Allah ambil nikmat tersebut kembali.

Allah ta’ala berfirman:

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ .

"Sesungguh­nya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]:7).


{لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ}

“Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian.” (QS. Ibrahim [14]:7).

Sesungguhnya jika kalian mensyukuri nikmat-Ku yang telah Kuberikan kepada kalian, pasti Aku akan menambahkannya bagi kalian.

{وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ}

“Dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku).” (QS. Ibrahim [14]:7).

Maksudnya, jika kalian mengingkari nikmat-nikmat itu dan kalian menyembunyikannya serta tidak mensyukurinya.

{إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ}

maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim [14]:7).

Yaitu dengan mencabut nikmat-nikmat itu dari mereka, dan Allah menyiksa mereka karena mengingkarinya. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Ibrahim [14]:7).

Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, “Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan. (Minhajul Qasidin, pasal “ Batasan Dan Syukur Serta Hakekatnya hal terjemahan 515).

Abu Hazim berkata:

شُكْرَ الْجَوَارِحِ كُلِّهَا وَأَنْ تُكَفَّ عَنِ الْمَعَاصِي، وَتُسْتَعْمَلَ فِي الطَّاعَاتِ، ثُمَّ قَالَ: وَأَمَّا مَنْ شَكَرَ بِلِسَانِهِ، وَلَمْ يَشْكُرْ بِجَمِيعِ أَعْضَائِهِ، فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ رَجُلٍ لَهُ كِسَاءٌ، فَأَخَذَ بِطَرَفِهِ، فَلَمْ يَلْبَسْهُ، فَلَمْ يَنْفَعْهُ ذَلِكَ مِنَ الْحَرِّ وَالْبَرْدِ وَالثَّلْجِ وَالْمَطَرِ.

“Syukur dengan anggota badan secara keseluruhan, menahan dari maksiat, dan menggunakan di dalam ketaatan.

Kemudian beliau juga berkata, “Siapa saja yang bersyukur dengan lisannya, namun tidak bersyukur dengan anggota badan lainnya, itu seperti seseorang yang mengenakan pakaian. Ia ambil ujung pakaian saja, tidak ia kenakan seluruhnya. Maka pakaian tersebut tidaklah manfaat untuknya untuk melindungi dirinya dari dingin, panas, salju dan hujan.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:84, Ibnu Rajab al-Hambali)

Allah akan membalas setiap kebaikan hamba tersebut.

وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ.

“Allah itu Syakur lagi Haliim” (QS. At-Taghabun[64]: 17).

Ibnu Katsir menafsirkan Syakur dalam ayat ini, “Maksudnya adalah memberi membalas kebaikan yang sedikit dengan ganjaran yang banyak” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 8/141)

Betapa banyaknya orang-orang yang mengatasnamakan syukur tetapi cara mereka keliru, yaitu dengan beraneka macam maksiat yang dipertontonkan, mulai dengan perlombaan yang tidak pantas dilihat sampai pada hal-hal yang berbau porno, ajang yang tidak sopan sampai jauhnya dari adab-adab dalam agama kita, yang menyedihkan semua itu disaksikan dan diajarkan oleh anak-anak kita.

 

WAJIB BERSYUKUR DAN LARANGAN KUFUR.

Orang yang bersyukur adalah orang yang mengetahui nikmat Allah ta’ala,

Sedangkan orang yang kafir hakekatnya mereka kufur dengan nikmat Allah ta’ala.

Hendaknya agar kita menjadi hamba yang bersyukur kita mengetahui beberapa hal berikut ini:

1)  Pengertian syukur.

Syukur secara bahasa ,syukur adalah pujian bagi orang yang memberikan kebaikan, atas kebaikannya tersebut” (Lihat Ash Shahhah Fil Lughah karya Al Jauhari).

Adapun secara istilah, Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya. Dengan melalui lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat. Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah” (Madarijus Salikin, 2/244).

2)  Perintah Allah agar kita bersyukur kepada-Nya.

 Allah ta’ala berfirman:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ.

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (QS. Al Baqara[2]:152).

3)  Allah akan menambah nikmat orang yang bersyukur.

Allah ta’ala berfirman:

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ.

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim [14]:7).

4)  Besarnya nikmat Allah tak mampu untuk dihitung.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ.

“Jika engkau menghitung nikmat Allah engkau tak akan mampu menghitungnya, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha pengasih.” (QS. An-Nahl[16]:18).

5)  Cara bersyukur yang benar

Seorang hamba dapat dikatakan bersyukur apabila memenuhi tiga hal:

Pertama, Hatinya mengakui dan meyakini bahwa segala nikmat yang diperoleh itu berasal dari Allah Ta’ala semata, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ

Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. An Nahl [16]: 53).

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ.

Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”  (Qs. An Nahl[16]: 114).

Dari sini Qarun telah keliru, tidak menyandarkan nikmat tersebut kepada Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

 

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ.

 

Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." “Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.”

 

Kedua, Lisannya senantiasa mengucapkan kalimat Thayyibbah sebagai bentuk pujian terhadap Allah Ta’ala

Hamba yang bersyukur kepada Allah Ta’ala ialah hamba yang bersyukur dengan lisannya. Allah sangat senang apabila dipuji oleh hamba-Nya. Allah cinta kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa memuji Allah Ta’ala.

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ.

Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (Qs. Adh Dhuha[93]: 11).

 

Seorang hamba yang setelah makan mengucapkan rasa syukurnya dengan berdoa, maka ia telah bersyukur. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ . غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillaah alladzii ath’amanii haadzaa wa rozaqoniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini, dan memberi rezeki kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Tirmidzi 3458. Tirmidzi berkata, hadits ini adalah hadits hasan gharib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Terdapat pula dalam hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا.

Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum” (HR. Muslim 2734).

Bahkan ketika tertimpa musibah atau melihat sesuatu yang tidak menyenangkan, maka sebaiknya tetaplah kita memuji Allah.

Ketiga Menggunakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala untuk beramal shalih

Sesungguhnya orang yang bersyukur kepada Allah Ta’ala akan menggunakan nikmat Allah untuk beramal shalih, tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah. Ia gunakan matanya untuk melihat hal yang baik, lisannya tidak untuk berkata kecuali yang baik, dan anggota badannya ia gunakan untuk beribadah kepada Allah Ta’ala.

 

Ketiga hal tersebut adalah kategori seorang hamba yang bersyukur yakni bersyukur dengan hati, lisan dan anggota badannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, “Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan. (Minhajul Qasidin, pasal “ Batasan Dan Syukur Serta Hakekatnya hal terjemahan 515).

 

6)   Allah membalas kebaikan yang dilakukan hambanya.

Oleh karena itu Allah ta’ala berfirman:

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

 

وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ.

“Allah itu Syakur lagi Haliim” (QS. At-Taghabun: 17).

Ibnu Katsir menafsirkan Syakur dalam ayat ini, “Maksudnya adalah memberi membalas kebaikan yang sedikit dengan ganjaran yang banyak” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 8/141).

7)   Para nabi dan Rasul mereka hamba-hamba yang bersyukur.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا.

“Sesungguhnya Nuh adalah hamba yang banyak bersyukur” (QS. Al-Isra [17] : 3).

 

8)   Termasuk bersyukur, membalas kebaikan orang lain.

 

 من لا يشكر الناسَ لا يشكر اللهَ.

“Barang siapa orang yang tidak bersyuur kepada manusia dia tidak bersyukur kepada Allah.” (HR. Tirmidzi 1954, Ahmad 11703 di shahihkan syaikh al-Albani).

“Kata  الله dan الناس  diriwayatkan berharakat dhammah, maknanya adalah orang yang tidak berterimakasih kepada orang (lain) berarti ia tidak bersyukur kepada Allah”.

9)   Bersyukur terhadap nikmat Allah akan menumbuhkan kecintaan Allah ta’ala.

Sebaliknya orang yang tidak bersyukur Allah akan cabut nikmat tersebut.

10)                     Sedikit hamba Allah yang bersyukur.

Allah ta’ala berfirman:


وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ  .

“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih. (QS. Saba’ [34]: 13].

Cara mensyukuri nikmat.

1)   Nikmat harta, hendaknya dicari dengan cara yang halal, mengeluarkan haqnya, memberi sedekah kepada fakir miskin, dan membelanjakan pada keridhaan Allah ta’ala.

2)   Nikmat badan, menjaga tidak merusaknya, baik dengan khamer, sabu, rokok dan sejenisnya, berolah raga, memakan yang halal dan menjaganya.

Adapun memakai baju

Dari Mu’adz bin Anas, ia berkata,

 

مَنْ تَرَكَ اللِّبَاسِ تَوَاضُعًا لِلَّهِ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَيْهِ دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَىِّ حُلَلِ الإِيمَانِ شَاءَ يَلْبَسُهَا

 

“Barangsiapa yang meninggalkan pakaian (yang bagus) disebabkan tawadhu’ (merendahkan diri) di hadapan Allah, sedangkan ia sebenarnya mampu, niscaya Allah memanggilnya pada hari kiamat di hadapan segenap makhluk dan ia disuruh memilih jenis pakaian mana saja yang ia kehendaki untuk dikenakan.” (HR. Tirmidzi no. 2481 dan Ahmad 3: 439. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

 

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah ketika menerangkan hadits di atas dalam penjelasan kitab Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, beliau berkata:

Jika seseorang berada di tengah-tengah orang yang hidupnya sederhana, maka janganlah ia berpenampilan terlalu mewah. Kalau ia mau mengambil sikap tawadhu’ (rendah diri), maka berpakaianlah seperti pakaian mereka. Biar hati mereka tidak merasa kerdil dan juga bukan tanda sombong. Inilah membuat seseorang mendapatkan pahala yang besar.

Namun jika seseorang berada di sekitar orang yang berpakaian bagus, maka lebih pantas ia memakai pakaian semisal mereka, karena Allah itu jamil (indah) dan menyukai suatu yang indah. Karena kalau seseorang berpakaian sederhana di tengah-tengah orang-orang yang berpakaian bagus, maka ia akan tampil beda. Jadi seseorang dalam berpakaian bisa menyesuaikan kondisi.

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ

“Sesungguhnya Allah suka melihat tampaknya bekas nikmat Allah kepada hamba-Nya.” (HR. Tirmidzi no. 2819 dan An Nasai no. 3605. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Syaikh Muhammad Al Utsaimin menerangkan bahwa hendaklah setiap orang bersederhana dalam setiap aktivitasnya. Hendaklah ia bersederhana dalam pakaian, makan, dan minum. Namun jangan sampai ia menyembunyikan nikmat Allah. Karena Allah amatlah suka jika melihat bekas nikmat pada hamba-Nya.

Jika nikmat tersebut berupa harta, maka Allah sangat senang jika hamba memanfaatkan nikmat tersebut untuk berinfak, bersedekah, dan menolong dalam kebaikan. Lihat Syarh Riyadhus Sholihin, 4: 318-319.

3)   Mensyukuri nikmat lisan.

Menggunakan di dalam kebaikan.

Lisan kita memiliki hukum 4 hal.

Berkata yang baik dapat pahala.

Berkata buruk mendapat dosa.

Berdiam untuk turut berbuat dosa akan mendapat pahala.

Mendiamkan kemaksiatan akan mendapatkan dosa.

4)   Mensyukuri nikmat tubuh hendaknya dipakai di dalam ketaatan kepada Allah ta’ala.

 

 

 


Bagaimana agar kita bisa bersyukur kepada Allah ta’ala.

1.   Melihat orang yang di bawah kita (didalam masalah harta).

 

اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.

"Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang berikan kepadamu" (HR Bukhari 6490 Muslim 2963).

 

2.   Hendaklah seseorang menata hatinya untuk merasa puas dengan pemberian Allah.

Allah telah berjanji akan menolong bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhanNya,  Allah ta’ala berfirman:

 

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ.

“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut[29]: 69).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hakekat orang yang kaya:

 

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

Tidaklah kaya itu diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Akan tetapi yang dikatakan kaya adalah hati yang selalu merasa cukup. (HR. Bukhari 6446 Muslim 1051).

 

Rasulullah Sallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

 

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِيْ سِرْبِهِ، مُعَافًى فِيْ جَسَدِهِ، وَعِنْدَهُ قُوْتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيْزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيْرِهَا.

 "Siapa saja di antara kalian yang merasa aman di tempat tinggalnya, diberikan kesehatan pada badannya, dan ia memiliki makanan untuk harinya itu, maka seolah-olah ia telah memiliki dunia seluruhnya". (HR Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad 300 At-Tirmidzi 2346, Ibnu Majah 4141).

 

3.   Bertawakal kepada Allah:

 

Karena syaitan akan membisikan kemiskinan pada seseorang, dan mendorong agar tamak kepada dunia, oleh karena itu seseorang hendaknya bertawakal kepada Allah ta’ala.

 

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya”. (QS. 65 Ath Thalaq[65]:3)

 

4.   Menyadari sebanyak apapun pemberian Allah, manusia tidak bisa puas kecuali yang Allah rahmati dari hamba-hambanya yang qana’ah.

 

Ibnu Zubair pernah berkhutbah:

 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَقُولُ , لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِىَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا ، وَلَوْ أُعْطِىَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا ، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ .

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya manusia diberi lembah penuh dengan emas, maka ia masih menginginkan lembah yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan tanah. Allah tentu menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat.”( HR. Bukhari. 6438).

 

5.Kenikmatan yang sempurna hanyalah di akhirat.

 

مَا الدُّنْيَا فِيْ اْلاَخِرَةِ إلاَّ كَمِثْلِ مَا يَجْعَلُ أحَدُكُمْ إصْبَعَهُ فِيْ الْيَمِّ، فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ.

“Tidaklah dunia ini jika dibanding akhirat seperti jika seseorang diantara kalian mencelupkan jarinya ke lautan, maka hendaklah dia melihat air yang menempel di jarinya setelah dia menariknya kembali.”( HR.Muslim 2858).

 

Demikianlah semoga bermanfaat dan menjadikan kita semua orang yang bersyukur, aamiin ya Rabbal aalaamiin.

5.   Berdoa kepada Allah agar di jauhkan dari hati yang tidak pernah puas.

اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ، وَالْكَسَلِ، وَالْجُبْنِ، وَالْبُخْلِ، وَالْهَرَمِ، وَعَذَابِ، الْقَبْرِ اللهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا.

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, pengecut dan kikir, ketuaan dan azab kubur. Ya Allah, berikanlah ketakwaan kepada jiwaku, sucikanlah jiwaku, karena Engkaulah sebaik-baik yang menyucikan jiwa, Engkaulah Yang Menguasai dan melindungi jiwa.Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, hawa nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim 2722).



Abu Ibrahim, Junaedi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۚ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ فَأَنَّىٰ تُؤْفَكُونَ

Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)? [QS. Fathir ayat 3]

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 10 HAK TETANGGA

  BAB 10 HAK TETANGGA Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita, baik di depan, belakang, kanan ataupun kiri dari rumah kita menurut ...