Betapa besarnya
nikmat yang Allah berikan, baik nikmat kedamaian, kesehatan dan lain
sebagainya.
Allah ta’ala berfirman:
وَاِنْ
تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan
mampu menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”(QS. An-Nahl [16]:8).
Bagaimana
kita mensyukuri nikmat tersebut..?
Setidak-tidaknya
ada 5 cara dengan poin-poinnya untuk mensyukuri kemerdekaan ini, yaitu:
1) Bersyukur
dengan cara yang benar.
Bagaimana
kita bersyukur dengan benar, yaitu dengan memenuhi tiga unsur agar benar syukur
kita kepada Allah ta’ala:
1) Mengakui dalam
hati atas nikmat Allah tersebut.
Allah ta’ala
berfirman:
وَمَا
بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ..
“Dan apa saja nikmat yang ada
pada kamu, maka itu datangnya dari Allah.” (Qs. An Nahl [16]: 53).
2) Memuji atas nikmat Allah ta’ala.
Hamba yang bersyukur kepada Allah ta’ala ialah hamba yang bersyukur dengan lisannya. Menyebut-nyebut
nikmat Allah, senantiasa memuji Allah Ta’ala atas nikmat
tersebut.
وَأَمَّا
بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ.
“Dan terhadap nikmat
Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (Qs.
Adh Dhuha[93]: 11).
3) Menggunakan nikmat-nikmat
Allah Ta’ala untuk beramal shalih.
Nikmat
Allah ini hendaknya dipergunakan untuk ketaatan kepada Allah ta’ala, inilah
bentuk syukur dengan badan, apabila nikmat digunakan untuk bermaksiat, niscaya
Allah akan murka dan bisa saja Allah ambil nikmat tersebut kembali.
Allah
ta’ala berfirman:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ
عَذَابِي لَشَدِيدٌ .
"Sesungguhnya
jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada
kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]:7).
{لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ}
“Sesungguhnya
jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada
kalian.” (QS. Ibrahim [14]:7).
Sesungguhnya
jika kalian mensyukuri nikmat-Ku yang telah Kuberikan kepada kalian, pasti Aku
akan menambahkannya bagi kalian.
{وَلَئِنْ
كَفَرْتُمْ}
“Dan jika
kalian mengingkari (nikmat-Ku).” (QS. Ibrahim [14]:7).
Maksudnya,
jika kalian mengingkari nikmat-nikmat itu dan kalian menyembunyikannya serta
tidak mensyukurinya.
{إِنَّ عَذَابِي
لَشَدِيدٌ}
maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim [14]:7).
Yaitu
dengan mencabut nikmat-nikmat itu dari mereka, dan Allah menyiksa mereka karena
mengingkarinya. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Ibrahim [14]:7).
Sebagaimana
yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, “Syukur
(yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan. (Minhajul Qasidin, pasal “ Batasan Dan Syukur Serta
Hakekatnya hal terjemahan 515).
Abu Hazim berkata:
شُكْرَ
الْجَوَارِحِ كُلِّهَا وَأَنْ تُكَفَّ عَنِ الْمَعَاصِي، وَتُسْتَعْمَلَ فِي
الطَّاعَاتِ، ثُمَّ قَالَ: وَأَمَّا مَنْ شَكَرَ بِلِسَانِهِ، وَلَمْ يَشْكُرْ
بِجَمِيعِ أَعْضَائِهِ، فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ رَجُلٍ لَهُ كِسَاءٌ، فَأَخَذَ
بِطَرَفِهِ، فَلَمْ يَلْبَسْهُ، فَلَمْ يَنْفَعْهُ ذَلِكَ مِنَ الْحَرِّ
وَالْبَرْدِ وَالثَّلْجِ وَالْمَطَرِ.
“Syukur
dengan anggota badan secara keseluruhan, menahan dari maksiat, dan menggunakan
di dalam ketaatan.
Kemudian
beliau juga berkata, “Siapa saja yang bersyukur dengan lisannya, namun tidak
bersyukur dengan anggota badan lainnya, itu seperti seseorang yang mengenakan
pakaian. Ia ambil ujung pakaian saja, tidak ia kenakan seluruhnya. Maka pakaian
tersebut tidaklah manfaat untuknya untuk melindungi dirinya dari dingin, panas,
salju dan hujan.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:84, Ibnu Rajab al-Hambali)
Allah
akan membalas setiap kebaikan hamba tersebut.
وَٱللَّهُ
شَكُورٌ حَلِيمٌ.
“Allah
itu Syakur lagi Haliim” (QS. At-Taghabun[64]: 17).
Ibnu
Katsir menafsirkan Syakur dalam ayat ini, “Maksudnya adalah memberi membalas
kebaikan yang sedikit dengan ganjaran yang banyak” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim,
8/141)
Betapa banyaknya orang-orang yang mengatasnamakan syukur
tetapi cara mereka keliru, yaitu dengan beraneka macam maksiat yang
dipertontonkan, mulai dengan perlombaan yang tidak pantas dilihat sampai pada
hal-hal yang berbau porno, ajang yang tidak sopan sampai jauhnya dari adab-adab
dalam agama kita, yang menyedihkan semua itu disaksikan dan diajarkan oleh
anak-anak kita.
WAJIB BERSYUKUR DAN LARANGAN KUFUR.
Orang yang
bersyukur adalah orang yang mengetahui nikmat Allah ta’ala,
Sedangkan orang yang kafir hakekatnya mereka kufur dengan
nikmat Allah ta’ala.
Hendaknya agar kita
menjadi hamba yang bersyukur kita mengetahui beberapa hal berikut ini:
1) Pengertian
syukur.
Syukur secara bahasa ,syukur adalah pujian bagi orang
yang memberikan kebaikan, atas kebaikannya tersebut” (Lihat Ash Shahhah Fil
Lughah karya Al Jauhari).
Adapun secara istilah, Syukur adalah menunjukkan adanya
nikmat Allah pada dirinya. Dengan melalui lisan, yaitu berupa pujian dan
mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat. Dengan melalui hati,
berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota badan, berupa
kepatuhan dan ketaatan kepada Allah” (Madarijus Salikin, 2/244).
2) Perintah
Allah agar kita bersyukur kepada-Nya.
Allah ta’ala berfirman:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ.
“Maka ingatlah
kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah
kamu ingkar kepada-Ku.” (QS. Al Baqara[2]:152).
3) Allah akan
menambah nikmat orang yang bersyukur.
Allah ta’ala berfirman:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ
عَذَابِي لَشَدِيدٌ.
“Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim [14]:7).
4)
Besarnya nikmat Allah tak mampu untuk dihitung.
Allah
ta’ala berfirman:
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا
تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ.
“Jika
engkau menghitung nikmat Allah engkau tak akan mampu menghitungnya,
sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha pengasih.” (QS. An-Nahl[16]:18).
5)
Cara bersyukur yang benar
Seorang hamba dapat dikatakan bersyukur apabila memenuhi
tiga hal:
Pertama, Hatinya mengakui dan meyakini bahwa segala nikmat yang diperoleh
itu berasal dari Allah Ta’ala semata, sebagaimana firman
Allah Ta’ala :
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ
اللَّهِ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka
dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. An Nahl [16]: 53).
فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ
حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ
تَعْبُدُونَ.
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki
yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu
hanya kepada-Nya saja menyembah.” (Qs. An Nahl[16]: 114).
Dari sini Qarun telah keliru, tidak menyandarkan nikmat
tersebut kepada Allah ta’ala.
Allah ta’ala berfirman:
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ
عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ
قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا
وَلَا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ.
Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta
itu, karena ilmu yang ada padaku." “Dan apakah ia tidak mengetahui,
bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih
kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu
ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.”
Kedua, Lisannya senantiasa mengucapkan kalimat Thayyibbah sebagai
bentuk pujian terhadap Allah Ta’ala
Hamba yang bersyukur kepada Allah Ta’ala ialah hamba yang bersyukur dengan lisannya.
Allah sangat senang apabila dipuji oleh hamba-Nya. Allah cinta kepada
hamba-hamba-Nya yang senantiasa memuji Allah Ta’ala.
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ
فَحَدِّثْ.
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka
hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (Qs.
Adh Dhuha[93]: 11).
Seorang hamba yang setelah makan mengucapkan rasa syukurnya
dengan berdoa, maka ia telah bersyukur. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, dari Mu’adz bin
Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ
مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ . غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang makan makanan kemudian
mengucapkan: “Alhamdulillaah alladzii
ath’amanii haadzaa wa rozaqoniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin”
(Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini, dan memberi rezeki
kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang
telah lalu.” (HR. Tirmidzi 3458. Tirmidzi
berkata, hadits ini adalah hadits hasan gharib. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini hasan).
Terdapat pula dalam hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ
الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ
الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا.
“Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat suka kepada
hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum”
(HR. Muslim 2734).
Bahkan
ketika tertimpa musibah atau melihat sesuatu yang tidak menyenangkan, maka
sebaiknya tetaplah kita memuji Allah.
Ketiga
Menggunakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala untuk beramal
shalih
Sesungguhnya orang yang bersyukur kepada Allah Ta’ala akan menggunakan nikmat Allah untuk
beramal shalih, tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah. Ia gunakan
matanya untuk melihat hal yang baik, lisannya tidak untuk berkata kecuali yang
baik, dan anggota badannya ia gunakan untuk beribadah kepada Allah Ta’ala.
Ketiga hal tersebut adalah kategori seorang hamba yang
bersyukur yakni bersyukur dengan hati, lisan dan anggota badannya. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah,
“Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan. (Minhajul Qasidin, pasal “ Batasan Dan Syukur Serta
Hakekatnya hal terjemahan 515).
6)
Allah
membalas kebaikan yang dilakukan hambanya.
Oleh karena itu Allah ta’ala berfirman:
Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,
وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ.
“Allah itu Syakur lagi Haliim” (QS. At-Taghabun: 17).
Ibnu Katsir menafsirkan Syakur dalam ayat ini,
“Maksudnya adalah memberi membalas kebaikan yang sedikit dengan ganjaran yang
banyak” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 8/141).
7)
Para nabi dan Rasul mereka hamba-hamba yang bersyukur.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا
شَكُورًا.
“Sesungguhnya Nuh adalah hamba yang banyak bersyukur” (QS. Al-Isra
[17] : 3).
8)
Termasuk
bersyukur, membalas kebaikan orang lain.
من لا يشكر
الناسَ لا يشكر اللهَ.
“Barang
siapa orang yang tidak bersyuur kepada manusia dia tidak bersyukur kepada
Allah.” (HR. Tirmidzi 1954, Ahmad 11703 di shahihkan syaikh al-Albani).
“Kata الله dan الناس diriwayatkan berharakat dhammah,
maknanya adalah orang yang tidak berterimakasih kepada orang (lain) berarti ia
tidak bersyukur kepada Allah”.
9)
Bersyukur terhadap nikmat Allah akan
menumbuhkan kecintaan Allah ta’ala.
Sebaliknya
orang yang tidak bersyukur Allah akan cabut nikmat tersebut.
10)
Sedikit hamba Allah yang bersyukur.
Allah ta’ala berfirman:
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ .
“Dan sedikit
sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih. (QS. Saba’ [34]: 13].
Cara mensyukuri
nikmat.
1)
Nikmat harta, hendaknya dicari dengan cara
yang halal, mengeluarkan haqnya, memberi sedekah kepada fakir miskin, dan membelanjakan
pada keridhaan Allah ta’ala.
2)
Nikmat badan, menjaga tidak merusaknya, baik
dengan khamer, sabu, rokok dan sejenisnya, berolah raga, memakan yang halal dan
menjaganya.
Adapun memakai baju
Dari Mu’adz bin Anas, ia berkata,
مَنْ
تَرَكَ اللِّبَاسِ تَوَاضُعًا لِلَّهِ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَيْهِ دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَىِّ حُلَلِ الإِيمَانِ
شَاءَ يَلْبَسُهَا
“Barangsiapa yang meninggalkan pakaian (yang bagus) disebabkan
tawadhu’ (merendahkan diri) di hadapan Allah, sedangkan ia sebenarnya mampu,
niscaya Allah memanggilnya pada hari kiamat di hadapan segenap makhluk dan ia
disuruh memilih jenis pakaian mana saja yang ia kehendaki untuk dikenakan.”
(HR. Tirmidzi no. 2481 dan Ahmad 3: 439. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa
sanad hadits ini hasan)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah ketika
menerangkan hadits di atas dalam penjelasan kitab Riyadhus Sholihin karya Imam
Nawawi, beliau berkata:
Jika seseorang berada di tengah-tengah orang yang hidupnya
sederhana, maka janganlah ia berpenampilan terlalu mewah. Kalau ia mau
mengambil sikap tawadhu’ (rendah diri), maka berpakaianlah seperti pakaian mereka.
Biar hati mereka tidak merasa kerdil dan juga bukan tanda sombong. Inilah
membuat seseorang mendapatkan pahala yang besar.
Namun jika seseorang berada di sekitar orang yang berpakaian
bagus, maka lebih pantas ia memakai pakaian semisal mereka, karena Allah itu
jamil (indah) dan menyukai suatu yang indah. Karena kalau seseorang berpakaian
sederhana di tengah-tengah orang-orang yang berpakaian bagus, maka ia akan
tampil beda. Jadi seseorang dalam berpakaian bisa menyesuaikan kondisi.
Dari ‘Amr
bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ
“Sesungguhnya Allah suka melihat tampaknya bekas nikmat Allah
kepada hamba-Nya.” (HR. Tirmidzi no. 2819 dan An Nasai no. 3605. Al Hafizh Abu
Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Syaikh Muhammad Al Utsaimin menerangkan bahwa hendaklah setiap
orang bersederhana dalam setiap aktivitasnya. Hendaklah ia bersederhana dalam
pakaian, makan, dan minum. Namun jangan sampai ia menyembunyikan nikmat Allah.
Karena Allah amatlah suka jika melihat bekas nikmat pada hamba-Nya.
Jika nikmat tersebut berupa harta, maka Allah sangat senang jika
hamba memanfaatkan nikmat tersebut untuk berinfak, bersedekah, dan menolong
dalam kebaikan. Lihat Syarh
Riyadhus Sholihin, 4: 318-319.
3)
Mensyukuri nikmat lisan.
Menggunakan di dalam kebaikan.
Lisan kita memiliki hukum 4 hal.
Berkata yang baik dapat pahala.
Berkata buruk mendapat dosa.
Berdiam untuk turut berbuat dosa akan mendapat pahala.
Mendiamkan kemaksiatan akan mendapatkan dosa.
4)
Mensyukuri nikmat tubuh hendaknya dipakai di
dalam ketaatan kepada Allah ta’ala.
Bagaimana
agar kita bisa bersyukur kepada Allah ta’ala.
1.
Melihat
orang yang di bawah kita (didalam masalah harta).
اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ
مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ
لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.
"Lihatlah
kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di
atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat
Allah yang berikan kepadamu" (HR Bukhari 6490 Muslim 2963).
2.
Hendaklah
seseorang menata hatinya untuk merasa puas dengan pemberian Allah.
Allah telah berjanji
akan menolong bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari
keridhanNya, Allah ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا
لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ
الْمُحْسِنِينَ.
“Dan orang-orang yang
bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut[29]: 69).
Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan hakekat orang yang kaya:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ
الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Tidaklah kaya itu diukur dengan banyaknya kemewahan dunia.
Akan tetapi yang dikatakan kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR.
Bukhari 6446 Muslim 1051).
Rasulullah Sallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِيْ
سِرْبِهِ، مُعَافًى فِيْ جَسَدِهِ، وَعِنْدَهُ قُوْتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا
حِيْزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيْرِهَا.
"Siapa
saja di antara kalian yang merasa aman di tempat tinggalnya, diberikan
kesehatan pada badannya, dan ia memiliki makanan untuk harinya itu, maka
seolah-olah ia telah memiliki dunia seluruhnya". (HR Bukhari dalam
Al-Adabul-Mufrad 300 At-Tirmidzi 2346, Ibnu Majah 4141).
3.
Bertawakal
kepada Allah:
Karena syaitan akan
membisikan kemiskinan pada seseorang, dan mendorong agar tamak kepada dunia,
oleh karena itu seseorang hendaknya bertawakal kepada Allah ta’ala.
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barang siapa
yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya”. (QS.
65 Ath Thalaq[65]:3)
4.
Menyadari
sebanyak apapun pemberian Allah, manusia tidak bisa puas kecuali yang Allah
rahmati dari hamba-hambanya yang qana’ah.
Ibnu Zubair pernah
berkhutbah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ
النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَقُولُ , لَوْ أَنَّ ابْنَ
آدَمَ أُعْطِىَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا ، وَلَوْ
أُعْطِىَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا ، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ
إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ .
“Wahai sekalian
manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya
manusia diberi lembah penuh dengan emas, maka ia masih menginginkan lembah yang
kedua semisal itu. Jika diberi lembah kedua, ia pun masih menginginkan lembah
ketiga. Perut manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan tanah. Allah tentu
menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat.”( HR. Bukhari. 6438).
5.Kenikmatan yang sempurna hanyalah di akhirat.
مَا الدُّنْيَا فِيْ اْلاَخِرَةِ
إلاَّ كَمِثْلِ مَا يَجْعَلُ أحَدُكُمْ إصْبَعَهُ فِيْ الْيَمِّ، فَلْيَنْظُرْ
بِمَ تَرْجِعُ.
“Tidaklah dunia ini
jika dibanding akhirat seperti jika seseorang diantara kalian mencelupkan
jarinya ke lautan, maka hendaklah dia melihat air yang menempel di jarinya
setelah dia menariknya kembali.”( HR.Muslim 2858).
Demikianlah semoga
bermanfaat dan menjadikan kita semua orang yang bersyukur, aamiin ya Rabbal
aalaamiin.
5.
Berdoa
kepada Allah agar di jauhkan dari hati yang tidak pernah puas.
اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ
الْعَجْزِ، وَالْكَسَلِ، وَالْجُبْنِ، وَالْبُخْلِ، وَالْهَرَمِ، وَعَذَابِ،
الْقَبْرِ اللهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ
زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ
عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ،
وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا.
“Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, pengecut dan kikir, ketuaan
dan azab kubur. Ya Allah, berikanlah ketakwaan kepada jiwaku, sucikanlah
jiwaku, karena Engkaulah sebaik-baik yang menyucikan jiwa, Engkaulah Yang
Menguasai dan melindungi jiwa.Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang
tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, hawa nafsu yang tidak pernah puas
dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim 2722).
Abu Ibrahim, Junaedi.
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ هَلْ مِنْ خَالِقٍ
غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۚ لَا إِلَٰهَ إِلَّا
هُوَ ۖ فَأَنَّىٰ
تُؤْفَكُونَ
Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah
pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan
bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari
ketauhidan)? [QS. Fathir ayat 3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar