Sabtu, 17 Agustus 2024

PERBEDAAN WALI ALLAH DAN WALI SYAITAN.

 



Dewasa ini masyarakat tidak lagi bisa membedakan mana wali Allah dan mana wali syaitan sehingga banyak yang keliru di dalam memahami kewalian tersebut.

Yang paling menyedihkan adalah setiap orang yang bisa menampakkan perkara yang diluar kebiasaan dianggap wali, meskipun tidak menampakkan keta’atannya kepada Allah, oleh karena itu penting untuk menjelaskan masalah ini.

1.   Definisi wali.

Wali secara bahasa yaitu: Pembela, penolong yang merupakan lawan kata dari ‘aduwwu (musuh).

 

Secara syar’i wali yaitu: Orang yang menjalankan perintah syari’at dan menjahui apa yang dilarang syai’at dan meninggalkannya. (Al-Mu’taqadusshahihu al-Wajibu ‘ala kuli muslim I’tiqaduhu. Dr. Abdussallam bin Barjas alu ‘Abdul Karim).

 


Siapakah Wali Setan?


Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah berkata, “Wali setan adalah orang-orang yang menyelisihi Allah ‘azza wa jalla dan orang-orang yang tidak mematuhi anjuran Al-Qur'an dan Sunnah.” (al-‘Aqidah al-Islamiyah, hlm. 36)

 

2.   Definisi karomah.

Karomah yaitu: Perkara diluar kebiasaan yang ditampakkan Allah melalui tangan wali-walinya, sebagai pertolongan dalam perkara agama maupun duniannya. Akan tetapi tidak sampai seperti mu’jizat para nabi dan rasul. (Al-Mu’taqadusshahihu al-Wajibu ‘ala kuli muslim I’tiqaduhu. Dr. Abdussallam bin Barjas alu ‘Abdul Karim).

Banyak dalil-dalil secara mutawatir tentang orang-orang yang diberi karomah oleh Allah ta’ala.

 

3.   Diantara contoh orang-orang yang mendapatkan karamah.


1)  Kisah As-Habul Kahfi, yang ditidurkan Allah selama 309 tahun.

Sebagaimana yang disampaikan Ibnu Katsir rahimahullah, “Mereka bangun setelah 309 tahun.” (Al-Bidayah wa An-Nihayah, 2:567).

Mereka adalah para pemuda yang meneriakkan secara lantang menyerukan tauhid kepada Allah ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman menggambarkan keberanian mereka menyerukan kalimat tauhid tersebut:

وَرَبَطْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَٰهًا ۖ لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا.

“Dan Kami meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Rabb kami adalah Rabb seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Rabb selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (QS. Al-Kahfi [18]: 14).

2)  Kisah Maryam ‘alaiha salam.

Dimana beliau diperintahkan menggoyangkan pokok kurma yang besar dan berat, yang dengan sebab itu Allah menggugurkan buah-buahnya.

وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا. فَكُلِي وَاشْرَبِي.

"Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan dan minumlah." (QS. Maryam[19]: 25-26).

كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ.

"Setiap kali Zakaria masuk menemuinya di mihrab (kamar khusus ibadah), dia mendapati makanan di sisinya. Dia berkata, 'Wahai Maryam! Dari mana ini engkau peroleh?' Dia (Maryam) menjawab, 'Itu dari Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan." (QS. Ali 'Imran[3]: 37).

Maryam mendapatkan buah-buahan yang ada pada musim dingin disaat musim panas, juga mendapatkan buah-buahan musim panas di saat musim dingin.

3)  Kisah Ashif juru tulis nabi Sulaiman.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa nama orang itu adalah Asif, sekretaris Nabi Sulaiman. Hal yang sama diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari Yazid ibnu Ruman yang telah mengatakan bahwa nama orang tersebut adalah Asif ibnu Barkhia, dia adalah seorang yang jujur lagi mengetahui Ismul A'zam. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. An-Naml [27]:40).

Ada yang mengatakan Dia seorang wali Allah, yang jika berdo’a Allah akan kabulkan.

Ada yang mengatakan dia adalah jin muslim.

Ada juga yang mengatakan dia adalah malaikat Jibril datang dari langit untuk mengalahkan jin Ifrit, jin yang masih kafir.

Allahu ‘alam yang kuat dia adalah juru tulis nabi Sulaiman sebagaimana yang di sebutkan syaikh Abdussalam.

Allah ta’ala berfirman menceritakan hal itu:

قَالَ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَيُّكُمْ يَأْتِينِي بِعَرْشِهَا قَبْلَ أَنْ يَأْتُونِي مُسْلِمِينَ . قَالَ عِفْرِيتٌ مِنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ تَقُومَ مِنْ مَقَامِكَ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ . قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ.

Sulaiman berkata, "Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri?” 'Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin berkata, "Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.” Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab, "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata, "Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat­Nya). Dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri; dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia.” (QS. An-Naml[27]:38-40).

4)  Kisah orang dimatikan Allah 100 tahun.

Sejumlah sahabat dan tabi’in menyebutkan diantaranya Ali bin abi Thalib, Ibnu Abbas, Qatadah, Mujahid dan lainnya, bahwa orang yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Uzair. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Baqarah [2]:259).

Ketika Uzair memasuki bangunan-bangunan yang ada di dalam perkampungan, Hatinya bertanya-tanya, “bagaimana cara Allah menghidupkan (memakmurkan) kembali kampung ini setelah kematiannya?” Pertanyaan tersebut muncul sebab Uzair melihat keadaan kampung yang sangat porak-poranda. Siapa sangka, pertanyaan itu dijawab oleh Allah dengan cara mewafatkannya selama 100 tahun agar ia dapat melihat jawaban atas pertanyaannya.

Kemudian Allah menghidupkan Uzair kembali. Bagian pertama dihidupkan adalah mata agar ia dapat melihat anggota tubuhnya yang lain dibangkitkan. Ketika Uzair terbangun, Allah bertanya kepadanya melalui para malaikat, “berapa lama kamu tinggal di sini?” Uzair menjawab, “satu hari atau setengah hari.” Karena Uzair merasa hanya berdiam sebentar dan karena waktu kebangkitan sama dengan waktu ia diwafatkan, yakni siang hari.

Allah ta’ala berfirman:

أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.

“Tidak! Engkau telah tinggal seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, tetapi lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang belulang). Dan agar Kami jadikan engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Lihatlah tulang belulang (keledai itu), bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.” Maka ketika telah nyata baginya, dia pun berkata, “Saya mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 259).

5)  Kisah 3 orang yang tertutup batu di gua.

Demikian pula para sahabat seperti;

6)  Umar Bin Khatab.

Beliau ditampakkan pasukannya ketika sedang berkhutbah dimimbar, dan menyuruh komandan pasukan yaitu Sariyah bin Zanim untuk berlindung ke bukit.

7)   Kisah dua sahabat Rasulullah yang mendapatkan cahaya.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu:

خَرَجَا مِنْ عِنْدِ النَّبيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، فِي لَيْلَةٍ مُظْلِمَةٍ وَمَعَهُمَا مِثْلُ المِصْبَاحَيْنِ بَيْنَ أَيْديهِمَا . فَلَمَّا افْتَرَقَا ، صَارَ مَعَ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا وَاحِدٌ حَتَّى أتَى أهْلَهُ .

“Ada dua orang dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari tempat beliau pada suatu malam gelap gulita. Masing-masing menyertai mereka berdua seperti lampu di depan mereka berdua. Ketika keduanya berpisah, masing-masing dari lampu itu menyertai mereka berdua sampai tiba di keluarganya.” (HR. Bukhari 465).

Dan masih banyak lagi, orang-orang yang mendapatkan karomah yang tidak bisa disebutkan disini.

4.   Ciri-ciri wali-wali Allah.

Dari kisah diatas para ulama menyebutkan bahwa wali Allah akan senantiasa ada pada umat ini, hal ini sebagaimana yang disampaiakan oleh syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, beliau berkata:

“Dalam umat ini ada sebagian orang yang mendapatkan bisikan dan ilham dari Allah, mimpi yang baik adalah haq, dan merupakan bagian dari kenabian, dan firasat yang benar adalah haq, dan ini adalah karamah selama ia sejalan dengan syari’at, namun mimpi dan firasat yang demikian bukanlah merupakan sumber aqidah atau hukum syari’at. (Mujmal Usul Ahli Sunnah Wal Jama’ah fil Aqidah. syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql).

Allah ta’ala berfirman:

أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ . الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ .

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus [10]:62-63).

Ibnu katsir berkata: “Allah subhanahu wa ta’ala memberitahukan bahwa kekasih-kekasih-Nya adalah mereka yang beriman dan bertakwa, seperti yang ditafsirkan oleh banyak ulama. Dengan demikian, setiap orang yang bertakwa adalah wali (kekasih) Allah.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Yunus [10]:62-63)..

Oleh karena itu kita akan sebutkan diantara ciri-ciri wali Allah ta’ala, yaitu:

1)  Beriman.

Mencakup rukun islam dan rukun iman, bahkan diantara mereka sampai pada rukun ihsan, keimanan ini tidak dibatalkan dengan melakukan berbagai kesyirikan.

Allah ta’ala berfirman.

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ.

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An‘am[6]:82).

2)  Wali Allah adalah mereka orang-orang yang bertaqwa.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا.

“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, Allah akan menjadikan perkaranya mudah.” (QS. At-Talaq [65]:4).

3)  Wali Allah tenang, tidak kuatir dan tidak bersedih hati.

Hal ini berkaitan dengan apa yang menimpanya, selalu berbaik sangka kepada Allah ta’ala dan selalu mengharap keridhaan Allah dari setiap yang diterima dan dihadapi.

Allah ta’ala berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ.

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah, dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Baqarah[2]:207).

4)  Wali Allah mengamalkan perintah yang wajib dan yang sunnah.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ.

”Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman, ’Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya.’” (HR. Bukhari 6502, shahih Ibnu Hibban 347).

Berkata abu Sulaiman al-Khathabi:

هَذِهِ أَمْثَالٌ ضَرَبَهَا، وَالْمَعْنَى، وَاللَّهُ أَعْلَمُ، تَوْفِيقُهُ فِي الأَعْمَالِ.

“Ini adalah permisalan, maknanya Allahu ‘alam Taufik Allah (bimbingan Allah) di dalam beramal.” (Syarhu Sunnah al-Imam Albaghawi juz 5 hal 19).

5)  Wali dan karamah di dapat dengan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya, tidak dipelajari sebagaimana sihir.

Allah ta’ala berfirman:

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ.

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir, yang mengajarkan kepada manusia sihir.” (QS. Al-Baqarah[2]:102).

5.   Tingkatan para wali.

Para wali Allah memiliki perbedaan tingkatan, sebagaimana perbedaan mereka di dalam keimanan, sehingga  mereka memiliki tingkat yang berbeda pula dalam kedekatan mereka dengan Allah. Maka dapat disimpulkan di sini bahwa wali-wali Allah terbagi kepada dua golongan:

Pertama: Assaabiquun Al-muqarrabuun (barisanterdepan dari orang-orang yang dekat dengan Allah).

 Yaitu mereka yang melakukan hal-hal yang mandub (sunnah) serta menjauhi hal-hal yang makruh di samping melakukan hal-hal yang wajib .

Kedua: Ashaabulyamiin (golongan kanan). Yaitu mereka hanya cukup dengan melaksanakan hal-hal yang wajib saja serta menjauhi hal-hal yang diharamkan, tanpa melakukan hal-hal yang sunnah atau menjauhi hal-hal yang makruh. Kedua golongan ini disebutkan Allah dalan firmanNya:

فَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ . فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّتُ نَعِيمٍ . وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ . فَسَلَامٌ لَكَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ

“Adapun jika ia termasuk golongan yang dekat (kepada Allah). Maka dia memperoleh ketentraman dan rezki serta surga kenikmatan. Dan adapun jika ia termasuk golongan kanan. Maka keselamatan bagimu dari golongan kanan”. (QS. Al Waaqi’ah [56]: 88-91).

 

6.   Ciri wali-wali syaitan.

Wali-wali syaitan adalah orang-orang yang selalu membuat kerusakan dan menyesatkan manusia.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَنْ تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ . تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ . يُلْقُونَ السَّمْعَ وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ.

“Maukah Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaithan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta.” (QS. Asy-Syu’araa[26]: 221-223).

وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ.

“Dan sesungguhnya para setan itu Mewahyukan kepada wali wali mereka untuk membantahmu.” (QS. Al- An’aam[6]:121).

Wali-wali syaitan bisa seorang dukun, tukang sihir, maupun para peramal.

Adapun ciri-ciri wali syaitan yaitu:

1)   Menampakkan sesuatu diluar kebiasaan manusia, namun pelakunya melakukan kekafiran dan kemusryikan kepada Allah ta’ala.

2)   Seandainya pelakunya (menampakkan luar biasa) orang islam, hendaknya diperhatikan apakah mereka komitmen dengan agamanya atau tidak, berpegang dengan sunnah atau justru yang diamalkan adalah amalan bid’ah, hal ini sebagaimana yang sampaikan imam Syafi'i di atas.

3)   Mempelajari sihir dan hal-hal yang membawa kepada kekafiran, seperti kungkum, bertapa, semedi, puasa mutih, ngrowot (makan umbi-umbian).

4)   Mengeklaim mengetahui perkara-perkara gaib, atau melakukan ramalan apa yang akan terjadi.

5)   Melakukan sesaji-sesaji, seperti pembakaran dupa, kemenyan, menyiram bunga.

6) Mengagungkan gambar atau patung makhluk bernyawa kemudian patung tersebut dipuja atau dijadikan sarana ritual mereka.

7) Meminta syarat-syarat yang tak bisa di nalar dan tidak dibenarkan syari’at, seperti minta bunga 3 macam, ayam hitam mulus, mandi bunga, tengah malam, meminum darah dan lain-lain.

8)   Menanyakan sesuatu yang tak ada kaitannya dengan penyakit pasien, seperti kelahiran suami, istri, pakaiannya, foto, rambut dan lain-lain.

9)   Melakukan ritual penyembuhan dengan tidak mau ditemani atau ditempat sepi, seperti ditengah malam, di kebun, disumur, dikamar sendirian dan melakukan perbuatan tidak senonoh.

10)                     Mengagungkan jimat-jimat dan menggunakannya, seperti menggoyangkan kerisnya, merendam batu jimatnya, atau patung ular, patung perwayangan dan lain-lain.

 

11)                     Melakukan tawsul, meminta-minta kepada orang yang telah mati,  Ya syaikh Fulan…. atau Memanggil-manggil jin (kadamnya) untuk disuruh, “ Wahai qadamku…”

12)                      

13)                     Menggunakan rapalan doa yang tidak bisa di mengerti dan bukan dari Al-Qur’an dan Sunnah.

14)                     Menggunakan kata-kata keras, kaku, kasar, dan kejam, seperti, sakiti dia,  bunuhlah dia, jangan biarkan hidup.

15)                     Memerintahkan pasien untuk menanam benda-benda yang telah dirajai ditempat usahanya, atau di tempat saingannya.

16)                     Membuat miniatur manusia yang akan disakiti kemudian menusuk-nusuk dengan paku, jarum dan selainnya.

17)                     Menunjukan keanehan pada benda, buah, telur dan lain-lain, karena terkadang diisi oleh sidukun atau tukang sihir berbagai benda yang kemudian ditutup lagi dan ditunjukkan kepada pasien.

18)                     Menuliskan rajah-rajah di kain mori, kulit, maupun kertas, kemudian disuruh menyimpan.

19)                     Memerintahkan untuk mengambil tanah kuburan dan membuangnya ditempat saingan dagangnya dan lain-lain.

20)                     Mewariskan ilmu sihir atau perdukunan tersebut kepada anak cucunya.

 

7.   Kesalahan masyarakat anggapan mereka tentang wali.

Diantara kesalahan tersebut yaitu:

1)  Menganggap wali harus seorang yang sakti dan mengetahui perkara gaib.

Tentu anggapan seperti ini sangat bertentangan dengan firman Allah:

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ

“Di sisiNya (Allah) segala kunci-kunci yang gaib, tiada yang dapat mengetahuinya kecuali Dia (Allah).” (QS. Al-An’aam, [6]:59).

Dan firman Allah:

لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ.

“Katakanlah, tiada seorang pun di langit maupun di bumi yang dapat mengetahui hal yang gaib kecuali Allah.” (QS. An Naml[27]: 65).

2)  Tidak dianggap wali jika tidak memiliki kesaktian diluar kebiasaan manusia.

Allah ta’ala berfirman:

وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا.

“Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah’” (QS. An-Nisa[4]: 28).

3)  Setiap yang menampakkan karamah atau kesaktian dianggap wali.

Hingga wali syaitan yang mereka kebal dan bisa berjalan diatas air nyata-myata kafir dan tidak beriman, jelaslah hal ini bukan wali Allah tetapi wali syaitan.

Sebagaimana dikatakan Imam Syafi’i:

“Jika kalian menyaksikan seseorang dapat berjalan di atas air, atau terbang di udara sekalipun, janganlah kalian menganggapnya sebagai wali, sebelum kalian mengukur amalannya dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah.’” Lihat Syarhul ‘Aqiidah ath-Thahaawiyyah (hal. 769).

4)  Wali harus pasti maksum (terjaga dari kesalahan).

Ini tidak benar, karena rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.

“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat.” (HR Ibnu Majah 4251. Di hasankan syaikh al-Albani).

5)  Anggapan jika wali Allah pasti tidak terkalahkan.

Ini tidak benar, kadang Allah menguji wali-walinya dengan kekalahan dan bahkan gugur dimedan dakwah atau medan perang.

Demikianlah semoga Allah menjadikan kita termasuk salah satu wali-wali-Nya, yang selalu beriman dan bertaqwa. Aamiin.

 

 

-----000-----

 

Sragen 22-06-2024.

Junaedi Abdullah.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 10 HAK TETANGGA

  BAB 10 HAK TETANGGA Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita, baik di depan, belakang, kanan ataupun kiri dari rumah kita menurut ...