Dewasa ini
masyarakat tidak lagi bisa membedakan mana wali Allah dan mana wali syaitan
sehingga banyak yang keliru di dalam memahami kewalian tersebut.
Yang paling
menyedihkan adalah setiap orang yang bisa menampakkan perkara yang diluar
kebiasaan dianggap wali, meskipun tidak menampakkan keta’atannya kepada Allah,
oleh karena itu penting untuk menjelaskan masalah ini.
1. Definisi
wali.
Wali secara
bahasa yaitu: Pembela, penolong yang merupakan lawan kata dari ‘aduwwu (musuh).
Secara
syar’i wali yaitu: Orang yang menjalankan perintah syari’at dan menjahui apa
yang dilarang syai’at dan meninggalkannya. (Al-Mu’taqadusshahihu al-Wajibu ‘ala
kuli muslim I’tiqaduhu. Dr. Abdussallam bin Barjas alu ‘Abdul Karim).
Siapakah Wali Setan?
Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah berkata, “Wali setan adalah orang-orang yang menyelisihi Allah ‘azza wa jalla dan orang-orang yang tidak mematuhi anjuran Al-Qur'an dan Sunnah.” (al-‘Aqidah al-Islamiyah, hlm. 36)
2. Definisi
karomah.
Karomah yaitu: Perkara diluar
kebiasaan yang ditampakkan Allah melalui tangan wali-walinya, sebagai
pertolongan dalam perkara agama maupun duniannya. Akan tetapi tidak sampai
seperti mu’jizat para nabi dan rasul. (Al-Mu’taqadusshahihu al-Wajibu ‘ala
kuli muslim I’tiqaduhu. Dr. Abdussallam bin Barjas alu ‘Abdul Karim).
Banyak
dalil-dalil secara mutawatir tentang orang-orang yang diberi karomah oleh Allah
ta’ala.
3.
Diantara
contoh orang-orang yang mendapatkan karamah.
1) Kisah As-Habul Kahfi, yang ditidurkan Allah selama 309 tahun.
Sebagaimana yang disampaikan Ibnu
Katsir rahimahullah, “Mereka bangun setelah 309 tahun.” (Al-Bidayah wa
An-Nihayah, 2:567).
Mereka
adalah para pemuda yang meneriakkan secara lantang menyerukan tauhid kepada Allah
ta’ala.
Allah Ta’ala
berfirman menggambarkan keberanian mereka menyerukan kalimat tauhid tersebut:
وَرَبَطْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا
فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ
إِلَٰهًا ۖ
لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا.
“Dan Kami meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri,
lalu mereka pun berkata, “Rabb kami adalah Rabb seluruh langit dan bumi; kami
sekali-kali tidak menyeru Rabb selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian
telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (QS. Al-Kahfi [18]:
14).
2) Kisah Maryam
‘alaiha salam.
Dimana
beliau diperintahkan menggoyangkan pokok kurma yang besar dan berat, yang
dengan sebab itu Allah menggugurkan buah-buahnya.
وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ
النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا. فَكُلِي وَاشْرَبِي.
"Dan
goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan
menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan dan minumlah."
(QS. Maryam[19]: 25-26).
كُلَّمَا
دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا قَالَ يَا
مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ
يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ.
"Setiap
kali Zakaria masuk menemuinya di mihrab (kamar khusus ibadah), dia mendapati
makanan di sisinya. Dia berkata, 'Wahai Maryam! Dari mana ini engkau peroleh?'
Dia (Maryam) menjawab, 'Itu dari Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki
kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan." (QS. Ali 'Imran[3]:
37).
Maryam mendapatkan buah-buahan yang ada pada musim dingin
disaat musim panas, juga mendapatkan buah-buahan musim panas di saat musim
dingin.
3) Kisah Ashif juru
tulis nabi Sulaiman.
Ibnu Abbas
mengatakan bahwa nama orang itu adalah Asif, sekretaris Nabi Sulaiman. Hal yang
sama diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari Yazid ibnu Ruman yang telah
mengatakan bahwa nama orang tersebut adalah Asif ibnu Barkhia, dia adalah
seorang yang jujur lagi mengetahui Ismul A'zam. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. An-Naml [27]:40).
Ada yang mengatakan Dia seorang wali Allah, yang jika berdo’a
Allah akan kabulkan.
Ada yang mengatakan dia adalah jin muslim.
Ada juga yang mengatakan dia adalah malaikat Jibril datang
dari langit untuk mengalahkan jin Ifrit, jin yang masih kafir.
Allahu ‘alam yang kuat dia adalah juru tulis nabi Sulaiman
sebagaimana yang di sebutkan syaikh Abdussalam.
Allah ta’ala berfirman menceritakan hal itu:
قَالَ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ
أَيُّكُمْ يَأْتِينِي بِعَرْشِهَا قَبْلَ أَنْ يَأْتُونِي مُسْلِمِينَ .
قَالَ عِفْرِيتٌ مِنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ
تَقُومَ مِنْ مَقَامِكَ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ . قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ
قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ
قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ
شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ
كَرِيمٌ.
Sulaiman berkata,
"Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa
singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang
berserah diri?” 'Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin berkata,
"Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum
kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk
membawanya lagi dapat dipercaya.” Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari
Al-Kitab, "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu
berkedip.” Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya,
ia pun berkata, "Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah
aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmatNya). Dan barang siapa
yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur
untuk (kebaikan) dirinya sendiri; dan barang siapa yang ingkar, maka
sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia.” (QS. An-Naml[27]:38-40).
4) Kisah orang dimatikan Allah 100 tahun.
Sejumlah sahabat dan
tabi’in menyebutkan diantaranya Ali bin abi Thalib, Ibnu Abbas, Qatadah,
Mujahid dan lainnya, bahwa orang yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah
Uzair. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Baqarah [2]:259).
Ketika Uzair memasuki
bangunan-bangunan yang ada di dalam perkampungan, Hatinya bertanya-tanya,
“bagaimana cara Allah menghidupkan (memakmurkan) kembali kampung ini setelah
kematiannya?” Pertanyaan tersebut muncul sebab Uzair melihat keadaan kampung
yang sangat porak-poranda. Siapa sangka, pertanyaan itu dijawab oleh Allah
dengan cara mewafatkannya selama 100 tahun agar ia dapat melihat jawaban atas
pertanyaannya.
Kemudian Allah
menghidupkan Uzair kembali. Bagian pertama dihidupkan adalah mata agar ia dapat
melihat anggota tubuhnya yang lain dibangkitkan. Ketika Uzair terbangun, Allah
bertanya kepadanya melalui para malaikat, “berapa lama kamu tinggal di sini?”
Uzair menjawab, “satu hari atau setengah hari.” Karena Uzair merasa hanya
berdiam sebentar dan karena waktu kebangkitan sama dengan waktu ia diwafatkan,
yakni siang hari.
Allah ta’ala
berfirman:
أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى
عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ
اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا
أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ
وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً
لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا
لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ.
“Tidak! Engkau telah
tinggal seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah,
tetapi lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang belulang). Dan agar Kami
jadikan engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Lihatlah tulang belulang
(keledai itu), bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya
dengan daging.” Maka ketika telah nyata baginya, dia pun berkata, “Saya
mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]:
259).
5) Kisah 3 orang yang tertutup batu di
gua.
Demikian pula para
sahabat seperti;
6)
Umar Bin Khatab.
Beliau
ditampakkan pasukannya ketika sedang berkhutbah dimimbar, dan menyuruh komandan
pasukan yaitu Sariyah bin Zanim untuk berlindung ke bukit.
7) Kisah
dua sahabat Rasulullah yang mendapatkan cahaya.
Dari
Anas radhiyallahu ‘anhu:
خَرَجَا مِنْ عِنْدِ النَّبيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ،
فِي لَيْلَةٍ مُظْلِمَةٍ وَمَعَهُمَا مِثْلُ المِصْبَاحَيْنِ بَيْنَ أَيْديهِمَا .
فَلَمَّا افْتَرَقَا ، صَارَ مَعَ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا وَاحِدٌ حَتَّى أتَى أهْلَهُ .
“Ada dua orang dari
sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari tempat beliau pada suatu
malam gelap gulita. Masing-masing menyertai mereka berdua seperti lampu di
depan mereka berdua. Ketika keduanya berpisah, masing-masing dari lampu itu
menyertai mereka berdua sampai tiba di keluarganya.” (HR. Bukhari 465).
Dan masih banyak
lagi, orang-orang yang mendapatkan karomah yang tidak bisa disebutkan disini.
4.
Ciri-ciri
wali-wali Allah.
Dari kisah diatas
para ulama menyebutkan bahwa wali Allah akan senantiasa ada pada umat ini, hal
ini sebagaimana yang disampaiakan oleh syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim
Al-Aql, beliau berkata:
“Dalam umat ini ada
sebagian orang yang mendapatkan bisikan dan ilham dari Allah, mimpi yang baik
adalah haq, dan merupakan bagian dari kenabian, dan firasat yang benar adalah
haq, dan ini adalah karamah selama ia sejalan dengan syari’at, namun mimpi dan
firasat yang demikian bukanlah merupakan sumber aqidah atau hukum syari’at.
(Mujmal Usul Ahli Sunnah Wal Jama’ah fil Aqidah. syaikh Dr. Nashir bin Abdul
Karim Al-Aql).
Allah ta’ala
berfirman:
أَلا
إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ . الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ .
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus [10]:62-63).
Ibnu
katsir berkata: “Allah subhanahu wa ta’ala memberitahukan bahwa
kekasih-kekasih-Nya adalah mereka yang beriman dan bertakwa, seperti yang
ditafsirkan oleh banyak ulama. Dengan demikian, setiap orang yang bertakwa
adalah wali (kekasih) Allah.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Yunus [10]:62-63)..
Oleh karena itu
kita akan sebutkan diantara ciri-ciri wali Allah ta’ala, yaitu:
1) Beriman.
Mencakup rukun
islam dan rukun iman, bahkan diantara mereka sampai pada rukun ihsan, keimanan
ini tidak dibatalkan dengan melakukan berbagai kesyirikan.
Allah ta’ala
berfirman.
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ
يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ.
“Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang
mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. Al An‘am[6]:82).
2) Wali Allah adalah mereka orang-orang yang bertaqwa.
Allah
ta’ala berfirman:
وَمَنْ
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا.
“Barang
siapa yang bertakwa kepada Allah, Allah akan menjadikan perkaranya mudah.” (QS.
At-Talaq [65]:4).
3) Wali Allah tenang, tidak kuatir dan tidak bersedih hati.
Hal
ini berkaitan dengan apa yang menimpanya, selalu berbaik sangka kepada Allah
ta’ala dan selalu mengharap keridhaan Allah dari setiap yang diterima dan
dihadapi.
Allah
ta’ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ
ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ.
“Dan di antara
manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah, dan
Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Baqarah[2]:207).
4) Wali Allah mengamalkan perintah yang wajib dan yang
sunnah.
Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّ اللَّهَ قَالَ:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ
عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ
عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ:
كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ،
وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ
سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ.
”Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla berfirman, ’Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku
mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan
sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya.
Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah
hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi
pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia
gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan
menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku
pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti
melindunginya.’” (HR. Bukhari 6502, shahih Ibnu Hibban 347).
Berkata abu Sulaiman al-Khathabi:
هَذِهِ أَمْثَالٌ ضَرَبَهَا،
وَالْمَعْنَى، وَاللَّهُ أَعْلَمُ، تَوْفِيقُهُ فِي الأَعْمَالِ.
“Ini adalah permisalan, maknanya Allahu ‘alam Taufik Allah
(bimbingan Allah) di dalam beramal.” (Syarhu Sunnah al-Imam Albaghawi juz 5 hal
19).
5) Wali dan
karamah di dapat dengan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya, tidak dipelajari sebagaimana
sihir.
Allah ta’ala berfirman:
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ
وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ
السِّحْرَ.
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh
syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa
Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak
mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir, yang mengajarkan
kepada manusia sihir.” (QS. Al-Baqarah[2]:102).
5.
Tingkatan
para wali.
Para wali Allah memiliki perbedaan tingkatan, sebagaimana
perbedaan mereka di dalam keimanan, sehingga mereka memiliki tingkat yang berbeda pula
dalam kedekatan mereka dengan Allah. Maka dapat disimpulkan di sini bahwa
wali-wali Allah terbagi kepada dua golongan:
Pertama: Assaabiquun Al-muqarrabuun (barisanterdepan dari
orang-orang yang dekat dengan Allah).
Yaitu mereka yang melakukan hal-hal
yang mandub (sunnah) serta menjauhi hal-hal yang makruh di samping
melakukan hal-hal yang wajib .
Kedua: Ashaabulyamiin (golongan kanan). Yaitu mereka hanya
cukup dengan melaksanakan hal-hal yang wajib saja serta menjauhi hal-hal yang
diharamkan, tanpa melakukan hal-hal yang sunnah atau menjauhi hal-hal yang
makruh. Kedua golongan ini disebutkan Allah dalan firmanNya:
فَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ . فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ
وَجَنَّتُ نَعِيمٍ . وَأَمَّا إِنْ كَانَ
مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ . فَسَلَامٌ لَكَ مِنْ
أَصْحَابِ الْيَمِينِ
“Adapun
jika ia termasuk golongan yang dekat (kepada Allah). Maka dia memperoleh ketentraman
dan rezki serta surga kenikmatan. Dan adapun jika ia termasuk golongan kanan.
Maka keselamatan bagimu dari golongan kanan”. (QS. Al Waaqi’ah [56]: 88-91).
6. Ciri
wali-wali syaitan.
Wali-wali
syaitan adalah orang-orang yang selalu membuat kerusakan dan menyesatkan
manusia.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَنْ
تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ . تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ . يُلْقُونَ السَّمْعَ
وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ.
“Maukah Aku beritakan kepadamu, kepada siapa
syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang
banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaithan) itu, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta.” (QS. Asy-Syu’araa[26]:
221-223).
وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ
إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ.
“Dan
sesungguhnya para setan itu Mewahyukan
kepada wali wali mereka untuk membantahmu.” (QS. Al-
An’aam[6]:121).
Wali-wali syaitan bisa seorang dukun, tukang
sihir, maupun para peramal.
Adapun ciri-ciri wali syaitan yaitu:
1) Menampakkan sesuatu diluar
kebiasaan manusia, namun pelakunya melakukan kekafiran dan kemusryikan kepada Allah
ta’ala.
2) Seandainya pelakunya (menampakkan luar biasa) orang islam, hendaknya diperhatikan apakah mereka komitmen dengan agamanya atau tidak, berpegang dengan sunnah atau justru yang
diamalkan adalah amalan bid’ah, hal ini sebagaimana yang sampaikan imam Syafi'i di atas.
3) Mempelajari sihir dan hal-hal
yang membawa kepada kekafiran, seperti kungkum, bertapa, semedi, puasa mutih,
ngrowot (makan umbi-umbian).
4) Mengeklaim mengetahui
perkara-perkara gaib, atau melakukan ramalan apa yang akan terjadi.
5) Melakukan sesaji-sesaji, seperti
pembakaran dupa, kemenyan, menyiram bunga.
6) Mengagungkan gambar atau
patung makhluk bernyawa kemudian patung tersebut dipuja atau dijadikan sarana
ritual mereka.
7) Meminta syarat-syarat yang
tak bisa di nalar dan tidak dibenarkan syari’at, seperti minta bunga 3 macam,
ayam hitam mulus, mandi bunga, tengah malam, meminum darah dan lain-lain.
8) Menanyakan sesuatu yang tak
ada kaitannya dengan penyakit pasien, seperti kelahiran suami, istri, pakaiannya,
foto, rambut dan lain-lain.
9) Melakukan ritual penyembuhan dengan
tidak mau ditemani atau ditempat sepi, seperti ditengah malam, di kebun,
disumur, dikamar sendirian dan melakukan perbuatan tidak senonoh.
10)
Mengagungkan jimat-jimat dan menggunakannya, seperti menggoyangkan
kerisnya, merendam batu jimatnya, atau patung ular, patung perwayangan dan
lain-lain.
11)
Melakukan tawsul, meminta-minta kepada orang yang telah mati, Ya syaikh Fulan…. atau Memanggil-manggil jin
(kadamnya) untuk disuruh, “ Wahai qadamku…”
12)
13)
Menggunakan rapalan doa yang tidak bisa di mengerti dan bukan dari
Al-Qur’an dan Sunnah.
14)
Menggunakan kata-kata keras, kaku, kasar, dan kejam, seperti, sakiti
dia, bunuhlah dia, jangan biarkan hidup.
15)
Memerintahkan pasien untuk menanam benda-benda yang telah dirajai
ditempat usahanya, atau di tempat saingannya.
16)
Membuat miniatur manusia yang akan disakiti kemudian menusuk-nusuk
dengan paku, jarum dan selainnya.
17)
Menunjukan keanehan pada benda, buah, telur dan lain-lain, karena
terkadang diisi oleh sidukun atau tukang sihir berbagai benda yang kemudian ditutup
lagi dan ditunjukkan kepada pasien.
18)
Menuliskan rajah-rajah di kain mori, kulit, maupun kertas, kemudian
disuruh menyimpan.
19)
Memerintahkan untuk mengambil tanah kuburan dan membuangnya ditempat
saingan dagangnya dan lain-lain.
20)
Mewariskan ilmu sihir atau perdukunan tersebut kepada anak cucunya.
7.
Kesalahan masyarakat anggapan mereka tentang
wali.
Diantara kesalahan tersebut yaitu:
1) Menganggap wali harus seorang
yang sakti dan mengetahui perkara gaib.
Tentu anggapan seperti ini sangat bertentangan dengan firman Allah:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ
“Di sisiNya (Allah) segala kunci-kunci yang gaib, tiada yang dapat mengetahuinya kecuali Dia (Allah).” (QS. Al-An’aam, [6]:59).
Dan firman Allah:
لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا
اللَّهُ.
“Katakanlah, tiada seorang pun
di langit maupun di bumi yang dapat mengetahui hal yang gaib kecuali Allah.” (QS.
An Naml[27]: 65).
2) Tidak dianggap
wali jika tidak memiliki kesaktian diluar kebiasaan manusia.
Allah ta’ala berfirman:
وَخُلِقَ
الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا.
“Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah’” (QS.
An-Nisa[4]: 28).
3) Setiap yang menampakkan karamah atau kesaktian
dianggap wali.
Hingga wali syaitan yang mereka kebal dan bisa berjalan
diatas air nyata-myata kafir dan tidak beriman, jelaslah hal ini bukan wali Allah
tetapi wali syaitan.
Sebagaimana dikatakan Imam Syafi’i:
“Jika kalian
menyaksikan seseorang dapat berjalan di atas air, atau terbang di udara
sekalipun, janganlah kalian menganggapnya sebagai wali, sebelum kalian mengukur
amalannya dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah.’” Lihat Syarhul ‘Aqiidah ath-Thahaawiyyah (hal.
769).
4) Wali harus pasti maksum
(terjaga dari kesalahan).
Ini tidak
benar, karena rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ
بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.
“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang
yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat.” (HR Ibnu Majah 4251. Di hasankan
syaikh al-Albani).
5) Anggapan jika wali Allah pasti tidak
terkalahkan.
Ini tidak benar, kadang Allah menguji wali-walinya dengan
kekalahan dan bahkan gugur dimedan dakwah atau medan perang.
Demikianlah semoga Allah menjadikan kita termasuk salah satu
wali-wali-Nya, yang selalu beriman dan bertaqwa. Aamiin.
-----000-----
Sragen 22-06-2024.
Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar