Sabtu, 24 Agustus 2024

BAHAYA BID’AH

 



Dewasa ini bid’ah menyebar dimana-mana, sampai-sampai orang yang ingin tahu ajaran islam yang masih murni sebagaimana yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam sebagaimana yang diterima para sahabat terasa sulit, baik untuk mendapatkan, membedakan dan juga memahami, hal karena banyaknya tersebar ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hingga pada suatu saat nanti benar-benar islam akan dianggap asing.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mensinyalir hal ini dengan sabdanya:

بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ.

“Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntungnlah orang yang asing.” (HR. Muslim 145, Ahmad 16690, Sunan Ibnu Majah 3986).

Demikianlah kondisi umat ini secara umum, banyak ajaran yang bukan dari islam namun dinisbatkan kepada islam.

Begitu pula para da’inya, saking banyaknya penyeru kesesatan sampai-sampai masyarakat tidak bisa membedakan mana dai yang menyeru kepada islam yang masih murni sesuai sunnah dan mana yang telah terkontaminasi dengan ajaran selain islam.

Oleh karena itu penting untuk menjelaskan hal ini.

Adapun yang perlu dijelaskan yaitu:

1.   Pengertian bid’ah

Secara bahasa bid’ah adalah sesuatu yang baru, yang tidak ada contoh sebelumnya.

Allah ta’ala berfirman:

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ.

“Dialah Allah Pencipta langit dan bumi.” (Al-Baqarah [2]: 117).

Yakni menciptakan tanpa contoh sebelumnya.

قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِّنَ الرُّسُلِ.

Katakanlah (Muhammad), “Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara rasul-rasul.” (QS. Al-Ahqaf [46]:9).

Definisi bid’ah secara istilah yang paling lengkap adalah apa yang tulis oleh Imam Asy Syatibi dalam kitabnya Al I’tisham. Beliau mengatakan, bid’ah yaitu:

عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا المُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُدِ للهِ سُبْحَانَهُ.

Sebuah ungkapan pada tatacara di dalam beragama yang dibuat-buat menyerupai syari’at (yang tidak ada dasarnya), dimaksudkan melakukan hal itu untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah ta’ala. (Al-I’tisam hal 31-32, Imam Asy-Syatibi).

 

2.   Asal perbuatan bid’ah.

Bid’ah ditinjau dari asalnya ada dua:

1)              Bid’ah hakikiah.

Yaitu perbuatan (amalan) yang tidak memiliki sandaran dalil syar'i sama sekali, baik dari Al-Qur’an, Sunnah maupun ijma’, secara global maupun secara terperinci.

Disebut bid'ah hakikiyah, sebab perkara tersebut adalah perkara (amalan) yang baru sama sekali tanpa ada contoh sebelumnya.

2)      Bid'ah idhafiyah. ialah bid'ah yang mempunyai dalil, tetapi dalil tersebut tidak bisa dijadikan sandaran. (Al-I’tisam, Imam Asy-Syatibi).

Biasanya para pelaku bid’ah akan melakukan bid’ah terlebih dahhulu baru mencari-cari dalilnya.

Dari sinilah orang-orang banyak yang tertipu dan terseret.

 

3.   Larangan berbuat bid’ah dalam masalah agama.

Perlu diketahui, asal ibadah adalah tauqifiyah, yaitu berhenti mengikuti dalil sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا.

“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr [59]: 7).

Ibnu Katsir mengatakan: “Yakni apa pun yang diperintahkan oleh Rasul kepada kalian, maka kerjakanlah; dan apa pun yang dilarang olehnya, maka tinggalkanlah. Karena sesungguhnya yang diperintahkan oleh Rasul itu hanyalah kebaikan belaka, dan sesungguhnya yang dilarang olehnya hanyalah keburukan belaka.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Hasyr [59]: 7).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ,  وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ .

“Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada perintah dari kami maka tertolak.” Dalam riwayat Muslim, “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka tertolak.” (HR. Bukhari 2697, Muslim 1718).

فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

“Karena setiap perkara yang baru (yang diada-adakan dalam perkara agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad 17144, Ibnu Majah 42, Abu Dawud 4607 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam as-Shahihah 937).

Dari Abu Hurairah ‘Abdurrahman bin Shakr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ . رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

“Apa saja yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka.” (HR. Bukhari 7288dan Muslim 1337)

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً.

“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Syarah I’tiqad Ahli Sunnah wal Jama’ah 126. Abul Qasim Al-Lalikai ).         

 

4.   Adapun dalam masalah dunia bukanlah dianggap bid’ah.

Di dalam salah satu kaidah fikih yang di pegang oleh jumhur ulama termasuk kalangan Syafi’iyah yaitu:

الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةَ.

“Hukum segala sesuatu itu asalnya boleh.” (Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah Wa Tathbiqatuha Fi Al-Madzhab Asy-Syafi’i, karya Dr. Muhammad Az-Zuhaili, Juz 2, Hlm. 59-62).

الْأَصْلُ فِي الْعِبَادَاتِ الْحَظْرُ وَ الْأَصْلُ فِي الْعَادَاتِ الْإِبَاحَةُ.

“Pada dasarnya ibadah itu terlarang, sedangkan adat (kebiasaan yang tidak bertentangan dengan agama) itu dibolehkan.”

Dari kaidah di atas para ulama menjelaskan, bahwa tentang kemajuan jaman seperti, hp, mobil pesawat, motor dan sarana lainnya hal itu di bolehkan, dan bukan perkara bid’ah yang terlarang di dalam agama, sebagian para ulama menyebutkan bid’ah dari sisi bahasa semata, bukan secara hakekatnya, hal itu berdasarkan firman Allah ta’ala:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا.

“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al-Baqarah [2]: 29).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ.

Kamu lebih mengetahui tentang urusan dunia kamu.” (HR. Muslim 2363).

Dengan demikian jelaslah yang terlarang adalah bid’ah dalam perkara yang disandarkan agama dan dianggap ibadah, padahal hal itu tidak diperintahkan Allah, tidak diperintahkan Rasul-Nya, tidak pula dilakukan para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in generasi terbaik umat ini, bukan tentang urusan dunia.

 

5.   Contoh-contoh bid’ah dalam agama.

Bid’ah dalam agama sangat banyak sekali jumlahnya, diantaranya:

Ritual ritual anak sebelum kelahirannya, ritual kematian, perayaan-perayaan seperti maulid dll, tahun baru islam, menghidupkan malam nisfi Sa’ban dll, shalawatan yang dilakukan bersama-sama dan yang tidak ada dasarnya seperti barjanji dll, dzikir-dzikir yang tidak ada dasarnya dan dilakukan beramai-ramai, beribadah sambil berjoget, dan masih banyak lagi.

 

6.   Bahaya bid’ah dalam agama.

Bid’ah dalam agama akan tak ubahnya seperti musuh dalam selimut, menghancurkan kemurnian islam dan memalsukan apa yang bukan ajaran islam, sehingga amalan pelakukan di tolak yang menjadikan rugi didunia dan akhirat, baik rugi waktu, tenaga, pikiran dan hartanya.

Mereka juga akan diusir dari telaga rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, rasulullah mengadukan hal itu:

إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى.

“(Wahai Tuhanku) Mereka betul-betul pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sebenarnya engkau tidak mengetahui bahwa mereka telah mengganti ajaranmu setelahmu.” Kemudian aku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku.” (HR. Bukhari 7051).

Pelaku bid’ah lebih disukai iblis dari maksiat.

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullahu berkata:

الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ، الْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا، وَالْبِدْعَةُ لَا يُتَابُ مِنْهَا.

Bid’ah lebih dicintai oleh Iblis daripada maksiat. Hal ini karena perbuatan maksiat (pelakunya) bertaubat darinya sedangkan bid’ah (pelakunya) tidak mau bertaubat (karena tidak merasa bersalah).

 

Demikianlah sedikit ringkasan ini semoga bermanfa’at, Aamiin.

 

Sragen jum’at 21-06-2024,

Junaedi Abdullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 10 HAK TETANGGA

  BAB 10 HAK TETANGGA Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita, baik di depan, belakang, kanan ataupun kiri dari rumah kita menurut ...