Selasa, 25 Juni 2024

AQIDAH WASYITHIYAH AYAT 32. SIFAT RIDHA ALLAH.

 


 Syaikh Rahimahullah membawakan firman Allah ta'ala yang menunjukkan sifat Ridha bagi Allah ta'ala.

Allah ta’ala berfirman:

رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ.

“Allah rida terhadap mereka, dan mereka pun rida terhadap-Nya.´(QS. AL-Maidah [5]:119).

Apa bila kita membaca Al-Qur’an, maka kita akan dapatkan banyak sekali firman Allah yang senisal ini di dalam Al-Qur’an, diantaranya, (QS Al Bayyinah [98]: 8), (QS. At-Taubah [9]: 100), (QS. Al-Mujadillah [58]:22).

Bagi seorang muslim, mencari ridha Allah adalah tujuan yang paling utama dalam kehidupan mereka. Sebab, tujuan manusia hidup di dunia adalah untuk beribadah kepada Allah serta menjauhi segala larangan-Nya. Hal itu dilakukan semata-mata agar Allah meridhainya.

Diantara ayat-ayat yang menunjukkan hal itu adalah:

Allah ta’ala berfirman:

وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ.

“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terlelak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian perbuat.” (QS. Al-Baqarah [2]:265).

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ.

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Baqarah[2]:207).

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا.

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf. atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS. An-Nisa[4]:114). 

Lantas, apa yang dimaksud dengan ridha Allah?

Apa saja yang diridhai?

Siapa saja yang diridhai Allah?

Bagaimana kita supaya mendapatkan keridhaan Allah?

Apa balasan Allah bagi orang yang diridhai Allah?

1.   Pengertian Ridha Allah.

Kata ridha  (رِضَا) merupakan kata turunan dari bahasa Arab, yang memiliki arti, puas, suka, senang, setuju, rela, dan berkenan.

Sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى

“..Dan aku bersegera kepada-Mu, Ya Tuhanku, agar Engkau ridha (kepadaku).” (QS. Thaha[20]: 85).

Adapun lawan kata dari ridha adalah , (سخَطُ), yang artinya, kebencian kemarahan.

Sebagaimana Allah ta’ala sebutkan di dalam firman-Nya:

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا.

"Siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, balasannya adalah (neraka) Jahanam. Dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan baginya azab yang sangat besar." (QS An Nisa'[4]: 93).

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا، وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا، يَرْضَى لَكُمْ: أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا، وَأَنْ تَنَاصَحُوا مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ، وَيَكْرَهُ لَكُمْ: قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ.

"Sesungguhnya Allah telah meridhai bagimu tiga hal dan membenci tiga hal bagimu. Tiga hal yang diridhai Allah bagimu adalah menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, berpegang teguh pada agama Allah, dan saling memberi nasihat kepada pemimpin yang Allah jadikan pimpinan bagimu. Tiga hal yang Allah membenci bagimu yaitu banyak bicara, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta." (HR. Bukhari 442 di dalam Adabul Mufrad, Malik di dalam Al-Muwata’ 20, Ahmad 8799,  dishahih Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 685).

2.   Apa saja yang diridhai Allah ta’ala?

Allah meridhai seseorang atau satu kaum bisa berupa ucapan maupun perbuatan.

Contoh Allah meridhai berupa ucapan, sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ.

“Sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk keridhaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu Allah menaikkannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk kemurkaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka Jahannam. (HR. Bukhari 6478, Ahmad 8411, Al-Hakim 136, dalam Mustadraknya).

Contoh Allah meridhai berupa perbuatan sebagaimana disebutkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ اللهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا.

“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala meridhai hamba yang memakan makanan, lalu dia memuji Allah atas makanan yang dimakan. Begitu juga seorang hamba yang minum minuman, dia memuji Allah atas minuman yang diminumnya.” (HR. Muslim 2734, Ibnu Abi Syaibah 29566).

Kisah Abu Thalhah dan Umu Sulaim.

Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kedatangan tamu dalam keadaan lapar, kemudian Beliau menanyakan kepada istri-istri beliau namun mereka tidak ada yang memiliki makanan kecuali air, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan kepada sahabat, Maka Abu Thalhah membawa tamu tersebut, sesampainya di rumah beliau bertanya kepada istrinya, “ adakah makanan di rumah?” istrinya menjawab tidak ada kecuali jatah anak-anak.” “Kalau begitu berilah mereka minum dan tidurkanlah, ketika engakau hidangkan berpura-puralah memperbaiki lamu dan padamkanlah, aku akan pura-pura makan.”  Maka istrinya pun melakukan hal itu, sehingga malam itu keluarga Abu Thalhah dalam keadaan kelaparan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَقَدْ عَجِبَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ - أَوْ ضَحِكَ - مِنْ فُلاَنٍ وَفُلاَنَةَ, فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: وَيُؤْثِرُونَ عَلَى  أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ .

Sesungguhnya Allah merasa kagum atau ridha dengan apa yang telah dilakukan oleh si Fulan dan si Fulanah, kemudian Allah menurunkan firman-Nya: “Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” ( QS.Al-Hasyr [59]:9).( HR. Bukhari 4889).

Allah ta’ala berfirman:

وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ.

“Mereka mengutamakan (saudaranya) atas diri mereka meskipun diri mereka membutuhkan.” ( QS.Al-Hasyr [59]:9).

 

Setelah di pagi hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai zaid, Allah sangatlah bangga dan ridha dengan apa yang telah kamu lakukan semalam.” Maka beliau pulang mengabarkan kepada istrinya.

 

3.   Siapakah orang-orang yang diridhai Allah?

Banyak disebutkan baik di dalam Al-Qur’an maupun hadits tentang orang-orang yang dicintai dan diridhai Allah ta’ala, diantaranya:

1)  Para nabi dan para rasul, siddiqin, Suhada dan orang-orang shalih.

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا.

“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang yang mati syahid. dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa[4]:69).

2)  Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Allah ta’ala berfirman:

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا.

“Sungguh, Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat.” (QS. Al Fath [48]: 18).

3)  Wali-wali Allah dari kalangan orang-orang shalih dan orang-orang bertaqwa

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ . الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ.

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. (QS. Yunus [10]:62-63).

Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan dalam hadits qudsi, Allah juga menjaga wali-walin-Nya dari musuh-musuh-Nya.

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ

”Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya.” (HR. Bukhari 6502, Shahih Ibnu Hibban 347).

4)  Orang-orang yang berbakti kepada orang tuanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ.

“Ridha Rabb tergantung ridha orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua.” (HR. Tirmidzi 1899 dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Ash-Shahihah 516).

 

5)  Orang-orang yang bersyukur atas nikmat Allah.

Siapa yang bersyukur dengan hati dan anggota badannya, maka mereka akan mendapatkan keridhaan Allah. Allah Ta’ala berfirman,

إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ.

Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az-Zumar [39]: 7).

4.   Bagaimana kita mendapatkan keridhaan Allah ta’ala?

Ada beberapa cara bagaimana kita bisa mendapatkan keridhan Allah ta’ala, di antaranya.

1)  Beriman dan beramal shalih.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ. جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ.

“Sesugguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga 'and yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. Al-Bayyinah [98]:7-8).

2)  Mengikuti Rasulullah dan para sahabat dengan sebaik-baiknya.

Mengikuti mereka baik dalam aqidah, ibadah dan suluk (akhlaq).

Allah ta’ala berfirman:

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ.

“Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka (dalam melaksanakan) kebaikan, Allah ridha kepada mereka; dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang di dalamnya terdapat sungai-sungai yang mengalir. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah [9]: 100).

Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ مِمَّنْ بَايَعَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ.

Tidak akan masuk neraka orang-orang yang berbaiat di bawah pohon.” (HR. Abu Dawud 4653, Tirmidzi 3860, beliau berkata: hasan shahih. Syaikh al-Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ 7680).

Dari sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ.

“Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi setelah mereka, kemudian setelah mereka lagi.” (HR. Bukhari 2652, Muslim 2533. Dengan lafald dari Bukhari).

3)  Berbakti kepada orang tua sehingga orang tua ridha.

Seseorang berbakti kepada orang tuanya dan menjadikan orang tuannya ridha sehingga Allahpun ridha kepada dirinya.

Sebagaimana hadits berikut:

رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ.

“Ridha Rabb tergantung ridha orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”. (HR. Tirmidzi 1899 dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Ash-Shahihah 516).

4)  Sabar dan ridha menerima ketetapan taqdir Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika kehilangan anaknya, beliau dengan penuh adab kepada Allah Ta’ala dan mengatakan:

تَدْمَعُ العَيْنُ، وَيَحْزُنُ القَلْبُ، وَلَا نَقُوْلُ إِلَّا مَا يَرْضَى رَبُّنَا، وَاللهِ يَا إِبْرَاهِيْمُ إِنَّا بِكَ لَمَحْزُوْنُوْنَ.

“Mata menyucurkan air mata. Hati ini bersedih. Namun kami tidak mengatakan sesuatu yang tidak diridhai Rabb kami. Wahai Ibrahim, demi Allah sungguh kami sangat bersedih dengan kepergianmu.” (HR. Bukhari 1303, Muslim 2315).

5)  Bersyukur atas segala limpahan nikmat-Nya.

Siapa yang bersyukur dengan hati dan anggota badannya, maka mereka akan mendapatkan keridhaan Allah.

Allah ta’ala berfirman,

وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ

“Dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az-Zumar[39]: 7).

Demikianlah yang diucapkan nabi Sulaiman ‘alaihissalam:

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ

“Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS. An-Naml: 19].

 

5.   Apa balasan Allah kepada orang-orang yang diridhai..?

1)   Orang yang diridhai Allah  adalah orang yang mendapatkan kesuksesan yang besar.

Allah ta’ala  berfirman:

Oleh karena itu Allah ta’ala berfirman:

وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” [QS. At-Taubah [9]: 72).

2)   Orang yang diridhai Allah akan mendapatkan surga dengan semua kenikmatannya.

Allah ta’ala berfirman:

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ.

“Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka (dalam melaksanakan) kebaikan, Allah ridha kepada mereka; dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang di dalamnya terdapat sungai-sungai yang mengalir. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah [9]: 100).

 

3)   Allah akan ridha dan tidak akan murka selama-lamanya.

Allah berfirman dalam hadits qudsi:

إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ لِأَهْلِ الجَنَّةِ: يَا أَهْلَ الجَنَّةِ، فَيَقُولُونَ: لَبَّيْكَ رَبَّنَا وَسَعْدَيْكَ وَالخَيْرُ فِي يَدَيْكَ، فَيَقُولُ: هَلْ رَضِيتُمْ؟ فَيَقُولُونَ: وَمَا لَنَا لاَ نَرْضَى يَا رَبِّ وَقَدْ أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، فَيَقُولُ: أَلاَ أُعْطِيكُمْ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ، فَيَقُولُونَ: يَا رَبِّ وَأَيُّ شَيْءٍ أَفْضَلُ مِنْ ذَلِكَ، فَيَقُولُ: أُحِلُّ عَلَيْكُمْ رِضْوَانِي فَلاَ أَسْخَطُ عَلَيْكُمْ بَعْدَهُ أَبَدًا

“Allah memanggil penduduk surga, ‘Hai penduduk surga’, Mereka menjawab, ‘Baik, kami penuhi panggilan-Mu, dan seluruh kebaikan berada di tangan-Mu’, Allah meneruskan, ‘Apakah kalian telah puas, Mereka menjawab, ‘Bagaimanakah kami tidak puas wahai Rabb, sedang telah Engkau beri kami sesuatu yang belum pernah Engkau berikan kepada satu pun dari makhluk-Mu.’ Allah kembali berkata, ‘Maukah Aku beri kalian suatu yang lebih utama daripada itu semua’? Mereka balik bertanya, ‘Ya Rabb, apalagi yang lebih utama daripada itu semua’? Allah menjawab, ‘Sekarang Aku halalkan untuk kalian keridhaan-Ku, sehingga Aku tidak marah terhadap kalian selama-lamanya’. (HR. Bukhari 7518, Muslim 2829).

Demikianlah penjelasan ini semoga menjadikan kita termasuk orang-orang yang diridhai Allah ta’ala Aamiin.

 

 

-----000-----

 

Sragen 26-06-2024.

Junaedi Abdullah.

 



Kamis, 20 Juni 2024

RINGKASAN BAHAYA BID’AH DALAM ISLAM.

 



Dewasa ini bid’ah menyebar dimana-mana, sampai-sampai orang yang ingin tahu ajaran islam yang masih murni sebagaimana yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam sebagaimana yang diterima para sahabat terasa sulit, baik untuk mendapatkan, membedakan dan juga memahami, hal karena banyaknya tersebar ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hingga pada suatu saat nanti benar-benar islam akan dianggap asing.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mensinyalir hal ini dengan sabdanya:

بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ.

“Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntungnlah orang yang asing.” (HR. Muslim 145, Ahmad 16690, Sunan Ibnu Majah 3986).

Demikianlah kondisi umat ini secara umum, banyak ajaran yang bukan dari islam namun dinisbatkan kepada islam.

Begitu pula para da’inya, saking banyaknya penyeru kesesatan sampai-sampai masyarakat tidak bisa membedakan mana dai yang menyeru kepada islam yang masih murni sesuai sunnah dan mana yang telah terkontaminasi dengan ajaran selain islam.

Oleh karena itu penting untuk menjelaskan hal ini.

Adapun yang perlu dijelaskan yaitu:

1.   Pengertian bid’ah

Secara bahasa bid’ah adalah sesuatu yang baru, yang tidak ada contoh sebelumnya.

Allah ta’ala berfirman:

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ.

“Dialah Allah Pencipta langit dan bumi.” (Al-Baqarah [2]: 117).

Yakni menciptakan tanpa contoh sebelumnya.

قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِّنَ الرُّسُلِ.

Katakanlah (Muhammad), “Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara rasul-rasul.” (QS. Al-Ahqaf [46]:9).

Definisi bid’ah secara istilah yang paling lengkap adalah apa yang tulis oleh Imam Asy Syatibi dalam kitabnya Al I’tisham. Beliau mengatakan, bid’ah yaitu:

عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا المُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُدِ للهِ سُبْحَانَهُ.

Sebuah ungkapan pada tatacara di dalam beragama yang dibuat-buat menyerupai syari’at (yang tidak ada dasarnya), dimaksudkan melakukan hal itu untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah ta’ala. (Al-I’tisam hal 31-32, Imam Asy-Syatibi).

 

2.   Asal perbuatan bid’ah.

Bid’ah ditinjau dari asalnya ada dua:

1)              Bid’ah hakikiah.

Yaitu perbuatan (amalan) yang tidak memiliki sandaran dalil syar'i sama sekali, baik dari Al-Qur’an, Sunnah maupun ijma’, secara global maupun secara terperinci.

Disebut bid'ah hakikiyah, sebab perkara tersebut adalah perkara (amalan) yang baru sama sekali tanpa ada contoh sebelumnya.

2)      Bid'ah idhafiyah. ialah bid'ah yang mempunyai dalil, tetapi dalil tersebut tidak bisa dijadikan sandaran. (Al-I’tisam, Imam Asy-Syatibi).

Biasanya para pelaku bid’ah akan melakukan bid’ah terlebih dahhulu baru mencari-cari dalilnya.

Dari sinilah orang-orang banyak yang tertipu dan terseret.

 

3.   Larangan berbuat bid’ah dalam masalah agama.

Perlu diketahui, asal ibadah adalah tauqifiyah, yaitu berhenti mengikuti dalil sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا.

“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr [59]: 7).

Ibnu Katsir mengatakan: “Yakni apa pun yang diperintahkan oleh Rasul kepada kalian, maka kerjakanlah; dan apa pun yang dilarang olehnya, maka tinggalkanlah. Karena sesungguhnya yang diperintahkan oleh Rasul itu hanyalah kebaikan belaka, dan sesungguhnya yang dilarang olehnya hanyalah keburukan belaka.” (Tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Hasyr [59]: 7).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ,  وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ .

“Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada perintah dari kami maka tertolak.” Dalam riwayat Muslim, “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka tertolak.” (HR. Bukhari 2697, Muslim 1718).

فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

“Karena setiap perkara yang baru (yang diada-adakan dalam perkara agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad 17144, Ibnu Majah 42, Abu Dawud 4607 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam as-Shahihah 937).

Dari Abu Hurairah ‘Abdurrahman bin Shakr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ . رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

“Apa saja yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka.” (HR. Bukhari 7288dan Muslim 1337)

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً.

“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Syarah I’tiqad Ahli Sunnah wal Jama’ah 126. Abul Qasim Al-Lalikai ).         

 

4.   Adapun dalam masalah dunia bukanlah diaanggap bid’ah.

Di dalam salah satu kaidah fikih yang di pegang oleh jumhur ulama termasuk kalangan Syafi’iyah yaitu:

الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةَ.

“Hukum segala sesuatu itu asalnya boleh.” (Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah Wa Tathbiqatuha Fi Al-Madzhab Asy-Syafi’i, karya Dr. Muhammad Az-Zuhaili, Juz 2, Hlm. 59-62).

الْأَصْلُ فِي الْعِبَادَاتِ الْحَظْرُ وَ الْأَصْلُ فِي الْعَادَاتِ الْإِبَاحَةُ.

“Pada dasarnya ibadah itu terlarang, sedangkan adat (kebiasaan yang tidak bertentangan dengan agama) itu dibolehkan.”

Dari kaidah di atas para ulama menjelaskan, bahwa tentang kemajuan jaman seperti, hp, mobil pesawat, motor dan sarana lainnya hal itu di bolehkan, dan bukan perkara bid’ah yang terlarang di dalam agama, sebagian para ulama menyebutkan bid’ah dari sisi bahasa semata, bukan secara hakekatnya, hal itu berdasarkan firman Allah ta’ala:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا.

“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al-Baqarah [2]: 29).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ.

Kamu lebih mengetahui tentang urusan dunia kamu.” (HR. Muslim 2363).

Dengan demikian jelaslah yang terlarang adalah bid’ah dalam perkara yang disandarkan agama dan dianggap ibadah, padahal hal itu tidak diperintahkan Allah, tidak diperintahkan Rasul-Nya, tidak pula dilakukan para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in generasi terbaik umat ini, bukan tentang urusan dunia.

 

5.   Contoh-contoh bid’ah dalam agama.

Bid’ah dalam agama sangat banyak sekali jumlahnya, diantaranya:

Ritual ritual anak sebelum kelahirannya, ritual kematian, perayaan-perayaan seperti maulid dll, shalawatan yang dilakukan bersama-sama dan yang tidak ada dasarnya seperti barjanji dll, dzikir-dzikir yang tidak ada dasarnya dan dilakukan beramai-ramai, beribadah sambil berjoget, dan masih banyak lagi.

 

6.   Bahaya bid’ah dalam agama.

Bid’ah dalam agama akan tak ubahnya seperti musuh dalam selimut, menghancurkan kemurnian islam dan memalsukan apa yang bukan ajaran islam, sehingga amalan pelakukan di tolak yang menjadikan rugi didunia dan akhirat, baik rugi waktu, tenaga, pikiran dan hartanya.

Mereka juga akan diusir dari telaga rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, rasulullah mengadukan hal itu:

إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى.

“(Wahai Tuhanku) Mereka betul-betul pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sebenarnya engkau tidak mengetahui bahwa mereka telah mengganti ajaranmu setelahmu.” Kemudian aku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku.” (HR. Bukhari 7051).

Pelaku bid’ah lebih disukai iblis dari maksiat.

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullahu berkata:

الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ، الْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا، وَالْبِدْعَةُ لَا يُتَابُ مِنْهَا.

Bid’ah lebih dicintai oleh Iblis daripada maksiat. Hal ini karena perbuatan maksiat (pelakunya) bertaubat darinya sedangkan bid’ah (pelakunya) tidak mau bertaubat (karena tidak merasa bersalah).

 

Demikianlah sedikit ringkasan ini semoga bermanfa’at, Aamiin.

 

Sragen jum’at 21-06-2024,

Junaedi Abdullah.

Sabtu, 15 Juni 2024

FAEDAH DARI KISAH NABI IBRAHIM.

 

 


Nabi Ibrahim telah memberikan keteladan yang besar kepada kita, dan mempersembahkan seluruhnya dalam hidupnya untuk ta’abud kepada Allah ta’ala.

Diantara yang bisa kita ambil faedahnya yaitu:

 

Pertama: Figur seorang nabi dan rasul, beliau berdakwah tauhid.

 

Beliau menyaksikan masyarakat yang ingkar kepada Allah, kemudian beliau  menyeru kepada tauhid.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِبْرَاهِيمَ إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. 

“Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Sembahlah Allah dan bertakwalah kepada-Nya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Ankabut[29]:16)

قَالَ هَلْ يَسْمَعُونَكُمْ إِذْ تَدْعُونَ . أَوْ يَنْفَعُونَكُمْ أَوْ يَضُرُّونَ . قَالُوا بَلْ وَجَدْنَا آبَاءَنَا كَذَلِكَ يَفْعَلُونَ . 

Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah mereka mendengarmu ketika kamu berdoa (kepadanya)?. Atau (dapatkah) mereka memberi manfaat atau mencelakakan kamu?” Mereka menjawab, “Tidak, tetapi kami dapati nenek moyang kami berbuat begitu.” ( QS. As-Syuaraa’[26]:72-74).

Faedah ayat diatas:

1)  Para nabi dan para rasul dakwah mereka sama yaitu tauhid.

Dimana hal ini merupakan inti dari dakwah tersebut, hal ini sebagaimana Allah ta’ala sebuitkan:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ.

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku.”(QS.Al-Anbiya [21]:25).

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ.

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu." (QS. AN-Nahl {16}:36). (QS. An-Nahl [16]:36).

2)  Dosa yang paling besar adalah kesyirikan.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS.An Nisa [4]:48, 116).

 

Kedua: Teladan anak yang berbakti kepada orang tuanya.

Allah ta’ala berfirman:

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا. 

“(Ingatlah) ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya, "Wahai ayahku! Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?” (QS. Maryam[19]:42)

    

قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا.

Dia (ayahnya) berkata, "Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti, pasti engkau akan kurajam, maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama."(QS. Maryam[19]:46)

 

Fedah ayat di atas:

1)  Berbuat baik kepada kedua orang tua.

Allah ta’ala berfirman:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا .

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS. Al Israa’ [17]: 23).

2)  Rendah hati dan mendoakan kedua orang tuanya.

Allah ta’ala berfirman:

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (QS. Al Israa’ [17]: 24).

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ .

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”  (QS. Lukman [31]:14).

3)  Mendakwahi kedua orang tua.

Hendaknya setiap para dai tidak melupakan orang yang paling berjasa kepada dirinya, yaitu kedua orang tuanya.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim [66]:6).

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا. 

“(Ingatlah) ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya, "Wahai ayahku! Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?” (QS. Maryam[19]:42)

 قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا.

Dia (ayahnya) berkata, "Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti, pasti engkau akan kurajam, maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama."(QS. Maryam[19]:46)

 

Abu Hurairah juga mendakwahi ibunya dan meminta agar Rasulullah mau mendoakan kepada ibunya.

4)  Tidak mentaatinya di dalam kemaksiatan.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا.

"Dan jika keduanya memaksamu mempersekutukan sesuatu dengan-Ku yang tidak ada pengetahuanmu tentang Aku maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan cara yang baik.” (QS. Lukman [31]: 15).

Asbaabun nuzul ayat ini berkaitan dengan Sa’ad bin Abi Waqas dan ibunya Hamnah. Yang meminta Sa’ad untuk kembali kepada agama jahiliyah namun beliau enggan. (Lihat tafsir Ibnu katsir QS. Luqman[31]15).

لاَ طَاعَةَ فَيٍ مَعْصِيَةِ اللهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوْفِ

“Tiada kewajiban untuk taat (kepada seseorang) yang memerintahkan untuk durhaka kepada Allah Kewajiban taat hanya pada hal yang ma’ruf.” (HR. Bukhari 7257, 1840).

5)  Memperhatikan kebutuhan orang tua.

Dari tenaganya, mungkin membutuhkan dirinya.

Dari tempat tinggalnya, layak atau tidak.

Dari merawat kesehatannya, mebutuhkan pengobatan atau tidak.

Dari keperluannya sehari-hari.

Dari kedekatannya, mungkin membutuhkan kehadirannya.

Ini semua masuk dalam firman Allah ta’ala:

وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا.

“Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan cara yang baik.” (QS. Lukman [31]: 15).

عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: رَغِمَ اَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ اَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ اَنْفُ قِيْلَ: مَنْ يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَنْ اَدْرَكَ اَبَوَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِاَحَدُهُمَااَوْكِلَيْهِمَافَلَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ.

“Dari Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: celaka, celaka, Dia celaka, Lalu beliau ditanya orang, Siapakah yang celaka, ya Rasulullah? Jawab Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam, Siapa yang mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu dari keduanya, tetapi dia tidak memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Muslim 2551).

رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ.

“Ridha Rabb tergantung ridha orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”. (HR. Tirmidzi 1899 dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Ash-Shahihah 516).

Yaitu dengan merawat orang tua dengan sebaik-baiknya.

6)  Larangan durhaka kepada kepada orang tua.

Allah ta’ala berfirman:

الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ.

“yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah (perjanjian) itu diteguhkan, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Baqarah[2]:27)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَاقٌّ، وَلَا مُدْمِنُ خَمْرٍ، وَلَا مُكَذِّبٌ بِقَدَرٍ.

“Tidak masuk surga anak yang durhaka, peminum khamr (minuman keras) dan orang yang mendustakan qadar (takdir)” (HR. Ahmad 27484, Baihaqi dalam Syu’abul Iman 7490, diHasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah Hadits Shahihnya 675).

Ketiga: Teladan suami terhadap istrinya.

Hal ini terlihat ketika Hajar ditinggal di padang pasir, beliau kuat, kokoh, sabar dan tawakal, setelah mengetahui bahwa dirinya dan anaknya ditinggal di padang pasir tersebut atas dasar perintah Allah ta’ala. (HR. Bukari Muslim).

Keempat: Teladan seorang ayah terhadap keluarganya.

Allah ta’ala menceritakan perihal penyembelihan ismail.

Allah ta’ala berfirman:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ . فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ  فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ. فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ . وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ . قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ  .إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ . وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ .فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ . وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ . قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ . إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ . وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ. 

 

“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang- orang yang saleh.” “Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Isma’il). “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata: "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu.?" Dia (Isma’il) menjawab: "Wahai ayahku, Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar." “Maka, ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah) Lalu Kami panggil dia: "Wahai Ibrahim, sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu.” “Sungguh demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” “Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.” (QS.As Shafat[37]: 100-108)

Kelima: Dalam kisah ini terdapat pelajaran bagaimana seharusnya seorang istri ta’at kepada suaminya.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِينُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الْآخِرَةِ.

“Hendaknya salah seorang dari kalian mengambil harta simpanan berupa hati yang bersyukur, lisan yang berdzikir dan isteri mukminah yang menolong salah seorang dari kalian dalam urusan akhiratnya.” (HR. Ahmad 22437, Ibnu Majah 1856 dan dishahihkan Syaikh al-Albani).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا.

“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi 1159, Ibnu Hibban 1291, di shahihkan syaikh al-Albani di dalam Irwaa’ ul ghaliil 1998)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya wanita seperti apa yang baik, Beliau menjawab:

الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ.

“Yang paling menyenangkan jika dilihat suami, mentaati suami jika suami memerintahkan sesuatu, dan tidak menyelisihi suami dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci oleh suaminya.” (HR. An-Nasa’i 3231, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani).

إِنَّ اللهَ إِذَا ارَادَ بِاهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أَدْخَلَ عَلَيْهِم الرِّفْقَ.

“Sesungguhnya jika Allah menghendaki kebaikan bagi sebuah keluarga maka Allah akan memasukan kelembutan kepada mereka.” (HR Ahmad 2669, Baihaqi di dalam Su’abul iman 6140, dishahikan oleh al-Albani dalam As-Shahihah 523).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ.

“Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” (HR. Ahmad 1661, Hibban 1296 Tabrani mu’jam al-Ausath 4596, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 660).

أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ  قَالَ: يَكْفُرْنَ العَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ.

“Diperlihatkan kepadaku neraka dan aku dapati kebanyakan penghuninya adalah para wanita yang ingkar. Rasul ‘alaihish shalatu wassalam ditanya: “Apakah mereka ingkar kepada Allah ? Nabi bersabda: “Mereka ingkar kepada suaminya dan ingkar kepada kebaikan suaminya. Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang mereka (istri-istrimu) selama satu tahun, kemuadia wanita tersebut melihat satu kejelekan darimu, maka ia akan berkata: “Aku tak pernah melihat engkau berbuat baik sedikitpun” (HR. Bukhari 1052, Muslim 907).

 

Demikianlah kisah ini semoga bermanfaat. Aamiin,

 

-----000-----

 

Sragen 16-06-2024.

Junaedi Abdullah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

MEMAHAMI AL WALA’ WAL BARA’

MEMAHAMI AL WALA’ WAL BARA’   Al wala’ wal bara’ merupakan salah satu sendi yang penting di dalam ajaran islam, kosekwensi seseorang ter...