Senin, 07 Oktober 2024

MACAM-MACAM TAUHID, TAUHID ASMA' WA SIFAT. HUD AQIDATAKA 8.

 

BAB 2

MACAM-MACAM TAUHID DAN FAEDAHNYA

SOAL 9

MEMAHAMI TAUHID ASMA’ WA SIFAT

س ٩ - مَا هُوَ تَوْحِيدُ صِفَاتِ اللَّهُ وَأَسْمَائِهِ ؟

Soal : Apa yang dimaksud tauhid Asma wa Sifat?

ج ٩ - هُوَ إِثْبَاتُ مَا وَصَفَ اللَّهُ بِهِ نَفْسَهُ فِي كِتَابِهِ أَوْ وَصَفَهُ رَسُولُهُ فِي أَحَادِيثِهِ الصَّحِيحَةِ عَلَى الْحَقِيقَةِ بِلَا تَأْوِيلِ وَلَا تَفْوِيضٍ وَلَا تَمْثِيْلِ وَلَا تَعْطِيلٍ ، كَالاسْتِوَاءِ وَالنُزُولِ وَالْيَدِ وَغَيْرِهَا مِمَّا يَلِيقُ بِكَمَالِهِ .

Jawab : Yaitu menetapkan apa yang telah Allah tetapkan bagi diri-Nya di dalam Kitab-Nya dan juga menetapkan apa yang Rasulullah tetapkan dalam hadits-hadits shahih, dengan apa adanya, tanpa menta'wil (mengubah maknanya), mentafwidh (meniadakan arti pada nama dan sifat Allah atau membuang sifat-sifat Allah), mentamsil (menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya), atau menta'thil (menolak nama-nama dan sifat-sifat Allah), seperti istiwa (bersemayam), nuzul (turunnya Allah ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir), tangan Allah dan sifat-sifat lainnya yang kesemuanya itu harus dipahami sebagaimana apa adanya sesuai dengan kesempurnaan Allah.                                                                                                                                         

قَالَ الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

{ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير{سورة الشورى : ۱۱

"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. Asy-Syura [42]:11).

وَقَالَ :

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(يَنْزِلُ اللَّهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا (رواه مسلم.

"Allah turun pada setiap malam ke langit dunia." (HR. Muslim).

)يَنْزِلُ نُزُولاً يَلِيقُ بِحَلَالِهِ لَا يُشْبِهُ أَحَدًا مِنْ مَخْلُوقَاتِهِ(

Yakni turun sesuai dengan keagungan-Nya, tidak menyerupai seorang pun dari makhluk- Nya.

 

-----000-----

Penjelasan:

1.   Kewajiban mentauhidkan Allah di dalam asma’ wasifat.

Kewajiban mentauhidkan Allah di dalam asma’ wa sifat, dan menjahui penyimpangan-penyimpangan di dalamnya.

2.   Kewajiban mempelajari nama dan sifat Allah ta’ala.

Hal ini di karenakan hampir tidak ada satu ayatpun yang terlewatkan di dalam Al-Qur’an kecuali di dalamnya menyebut nama dan sifat Allah ta’ala.

3.   Kaedah-kaedah di dalam memahami nama dan sifat Allah ta’ala.

Di dalam memahami nama dan sifat Allah. Ada beberapa kaidah diantaranya yaitu:

Kaedah pertama: Ketentuan yang berkaitan dengan nama dan sifat Allah ta’ala.

Hendaknya diperlakukan sebagaimana apa adanya, tanpa di-ta’thil (ditolak), tahrif (diselewengkan), takyif (ditanyakan), tamtsil (diserupakan), Allah ta’ala berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ.

”Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syura [42]: 11).

Orang-orang Yahudi telah berkata lancang kepada Allah sehingga dilaknat Allah karena perkataan tersebut.

Allah ta’ala berfirman:

وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ.

Orang-orang Yahudi berkata, "Tangan Allah terbelenggu," Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. (QS. Al Maidah [5]: 64).

قَالَ يَٰإِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَن تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَىَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنتَ مِنَ ٱلْعَالِينَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ . قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ.

Allah berfirman, “Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?” Iblis berkata, "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Shad [38]: 75-77)

Termasuk dosa besar apabila seseorang berkata tentang Allah tanpa didasari dengan ilmu, Allah ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ.

"Katakanlah: 'Rabb-ku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia, tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah, dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap (tentang) Allah, apa saja yang tidak kamu ketahui'." (QS. Al A’raaf [7]: 33)

Kaedah kedua: Ketentuan yang berkaitan dengan nama Allah.

1)   Semua nama Allah adalah baik.

Allah ta’ala berfirman:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا.

"Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu..” (QS. Al A’Raf [7]: 180).

2)   Nama Allah tidak dibatasi dengan jumlah bilangan tertentu.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ.

“(Ya Allah) aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama-Mu, yang Engkau gunakan untuk diri-Mu, atau yang Engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau rahasiakan untuk diri-Mu dalam ilmu gaib di sisi-Mu.” (HR. Imam Ahmad 3712, Ibnu Hibban 2372, dishahihkan syaikh al-Albani di dalam ash-Shahihah 199).

Adapun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang lain:

إِنَّ للهِ تِسْعَةُ وَ تِسْعِيْنَ اسْمًا مَنْ أحْصَاهَا دَخَلَ الجَنَّة.

Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, barangsiapa menghafalnya akan masuk surga.” (HR. Bukhari 2376, Muslim 2677).

3)   Nama Allah tidak boleh ditetapkan dengan akal, harus ditetapkan dengan dalil syar’i.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا.

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (QS. Al Isra’ [17]:36).

4)   Nama Allah menunjukkan kepada dzat Allah, dan juga sifat yang terkandung di dalamnya.

Seperti nama Allah Ar-Rahman, menetapkan sifat rahmat yang terkandung di dalamnya, dan menetapkan pemurah bagi Allah ta’ala.

Kaedah yang ketiga: Ketentuan yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah.

1)   Semua sifat Allah maha sempurna dan penuh sanjungan.

Allah ta’ala berfirman:

وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَىٰۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ.

“Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nahl [16]: 60).

Meskipun Allah membalas orang-orang yang berbuat makar sebagai bentuk keadilan Allah kepada sesama hambanya.

Sebagaiman Allah ta’ala berfirman:

وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ.

“Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Ali-Imran[3]:54).

وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللهُ وَاللهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ.

“Mereka membuat makar dan Allah membalas makar mereka. Allah adalah sebaik-baik Pembuat makar.” (QS. Al-Anfal [8]: 30)

إِنَّهُمْ يَكِيدُونَ كَيْدًا, وَأَكِيدُ كَيْدًا.

“Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya. Dan Akupun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya.” (QS. At Tariq [86]: 15-16)

Sifat Allah terbagi menjadi dua:

Sifat Tsubutiyah dan Salbiyah.

1)     Sifat Tsubutiyah adalah sifat yang ditetapkan untuk diri-Nya, seperti Al Hayat, Al Ilmu, Al Qudrah, dan ini wajib di tetapkan sesuai dengan keagungan Allah.

2)     Adapun sifat Salbiyah, adalah sifat yang dinafikan (ditiadakan) dari diri Allah seperti sifat zhalim, mengantuk, lelah, tidur ataupun lupa.

Oleh karena itu Allah ta’ala berfirman:

وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا.

“Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang pun juga.” (QS. Al Kahfi [18]:49).

Sifat Tsubutiyah juga terbagi menjadi dua:

Sifat dzatiah dan fi’liyah.

1)     Tsubutiah dzatiah, adalah sifat yang senantiasa terus ada pada Allah subhanahu wa ta’ala, seperti As-Sama’, Al-Bashar, Al-Qudrah.

2)     Tsubutiah fi’liyah, adalah sifat yang terkait dengan kehendaknya, seperti berbicara, berbuat, datang, turun dan lain-lain kapanpun sesuai kehendak Allah ta’ala.

Adakalanya sifat Allah termasuk sifat dzatiah dan juga sifat fi’liyah, seperti sifat Al Kalam. (Lihat Syarah Lum’atul I’tiqad, Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin).

4.   Dalam ayat di atas terdapat bantahan kelompok "musyabbihah"

Yaitu orang-orang yang menyamakan Allah dengan makhluk-Nya, atau berkata Allah menitis kepada hambanya.

5.   Bantahan terhadap kelompok "mu'a- thilah"

Yaitu orang-orang yang meniadakan sifat bagi Allah, dari golongan Mu'tazilah, Qodariyah, Asya'irah, dan selain mereka.

Demkianlah semoga bermanfaat.

 

-----000-----

 

Sragen 08-10-2024.

Junaedi Abdullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 10 HAK TETANGGA

  BAB 10 HAK TETANGGA Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita, baik di depan, belakang, kanan ataupun kiri dari rumah kita menurut ...