BAB 2
MACAM-MACAM TAUHID DAN FAEDAHNYA
SOAL 11
APAKAH ALLAH BERSAMA KITA.
س ۱۱ - هلِ اللهِ معنا ؟
Soal :
Apakah Allah bersama kita?
ج 11 - اللَّهُ مَعْنَا
بِسَمْعِهِ وَرُؤْيَتِهِ وَعِلْمِهِ .
Jawab: Allah
bersama kita pendengaran, penglihatan dan ilmu-Nya.
قَالَ الله سُبْحَانَهُ وَ
تَعَالَى:
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا
أَسْمَعُ وَأَرَى { سورة طه : ٤٦
“Janganlah kamu berdua takut, sesungguhnya Aku bersama
kalian, Aku mendengar dan melihat kamu berdua." (QS. Thoha [20]: 46).
وَقَالَ ﷺ:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(إِنَّكُمْ تَدْعُوْنَ سَمِيعًا قَرِيبًا
وَهُوَ مَعَكُمْ) .( أي
بعلمه ( رواه مسلم
"Sesungguhnya kalian menyeru Yang Maha Mendengar lagi
Maha Dekat, dan Dia bersama kalian." Yakni ilmu-Nya. (HR. Bukhari 4205,
Muslim 2704).
-----000-----
Penjelasan:
1. Allah ta’ala
berada di atas langit tidak menyatu dengan hamba-Nya.
Banyak dalil-dalil yang telah kita sampaikan, yang
menunjukkan Allah di atas ‘Arsyi-Nya.
Diantaranya
firman Allah ta’ala:
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى.
“Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi.” (QS.
Al-A’la[87]:1).
Ketika kita berdzikir di saat bersujud:
سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى.
“Maha suci Rabbku
Yang Maha Tinggi.” (HR. Muslim 772, Tirmidzi 262, 886, Ahmad 3514).
2. Allah di Atas
Arsy-Nya namun ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.
Allah ta’ala
berfirman:
أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي
أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا
كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ.
“Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia
langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu
sembunyikan?” (QS. Al-Baqarah[2]:33).
لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا.
“Agar kalian mengetahui sesungguhnya
Allah maha kuasa terhadap segala sesuatu, dan bahwasanya ilmu Allah meliputi
segala sesuatu.” (QS. At-Thalaq [65]: 12)
Allah ta’ala mengetahui segala
sesuatu yang sedang terjadi, yang akan terjadi, yang belum terjadi seandainya
terjadi, sebagaimana jeritan orang-orang kafir meminta agar dikembalikan lagi
kedunia, seandainya mereka dikembalikan lagi ke duni mereka akan mengulangi
kekafiran mereka sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَلَوْ
رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ.
“Seandainya
mereka dikembalikan ke dunia, tentu mereka akan mengulang kembali apa yang
telah dilarang mengerjakannya. Dan sungguh mereka itu pendusta.” (QS.
Al-An’am[6]: 28)
3. Allah di atas
Arsy namun mendengar dan melihat hamba-Nya.
Allah ta’ala
berfirman:
قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ
وَأَرَى.
“Janganlah kamu berdua takut, sesungguhnya Aku bersama
kalian, Aku mendengar dan melihat kamu berdua." (QS. Thaha [20]: 46).
Ayat ini telah menjelaskan bahwa kebersamaan Allah yaitu
dengan mendengar dan melihat.
Dari Abu Musa al Asy‘ari raḍhiyallahu
'anhu berkata, Kami pernah bersama Nabi ṣallallahu 'alaihi wa sallam dalam satu
perjalanan. Maka ketika kami mendekati sebuah lembah, kami bertahlil dan bertakbir
dengan mengeraskan suara kami. Nabi ṣallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda:
ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، إِنَّكُمْ لاَ
تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا، إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ
مَعَكُمْ.
“Wahai sekalian manusia!
Tenangkanlah diri kalian, karena kalian tidak berdoa kepada Zat yang tuli dan
tidak ada! Sesungguhnya Dia bersama kalian, sesungguhnya Dia Maha mendengar
lagi Maha dekat.” (HR.
Bukhari 4205, Muslim 2704).
4.
Kebersamaan Allah bukan berarti menyatu dengan hamba-Nya.
Allah ta’ala
berfirman:
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ.
“Dan Dia
bersama kamu di mana saja kamu berada.” (QS. Al-Hadid[57]:4).
وَاصْبِرُوا إِنَّ
اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ.
“Dan sabarlah kalian! Sesungguhnya
Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal [8]: 46) (QS Al-Baqarah
[2]:153).
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا.
“Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama
kita.” (QS. At-Taubah[9]:40).
Sehubungan dengan ayat di atas Abu Bakar
menceritakan ketika di gua bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada Anas bin Malik:
نَظَرْتُ
إِلَى أَقْدَامِ الْمُشْرِكِينَ عَلَى رُءُوسِنَا وَنَحْنُ فِي الْغَارِ،
فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ نَظَرَ إِلَى قَدَمَيْهِ
أَبْصَرَنَا تَحْتَ قَدَمَيْهِ، فَقَالَ: يَا أَبَا بَكْرٍ مَا ظَنُّكَ
بِاثْنَيْنِ اللهُ ثَالِثُهُمَا.
"Aku memandang ke arah kedua telapak orang-orang
musyrik yang berada di atas kepala kami ketika kami di gua, aku berkata kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ya Rasulullah seandainya salah
seorang dari mereka melihat kedua telapak kakinya niscaya dia akan dapat
melihat kita berada di bawah kedua telapak kakinya." Maka Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: Wahai Abu Bakar, apakah dugaanmu tentang dua
orang, sedangkan yang ketiganya adalah Allah.? ( HR. Muslim 2381, Ahmad 11).
Dari sini kita paham, kebersamaan Allah dengan makhluknya yaitu
bersama secara khusus, dalam arti menolong, menjaga, dan memberi kekuatan
kepada orang beriman.
5.
Ungkapan kata Kami (jama’) menunjukkan Malaikat dan ilmu Allah.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ.
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.” (QS. Al-Hijr[15]:9).
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata kepada Jibril:
أَلاَ
تَزُورُنَا أَكْثَرَ مِمَّا تَزُورُنَا؟، قَالَ: فَنَزَلَتْ: وَمَا
نَتَنَزَّلُ إِلَّا بِأَمْرِ رَبِّكَ.
"Apakah
gerangan yang mencegahmu untuk tidak mengunjungiku lebih banyak lagi dari
biasanya?" Maka turunlah firman Allah ta’ala. “Dan tidaklah
kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah Tuhanmu.” (QS. Maryam[19]:
64) hingga akhir ayat. (HR. Bukhari 3218, Ahmad 2078, Tirmidzi 3158).
6. Kedekatan
Allah dengan hambanya yaitu Malaikat dan ilmu Allah.
Allah ta’ala
berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي
فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ.
“Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdo’a kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah[2]: 186).
Hal ini sebagaimana dijelaskan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
beliau rahimahullah berkata, “Adapun firman Allah Azza wa Jalla :
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS.
Qaf[50]:16).
(maksud dekat ayat di atas) adalah kedekatan dzat para
Malaikat dan kedekatan ilmu Allah Azza wa Jalla dari umat manusia. Allah
adalah Rabb (Penguasa) Malaikat dan ruh, sedangkan para Malaikat itu tidak
mengetahui apapun kecuali dengan perintah Allah. Dzat para Malaikat lebih dekat
kepada hati manusia daripada urat lehernya. Bisa jadi sebagian Malaikat lebih
dekat kepada hati manusia daripada sebagian yang lain. Oleh karena itulah Allah
Azza wa Jalla berfirman dalam ayat berikutnya:
إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ
وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ . مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ
رَقِيبٌ عَتِيدٌ.
“(yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal
perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah
kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya
malaikat pengawas yang selalu hadir”. (QS. Qaf[50]:17-18, Majmu’ Fatawa, 5/236).
Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala:
فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا
عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ
.
“Maka
tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Lut itu yang di atas ke
bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari
tanah-tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (QS. Hud[11]:82).
Mujahid mengatakan bahwa Jibril mengambil kaum Lut dari tempat-tempat
penggembalaan ternak dan rumah-rumah mereka, lalu mengangkat mereka bersama
ternak dan harta benda mereka. Jibril mengangkat mereka ke atas langit,
sehingga penduduk langit dapat mendengar lolongan anjing mereka, kemudian
mereka dijungkirkan ke tanah. Jibril mengangkat mereka dengan sayap kanannya,
dan tatkala Jibril menjungkirkannya ke bumi, maka bagian yang mula-mula
terjatuh adalah bagian halaman (pinggiran) kota itu. (Tafsir Ibnu Katsir, QS.
Hud[11]:82).
7. Allah
mendekat kepada hambanya sesuai dengan keagungan-Nya.
Sifat Allah ta’ala terbagi dua yaitu Sifat Tsubutiyah dan
Salbiyah.
Sifat tsubutiyah (apa yang melekat pada dzat Allah ta’ala,
seperti mendengar, melihat, berilmu dan lain-lain) terbagi menjadi dua:
Sifat dzatiah dan fi’liyah.
1)
Tsubutiah dzatiah, adalah sifat yang senantiasa terus ada pada Allah
subhanahu wa ta’ala, seperti As-Sama’, Al-Bashar, Al-Qudrah.
2)
Tsubutiah fi’liyah, adalah sifat yang terkait dengan kehendaknya,
seperti berbicara, berbuat, datang, turun dan lain-lain kapanpun sesuai
kehendak Allah ta’ala.
Adakalanya sifat Allah termasuk
sifat dzatiah dan juga sifat fi’liyah, seperti sifat Al Kalam. (Lihat Syarah Lum’atul I’tiqad, Syaikh Muhammad
Shalih Al Utsaimin).
وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًا.
“Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS.An-Nisa[4]:164).
وَلَمَّا جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ
رَبُّهُ.
“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada
waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya.”
(QS. Al-A’raf[7]: 143).
Imam Syafi’i berkata: “Sesungguhnya Allah di atas ‘Arsy,
mendekati makhluk-makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya, dan turun ke langit
bumi sesuai dengan kehendak-Nya.“ (Mukhtashar Uluw, Firqatun Najiah Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu).
8. Larangan keras
mengatakan Allah dimana-mana.
Karena ilmu
Allah dimana-mana bukan Dzat Allah ta’ala sebagaimana penjelasan poin ke 4.
9. Larangan mengartikan
istiwa (bersemayam) dengan istaula (menguasai).
10.
Diantara sunnah Rasulullah menanyakan
di manakah Allah.
Hal ini sebagaimana dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang menanyakan kepada seorang budak wanita, dan sebagai pengajaran
kepada mereka.
Demikianlah semoga
bermanfaat.
-----000-----
Sragen
30-10-2024
Junaedi
Abdullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar