Senin, 21 Oktober 2024

MENDAMAIKAN SAUDARANYA YANG BERSELISIH.

 

MENDAMAIKAN SAUDARANYA YANG BERSELISIH.

Orang yang membaca sejarah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tahu bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup jalan-jalan setan dalam permusuhan satu sama lain dari sahabat-sahabatnya.

Hal itu beliau lakukan ketika beliau menyaksikan perselisihan sesama sahabatnya, baik secara individu ataupun golongan.

Hal-hal yang beliau lakukan:

1.   Beliau segera menengahi setiap perselisihan antara sahabatnya.

Perselisihan tak ubahnya seperti api, dari kecil bisa berubah menjadi besar dan memberangus semuanya, oleh karena itu Beliau dengan tegas menutup jalan-jalan setan tersebut.

Diantara contohnya:

1)  Perselisihan Abu Bakar dengan Umar bin Khatab.

Di dalam Shahih Bukhari disebutkan:

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أَقْبَلَ أَبُو بَكْرٍ آخِذًا بِطَرَفِ ثَوْبِهِ حَتَّى أَبْدَى عَنْ رُكْبَتِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا صَاحِبُكُمْ فَقَدْ غَامَرَ فَسَلَّمَ وَقَالَ إِنِّي كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَ ابْنِ الْخَطَّابِ شَيْءٌ فَأَسْرَعْتُ إِلَيْهِ ثُمَّ نَدِمْتُ فَسَأَلْتُهُ أَنْ يَغْفِرَ لِي فَأَبَى عَلَيَّ فَأَقْبَلْتُ إِلَيْكَ فَقَالَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ ثَلَاثًا ثُمَّ إِنَّ عُمَرَ نَدِمَ فَأَتَى مَنْزِلَ أَبِي بَكْرٍ فَسَأَلَ أَثَّمَ أَبُو بَكْرٍ فَقَالُوا لَا فَأَتَى إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَلَّمَ فَجَعَلَ وَجْهُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَمَعَّرُ حَتَّى أَشْفَقَ أَبُو بَكْرٍ فَجَثَا عَلَى رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاللَّهِ أَنَا كُنْتُ أَظْلَمَ مَرَّتَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ بَعَثَنِي إِلَيْكُمْ فَقُلْتُمْ كَذَبْتَ وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ صَدَقَ وَوَاسَانِي بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَهَلْ أَنْتُمْ تَارِكُوا لِي صَاحِبِي مَرَّتَيْنِ فَمَا أُوذِيَ بَعْدَهَا.

Dari Abud Darda’-semoga Allah meridhainya- ia berkata: Aku pernah duduk di sisi Nabi shallallahu alaihi wasallam. Tiba-tiba datanglah Abu Bakr dengan memegang ujung pakaiannya, hingga menampakkan lututnya. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: Rekan kalian ini sedang bertengkar, Abu Bakr salam dan berkata: Sesungguhnya antara aku dengan putra al-Khaththab (Umar) ada perselisihan. Aku pun berbicara yang tidak pantas kepadanya. Kemudian aku menyesal dan meminta agar ia memaafkanku. Tapi ia menolak. Maka aku pun datang kepadamu(ya Rasulullah). Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: Semoga Allah mengampunimu wahai Abu Bakr. Beliau mengucapkan demikian 3 kali. Kemudian Umar merasa menyesal. Ia pun mendatangi kediaman Abu Bakr. Ia bertanya: Apakah ada Abu Bakr (di rumah)? Mereka berkata: Tidak. Kemudian Umar mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam dan mengucapkan salam. Wajah Nabi shallallahu alaihi wasallam pada waktu itu memerah (nampak marah). Hingga Abu Bakr merasa kasihan, hingga berlutut dan berkata: Wahai Rasulullah, demi Allah, akulah yang dzhalim. Abu Bakr mengucapkan 2 kali. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah mengutusku kepada kalian. Saat kalian mengucapkan: Engkau dusta, justru Abu Bakr berkata: engkau benar. Abu Bakr pun banyak membantu berkorban dengan dirinya dan hartanya. Tidakkah kalian tinggalkan saja Sahabatku (jangan kalian sakiti). Nabi mengucapkan demikian 2 kali. Maka sejak saat itu, (Abu Bakr) tidak pernah disakiti lagi. (HR. Al-Bukhari 3661, Ahmad 502 kitab fadhailus shahabat, dan lain-lain).

2)  Kisah Mu’ad bin Jabal berselisih ketika mengimami terlalu panjang.

Mu'adz bin Jabal pernah shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian ia mendatangi kaumnya untuk melaksanakan shalat lagi. Ketika itu Mu'adz membacakan Surat Al-Baqarah (286 ayat). Lantas ada seseorang yang keluar dan ia melakukan shalat sendirian dengan ringkas. Hal tersebut sampai kepada telinga Mu'adz dan menyebut orang tersebut munafik. Ucapan Mu'adz itu sampai kepada orang yang digelari, hingga akhirnya ia mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, "Wahai Rasulullah kami adalah kaum yang bekerja dengan tangan-tangan kami di samping menggembala ternak. Saat itu Mu'adz shalat mengimami kami semalam itu membaca Surat Al-Baqarah. Maka Aku memutus shalatku, lalu dia menuduh saya munafik." Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wahai Mu'adz, apakah kamu akan tukang pembuat fitnah (menjadikan orang lari dari shalat)?" hingga 3 kali. "Baiknya engkau membaca Surat Asy-Syamsy dan Al-A'la atau yang semisalnya." (HR Al-Bukhari 6106, Muslim 465).

Hadits ini menunjukkan bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tegas meluruskan yang keliru, dan tidak membiarkan begitu saja perselisihan diantara mereka.

3)  Kisah perselisihan kabilah Aus dan Khazraj.

Ketika seorang Yahudi hasad atas bersatunya Aus dan Khazraj mulailah orang yahudi ini melantunkan baid-baid syair sehinga kedua kabilah mulai tersulut dan hampir saja terjadi pertikaian, seorang sahabat memberitahukan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam segera melerai hal itu. (Ar-Rahiqul makhtum, Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarak Furi).

Contoh-contoh seperti ini masih banyak lagi.

Yang dapat kita ambil kesimpulan kisah di atas bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemimpin tidak membiarkan berlarut-larut para sahabatnya berselisih, beliau segera menindak lanjuti setiap perselisihan, baik itu berupa laporan ataupun sepengetahuan Beliau sendiri.

2.   Diantara jenis perselisihan.

 

1)  Perselisihan di mana permasalahannya tidak jelas.

Apabila seorang muslim tiba-tiba mendiamkan saudaranya yang lain tanpa adanya alasan yang syar’i, tidak diketahui permasalahannya, tidak mau disapa dan juga tidak mau menjawab salam.

Orang seperti ini telah berbuat dzalim kepada saudaranya. Hendaknya orang yang mengetahui atau yang punya wenang(kuasa) tidak mengagumi, menjaga jarak dan dan memaksa untuk menghentikan kedzalimannya sampai dia rujuk kepada kebenaran, hal ini berdasarkan dalil berikut.

Allah ta’ala berfirman:

فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ.

“Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah),” (QS. Al-Hujrat49]:9).

Ibnu katsir berkata tentang ayat di atas: “Yakni hingga keduanya kembali taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, serta mau mendengar perkara yang hak dan menaatinya.” Kemudian beliau membawakan hadits yang shahih Dari Anas bin Malik raḍiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا, فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْصُرُهُ إِذَا كَانَ مَظْلُومًا، أَفَرَأَيْتَ إِذَا كَانَ ظَالِمًا كَيْفَ أَنْصُرُهُ؟ قَالَ: تَحْجُزُهُ، أَوْ تَمْنَعُهُ، مِنَ الظُّلْمِ فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ.

"Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim atau dizalimi." Ada seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, aku dapat menolong jika memang ia dizalimi. Namun, bagaimana pendapat Anda jika ia adalah pelaku kezaliman, bagaimanakah cara aku menolongnya?" Beliau menjawab, "Hendaklah engkau mencegah dia atau engkau larang dari kezaliman itu. Demikianlah cara menolongnya." (HR. Bukhari 6952, Ahmad 11949 dan lainya). (lihat tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Hujrat[49]:9).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

وَمَا أَكْثَرُ مَا يُصَوِّرُ الشَّيْطَانُ ذلِكَ بِصُوْرَةِ اْلأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْجِهَادِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَيَكُوْنُ مِنْ بَابِ الظُّلْمِ وَالْعُدْوَانِ.

“Betapa banyak manusia digambarkan oleh syaithan bahwa yang ia lakukan itu sebagai amar ma’ruf nahi munkar dan jihad di jalan Allah, padahal sesungguhnya yang ia lakukan itu berupa kezhaliman dan permusuhan.” (Majmu’ Fatawa 14/482).

2)  Perselisihan yang sama-sama diketahui antara kaum muslimin.

Perselisihan seperti ini hendaknya diajak kembali kepada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ  فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ  ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا.  

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 59).

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا. 

“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya.” (QS. Al-Hujrat[49]:9).

Allah mengulang hal ini.

 إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ.

“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujrat[49]:10).

Dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ يَلْتَقِيَانِ, فَيُعْرِضُ هَذَا, وَيُعْرِضُ هَذَا, وَخَيْرُهُمَا اَلَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ .

 “Tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga malam. Mereka bertemu, lalu seseorang berpaling dan lainnya juga berpaling. Yang paling baik di antara keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Bukhari 6037 dan Muslim 2560 Ahmad 1589 Abu Dawud 4914).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

وَلَوْ كَانَ كُلُّ مَا اخْتَلَفَ مُسْلِمَانِ فِي شَيْءٍ تَهَاجَرَا لَمْ يَبْقَ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ عِصْمَةٌ وَلاَ أُخُوَّةٌ.

“Seandainya setiap perselisihan dua orang muslim tentang suatu perkara, mereka saling melakukan hajr(mendiamkan), maka tidak tersisa lagi penjagaan dan persaudaraan di antara kaum Muslimin.” (Majmu’ Fatawa 24/173).

3)  Perselisihan antara Ahlu Sunnah dengan pelaku bid’ah.

Apabila Ahlu Sunnah mendominasi maka hajr berlaku kepada pelaku bid’ah, sebaliknya kalau tidak hendaknya tidak dilakukan agar madharatnya tidak lebih besar.

Allah ta’ala berfirman:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ.

“Maka, hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih.” (QS. An-Nuur[24]: 63).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan makna ‘fitnah’: “Fitnah yang dimaksud adalah di dalam hati mereka terdapat kekufuran, kemunafikan, dan bid’ah.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS An-Nur[24]:63).

Hal itu sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, disebutkan dalam sebuah astsar:

“Kami pun bertemu dengan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang sedang memasuki masjid. Lalu kami menggandeng beliau, satu dari sisi kanan dan satu dari sisi kiri. Aku menyangka sahabatku menyerahkan pembicaraan kepadaku sehingga akupun berkata kepada Ibnu ‘Umar, “Wahai Abu ‘Abdirrahman, sungguh di daerah kami ada sekelompok orang yang berpandangan takdir itu tidak ada, dan segala sesuatu itu baru ada ketika terjadinya.” Maka Ibnu ‘Umar berkata:

فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ، وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي، وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ.

“Kalau kamu bertemu dengan mereka, beritahukan mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dariku! Demi Dzat yang Ibnu ‘Umar bersumpah dengan-Nya, seandainya mereka memiliki emas sebanyak gunung Uhud lantas menginfaqkannya, niscaya Allah tidak akan menerima infaq mereka tersebut sampai mereka mau beriman kepada takdir” (HR. Muslim 8, Abu Dawud 4695).


Fudhail bin ‘Iyadh (wafat th. 187 H) rahimahullah berkata:

مَنْ جَلَسَ مَعَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ فَاحْذَرْهُ، وَمَنْ جَلَسَ مَعَ صَاحِبِ الْبِدْعَةِ لَمْ يُعْطَ الْحِكْمَةَ، وَأُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ بَيْنِيْ وَبَيْنَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حِصْنٌ مِنْ حَدِيْدٍ.

“Hindarilah duduk bersama ahli bid’ah dan barangsiapa yang duduk bersama ahli bid’ah, maka ia tidak akan diberi hikmah. Aku suka jika di antara aku dan pelaku bid’ah ada benteng dari besi.” (Syarah Usul I’tiqad Ahlu Sunnah wal Jama’ah,  imam al-Lal Likai 4/706).

4)  Perselisihan dengan orang munafik.

Perselisihan dengan orang munafik menerima secara dzahhir dan memasrahkan batinnya kepada Allah, karena mereka di dunia dihukumi sebagai seorang muslim sedang kelak di akhirat mereka akan ditempatkan di neraka yang menyala-nyala.

Allah ta’ala berfirman:

اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ فِى الدَّرْكِ الْاَسْفَلِ مِنَ النَّارِ.

“Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (QS. An-Nisa[4]:145).

Oleh Karena itu Rasulullah tidak membunuh orang-orang munafik meskipun mereka sering menyakiti Beliau.

5)  Perselisihan dengan orang-orang kafir dan orang-orang musyrik.

Hendaknya dirinci, apa bila orang yang memusuhi tersebut kafir harbi (yang memerangi kaum muslimin dinegrinya) hendaknya mereka diperangi.

Sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ.

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah dan agama hanya bagi Allah semata.” (QS. Al-Baqarah[2]:193).

Adapun orang kafir yang terikat dengan perjanjian mereka tidak boleh diperangi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا.

Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari 3166).

3.   Mendamaikan saudaranya yang berselisih memiliki pahala yang besar.

Allah ta’ala memerintahkan hal itu dengan berfirman:

فَاتَّقُواْ اللّهَ وَأَصْلِحُواْ ذَاتَ بِيْنِكُمْ

“Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu.” (QS. Al-Anfaal [8]: 1)


Mendamaikan orang yang berselisih sehingga hilanglah rasa kebencian dan permusuhan di antara dua orang tersebut, atau kelompok tersebut, dan berusaha menjadi penengah antara dua orang yang berselisih adalah salah satu amal yang mulia. Allah Ta’ala berfirman,

لاَّ خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِّن نَّجْوَاهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاَحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتَغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْراً عَظِيماً

 

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia  Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS. An-Nisa’ [4]: 114).

4.   Mempraktikkan hukum secara nyata.

Hukum islam bukan hanya di dalam catatan, teori dalam pelajaran, tapi betul-betul berusaha untuk di amalkan sesuai kedudukan masing-masing, kewengannya dan kemampuannya.

Islam ini akan nampak indah, apabila syari’atnya diamalkan secara keseluruhan, dan akan menjadi penghalang keindahannya dan bahkan bisa menjadi bencana apabila meninggalkan.

Diantara keburukan perselisihan yaitu terjadinya kelemahan ditubuh kaum muslimin.

Allah ta’ala berfirman:

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ.

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal[8]:46).

Dari Abu Musa Al Asy’ari, dari Nabi, beliau bersabda:

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا ثُمَّ شَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ.

“Seorang mukmin terhadap orang mukmin yang lain seperti satu bangunan, sebagian mereka menguatkan sebagian yang lain, dan beliau menjalin antara jari-jarinya.” (HR. Bukhari 481, Muslim 2585).

 

5.   Ikhlas di dalam melakukan.

Orang yang melakukan islah(mendamaikan) hendaknya ikhlas karena Allah ta’ala, hal itu karena bisa jadi dirinya akan dibenci dan terlibat di dalam permusuhan karena salah satu pihak ada yang melampaui batas.

Namun demikian hendaknya dirinya tetap kuat dan kokoh di dalam mendamaikan serta berbuat adil.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah[5]:8).

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berbuat adil dan berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl[16):90).

 

Beratnya amalan ini menjadikan banyak orang yang tidak mau peduli terhadap saudaranya kecuali sedikit sekali, kebanyakan mereka mencari jalan aman dari pada mendapatkan celaan ketika menegakkan kebenaran.

Menutupi kelemahan dengan mengatasnamakan kebijaksanaan atau hikmah padahal jelas-jelas dalil perintah untuk mendamaikan saudaranya bertebaran di sana-sini, terang benderang seperti matahari disiang hari.

Ketika permasalahan yang krusial seperti ini dibiarkan yang ada adalah saling kebencian, permusuhan, jauhnya dari salam dan rahmat Allah ta’ala.

Yang dikuatirkan adalah orang-orang yang beramal hanya ingin mencari pujian semata bukan keikhlasan. Allahu ‘alam


Demikianlah sedikit tulisan ini semoga memberikan motivasi kita untuk menyatukan kaum muslimin yang berselisih sehingga mereka semua mendapatkan naungan dan rahmat Allah ta’ala, menjauhkan dari kelemahan dan kemurkaan Allah ta’ala. Aamiin.

 

-----000-----

 

Sragen 21-10-2024

Junaedi Abdullah.

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 10 HAK TETANGGA

  BAB 10 HAK TETANGGA Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita, baik di depan, belakang, kanan ataupun kiri dari rumah kita menurut ...