Sabtu, 26 Oktober 2024

AKHLAQ SEORANG MUSLIM.

 


Tauhid merupakan prioritas dakwah para nabi dan rasul, begitu juga orang-orang yang meneladani di dalam dakwah mereka, namun bersamaan dengan itu mereka juga mendasari di dalam dakwahnya dengan akhlaq yang mulia.

Orang-orang yang meneladani para nabi dan para rasul hendaknya menghiasi dirinya dengan akhlaq yang mulia.

1.   Pengertian akhlak:

Di dalam bahasa Arab kata “akhlaq” (أخلاق) adalah bentuk jamak dari kata “khuluq” (خلق), yang berakar dari kata kerja “khalaqa” (خلق), yang berarti “menciptakan”. Kata “khuluq” diartikan dengan sikap, tindakan, dan kelakuan.

“Akhlaq” di dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan secara sederhana, yaitu “budi pekerti, kelakuan”, disinonimkan dengan kata-kata “tingkah laku, perangai, dan watak.”

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Akhlaq sebuah bentuk jiwa yang tertanam kuat, yang darinya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pertibangan dan pemikiran. (Minhajul Qhasidin, oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisi)

Akhlaq terbagi menjadi dua yaitu:

1)   Akhlaq yang baik, apabila perbuatan-perbuatan tersebut baik.

2)   Akhlaq yang buruk, bila perbuatan-perbuatan tersebut buruk (Minhajul Qhasidin, oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisi).

Apa perbedaan antara adab dan akhlaq.

Sebagian ulama menganggap hal itu sama, bagaimana beradab kepada Allah ta’ala, atau bagaimana berakhlaq kepada Allah ta’ala.

Ada juga yang membedakan, adapun perbedaan antara adab dan akhlaq yang paling mudah untuk bisa dipahami yaitu:

1)   Adab adalah sikap seseorang.

Bagaimana seseorang bersikap pada sebuah aturan yang sudah diketahui kebaikannya bersama, seperti adab makan, adab minum, adab ke kamar mandi atau adab seseorang kepada gurunya.

2)   Akhlak adalah sifat seseorang.

Sifat atau karakter seseorang yang dihasilkan dari didikan pada dirinya atau berasal dari takbi’at bawaan. Seperti jujur, dermawan, pembrani dan lain sebagainya.

Asal-muasal terjadinya akhlaq yang baik.

Akhlak bila ditinjau dari asalnya ada dua yaitu:

1)  Ghariziyyah atau Jibiliyah (naluriyah, bawaan).

Akhlak Ghariziyyah atau Jibilliyyah maksudnya Allah telah memberikan ke dalam dirinya akhlak yang mulia itu, dimana ia tumbuh dewasa di atasnya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Asyaj Abdul Qais, beliau bersabda:

إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ: الْحِلْمُ، وَالْأَنَاةُ.

“Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua perkara yang dicintai Allah, yaitu kesabaran dan tidak tergesa-gesa.” (HR. Muslim 17, Tirmidzi 2011, Abu Dawud 5225).

2)   Muktasabah (apa yang diusahakan).

Akhlak Muktasabah maksudnya akhlaq yang dihasilkan dari usaha dan  latihan disertai permohonan kepada Allah ta’ala agar memberi akhlaq yang baik. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ  يُغْنِهِ اللَّهُ وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ

“Barang siapa yang berusaha menjaga dirinya (dari meminta-minta), maka Allah akan menjaganya. Barang siapa yang merasa cukup dengan pemberian Allah, maka Allah akan cukupkan. Barang siapa yang berusaha untuk sabar, maka Allah akan menyabarkan. Tidak ada pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Bukhari 6470, 1469, Abu Dawud 1644).

Ibnu Qudamah berkata, “Seandainya akhlaq tidak bisa bisa dirubah, niscaya nasehat-nasehat tidak akan berarti apapun, bagaimana mungkin seseorang mengingkari bila akhlaq bisa dirubah sementara seseorang melihat binatang buas bisa dijinakkan, anjing diajari kapan dia harus makan, kuda dididik bagaimana jalan yang baik dan dikendalikan dengan baik pula, hanya saja harus diakuai ada takbiat yang mudah dirubah kepada kebaikan dan ada pula yang sulit.” (Minhajul Qhasidin, oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisi).

Pada masa jahiliyah kerusakan akhlaq dan moral merajalela, seperti  perzinaan, perjudian dan pembunuhan, namun setelah mereka masuk islam dan mendapatkan hidayah mereka menjadi manusia-manusia pilihan, inilah fakta dimana akhlaq bisa berubah.

2.   Akhlaq Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Beliau memiliki akhlaq yang mulia, oleh karena itu beliau bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكاَرِمَ اْلأَخْلاَقِ.

“Sesungguhnya aku diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad 273, dishahihkan syaikh al-Albani dalam Silsilah As-Shahihah 45).

Ketika beliau berdakwah keTha’if, dakwah beliau ditolak dan beliau disakiti, namun beliau tidak membalas hal itu semua, bahkan beliau berharap kebaikan pada mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ فَسَلَّمَ عَلَيَّ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمْ الْأَخْشَبَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا.

“…Malaikat (penjaga) gunung memanggilku, mengucapkan salam lalu berkata: Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan Akhsyabain.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “(Tidak) namun aku berharap supaya Allah Azza wa Jalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun juga.” (HR. Bukhari 3231, Muslim 1795).

Pujian Allah subhanahu wa ta’ala kepada Rasul-Nya. Allah ta’ala berfirman:

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam [68]: 4)

Allah memerintahkan agar kita meneladani Rasul-Nya.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21).

Ibnu Katsir berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan dalil pokok yang paling besar, yang menganjurkan kepada kita agar meniru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. dalam semua ucapan, perbuatan, dan sepak terjangnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, (QS. Al-Ahzab[33]:21).

Akhlaq Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah disaksikan kebaikannya baik dari orang yang memusuhi beliau ataupun orang yang dekat dekat beliau.

Diantara kesaksian tersebut:

Saat merenovasi kakbah.

Mereka berselisih tentang siapa yang berhak meletakkan hajar aswad, hal itu terjadi 4-5 hari, bahkan hampir saja terjadi peperangan, kemudian Abu Umayah bin Mugirah al-Makzumi menawarkan, siapapun yang pertama kali melewati pintu masjid merekalah yang memutuskan, Allah taqdirkan Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam melewati pintu tersebut, merekapun berseru, “ Telah datang orang yang amanah (terpercaya).” (Ar-Rahiqul Makhtum, Syaikh Syafiyyurrahman al-Mubarakfury).

Kesaksian dari Abu Sufyan dihadapan raja Rum, yang di waktu itu masih menjadi orang kafir.

“Apa yang diperintahkannya kepada kalian?” Abu Sufyan menjawab, “Ia memerintahkan kami agar menyembah Allah saja dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Melarang menyembah Tuhan-Tuhan nenek moyang kami. Memerintahkan shalat, sedekah, menjaga kehormatan diri, memenuhi janji, dan menunaikan amanah.” (Ar-Rahiqul Makhtum, Syaikh Syafiyyurrahman al-Mubarakfury).

Kesaksian orang-orang Quraiys ketika Rasulullah diperintahkan untuk berdakwah terang-terangan, kemudian belaiu naik kebukit Shafa, mereka percaya terhadap apa yang di sampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kesaksian orang yang dekat dengan Rasullah shallallahu ‘alaihi a sallam:

عَنِ الْحَسَنِ قَالَ : سُئِلَتْ عَائِشَةُ عَنْ خُلُقِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَتْ : كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ.

Dari Al-Hasan ia berkata: Aisyah ditanya tentang akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia menjawab: “Akhlaknya adalah Al-Qur’an.” (HR. Ahmad 25813, Shahih menurut Syaikh Syu’aib Al-Arnauth, dishahihkan syaikh al-Albani di dalam Shahihu Al Jami’ 4811).

Keutamaan memiliki akhlaq yang baik, diantaranya:

1)  Menjadikan kecintaan Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ.

“Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”(QS. An-Nahl[16]:128).

ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ.

“Sayangilah orang-orang yang ada di bumi, maka kamu akan disayangi Dzat yang ada di langit.” (HR. Tirmidzi 1924, Baihaqi 17905, Dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash Shahihah 925).

2)  Menjadikan Rasulullah cinta.

Orang yang ingin dicintai Rasulullah hendaknya memiliki akhlaq yang baik.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi 2018,  dihasankan oleh Syakh al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ 1535, As-Shahihah 791).

3)  Akan menjadi pemberat timbangan pada hari kiamat.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ. 

"Tidak ada sesuatupun yang lebih berat dalam timbangan (amalan) seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlaq yang mulia." (HR. Tirmidzi 2002, di hasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Ash-Shahihah 876).

Bagaimana seseorang berkata yang baik, tersenyum, bersabar dan lainnya yang semua ini tanpa dirasa merupakan tumpukan-tumpukan pahala yang sangat besar.

4)  Paling banyak memasukkan manusia kedalam surga.

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke surga sebagaimana disebutkan dalam sebuah atsar:

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ  تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ. وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ  الْفَمُ وَالْفَرْجُ.

“Taqwa kepada Allah dan bagusnya akhlak.” Dan beliau ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke neraka, maka beliau bersabda: “mulut dan farji (kemaluan).” (HR Tirmidzi 2004, Abu Dawud 2596, Ibnu Majah 4246. Dihasankan syaikh al-Albani, Lihat As-Shahihah 977).

Bagaimana seseorang bertakwa kepada Allah dan berakhlaq yang mulia akan menjadikan kebaikan di dunia ini sehingga semua urusanya menjadi mudah, mendatangkan berkah, dan menjadikan masuk kedalam surga.

Sebaliknya mulut dan kemaluan dapat mendatangkan dosa, adzab, menjauhkan keberkahan dan memasukkan kedalam neraka.

Dia berbuat syirik, bid’ah, menuduh, menggunjing, marah tanpa alasan yang dibenarkan syari’at semua itu dilakukan dengan lisannya.

5)  Menunjukkan kesempurnaan dan kemuliaan iman seseorang.

Baiknya akhlaq seseorang menunjukkan kesempurnaan imannya, sedangkan orang yang sempurna imannya memiliki keutamaan yang besar, di sisi Allah ta’ala, Rasulullah sallallahu ‘alaaihi wa sallam bersabda:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا .

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, dan yang paling baik di antara kamu sekalian adalah yang paling baik akhlaqnya terhadap isteri-isterinya.” (HR. Ahmad 7402, Tirmidzi 1162, Abu Dawud 4682 dihasan oleh syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 284).

Betapa banyak orang yang memiliki hafalan yang banyak, ilmu yang tinggi namun akhlaqnya rendah, oleh karena itu hendaknya mengiringi seseorang ilmu tersebut dengan akhlaq yang mulia sehingga dapat menyempurnakan imannya.

6)  Mendatangkan kecintaan manusia.

Fitrah manusia akan mencintai orang-orang yang berbuat baik.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ.

“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.” (QS. Ali-Imran[3]:159).

Ada seseorang yang datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata:

يَا رَسُوْلَ اللهِ ! دُلَّنِـيْ عَلَـىٰ عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِيَ اللهُ وَأَحَبَّنِيَ النَّاسُ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ، وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ.

“Wahai Rasulullah! Tunjukkan kepadaku satu amalan yang jika aku mengamalkannya maka aku akan dicintai oleh Allah dan dicintai manusia.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya engkau dicintai Allah dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya engkau dicintai manusia.” (HR. Ibnu Majah 4102, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 944).

7)  Akhlaq yang baik dapat memuaskan hati manusia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّكُمْ لَنْ تَسَعُوْا النَّاسَ بِأَمْوَالِكُمْ ، وَلٰكِنْ يَسَعُهُمْ مِنْكُمْ بَسْطُ الوَجْهِ وَحُسْنُ الخُلُقِ.

Sesungguhnya kalian tidak akan dapat memuaskan jiwa manusia dengan harta-harta kalian, akan tetapi yang dapat memuaskan jiwa mereka adalah bermuka manis dan berakhlak yang baik. (HR. Tirmidzi 2018, Bazar 8544, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Thargib wa Tharhib 2661).

8)  Meluluhkan hati musuh.

Allah Ta’ala berfirman :

ٱدْفَعْ بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِى بَيْنَكَ وَبَيْنَهُۥ عَدَٰوَةٌ كَأَنَّهُۥ وَلِىٌّ حَمِيمٌ

Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia” (QS. Fushilat : 34).

Banyak para sahabat dahulu yang memusuhi Rasulullah namun akhirnya mendapatkan hidayah tidak lain karena keindahan ajaran islam dan bagusnya akhlaq yang diajarkan Raslullah shallallahu ‘alahi wa sallam.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata:

الأعمال الصالحة والأخلاق الفاضلة والمعاملات الطيبة تفتح قلوب الأعداء أكثر مما تفتحه السيوف.

“Amal shalih, Akhlak yang mulia dan muamalah yang baik lebih banyak membuka hati para musuh daripada membukanya dengan pedang” (syarh Asy-Syafiah Al-Kafiyah 1/202).

9)  Akhlaq yang baik akan menjadi bukti dan saksi bagi orang lain.

Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu menuturkan:

مَرُّوا بِجَنَازَةٍ، فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا خَيْرًا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَجَبَتْ, ثُمَّ مَرُّوا بِأُخْرَى فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا شَرًّا، فَقَالَ: وَجَبَتْ, فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: مَا وَجَبَتْ؟ قَالَ: هَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ خَيْرًا، فَوَجَبَتْ لَهُ الجَنَّةُ، وَهَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ شَرًّا، فَوَجَبَتْ لَهُ النَّارُ، أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللَّهِ فِي الأَرْضِ.

“Sahabat Anas bin Malik berkata, orang-orang lewat membawa satu jenazah, mereka memujinya dengan kebaikan. Maka Rasulullah bersabda, “Wajabat.” Kemudian lewat lagi orang-orang membawa satu jenazah, mereka mencelanya dengan kejelekan. Maka Rasulullah bersabda, “Wajabat.” Sahabat Umar bin Khathab berkata, “Apa yang wajib, ya Rasul?” Rasulullah bersabda, “Jenazah ini yang kalian puji dengan kebaikan wajib baginya surga. Dan orang ini yang kalian cela dengan kejelekan wajib baginya neraka. Kalian adalah para saksinya Allah di muka bumi.” (HR. Bukhari 1367, Abu Dawud 3233).

10)  Akhlaq yang baik akan menentramkan hati pelakunya.

Ketika Rasulullah menerima wahyu di permulaan dan berjumpa dengan Jibril sehingga beliau ketakutan dan pulang, meminta istrinya agar menyelimutinya.

Khadijah berkata menentramkan beliau:

كَلَّا وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا؛ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ.

“Demi Allah tidak mungkin! Allah tidak akan pernah menghinakanmu. Sebab engkau selalu bersilaturrahmi, meringankan beban orang lain, memberi orang lain sesuatu yang tidak mereka dapatkan kecuali pada dirimu, gemar menjamu tamu dan engkau membantu orang lain dalam musibah-musibah.” (HR. Bukhari 3, Muslim160).

Masih banyak lagi keutamaan akhlaq yang baik lainnya.

Ibnu Rajab al-Hambali menukil dari dari Muhammad bin Zaid, dimana akhlaq memiliki Rukun(pilar-pilar) yang berjumlah 4, yaitu:

1.   Menjaga lisan.

Dimana lisan akan meninggikan derajat seseorang di surga atau akan menjerumuskannya kedalam neraka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت.

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Bukhari, 6018, Muslim, 47)

Barangsiapa yang tidak mampu menjaga lisannya, berarti dia bukan termasuk orang yang berakhlak dengan baik.

Maksudnya adalah menjaga dan menahan lisan dari suatu pembicaraan, kecuali jika di dalamnya mengandung faedah. Sabda Nabi : “… maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” Di dalamnya mengandung ajakan agar seorang Muslim berpikir terlebih dahulu sebelum mengucapkan sesuatu.

2.   Menjauhi sesuatu yang tidak bermanfaat.

Allah ta’ala berfirman:

 Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا.

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain (QS. Al-Hujurat[49]: 12).

Nabi shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda:

إياكم والظنَّ، فإنَّ الظنَّ أكذب الحديث

jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta(HR. Bukhari-Muslim).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا

“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari 5143, Muslim 2563).

Perkataan Ulama Salaf tentang Tajassus

Amirul Mukminin Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik.” (Rifqan Ahlu as-Sunnah bi Ahli as-Sunnah, halaman 10).

Inilah hukum asal prasangka buruk terhadap sesama Muslim, yaitu terlarang. Karena kehormatan seorang Muslim pada asalnya terjaga dan mulia.

Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ.

“Maka sesungguhnya darah kalian, harta-harta kalian, kehormatan kalian haram atas sesama kalian.” ( HR. Bukhari 105, 1679).

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi 2317 Ibnu Majah 3976. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Orang yang penuh dengan  kecurigaan adalah orang yang tidak memiliki adab dan akhlak yang baik. Karena kecurigaan akan mendorong perbuatan yang tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain, sikap seperti ini telah mengeluarkan seseorang untuk memiliki keistimewaan adab dan akhlaq yang baik.

3.   Tenang dan mampu menahan diri, terutama disaat marah.

Untuk memiliki akhlaq yang baik seseorang harus mampu mengendalikan dirinya, oleh karena itu Rasulullah memberi nasehat demikian itu.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu  bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

أَوْصِنِيْ ، قَالَ : لَا تَغْضَبْ. فَرَدَّدَ مِرَارًا ؛ قَالَ : لَا تَغْضَبْ.

“Berilah aku wasiat” Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau jangan marah!”


لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ.

“Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, sungguh orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika marah.” (Bukhari 6114, Muslim 2609).

Ketika seseorang sedang marah, maka hendaknya dia tidak berbicara atau berbuat apapun. Karena jika hal itu dilakukan,  seringkali ucapan dan perbuatannya akan mengeluarkan seseorang itu dari akhlak yang baik.

Oleh karena itu, disebutkan dalam sebuah ucapan terkait jeleknya marah adalah:

الغَضَبُ أَوَّلُهُ جُنُوْنٌ وَأٰخِرُهُ نَدَمٌ.

“Marah itu awalnya perbuatan kegilaan dan pada akhirnya adalah sebuah penyesalan.”

Hal itu terjadi karena saat marah ucapan dan tindakan yang dilakukan umumnya di luar kontrol. Maka bagi seseorang yang sedang marah, hendaknya memiliki pola dan metode untuk mencegahnya. Semisal yang disarankan Nabi dalam haditsnya, yaitu jika marah dalam keadaan berdiri, maka hendaknya duduk. Jika marahnya dalam posisi duduk, maka hendaknya berbaring. Dan dalam riwayat lain, ketika sedang marah, hendaknya diam.

4.   Selamatnya hati.

Hendaknya seseorang yang memiliki akhlaq baik mendasari kecintaan kepada sesama, hendaknya menjauhkan diri dari sifat hasad, iri, dengki, dendam dan juga kebencian tanpa alasan yang dibenarkan syari’at.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه.

“Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” (HR. Bukhari 13, Muslim 45).

Hadits ini dijadikan sandaran oleh para ulama dalam bab akhlak, yaitu hendaknya hati seseorang itu selamat dari sifat-sifat yang tidak terpuji, baik berupa dengki, hasad dan berbagai macam penyakit hati yang lain. Oleh karena itu, selamatnya hati adalah sandaran utama dari tegaknya akhlak yang baik. Adapun bagi seseorang yang di dalam hatinya ada penyakit-penyakit yang jelek serta isi batin yang rusak, maka tidak akan mungkin akan bisa menjadi orang yang berakhlak baik, karena rusak dan melencengnya hati akan tampak pada sisi lahirnya. (Kitab Ahaditsul Akhlaq karya Syaikh Abdurrozzaq bin Abdil Muhsin Al Badr hafidzahullahu ta’ala dengan berbagai tambahan).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 10 HAK TETANGGA

  BAB 10 HAK TETANGGA Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita, baik di depan, belakang, kanan ataupun kiri dari rumah kita menurut ...