BAB 2
MACAM-MACAM TAUHID DAN FAEDAHNYA
SOAL 10
DIMANA ALLAH
س ١٠ - أَيْنَ الله ؟
Soal : Dimanakah Allah.
ج ١٠ - اللَّهُ فَوْقَ الْعَرْشِ عَلَى السَّمَاءِ
.
Jawab : Allah berada di atas 'Arsy di atas
langit.
قَالَ الله سُبْحَانَهُ وَ
تَعَالَى:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ الرَّحْمَانُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى } سورة
طه : ٥
"(Rabb) yang Maha Pemurah yang beristiwa di atas
'Arsy" (Surat Thaha[20]: 5).
) أَي عَلا وَارْتَفَعَ ) كَمَا جَاءَ فِي الْبُخَارِي
istiwa'
yaitu naik dan tinggi, sebagaimana dalam riwayat Bukhari.
وَقَالَ ﷺ:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(إِنَّ
اللَّهَ كَتَبَ كِتَابًا ... فَهُوَ عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ(
"Sesungguhnya
Allah telah menulis sebuah catatan ... kemudian catatan itu berada di sisi-Nya
di atas 'Arsy." (Muttafaqun 'Alaihi).
-----000-----
Penjelasan:
1.
Pengertian istiwa’
Istawa ‘ala (اِسْتَوَى عَلَى) dalam bahasa Arab di mana Allah
menurunkan wahyu dengannya, artinya adalah (عَلاَ وَارْتَفَعَ), yaitu berada di atas (Tinggi atau di ketinggian).
Hal ini adalah kesepakatan salaf dan ahli bahasa. (tafsir At Thabari).
Al Baghawi -rahimahullah-
berkata: “ ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ “kemudian Dia bersemayam ke
langit.”
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ
وَأَكْثَرُ مُفَسِّرِي السَّلَفِ: أَيِ ارْتَفَعَ إِلَى السَّمَاءِ.
Ibnu Abbas dan banyak ahli
tafsir dari kalangan salaf berkata: “maksudnya adalah meninggi ke langit.
(Tafsir Al Baghawi: 1-101).
Al-istwa` (bersemayam),
al-‘uluw (tinggi) dan al-irtifa’ (ketinggian) mempunyai empat arti:
Berarti ‘ala (di atas),
irtafa’a (tinggi), sha’ada (naik), dan istaqarra (tetap) yang kesimpulannya
Allah ta’ala berada di atas, tanpa perlu ditanyakan bagaimananya.
Oleh karena itu berada di
atas merupakan sifat dzatiyah Allah.
Sedangkan bersemayamnya
Allah subhanahu wa ta’ala di atas ‘Arsy adalah sifat fi’liyah ikhtiyariyah (Allah
bersemayam kapan saja dan dengan cara apa saja yang Dia kehendaki).
Ketika Imam Malik (wafat
th. 179 H) rahimahullah ditanya tentang istiwa’ Allah, maka beliau menjawab:
الإِسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ، وَالْكَيْفُ
غَيْرُ مَعْقُوْلٍ، وَاْلإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ، وَمَا
أَرَاكَ إِلاَّ ضَالاًّ.
“Istiwa’-nya Allah ma’lum
(sudah diketahui maknanya), dan kaifiyatnya tidak dapat dicapai nalar (tidak
diketahui), dan beriman kepadanya wajib, bertanya tentang hal tersebut adalah
perkara bid’ah, dan aku tidak melihatmu kecuali dalam kesesatan.”
Kemudian Imam Malik rahimahullah menyuruh orang
tersebut pergi dari majelisnya. (lihat al-Asma’ wa as-Sifat, lil Baihaqi 867, al-Mu’jam
li Ibni al-Muqri’ 1003).
2.
Penetapan bersemayamnya Allah di atas
‘Arsy (Istiwa’).
1) Allah sendiri
yang menyebutkan bahwa dirinya berada di atas ‘Arsy.
Allah ta’ala
berfirman:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى.
“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah bersemayam di atas ‘Arsy.“ (QS.
Thoha [20]: 5).
2) Setelah
penciptaan langit dan bumi kemudian bersemayam di atas ‘Arsy.
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي
الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ
سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ.
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu dan Dia menuju ke langit, lalu Dia menjadikannya tujuh langit, dan Dia
maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah [2]: 29).
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى
الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ.
“Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan.” (QS. Yunus
[10]: 3).
3) Kalimat yang
baik dan amal shalih akan naik kepada-Nya.
Allah ta’ala berfirman:
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ
يَرْفَعُهُ.
“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal
yang shalih dinaikkan-Nya.” (QS. Fathir [35]: 10).
4) Kisah budak
Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulami.
Beliau radiyallahu
‘anhu berkata:
وَكَانَتْ
لِي جَارِيَةٌ تَرْعَى غَنَمًا لِي قِبَلَ أُحُدٍ وَالْجَوَّانِيَّةِ فَاطَّلَعْتُ
ذَاتَ يَوْمٍ فَإِذَا الذِّيبُ قَدْ ذَهَبَ بِشَاةٍ مِنْ غَنَمِهَا وَأَنَا رَجُلٌ
مِنْ بَنِي آدَمَ آسَفُ كَمَا يَأْسَفُونَ لَكِنِّي صَكَكْتُهَا صَكَّةً
فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَظَّمَ ذَلِكَ
عَلَيَّ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُعْتِقُهَا قَالَ ائْتِنِي بِهَا
فَأَتَيْتُهُ بِهَا فَقَالَ لَهَا أَيْنَ اللَّهُ قَالَتْ فِي السَّمَاءِ قَالَ
مَنْ أَنَا قَالَتْ أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا
مُؤْمِنَةٌ.
“Dahulu aku memiliki seorang budak wanita yang menggembalakan
kambing-kambing milikku di daerah antara Gunung Uhud dan Jawwaniyyah. Suatu
hari aku menelitinya. Ternyata ada seekor serigala yang membawa seekor kambing
dari kambing-kambing yang digembalakan budak wanita itu. Aku adalah manusia
biasa. Aku terkadang marah sebagaimana mereka marah. Maka aku menamparnya
dengan sangat keras. Kemudian aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Beliau mengatakan hal itu perkara yang besar terhadapku. Aku bertanya:
“Wahai Rasulullah, tidakkah aku merdekakan dia?” Beliau berkata: “Bawa dia
kepadaku,” maka aku membawanya menghadap beliau. Beliau bertanya kepadanya: “Di
manakah Allah?” Budak wanita itu menjawab: “Di atas langit.” Beliau bertanya
lagi: “Siapakah saya?” Budak wanita itu menjawab: “Anda adalah utusan Allah.”
Beliau bersabda: “Merdekakan dia, sesungguhnya dia seorang wanita mukminah.” (HR
Muslim 537, Ahmad 23762).
5) Doa orang muslim menghadap
keatas langit.
Dalam hadits Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan:
ثُمَّ ذَكَرَ
الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى
السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ،
وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟
“Kemudian beliau (Rasulullah) menceritakan tentang seorang laki-laki
yang menempuh perjalanan jauh, berambut kusut dan berdebu. Dia menengadahkan
kedua tangannya ke langit seraya berdoa, “Ya Rabb, Ya Rabb, (akan tetapi) yang
dimakan dari yang haram, yang diminum dari yang haram, yang dipakai dari yang
haram, di penuhi dari yang haram bagaimana bisa dikabulkan doanya demikian
itu.”(HR. Muslim 2393, Ahmad 8348).
6) Kisah Isra’ dan Mi’raj Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam hadits yang di riwayatkan Imam Muslim, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar naik keatas langit untuk bertemu
dengan Allah dan atas perintah Allah ta’ala.
Dari Anas Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
أُتِيتُ بِالْبُرَاقِ (وَهُوَ دَابَّةٌ أَبْيَضُ
طَوِيلٌ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ. يَضَعُ حَافِرَهُ عِنْدَ مُنْتَهَى
طَرْفِهِ) قَالَ، فَرَكِبْتُهُ حَتَّى أَتَيْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ. قَالَ،
فَرَبَطْتُهُ بِالْحَلْقَةِ الَّتِي يَرْبِطُ بِهِ الأَنْبِيَاءُ. ثُمَّ دَخَلْتُ
الْمَسْجِدَ فَصَلَّيْتُ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ. ثُمَّ خَرَجْتُ. فَجَاءَنِي
جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ بِإِنَاءٍ مِنْ خَمْرٍ، وَإِنَاءٍ مِنْ لَبَنٍ.
فَاخْتَرْتُ اللَّبَنَ. فَقَالَ جِبْرِيلُ: اخْتَرْتَ الْفِطْرَةَ ثُمَّ عَرَجَ
بِنَا إِلَى السَّمَاءِ.
“Aku diberi Buraq, yaitu seekor hewan putih yang lebih besar
dari himar dan lebih kecil dari keledai. Aku mengendarainya. Dia membawaku
hingga sampai ke Baitul-Maqdis. Lalu aku mengikatnya di tempat para nabi
menambatkan. Aku masuk ke Baitul-Maqdis dan shalat dua raka’at. Setelah itu aku
keluar. Malaikat Jibril menghampiriku dengan membawa satu wadah berisi khamr
dan satu wadah berisi susu. Aku memilih susu. Malaikat Jibril Alaihissallam
berkata: ‘Engkau telah (memilih) sesuai dengan fithrah,’ setelah itu, ia
membawaku naik ke langit.” ( HR. Muslim 162, Ahmad 12505 dan lain-lain).
7) Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam kepercayaan Dzat di atas langit.
Di dalam sahih Bukhari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
أَلاَ تَأْمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِي
السَّمَاءِ, يَأْتِينِي خَبَرُ السَّمَاءِ صَبَاحًا
وَمَسَاءً.
“Tidakkah kalian mempercayaiku, sedangkan aku adalah
kepercayaan Dzat yang berada di langit. Datang kepadaku kabar dari langit di
waktu pagi dan petang.” (HR. Bukhari 4351, Muslim 1064).
Dan masih banyak lagi dalil yang lain.
3. Pengertian ‘Arsy.
‘Arsy secara
bahasa yaitu singgahsana.
1) ‘Arsy makhluk
tertinggi.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ
فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ
وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ.
“Maka jika kalian meminta
kepada Allah, mintalah Al-Firdaus, karena sungguh ia adalah surga yang paling
tengah dan paling tinggi. Di atasnya singgasana Sang Maha Pengasih, dan darinya
sungai-sungai surga mengalir.” (HR.
Al-Bukhari 2790, Baihaqi 17766).
2) ‘Arsy makhluk yang paling besar.
‘Arsy juga
termasuk makhluk paling besar. Allah menyifatinya dengan ‘adhim (besar) yang disebutkan Allah di berbagai ayat
di dalam Al-Qur’an.
Allah ta’ala
berfirman:
وَهُوَ
رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ.
Dan Dia adalah
Rabb yang memiliki ‘Arsy yang agung.” (QS. At-Taubah[9]:129).
قُلْ
مَن رَّبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
Katakanlah:”Siapakah
Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?” (QS.
Al-Mu’minun[23]:86).
ذُوالْعَرْشِ
الْمَجِيدُ
“Yang mempunyai singgasana, lagi
Maha Mulia.” (QS. Al-Buruj[85]:15).
فَتَعَالَى
اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لآإِلَهَ إِلاَّهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيم
Maka Maha Tinggi Allah,
Raja Yang Sebenarnya;tidak ada ilah (yang berhak disembah) selain Dia, Rabb
(Yang mempunyai) ‘Arsy yang mulia.(QS. Al-Mu’minun[23]:116).
Dari Jabir yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam telah bersabda:
أُذِنَ لِي أَنْ أُحَدِّثَ عَنْ مَلَكٍ مِنْ
مَلَائِكَةِ اللَّهِ مِنْ حَمَلَةِ الْعَرْشِ: أَنَّ مَا بَيْنَ شَحْمَةِ أُذُنِهِ
إِلَى عَاتِقِهِ مَسِيرَةُ سَبْعِمِائَةِ عَامٍ.
“Telah diizinkan bagiku untuk
menceritakan kepada kamu tentang malaikat-malaikat pemikul 'Arsy, bahwa jarak antara
daun telinganya sampai ke lehernya sama dengan jarak yang ditempuh selama tujuh
ratus tahun.” (HR Abu Daud 4727, Tabran 4421, di sahihkan Syaikh al-Albani di
dalam as-Shahihah 151).
4. Tidak boleh
menafsirkan istiwa’ dengan istaula.
Larangan menafsirkan اسْتَوَى (bersemayam di atas ‘Arsy) dengan استولى (menguasai). Karena, penafsiran semacam itu tidak pernah
didapatkan riwayat dari para salaf (pendahulu umat ini). Padahal, metode
pemahaman para salaf lebih selamat, lebih ilmiah, dan lebih bijaksana.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Sesungguhnya Allah
memerintahkan orang-orang Yahudi untuk mengucapkan, حطة (bebaskan kami dari dosa), namun mereka mengucapkan, حِنْطَة (butir gandum) dengan maksud memutarbalikkan ayat tersebut. Dia
Allah (عَلَى
الْعَرْشِ اسْتَوَى) (berada di 'Arsy), namun para penakwil berkata, استولي menguasai.
Perhatikanlah, betapa miripnya penambahan huruf J yang para
tukang takwil itu ditambahkan kekata استوى sehingga menjadi استولى dengan penambahan huruf yang orang- orang Yahudi tambahkan ke
kata حطة sehingga menjadi " حنطة. (Dikutip dari al-Firqotun Najiah, yang diambil dari perkataan
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah karya Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi).
5. Allah turun
di sepertiga malam.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَنْزِلُ
رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ
يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ
وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
”Rabb kita turun ke langit
dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir.
Allah berfirman, ’Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan.
Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku penuhi. Dan barangsiapa yang
memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni.” (HR. Bukhari 1145, 7494,
Muslim 758).
Aqidah Ahlu Sunnah meyakini apa
adanya dan tidak menolak, mentawilkan, menyerupakan ataupun menanyakan, karena
Allah berada di atas ‘Arsynya, Allah turun sesuai kehendaknya dan
keagungan-Nya.
Demikianlah semoga bermanfaat.
-----000-----
Sragen 19-10-2024
Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar