BAB
4.
BERIBADAH
KEPADA ALLAH DENGAN RASA HAUF (TAKUT) DAN RAJA’ (HARAP).
س ٤ - هَلْ نَعْبُدُ اللَّهَ خَوْفًا وَطَمَعًا ؟
Soal 4: Apakah kita beribadah kepada Allah disertai
dengan rasa takut dan harap..?
ج ٤ - نَعَمْ نَعْبُدُهُ كَذَلِكَ .
Jawab: Benar, kita beribadah kepada Allah ta’ala demikian
itu.
قَالَ تَعَالَى يَصِفُ الْمُؤْمِنِينَ
Allah ta’ala berfirman mensifati orang beriman ketika
mereka berdoa:
{يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ خَوْفًا ، وطَمَعًا}
سورة السجدة : ١٦
...Mereka berdoa kepada Rabb mereka dengan
rasa takut dan harap..." (QS. As-Sajdah[32]:16)
وَقَالَ ﷺ:
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam telah bersabda :
( أَسْأَلُ اللهَ الْجَنَّةَ وَأَعُوْذُ بِهِ
مِنَ النارِ . ((حَدِيثُ
صَحِيحٌ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ(
“Aku meminta kepada Alloh surga dan aku meminta
perlindungan kepada-Nya dari Neraka." (Hadits shahih riwayat Abu Dawud
1847, Ahmad 20699, Ibnu Majah 902, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih
Abu Dawud 757).
-----000-----
Penjelasan:
1. Beribadah kepada Allah
hendaknya disertai dengan hauf (takut) dan Raja’(Harap).
Allah ta’ala berfirman:
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ
عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُونَ.
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedangkan mereka
berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan
sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. As-Sajdah[32]:16).
Firman Allah, “Sedangkan mereka berdoa kepada Tuhannya dengan
rasa takut dan harap,” takut kepada siksaan-Nya dan berharap kepada pahala-Nya
yang berlimpah.(Tafsir Ibnu Katsir, QS. As-Sajdah[32]:16).
2.
Rasa hauf (takut) dapat dibangun dengan perasaan
rendah dan hina di hadapan Allah ta’ala.
Hal ini dengan mengingat betapa
besarnya nikmat Allah, betapa kurangnya rasa besyukur, serta seringnya bermaksiat
kepada-Nya, demikian ini dapat menjadikan seseorang merasa rendah dan takut
akan siksa-Nya.
Allah ta’ala berfirman
tentang nabi Adam ‘Alaihi Salam dengan Hawa:
قَالَا
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ.
Keduanya berkata: "Ya
Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk
orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf[7]:23).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ بَنِي آدَمَ
خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.
“Setiap anak
Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah
yang bertaubat.” (HR Ibnu Majah 4251. Di hasankan syaikh al-Albani).
3.
Rasa raja’ (berharap) dibangun dengan rasa cinta yang
dalam.
Dengan demikian akan menumbuhkan rasa harap kepada Allah ta’ala.
(lihat Syarah Tsalatsatil ‘Ushul Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin).
Berharap
amalannya diterima, berharap pahala dari Allah ta’ala, berharap dengan surga
Allah ta’ala.
Allah ta’ala
memerintahkan agar hambanya hauf (takut) sehingga memohon ampunan-Nya, dan
raja’ (harap) dengan surga-Nya, hal ini tertuang dalam firman Allah ta’ala:
وَسَارِعُوا إِلَىٰ
مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ.
“Dan
bersegeralah (berlomba-lombalah) kamu untuk (meraih) pengampunan dari Rabbmu
dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang
yang bertakwa.” (Al-‘Imran[3]:133).
سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ
رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ
لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ
“Berlomba-lombalah
kamu untuk mendapatkan ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas
langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan
rasul-rasulnya.” (QS Al Hadid [57]:21).
4.
Ibadah bukanlah sekedar gerakan jasad
tanpa ruh.
Ibadah hendaknya juga harus menghadirkan hati. Baik itu mengucap
sahadat, shalat, puasa zakat dan lain-lain, sebagaimana seseorang yang sedang
melaksanakan shalat, ia tidak hanya bergerak untuk melaksanakan setiap rukunnya
saja, tetapi juga harus menghadirkan hati sebagai ruh shalat tersebut.
5.
Menjahui prilaku dan sifat ibadah orang munafiq.
Bisa jadi mereka
menampakkan kekhusyukan badannya namun hatinya kosong, terpaksa dan membenci.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ
اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ
يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
“Sesungguhnya orang-orang
munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila
mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas.” (QS. An-Nisa
[4]:124).
6.
Tidak boleh ibadah kepada Allah hanya dengan raja’
(berharap) saja.
Bila orang
beribadah kepada Allah dengan raja’(berharap) saja, baik melakukan dosa besar
sekalipun, maka tak ubahnya dengan pemikiran murji’ah.
Sehingga
orang yang shalih dan taat dianggap sama dengan para pelaku kemaksiatan.
Mereka senantiasa memberikan harapan atas pahala dan ampunan kepada
para pelaku maksiat.
Murji’ah mengatakan keimanan itu hanya dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat disertai pembenaran dalam hati, tidak
bertambah dan tidak berkurang. Mereka tidak memasukkan amal perbuatan sebagai
bagian dari keimanan.
Allah ta’ala befirman:
لِيَزْدَادُوا
إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ.
“Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan
mereka (yang telah ada).” (QS.AL-Fath[48]:4).
وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى
رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya,
bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabbnyalah mereka bertawakkal.”
(QS. Al-Anfal [8]:2).
Rasulullah
shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا .
“Orang mukmin yang paling
sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, dan yang paling baik di
antara kamu sekalian adalah yang paling baik akhlaqnya terhadap
isteri-isterinya.” (HR. Ahmad 7402, Tirmidzi 1162, Abu Dawud 4682 dihasan
oleh syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 284).
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت.
“Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia
diam.” (HR. Bukhari 6018, Muslim 47).
Adapun
keyakinan Ahlu Sunnah sebagaimana yang dikatakan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya, beliau rahimahullah berkata:
"وَمِنْ
أُصُولِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ أَنَّ الدِّينَ وَالْإِيمَانَ قَوْلٌ
وَعَمَلٌ ، قَوْلُ الْقَلْبِ وَاللِّسَانِ ، وَعَمَلُ الْقَلْبِ وَاللِّسَانِ
وَالْجَوَارِحِ ، وَأَنَّ الْإِيمَانَ يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ ، وَيَنْقُصُ
بِالْمَعْصِيَةِ ."
"Di antara pokok akidah Ahlus
Sunnah wal Jama’ah, bahwa agama dan iman terdiri dari: perkataan dan amalan,
perkataan hati dan lisan, amalan hati, lisan dan anggota badan. Iman itu bisa
bertambah dengan melakukan ketaatan dan bisa berkurang karena maksiat.”( Al
‘Aqidah Al Wasithiyyah).
7.
Demikian pula tidak boleh beribadah kepada Allah dengan hauf
(takut) saja.
Hal ini akan
menjadikan seseorang tidak bisa menerima keadaaan dirinya, menjadikan putusasa,
begitu pula mereka akan mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar, inilah
yang dilakukan orang-orang khuarij.
Orang
khuarij memandang para pelaku dosa besar telah menjadikan kafir dan kekal di
dalam neraka.
Adapun ahlu
sunnah memandang orang yang melakukan dosa besar nakisul iman (imannya kurang)
atau fasik dengan kefasikannya, serta iman dengan keimanannya tidak sampai
mengkafirkannya, kecuali pelakunya menghalalkan dosa tersebut.
Allah ta’ala
berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ.
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia
mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. An-Nisa[4]:48).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ.
“Orang yang paling
bahagia dengan syafaatku di hari kiamat adalah orang yang mengucapkan laa ilaha illallah’
secara ikhlas dari hatinya atau dirinya.” (HR.
Bukhari 99)
يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنَ النَّارِ بَعْدَ مَا مَسَّهُمْ مِنْهَا
سَفْعٌ ، فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ ، فَيُسَمِّيهِمْ أَهْلُ الْجَنَّةِ
الْجَهَنَّمِيِّينَ.
“Akan keluar sekelompok manusia dari neraka
setelah mereka dibakar dengan panasnya neraka. Lalu mereka masuk surga.
Penduduk surga menyebut mereka dengan Jahannamiyun.” (HR. Bukhari 6559).
Imam
Ahmad berkata:
وَمَنْ لَقِيَهُ مُصِرًّا غَيْرَ تَائِبٍ مِنْ الذُّنُوْبِ الَّتِي
قَدْ اسْتَوْجَبَ بِهَا الْعُقُوْبَةَ فَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ،
وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ.
“Barangsiapa
yang menemui-Nya dengan tetap melakukan dosa dan tanpa bertaubat dari dosa-dosa
yang menyebabkannya berhak mendapatkan hukuman tersebut, maka urusannya
diserahkan kepada Allah Ta'ala. Jika Dia menghendaki, Dia menyiksanya dan jika
Dia menghendaki Dia mengampuninya.” (Ushulu Sunnah 39, Imam Ahmad bin Hanbal).
Syaikh
Dr. ‘Abdus-Salam bin Barjas Alu ‘Abdul Karim berkata:
ومن جملَةِ اعْتِقَادِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ: أَنَّ جَمِيعَ
الذُّنُوب , سِوَى
الإِشْرَاكِ بِاللَّهِ تَعَالَى - لَا تُخْرِجُ الْمُسْلِمَ مِنْ دِينِ الْإِسْلَامِ،
إِلَّا إِنِ اسْتَحَلُّهَا.
“Diantara aqidah Ahlu Sunnah
wal Jama’ah: Bahwasanya semua dosa selain menyekutukan kepada Allah ta’ala
tidak mengeluarkan seorang muslim dari Agamnanya kecuali dia menghalalkannya.
(Al-Mu’taqadu As-Shahihu Al-Wajibu ‘ala kuli muslimin ‘itiqaduhu).
8.
Kesalahan pemahaman orang-orang sufi.
Orang sufi berkata, “Kami tidak beribadah kepada Allah takut
dari neraka-Nya dan tidak mengharap dari surga-Nya. Bahkan kami beribadah kerena
cinta kepadaNya.”
Demikian
pula seorang Sufi yang masyhur Rabi’ah al-Adawiyah, pernah mengutarakan, aku tidaklah menyembah-Nya
karena takut neraka dan tidak pula karena berharap surga-Nya sehingga aku
seperti orang yang buruk. Akan tetapi aku menyembah-Nya karena kecintaan dan
kerinduanku pada-Nya (Ihya Ulumuddin: 4/310).
Atau menganggap, “Orang yang
beribadah dengan mengharap surga merupakan ibadahnya para pedagang.”
Menurut mereka, cinta
yang murni adalah ketika memberi sesuatu pada seseorang tanpa mengharap
balasan. Sebab kebaikan yang dibagikan itu adalah sifat dari kebahagiaan itu
sendiri.
Demikian
pula cinta yang mestinya diberikan pada Allah ta’ala. Berbuat baik tanpa harus
mengharapkan surga-Nya.
Pendapat orang-orang
sufi ini pendapat yang subhat dan menyesatkan, karena panutan kita Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
( أَسْأَلُ اللهَ الْجَنَّةَ وَأَعُوْذُ بِهِ
مِنَ النارِ . ((حَدِيثُ
صَحِيحٌ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ(
“Aku meminta kepada Alloh surga dan aku meminta
perlindungan kepada-Nya dari Neraka." (Hadits shahih riwayat Abu Dawud
1847, Ahmad 20699, Ibnu Majah 902, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih
Abu Dawud 757).
اَللَّهُمَّ
إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ.
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu surga, dan aku berlindung
kepada-Mu dari neraka.” (HR. Ahmad 15898, Shahih Ibnu Hibban 868, Dishahihkan
Syaikh al-Albani di salam shahih Abu Dawud 757, As-Shahihah 1542).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimaullah mengatakan,
“Sebagian ulama salaf mengatakan, “Siapa yang beribadah kepada Allah hanya
dengan kecintaan, maka dia Zindiq. Siapa yang beribadah hanya dengan rasa takut
maka dia Haruri -maksudnya kaum Khowarij- dan siapa yang beribadah kepada-Nya
dengan hanya penuh pengharapan saja maka dia murji’ah. Siapa yang beribadah
kepadaNya dengan cinta, rasa takut dan penuh harap, maka dia adalah orang
mukmin yang mengesakan.” (Majmu Fatawa 15/21).
9.
Tidak menyamakan Allah dengan makhluknya.
Orang yang beribadah
mengharapkan balasan surga dan agar dijauhkan dari neraka bukan berarti tidak
ikhlas, justru mereka mentaati Allah dan Rasul-Nya.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ
الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ.
“Dan Rabb
kalian berkata: ‘Berdoalah kalian kepadaKu, pasti Aku kabulkan. Sesungguhnya
orang-orang yang sombong dari memohon kepadaKu, maka mereka akan masuk ke
neraka jahannam dalam kondisi hina.’” (QS. Ghafir[40]:
60)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ
شَىْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ.
“Tidak ada sesuatu yang paling
mulia di sisi Allah dibandingkan doa.” (HR. Tirmidzi 3370, dishahihkan
Syaikh al-Albani di dalam Shahihu-Al-Jami’ 5392).
10.
Orang yang beriman sangat mencintai Allah dan
mencintai apa yang dicintai Allah.
Hendaknya mencintai apa yang
dicintai Allah dan membenci apa yang dibenci Allah ta’ala.
Allah ta’ala mengabarkan
bagaimana kecintaan orang beriman.
وَالَّذِينَ
آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ.
“Adapun
orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. AL-Baqarah
[2]:165).
Demikianlah
penjelasan ini semoga bermanfaat. Aamiin.
-----000-----
Sragen 02-09-2024
Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar