BAB 2
MACAM-MACAM
TAUHID DAN FAEDAHNYA
SOAL 7
MEMAHAMI
TAUHID RUBUBIYAH
س ٧ - مَا هُوَ تَوْحِيدُ
الرَّبِّ ؟
Soal: Apa itu tauhid rububiyah?
ج ٧ - تَوْحِيدُهُ بِأَفْعَالِهِ
كَالْخَلْقِ وَالتَّدْبِيْرِ وَغَيْرِهِمَا
Jawab: Maksudnya adalah mengesakan Allah dalam semua
perbuatan-Nya, seperti Allah menciptakan, mengatur dan lain sebagainya.
قَالَ
الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
}الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين{
“Segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Fatihah[1]:2).
وَقَالَ
ﷺ: (أَنْتَ رَبُّ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ) متفق عليه
"Engkau
adalah Rabb langit-langit dan bumi." (Hadits Muttafaqun 'Alaihi).
-----000-----
Penjelasan:
1. Pengertian tauhid.
Tauhid-dalam
bahasa Arab adalah mashdar dari وَحَدَ ، يُوَحِدُ ، تَوْحِيدًا menjadikan sesuatu itu hanya satu artinya
menjadikan sesuatu itu menjadi hanya satu.
Adapun
secara syar'i (terminologi) adalah mengesakan Allah ‘aza wajalla terhadap
sesuatu yang khusus bagi-Nya, baik dalam Rububiyyah, Uluhiyyah, maupun Asma'
dan Sifat-Nya.
2. Pengertian tauhid Rububiyyah
Ibnul Atsir
rahimahullah menyatakan, “Kata Rabb secara bahasa diartikan pemilik, penguasa,
pengatur, pembina, pengurus dan pemberi nikmat. Kata ini tidak boleh digunakan
dengan tanpa digandengkan (dengan kata yang lain) kecuali untuk Allah Azza wa
Jalla (semata), dan kalau digunakan untuk selain-Nya maka (harus)
diiringi (dengan kata lain). Misalnya: rabbu kadza (pemilik barang ini). (An-Nihayah
fi Gharibil Hadits 1/179, dinukil di dalam Fiqhu al-Asma al-Husna Syaikh
Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr).
Tauhid Rububiyyah yaitu
mengesakan Allah dalam segala perbuatan-Nya dengan meyakini bahwa Dia sendiri
yang menciptakan seluruh makhluk. (kitab Tauhid Syaikh Dr. Shalih Bin Fauzan
Al-Fauzan).
Allah ta’ala berfirman:
الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين.
“Segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Fatihah[1]:2).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنْتَ
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ .
"Engkau
adalah Rabb langit-langit dan bumi." (Hadits Muttafaqun 'Alaihi).
Allah
ta’ala yang mencipta, mengatur, memberi rezki kepada hamba-nambanya:
3. Allah yang mencipta alam semesta.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ
رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ.
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy..” (QS. Al A’raaf [7]:
54).
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا.
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kalian.” (QS. Al-Baqarah[2]:29).
أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا.
“Apakah kalian yang lebih sulit
penciptaannya ataukah langit?” (QS. An-Nazi’at[79]:27).
لَخَلْقُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ.
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih
besar daripada penciptaan manusia.” (QS. Al-Mu’min [40]: 57).
Allah meminta orang-orang
yang menyembah kepada selain Allah menunjukkan apa yang telah diciptakan.
هَٰذَا خَلْقُ اللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ الَّذِينَ
مِنْ دُونِهِ.
“Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu
kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah.”
(QS. Lukman [31]: 11).
إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا
ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا
يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ.
“Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat
menciptakan seekor lalat pun, walau pun mereka bersatu untuk menciptakannya.
Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat
merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat
lemah (pulalah) yang disembah.” (QS. Al-Hajj[22]:73).
4. Allah pengatur alam semesta.
Allah
ta’ala berfirman:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الأمْرَ.
“Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah Yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas
'Arasy untuk mengatur segala urusan.” (QS. Yunus[10]:3).
لَا
الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ
النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ.
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan, dan
malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis
edarnya.” (QS. Yasin[36]:40).
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ.
“Dia mengatur urusan dari langit
ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya.” (QS. A|s-Sajdah[32]:5).
5. Allah pemberi rezki kepada makhluknya.
Allah ta’ala
berfirman:
وَمَا
مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا.
“Dan tidak ada satupun makhluk yang berjalan di muka bumi melainkan
Allah-lah yang memberi rezkinya.” (QS. Huud [11]: 6).
وَآيَةٌ لَهُمُ الْأَرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا
مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ.
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah
bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian,
maka darinya mereka makan.” (QS. Yasin[36]:33).
إِنَّ
رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ.
“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki
dan menyempitkannya.” (QS. Al Isra’ [17]: 30)
وَاللَّهُ
خَيْرُ الرَّازِقِينَ.
“Dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki.” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 11).
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ
يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ.
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta
selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi?”
(QS. Faatir [35]: 3).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ
تَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ
الطَّيْرَ ، تَغدُوْ خِمَاصًا ، وتَرُوْحُ بِطَانًا .
“Seandainya kalian bertawakkal kepada
Allah dengan sungguh-sungguh tawakkal kepada-Nya, niscaya kalian akan diberikan
rizki oleh Allah sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung. Pagi hari
burung tersebut keluar dalam keadaan lapar dan di sore hari dalam keadaan
kenyang.” (HR Tirmidzi 2344, Ibnu Majah 4164, lihat Silsilah Al Hadist As
Sahihah 310).
6.
Orang-orang
musyrik mengakui tauhid rububiyyah.
Orang-orang
musryik merasakan bahwa dan mengakui bahwa yang mencipta langit dan bumi adalah
Allah ta’ala.
Allah
ta’ala memberitahukan keadaan mereka dengan berfirman:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ.
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada
mereka.”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab,
"Allah." (QS. Luqman[31]: 25).
قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ
السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا
تَتَّقُونَ.
Katakanlah, "Siapakah pemilik langit yang
tujuh dan pemilik 'Arasy yang besar?” Mereka akan menjawab, "Kepunyaan
Allah.” Katakanlah, "Maka apakah kalian tidak bertakwa?" (QS. Al-Mu’minun[23]:
86-87).
7.
Pengakuan tauhid rububiyyah semata tidak menjadikan seseorang islam.
Iman bukan hanya
membenarkan atau meyakini Allah yang mencipta mengatur dan memberi rezki
semata, akan tetapi juga diiringi perkataan dalam lisan (syahadat) dan amalan anggota
badan.
Allah ta’ala berfirman :
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا
وَعُلُوًّا.
“Dan mereka mengingkarinya karena kedzaliman dan kesombongannya,
padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya..” (QS. An-Naml[27]:14).
الَّذِينَ اتَيْنَهُمُ
الْكِتَب يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءهُم.
“Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil)
mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri.” (QS.
Al-Baqarah[2]:146).
فَلَمَّا جَاءَهُم مَّا عَرَفُوا
كَفَرُوا بِهِ.
“Setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui
itu, mereka mengingkarinya.” (QS. Al-Baqarah[2]:89).
Abu Thalib membenarkan, memuji dan membela islam namun tidak mau
mengucapkan syahadat sehingga mati dalam keadaan musyrik. Ketika hendak
meninggal di sisi Abu Thalib terdapat ‘Abdullah bin Abu Umayyah dan Abu
Jahl, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada
pamannya ketika itu:
أَىْ عَمِّ ، قُلْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ.
“Wahai pamanku, katakanlah ‘laa ilaha illalah’ yaitu kalimat
yang aku nanti bisa beralasan di hadapan Allah (kelak).”
Abu Jahl dan ‘Abdullah bin Umayyah berkata:
يَا أَبَا طَالِبٍ ،
تَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ.
“Wahai Abu Thalib, apakah engkau tidak suka pada agamanya Abdul
Muthallib?” Mereka berdua terus mengucapkan seperti itu, namun kalimat terakhir
yang diucapkan Abu Thalib adalah ia berada di atas ajaran Abdul Mutthalib.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian
mengatakan :
لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ
مَا لَمْ أُنْهَ عَنْهُ.
“Sungguh aku akan memohonkan ampun bagimu wahai pamanku, selama
aku tidak dilarang oleh Allah” Kemudian turunlah ayat:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ
وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي
قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ.
“Tidak pantas bagi seorang Nabi dan bagi orang-orang yang beriman,
mereka memintakan ampun bagi orang-orang yang musyrik, meskipun mereka memiliki
hubungan kekerabatan, setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu
adalah penghuni neraka Jahanam” (QS. At Taubah[9]: 113).
Allah ta’ala juga menurunkan ayat:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ
أَحْبَبْتَ.
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (taufiq)
kepada orang-orang yang engkau cintai” (QS. Al Qasshash[28]: 56) (HR. Bukhari
3884).
Secara jelas prinsip Ahlus Sunnah mengenai iman termaktub dalam
perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, beliau rahimahullah berkata:
وَمِنْ أُصُولِ أَهْلِ
السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ أَنَّ الدِّينَ وَالْإِيمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ ، قَوْلُ
الْقَلْبِ وَاللِّسَانِ ، وَعَمَلُ الْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالْجَوَارِحِ ،
وَأَنَّ الْإِيمَانَ يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ ، وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ ."
"Di antara pokok akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bahwa agama
dan iman terdiri dari: perkataan dan amalan, perkataan hati dan lisan, amalan
hati, lisan dan anggota badan. Iman itu bisa bertambah dengan melakukan
ketaatan dan bisa berkurang karena maksiat.” (Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah).
8.
Kesalahan
anggapan selain Allah ada yang mengatur alam semesta.
Sebagian orang meyakini ada tempat-tempat tertentu ada penguasanya
selain Allah, keyakinan ini adalah keliru dan merupakan keyakinan syirik.
Allah ta’ala berfirman:
أَمَّنْ
جَعَلَ الْأَرْضَ قَرَارًا وَجَعَلَ خِلَالَهَا أَنْهَارًا وَجَعَلَ لَهَا
رَوَاسِيَ وَجَعَلَ بَيْنَ الْبَحْرَيْنِ حَاجِزًا أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ
أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ.
“Bukankah Dia (Allah) yang telah menjadikan bumi
sebagai tempat berdiam, yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, yang
menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan)nya dan yang menjadikan suatu
pemisah antara dua laut? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?”
(QS. AN-Naml[27]:61).
Di dalam
hadits qudsi di jelaskan tentang larangan mencela waktu :
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
”Allah ’Azza wa Jalla
berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku
adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.” (HR.
Muslim 6000).
Anggapan ada penguasa pantai laut selatan, gunung
merapi, penguasa tempat tertentu dan lain-lain semua ini tidak benar.
9.
Kekliruan anggapan, ada yang dapat mendatangkan manfaat dan
madharat dari selain Allah.
Allah ta’ala berfirman:
وَإِنْ
يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ
بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ.
“Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka
tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki
kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya.” (QS.
Yunus[10]:107).
10.
Banyak kaum muslimin yang tidak paham tauhid rububiyyah.
Hal itu ditandai dengan takutnya mereka terhadap tempat
tertentu, bulan tertentu, pakaian tertentu, hewan tertentu, bahkan melakukan
perbuatan tertentu yang dianggap akan mejadikan madharat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ،
اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلاَّ، وَلَكِنَّ اللهَ
يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ.
“Thiyarah
itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik dan setiap orang pasti
terbetik dalam hatinya, Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal
kepadaNya.” (HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad 909, Tirmidzi 1614).
Dari Abu
Hurairah radliallahu 'anhu dia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
لاَ عَدْوَى وَلاَ
طِيَرَةَ، وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ.
"Tidak
dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan
Allah), tidak dibenarkan beranggapan sial, tidak dibenarkan pula beranggapan
nasib malang karena tempat, juga tidak dibenarkan beranggapan sial di bulan
Shafar” (HR. Bukhari 5757 Muslim 2220).
Demikianlah
pentingnya seseorang untuk memahami tauhid rububiyyah, semoga bermanfaat,
Aamiin ya Rabbal ‘aalamin.
-----000-----
Sragen 25-09-2024
Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar