Senin, 02 September 2024

ADAB-ADAB ZIARAH KUBUR

ADAB-ADAB ZIARAH KUBUR


Hiruk-pikiuk dan gegap gempita dunia ini melalaikan seseorang dari mengingat kematian, padahal tak seorangpun diantara kita yang mengingkari datangnya kematian ini.

Allah ta’ala berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS. Ali ‘Imran[3]:185).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ.

Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yang bisa melampui umur tersebut” (HR. Ibnu Majah 4236, Tirmidzi 3550 dihasankan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 757).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan agar kita banyak mengingat kematian.

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَادِمِ اللَّذَّاتِ، يَعْنِي الْمَوْتَ

 “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).” (HR. Ahmad 7925, Ibnu Majah 4258, Tirmidzi 2307, di hasankan Syaikh al-Albani di dalam Al-Irwa’ 682, AL-Misykah 1607).


Hukum Ziarah kubur

Diantara ajaran syari’at ini untuk mengingatkan kematian yaitu dengan ziarah kubur baik laki-laki maupun perempuan.

Dari Buraidah Ibnul Hushaib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ، فَزُورُوهَا.

“Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah” (HR. Muslim 1977).


نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ، فَزُورُوهَا، فَإِنَّ فِي زِيَارَتِهَا تَذْكِرَةً

“Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah, karena hal itu akan mengingatkan (kematian).” (HR. Abu Dawud 3235).

Termasuk perkara penting agar mengetahui adab-adab di dalam ziarah kubur.

Bagi wanita hendaknya tidak sering-sering melakukan hal itu berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَعَنَ اللّهُ زَوَّارَاتِ الْقُبُوْرِ

“Allah melaknat wanita-wanita yang sering menziarahi kubur” dalam riwayat yang lain “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang sering ziarah kubur.” (HR. Abu Dawud 2478, Ahmad 8670, Ibnu Majah 1575, Tirmidzi 1056, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihu Al-Jami’ 5109).

Waktunya.

Begitu pula tidak menentukan waktu-waktu khusus, seperti menjelang lebaran, setiap malam jum’at dan lain-lain karena hal ini tidak ada keterangan dari Al-Qur’an maupun Hadits.

Adapun diantara Adab-adab ziarah kubur yaitu:

1.   Meluruskan niat.

Ziarah kubur merupakan bagian dari ibadah, oleh karena itu hendaknya meluruskan niat agar ikhlas semata-mata karena Allah dan mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah ta’ala berfirman:

ثُمَّ جَعَلْنٰكَ عَلٰى شَرِيْعَةٍ مِّنَ الْاَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَ الَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ.

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jatsiyah [45]: 18).

2.   Tidak membawa karangan bunga, bunga setaman (nyekar).

Hendaknya kaum muslimin menyadari bahwa banyak budaya di luar islam yang bukan bagian dari ajaran islam kemudian dimasukkan ke dalam islam.

Seperti menabur bunga (nyekar) dengan berbagai macam pernak-perniknya, bukan bagian dari ajaran islam, tidak boleh dilakukan, pelakunya bisa berdosa, apabila telah mengetahui tapi masih melakukan.

Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda:

إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِيْ كَبِيْرٍ،أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ

“Sungguh kedua penghuni kubur itu sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia kesana kemari menebar namimah (mengadu domba).” Kemudian beliau mengambil pelepah kurma basah. Beliau membelahnya menjadi dua, lalu beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya, “Wahai, Rasulullah, mengapa Anda melakukan ini?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

 لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا.

 “Semoga keduanya diringankan siksaannya, selama kedua pelepah ini belum kering.” (HR. Bukhari 216 Muslim 292).

Perlu diketahui perkara ini merupakan kekhususuan pada Rasulullah, karena beliau terkadang ditampakkan perkara gaib, pada saat itu beliau melihat penghuni kubur sedang disiksa, dan sebagai pembelajaran pada umat beliau.

Para sahabat tidak mengikuti apa yang beliau lakukan, karena itu tidak boleh mengkiaskan pelepah kurma dengan bunga setaman, dengan dalih untuk mengirim penghuni kubur.

Apakah seseorang mengetahui jika penghuni kubur tersebut sedang disiksa, jika demikian berarti dia telah buruk sangka kepada penghuni kubur. (lihat pula Ahkamul Jana’iz, bab Ziarah Kubur, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).

3.   Tidak mengkhususkan berziarah kubur pada tempat yang jauh.

Adapun Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah mengunjungi makam ibundanya Aminah binti wahb yang berada di sebuah desa bernama Abwa' daerah yang sekarang disebut dengan nama kharibah karena beliau sekedar mampir.

Dari abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:

زَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْرَ أُمِّهِ، فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ، فَقَالَ: اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي، وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِي، فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ.

“Nabi shallallahu'alaihi wasallam berziarah kepada makam ibunya, lalu beliau menangis, kemudian menangis pulalah orang-orang di sekitar beliau. Beliau lalu bersabda: "Aku meminta izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan bagi ibuku, namun aku tidak diizinkan melakukannya. Maka aku pun meminta izin untuk menziarahi kuburnya, aku pun diizinkan. Berziarah-kuburlah, karena ia dapat mengingatkan engkau akan kematian," (HR. Muslim 976, Ahmad 988, Ibnu Majah 1572).

Apa yang dilakukan orang-orang sekarang sangat berbeda jauh dari apa yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena mereka datang dari jauh menganggap sebuah keutamaan, mengharapkan berkah dari kubur tersebut, sehingga perjalanan kekubur-kubur itu dianggap memiliki keutamaan yang besar, dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sakit dan membawa pada kematiannya, Beliau bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ اليَهُودَ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا.

“Allah telah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (HR. Bukhari 1330, Muslim 529, Ahmad 1884).

Mereka beribadah disamping kubur-kubur itu.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

Di Sukoharjo Ada Lelaki yang Bisa Bantu Kita Hasilkan Banyak Uang

 

Siswi Jenius Jakarta Temukan Obat Bakar Lemak 17 Kg Sehari

 

Diabetes Bukan Dari Makanan Manis! Temui Musuh Utama Diabetes

 

لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: المَسْجِدِ الحَرَامِ، وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَسْجِدِ الأَقْصَى.

“Janganlah melakukan perjalanan jauh (dalam rangka ibadah) kecuali ke tiga masjid : Masjidil Haram, Masjid Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (Masjid Nabawi), dan Masjidil Aqsha.” (HR. Bukhari 1189, Muslim 1397).

Syaikhul islam menjelaskan tentang hal ini:

وَأَمَّا إذَا كَانَ قَصْدُهُ بِالسَّفَرِ زِيَارَةَ قَبْرِ النَّبِيِّ دُونَ الصَّلَاةِ فِي مَسْجِدِهِ، فَهَذِهِ الْمَسْأَلَةُ فِيهَا خِلَافٌ، فَاَلَّذِي عَلَيْهِ الْأَئِمَّةُ وَأَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ أَنَّ هَذَا غَيْرُ مَشْرُوعٍ وَلَا مَأْمُورٍ بِهِ، لِقَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ,   لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ: الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى

“Adapun jika tujuan safar adalah ziarah kubur Nabi shallallahu alaihi wa sallam saja tanpa bermaksud shalat (beribadah) di masjid Nabawi (jadi tujuannya bukan ibadah ke masjid Nabawi), maka ini adalah khilaf dan pendapat terkuat adalah ini tidak disyariatkan dan tidak diperintahkan” (al-Fatawa al-Kubra li Ibni Taimiyah 5/148).

Syaikh Muhammad Shalih al-Munajid berkata:

Tempat dianjurkannya ziarah kubur adalah kalau kuburan mayat tersebut ada di dalam negerinya. Kalau sekiranya jauh dari negerinya dimana kalau dia keluar dinamakan safar (bepergian), tidak dianjurkan ziarah (kubur) bahkan diharamkan. (https://islamqa.info/id/163231. Juga no 10011).

4.   Melepas alas kaki sebelum masuk komplek pekuburan.

Ketika berziarah kubur disunnahkan untuk tidak memakai alas kaki, hendaknya sebelum masuk alas kaki dilepas terlebih dahulu. Sebagaimana dalam sebuah hadits:

يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ، أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ، فَنَظَرَ الرَّجُلُ، فَلَمَّا رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَرَمَى بِهِمَا.

"Wahai orang yang memakai sendal, celaka engkau, lepaslah sandalmu! Lalu orang itu melihat dan tatkala dia mengetahui (bahwa yang menegurnya adalah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia melepas dan melempar sandalnya," (HR. Bukhari di dalam adabul Mufrad 775, Abu Dawud 3230, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam al- Ahkam 139-140).

5.   Mengucapkan salam kepada penghuni kubur muslim.

Para peziarah disunnahkan untuk mengucap salam kepada penghuni kubur dari orang muslim.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَإِنَّا، إِنْ شَاءَ اللهُ لَلَاحِقُونَ، أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ.

"Keselamatan kepada penghuni kubur dari kaum mukminin dan muslimin, kami InsyaAllah akan menyusul kalian semua. Aku memohon keselamatan kepada Allah untuk kami dan dan kalian semua." (HR. Muslim 975).

6.   Tidak berjalan ditengah kubur atau menduduki di atasnya.

Tidak menginjak-injak ataupun duduk di atas kuburan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ، فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ.

“Sungguh jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga membakar bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas kubur.” (HR. Muslim 971, Abu Dawud 3228, Ahmad 8108).

7.   Mendoakan penghuni kubur dari kalangan kaum muslimin.

Orang beriman dapat memberikan manfaat kepada saudara yang beriman lainnya, meskipun mereka sudah meninggal.

Diantaranya, seperti membayarkan hutang saudaranya, menyolatkan, memohonkan ampun, memberi salam ketika ziarah kekuburanya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah didatangi malaikat jibril dan diperintahkan agar mendoakan kepada penghuni kubur Baqi:

 

إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ.

“Tuhanmu memerintahkanmu agar mendatangi ahli kubur baqi’ agar engkau memintakan ampunan buat mereka.” (HR. Muslim 974).

Meskipun demikian tidak boleh disama ratakan, yaitu dengan mengirim pahala atau menghadiahkan pahala kepada penghuni kubur, karena mendoakan dengan mengirimkan pahala itu berbeda.

Allah ta’ala berfirman:

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى.

“Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm[53]: 39).

Yaitu sebagaimana tidak dibebankan kepadanya dosa orang lain, maka demikian pula dia tidak memperoleh pahala kecuali dari apa yang diupayakan oleh dirinya sendiri.

Berdasarkan ayat ini Imam Syafi’i dan para pengikutnya menyimpulkan bahwa bacaan Al-Qur'an yang dihadiahkan kepada mayat tidak dapat sampai karena bukan termasuk amal perbuatannya dan tidak pula dari hasil upayanya. (Tafsir Ibnu Katsir, QS, An-Najm [53]:39).

Sayangnya setelah mengalami pergeseran waktu, sebagian besar pengikutnya (Imam Syafi’i)  mulai menyelisihi pendapat beliau ini.

Hal ini dikecualikan dari amal shalih atau setiap bacaan dari anak penghuni kubur tersebut, karena Nabi menyebutkan bahwa anak adalah bagian dari hasil usaha orang tua.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ, وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ.

“Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud 3528, Baihaqi 15743, Ibnu Majah 2290, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih Ibnu Majah 2137).

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.

"Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan kepadanya." (HR. Muslim 1631, Tirmidzi 1376).

Hal ini juga disebutkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani di dalam kitabnya Ahkamul Jana’iz.

8.   Boleh menziarahi kuburan orang kafir namun tidak boleh mendoakan.

Allah melarang orang beriman menshalatkan dan mendoakan orang kafir, namun boleh menziarahi kuburnya.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ.

“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (QS. At-Taubah [9]:84).

 

اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

(Sama saja) engkau (Nabi Muhammad) memohonkan ampunan bagi mereka atau tidak memohonkan ampunan bagi mereka. Walaupun engkau memohonkan ampunan bagi mereka tujuh puluh kali, Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Demikian itu karena mereka kufur kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah tidak akan memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. At-Taubah [9]:80).

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ.

“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, itu adalah penghuni neraka Jahannam.” (QS. At-Taubah[9]: 113).

اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي.

"Aku meminta izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan bagi ibuku, namun aku tidak diizinkan melakukannya. (HR. Muslim 976, Ahmad 988, Ibnu Majah 1572).

Imam Nawawi rahimahullah berkata:

جَوَازُ زِيَارَةِ الْمُشْرِكِينَ فِي الْحَيَاةِ وَقُبُورِهِمْ بَعْدَ الْوَفَاةِ.

“Bolehnya menziarahi (mengunjungi) orang-orang musyrik semasa hidupnya dan  menziarahi kubur mereka setelah matinya.” (Syarah imam Nawawi, pada hadits imam Muslim ke 975).

9.   Tidak membacakan Al-Qur’an dikuburan.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِى تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ

“Janganalah jadikan rumah kalian seperti kuburan karena setan itu lari dari rumah yang didalamnya dibacakan surat Al Baqarah.” (HR. Muslim 1860).

Syaikh al-Albani berkata, “ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat bahwa kuburan itu bukan tempat untuk membaca Al-Qur’an secara syar’i, oleh karena itu beliau menganjurkan agar membaca AL-Qur’an di dalam rumah-rumah.” (Ahkamul Jana’ij, Bab Ziarah Kubur, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).

10.                     Tidak mengucapkan perkataan yang dapat menjadikan Allah murka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا، وَلَا تَقُولُوا هُجْرًا.

“Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah jangan berkata yang buruk.” (HR. Ahmad 23052, Nasa’i 2033, Baihaqi di dalam al-Adab 280, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 4584).

Imam An Nawawi rahimahullah berkata,  bahwa al hujr adalah ucapan yang bathil. (Al-Majmu’ 310/5).

Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan: Disyariatkan melakukan ziarah kubur dalam rangka mengambil nasehat dan petuah serta mengingatkan pada kampung akhirat. Tentunya dengan syarat ketika melakukan ziarah kubur tidak mengucapkan kata-kata yang membuat Allah murka dan marah, seperti berdoa kepada penghuni kubur, beristighatsah (minta tolong) kepadanya selain Allah, men-tazkiyah-nya, menjamin penghuninya pasti masuk ke dalam surga, dan lain sebagainya. (Ahkamul Jana’ij, Bab Ziarah Kubur, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).

Demikian pula bercanda disaat ziarah, tentu hal ini menyelisihi hikmah ziarah kubur itu sendiri yaitu untuk mengingatkan akhirat atau mati, dan untuk melembutkan hati.

Demikianlah semoga bermanfaat. Aamiin.



-----000-----

 

 

Sragen 02-09-2024

Junaedi Abdullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 10 HAK TETANGGA

  BAB 10 HAK TETANGGA Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita, baik di depan, belakang, kanan ataupun kiri dari rumah kita menurut ...