Rabu, 11 September 2024

MEMAHAMI AL WALA’ WAL BARA’

MEMAHAMI AL WALA’ WAL BARA’

 


Al wala’ wal bara’ merupakan salah satu sendi yang penting di dalam ajaran islam, kosekwensi seseorang terhadap kalimat syahadat yang telah diucapkan dimana salah satu syarat dari kalimat la ila ha illallah, oleh karena itu memahami perkara ini termasuk perkara yang sangat penting di mana banyak diantara kita yang belum paham, oleh karena itu sedikit rincian al-wala’ dan al-bara’ di bawah ini semoga bermanfaat.

1.   Pengertian al-wala’ wal bara’

Al wala’ الْمُوَالاَةُ secara bahasa memiliki arti yaitu: pembela, penolong, pelindung, dekat, lawan dari al ‘adawah الْعَدَوَاةُ permusuhan.

Adapun secara istilah al-Wala’ dapat diartikan seorang hamba mengikuti terhadap apa yang dicintai dan diridhai Allah baik berupa perkataan, perbuatan, kepercayaan, dan orang yang melakukannya.

Al bara’ البراءَةٌ secara bahasa memiliki arti berlepas diri, tidak membenarkan, memusuhi, menjahui.

Adapun secara istilah seorang hamba mengikuti terhadap apa yang dibenci dan dimurkai Allah, baik berupa perkataan, perbuatan, kepercayaan dan orang yang melakukannya. (lihat pula, Prinsip dasar islam, ust. Yazid bin’Abdul Qadir Jawas).


2.   Wajib mencintai Allah dan  Rasul-Nya serta orang-orang beriman.

Orang yang beriman wajib mencintai Allah.

Allah ta’ala berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ.

Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al Baqarah [2]:165).

Mencintai Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Beliau bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ.

“Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sehingga menjadikan aku lebih ia cintai dari orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia.“  (HR. Bukhari 15,  Muslim 44, Ahmad 12814).

Mencintai orang-orang yang beriman.

Allah ta’ala berfirman:

مُّحَمَّدُ رَّسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّآءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ.

“Muhammad adalah Rasul Allah. Dan orang-orang yang bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, namun saling berkasih-sayang diantara sesama mereka.” (QS. Al-Fath[48]:29).

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.” (QS. At-Taubah[9]:71).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه.

“Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” (HR. Bukhari 13, Muslim 45). 


3.   Membenci apa yang dibenci Allah dan Rasul-Nya.

Allah membenci kekafiran dan kemusryikan, Allah menyebut mereka adalah seburuk-buruk mahluk di sisi Allah.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ.

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dari ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al Bayyinah[98]:6).

أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ المُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ.

“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik.(QS. At-Taubah[9]:3).

Dari Abu Hurairah radiallahu ‘anhu Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ المُوبِقَاتِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ اليَتِيمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ المُحْصَنَاتِ المُؤْمِنَاتِ الغَافِلاَتِ.

 “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan. Mereka (sahabat) berkata: “Wahai Rasulullah apakah tujuh perkara yang membinasakan itu?” Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan harta anak yatim, memakan riba’, lari dari medan perang (jihad), menuduh berzina wanita baik-baik lagi beriman serta tidak tahu menahu (dengan zina tersebut).” (HR. Bukhari 2766 Muslim 86).

 

4.   Tidak boleh mencintai orang yang dibenci Allah atau membenci orang yang dicintai Allah.

Tidak boleh menjadikan orang kafir pemimpin, teman, atau berloyal kepada mereka.

Allah ta’ala berfirman: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Maidah[5]:51).

Orang-orang munafiq mereka membenci orang-orang beriman apa yang dicintai oleh Allah, sehingga Allah murka kepadanya.

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ . يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ .

“Di antara manusia ada yang mengatakan, "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian" padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri, sedangkan mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah[2]8-9).

أَوْثَقُ عُرَى اْلإِيْمَانِ:الْمُوَالاَةُ فِي اللهِ، وَالْمُعَادَاةُ فِي اللهِ، وَالْحُبُّ فِي اللهِ، وَالبُغْضُ فِي اللهِ.

“Ikatan iman yang paling kuat adalah loyalitas karena Allah dan permusuhan karena Allah, mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir 11537,  Shahihu al-Jami’ 2539).

 

5.   Macam-macam al-wala’ dan al-bara’:

Al-wala’ dan al-bara’ ada beberapa macam bentuknya, diantaranya bisa berupa:

1)   Perkataan, seperti dzikir, membaca Al-Qur’an, dicintai Allah kita pun mencintai, sedangkan mencela memaki dan berkata kotor di benci Allah, maka kita pun wajib membencinya.

2)   Perbuatan, shalat, puasa, zakat menjalankan Sunnah-sunnah Rasulullah menjadikan Allah cinta maka kita pun mencintai, sedangkan tidak shalat, tidak puasa, berzina, meminum khamer, riba, berbuat bid’ah Allah membencinya kita juga wajib membencinya.

3)   Keyakinan, seperti iman, tauhid, dicintai Allah kita juga mencintai, sedangkan kufur, kesyirikan di benci Allah dan kita juga membencinya.

4)   Orangnya (pelakunya), Allah mencintai orang yang mentauhidkan diri-Nya, dan Allah membenci orang yang melakukan kemusyrikan.

 

6.   Manusia diperlakukan al-wala’ al-bara’ ada tiga macam.

1)   Orang yang berhak mendapatkan wala’ (loyalitas) secara mutlak.

 yaitu orang-orang mukmin yang beriman kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka dalam agama mereka dan meninggalkan larangan-larangan agama dengan ikhlas semata-mata karena Allah Azza wa Jalla.

2)   Orang yang berhak mendapatkan wala’ (loyal) di satu sisi dan berhak mendapatkan bara’ (tidak membenarkan) di sisi lain; yaitu seorang muslim yang melakukan maksiat, yang melalaikan sebagian kewajiban agamanya dan melakukan sebagian perbuatan yang diharamkan Allah namun tidak menyebabkan ia menjadi kufur dengan tingkat kufur besar. Begitu pula orang yang melakukan bid’ah yang tidak sampai pada tingkat kekufuran.

Dahulu ada pelaku dosa besar di jaman Rasulullah, ada sahabat yang melaknatnya, maka Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَلْعَنُوهُ، فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ إِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ

“Janganlah kamu mengutuknya, sesungguhnya ia (masih tetap) mencintai Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari 6780).

3)   Orang yang berhak mendapatkan bara’ mutlak, yaitu orang musyrik dan kafir, baik dari Yahudi atau Nasrani maupun Majusi dan lainnya. Sedang jika seorang Muslim melakukan perbuatan yang menyebabkan menjadi kafir, maka ia dinyatakan murtad. Misalnya, berdo’a kepada selain Allah, tidak mengkafirkan orang-orang yang dikafirkan Allah dan rasul-Nya. (Nawaqidul islam, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab).

 

7.   Membedakan antara ibadah dengan muamalah.

Kalau dalam perkara muamalah kita diperintahkan agar berbuat baik kepada siapa saja, dan bukan hanya terbatas kepada orang-orang beriman saja, tetapi juga kepada orang kafir.

Kita tidak boleh berbuat dzalim kepada mereka.

Allah ta’ala berfirman:

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا.

“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS. Al-Maidah [5]:32).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ.

“Sayangilah orang-orang yang ada di bumi, maka orang-orang yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR. Tirmidzi 1924, Baihaqi 17905, Dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash Shahihah 925).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

 اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.

“Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan iringilah sesuatu perbuatan dosa (kesalahan) dengan kebaikan, pasti akan menghapuskannya dan bergaullah sesama manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Tirmidzi 1987, Ahmad 21403  dihasankan syaikh al-Albani di dalam al-Misykah 5083).

Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amr radhiallahu anhuma dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda:

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا.

“Siapa yang membunuh orang (kafir) yang terikat perjanjian, maka dia tidak akan mencium bau surga. Sesungguhnya bau surga didapatkan sejauh perjalanan empat puluh tahun.”(HR. Bukhari 3166, Abu Dawud). 

 

8.   Islam telah mengajarkan bagaimana kita harus bertoleransi.

Allah ta’ala berfirman:

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ.

“Tidak ada paksaan dalam beragama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah..” (QS Al-Baqarah[2]: 256).

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ.

"Bagiku agamaku dan bagimu agamamu.” (QS. Al-Kafirun [109]:6).

قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُون.

Katakanlah, "Apakah kalian memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian; bagi kami amalan kami, dan bagi kalian amalan kalian, dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.” (QS. AL-Baqarah [2]:139).

 

9.   Islam agama yang diterima disisi Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ.

“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 19).

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ.

“Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 85).

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

اْلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى.

“Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya.” (HR ad-Daraqudni 3620,  Di shahihkan syaikh al-Albani di dalam al-Irwa’ 1268).

10.                     Rusaknya pemahaman liberal.

Orang liberal menganggap semua agama itu baik, benar, dan akan masuk surga, orang-orang jelas-jelas melakukan sesaji kepada pohon, laut, gunung dianggap itu boleh dan merupakan budaya.

Menganggap jilbab adalah budaya arab tidak wajib, menjadikan islam sesuai dengan kemauan mereka seperti islam nusantara.

Pemahaman seperti ini adalah pemahaman rusak, dan mereka tak ubahnya seperti orang-orang munafik yang ingin merusak islam dari dalam, sehingga sangat bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah serta ijma’ kaum muslimin.

Orang-orang seperti mereka tidak akan mendapatkan manisnya iman.

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ اْلإِيْمَانِ، مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ ِللهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ.

“Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu:

1)   Hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya.

2)   Apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allah.

3)   Dirinya tidak suka untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya, sebagai-mana ia tidak mau untuk dilemparkan ke dalam api.” (HR. Bukhari 16, 21, Ahmad 12002).

Demikianlah semoga bermanfaat.

 

-----000-----

 

Sragen 12-09-2024

Junaedi Abdullah.

 

 


Selasa, 03 September 2024

TAWAKAL KEPADA ALLAH TA’ALA

 

TAWAKAL KEPADA ALLAH TA'ALA.

 

Tawakal merupakan kebutuhan seorang hamba kepada Rabbnya, dimana seseorang apabila telah bertawakal kepada Allah ta’ala akan menjadi tentramlah hatinya, namun perlu diketahui bagaimana tawakal yang benar itu, sedikit pembahasan ini semoga bermanfaat.

1.   Pengertian tawakal.

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, Hakikat tawakkal adalah benar-benar menyandarkan hati pada Allah untuk meraih berbagai kemaslahatan dan menghilangkan bahaya. baik dalam urusan dunia maupun akhirat, Menyerahkan semua urusan kepada-Nya, serta meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa tidak ada yang memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya, dan mendatangkan manfaat kecuali Allah semata. (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hadists ke 49).

2.   Tawakal yang benar.

Tawakal yang benar yaitu disertai dengan usaha.

Usaha sama sekali tidak bertentangan dengan tawakal, justru apa bila kita melihat syari’at ini kita akan dapatkan perintah usaha terlebih dahulu baru tawakal.

Sebagaimana firman Allah Ta'ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ فَانْفِرُوا ثُبَاتٍ أَوِ انْفِرُوا جَمِيعً

Hai orang-orang yang beriman, ambillah sikap waspada.” (QS. An Nisa [4]: 71).

Usaha dengan anggota badan sebagai sarana dan sebab untuk mendapatkan kemaslahatan baik urusan dunia seperti datangnya rezki, maupun akhirat seperti istiqamah, merupakan ketaatan kepada Allah, sedangkan tawakal dengan hati merupakan keimanan kepada-Nya.

Allah ta’ala berfirman:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang.” (QS. Al Anfaal [8]: 60).

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah” (QS. Al Jumu’ah [62]: 10).

 

Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Asyaj Abdul Qais, di mana beliau bersama-sama sahabatnya sampai kepada Nabi, Asyaj mengikat ontanya terlebih dahulu, merapikan bajunya melangkah dengan tenang menuju kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari sini Beliau bersabda:

إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ: الْحِلْمُ، وَالْأَنَاةُ.

“Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua perkara yang dicintai Allah, yaitu kesabaran dan tidak tergesa-gesa.” (HR. Muslim 17, Tirmidzi 2011, Abu Dawud 5225).

Demikian pula bagaimana mengatur strategi perang, Beliau tidak hanya serta merta maju begitu saja, tetapi Beliau menggunakan strategi yang sangat luar biasa.

Oleh karena itu, Sahl At Tusturi mengatakan, “Barang siapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela sunnatullah . Barang siapa mencela tawakal maka dia telah meninggalkan keimanan. (Jami’ul Ulum wal Hikam hadits 49, Ibnu Rajab al-Hambali).

 

3.   Tawakal yang salah.

Banyak orang yang salah di dalam memahami tawakal, mereka bertawakal sementara mereka meninggalkan usaha.

Orang yang ingin istiqamah namun dirinya pasrah tidak mau belajar dan menempuh sebab-sebab istiqamah maka tawakal demikian adalah tawakal yang keliru begitu pula orang yang menghendaki harta namun tidak mau usaha tentu ini adalah tawakal yang keliru.

Orang yang keliru dalam tawakalnya seperti ini apa bila dikatakan “ janganlah makan, nanti kalau ALlah takdirkan kenyang tentu akan kenyang, atau tidak perlu tengak-tengok saat nyebrang jalan, kalau Allah takdirkan selamat tentu akan selamat tentu tidak bisa menerima.

Satu misal Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ .

“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya.” (QS. Al-Isra’[17]: 30).

Allah melapangkan dan menyempitkan rezki kepada siapa yang dikehendaki, namun Allah membuka sebab-sebab seseorang dilapangkan rezkinya.

Seperti:

1)   Mencari harta dengan cara yang benar dan halal.

2)   Bekerja sungguh-sungguh.

3)   Memantau keuangannya.

4)   Tidak berlaku boros.

5)   Banyak bersyukur.

6)   Banyak bersedekah.

7)   Menyambung silaturrahmi.

8)   Memperbanyak istigfar.

9)   Bertaqwa kepada Allah dan menjahui maksiat.

10)                     Berdoa agar diberi kecukupan.

Setelah itu baru seseorang bertawakal kepada Allah ta’ala.

4.   Allah akan mencukupi orang-orang yang bertawakal.

Allah ta’ala brfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan memberi baginya jalan keluar.   Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…”(QS.At Thalaq[65]:2-3).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ ، تَغدُوْ خِمَاصًا ، وتَرُوْحُ بِطَانًا .

“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sungguh-sungguh tawakkal kepada-Nya, niscaya kalian akan diberikan rizki oleh Allah sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung. Pagi hari burung tersebut keluar dalam keadaan lapar dan di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR Tirmidzi 2344, Ibnu Majah 4164, lihat Silsilah Al Hadist As Sahihah 310).

Pernahkah kita dapatkan burung yang hanya berdiam diri di sarang, tentu tidak, mereka terbang dari ranting satu ke ranting berikutnya untuk mencari rezki ALlah ta’ala.

5.   Tawakal yang syirik.

Yaitu seseorang tidak mau bertawakal kepada Allah ta’ala, melainkan bertawakal kepada dukun, tempat yang dikeramatkan, atau melakukan ritual kesyirikan untuk membuka usahanya agar laris. Semua itu adalah kesyirikan yang harus di jahui.

Demikianlah semoga bermanfaat.

 

-----000-----

 

Sragen 02-09-2024

Junaedi Abdullah.

 

 

 

 




Senin, 02 September 2024

ADAB-ADAB ZIARAH KUBUR

ADAB-ADAB ZIARAH KUBUR


Hiruk-pikiuk dan gegap gempita dunia ini melalaikan seseorang dari mengingat kematian, padahal tak seorangpun diantara kita yang mengingkari datangnya kematian ini.

Allah ta’ala berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS. Ali ‘Imran[3]:185).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ.

Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yang bisa melampui umur tersebut” (HR. Ibnu Majah 4236, Tirmidzi 3550 dihasankan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 757).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan agar kita banyak mengingat kematian.

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَادِمِ اللَّذَّاتِ، يَعْنِي الْمَوْتَ

 “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).” (HR. Ahmad 7925, Ibnu Majah 4258, Tirmidzi 2307, di hasankan Syaikh al-Albani di dalam Al-Irwa’ 682, AL-Misykah 1607).


Hukum Ziarah kubur

Diantara ajaran syari’at ini untuk mengingatkan kematian yaitu dengan ziarah kubur baik laki-laki maupun perempuan.

Dari Buraidah Ibnul Hushaib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ، فَزُورُوهَا.

“Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah” (HR. Muslim 1977).


نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ، فَزُورُوهَا، فَإِنَّ فِي زِيَارَتِهَا تَذْكِرَةً

“Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah, karena hal itu akan mengingatkan (kematian).” (HR. Abu Dawud 3235).

Termasuk perkara penting agar mengetahui adab-adab di dalam ziarah kubur.

Bagi wanita hendaknya tidak sering-sering melakukan hal itu berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَعَنَ اللّهُ زَوَّارَاتِ الْقُبُوْرِ

“Allah melaknat wanita-wanita yang sering menziarahi kubur” dalam riwayat yang lain “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang sering ziarah kubur.” (HR. Abu Dawud 2478, Ahmad 8670, Ibnu Majah 1575, Tirmidzi 1056, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihu Al-Jami’ 5109).

Waktunya.

Begitu pula tidak menentukan waktu-waktu khusus, seperti menjelang lebaran, setiap malam jum’at dan lain-lain karena hal ini tidak ada keterangan dari Al-Qur’an maupun Hadits.

Adapun diantara Adab-adab ziarah kubur yaitu:

1.   Meluruskan niat.

Ziarah kubur merupakan bagian dari ibadah, oleh karena itu hendaknya meluruskan niat agar ikhlas semata-mata karena Allah dan mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah ta’ala berfirman:

ثُمَّ جَعَلْنٰكَ عَلٰى شَرِيْعَةٍ مِّنَ الْاَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَ الَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ.

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jatsiyah [45]: 18).

2.   Tidak membawa karangan bunga, bunga setaman (nyekar).

Hendaknya kaum muslimin menyadari bahwa banyak budaya di luar islam yang bukan bagian dari ajaran islam kemudian dimasukkan ke dalam islam.

Seperti menabur bunga (nyekar) dengan berbagai macam pernak-perniknya, bukan bagian dari ajaran islam, tidak boleh dilakukan, pelakunya bisa berdosa, apabila telah mengetahui tapi masih melakukan.

Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda:

إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِيْ كَبِيْرٍ،أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ

“Sungguh kedua penghuni kubur itu sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia kesana kemari menebar namimah (mengadu domba).” Kemudian beliau mengambil pelepah kurma basah. Beliau membelahnya menjadi dua, lalu beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya, “Wahai, Rasulullah, mengapa Anda melakukan ini?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

 لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا.

 “Semoga keduanya diringankan siksaannya, selama kedua pelepah ini belum kering.” (HR. Bukhari 216 Muslim 292).

Perlu diketahui perkara ini merupakan kekhususuan pada Rasulullah, karena beliau terkadang ditampakkan perkara gaib, pada saat itu beliau melihat penghuni kubur sedang disiksa, dan sebagai pembelajaran pada umat beliau.

Para sahabat tidak mengikuti apa yang beliau lakukan, karena itu tidak boleh mengkiaskan pelepah kurma dengan bunga setaman, dengan dalih untuk mengirim penghuni kubur.

Apakah seseorang mengetahui jika penghuni kubur tersebut sedang disiksa, jika demikian berarti dia telah buruk sangka kepada penghuni kubur. (lihat pula Ahkamul Jana’iz, bab Ziarah Kubur, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).

3.   Tidak mengkhususkan berziarah kubur pada tempat yang jauh.

Adapun Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah mengunjungi makam ibundanya Aminah binti wahb yang berada di sebuah desa bernama Abwa' daerah yang sekarang disebut dengan nama kharibah karena beliau sekedar mampir.

Dari abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:

زَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْرَ أُمِّهِ، فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ، فَقَالَ: اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي، وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِي، فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ.

“Nabi shallallahu'alaihi wasallam berziarah kepada makam ibunya, lalu beliau menangis, kemudian menangis pulalah orang-orang di sekitar beliau. Beliau lalu bersabda: "Aku meminta izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan bagi ibuku, namun aku tidak diizinkan melakukannya. Maka aku pun meminta izin untuk menziarahi kuburnya, aku pun diizinkan. Berziarah-kuburlah, karena ia dapat mengingatkan engkau akan kematian," (HR. Muslim 976, Ahmad 988, Ibnu Majah 1572).

Apa yang dilakukan orang-orang sekarang sangat berbeda jauh dari apa yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena mereka datang dari jauh menganggap sebuah keutamaan, mengharapkan berkah dari kubur tersebut, sehingga perjalanan kekubur-kubur itu dianggap memiliki keutamaan yang besar, dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sakit dan membawa pada kematiannya, Beliau bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ اليَهُودَ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا.

“Allah telah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (HR. Bukhari 1330, Muslim 529, Ahmad 1884).

Mereka beribadah disamping kubur-kubur itu.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

Di Sukoharjo Ada Lelaki yang Bisa Bantu Kita Hasilkan Banyak Uang

 

Siswi Jenius Jakarta Temukan Obat Bakar Lemak 17 Kg Sehari

 

Diabetes Bukan Dari Makanan Manis! Temui Musuh Utama Diabetes

 

لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: المَسْجِدِ الحَرَامِ، وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَسْجِدِ الأَقْصَى.

“Janganlah melakukan perjalanan jauh (dalam rangka ibadah) kecuali ke tiga masjid : Masjidil Haram, Masjid Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (Masjid Nabawi), dan Masjidil Aqsha.” (HR. Bukhari 1189, Muslim 1397).

Syaikhul islam menjelaskan tentang hal ini:

وَأَمَّا إذَا كَانَ قَصْدُهُ بِالسَّفَرِ زِيَارَةَ قَبْرِ النَّبِيِّ دُونَ الصَّلَاةِ فِي مَسْجِدِهِ، فَهَذِهِ الْمَسْأَلَةُ فِيهَا خِلَافٌ، فَاَلَّذِي عَلَيْهِ الْأَئِمَّةُ وَأَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ أَنَّ هَذَا غَيْرُ مَشْرُوعٍ وَلَا مَأْمُورٍ بِهِ، لِقَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ,   لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ: الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى

“Adapun jika tujuan safar adalah ziarah kubur Nabi shallallahu alaihi wa sallam saja tanpa bermaksud shalat (beribadah) di masjid Nabawi (jadi tujuannya bukan ibadah ke masjid Nabawi), maka ini adalah khilaf dan pendapat terkuat adalah ini tidak disyariatkan dan tidak diperintahkan” (al-Fatawa al-Kubra li Ibni Taimiyah 5/148).

Syaikh Muhammad Shalih al-Munajid berkata:

Tempat dianjurkannya ziarah kubur adalah kalau kuburan mayat tersebut ada di dalam negerinya. Kalau sekiranya jauh dari negerinya dimana kalau dia keluar dinamakan safar (bepergian), tidak dianjurkan ziarah (kubur) bahkan diharamkan. (https://islamqa.info/id/163231. Juga no 10011).

4.   Melepas alas kaki sebelum masuk komplek pekuburan.

Ketika berziarah kubur disunnahkan untuk tidak memakai alas kaki, hendaknya sebelum masuk alas kaki dilepas terlebih dahulu. Sebagaimana dalam sebuah hadits:

يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ، أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ، فَنَظَرَ الرَّجُلُ، فَلَمَّا رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَرَمَى بِهِمَا.

"Wahai orang yang memakai sendal, celaka engkau, lepaslah sandalmu! Lalu orang itu melihat dan tatkala dia mengetahui (bahwa yang menegurnya adalah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia melepas dan melempar sandalnya," (HR. Bukhari di dalam adabul Mufrad 775, Abu Dawud 3230, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam al- Ahkam 139-140).

5.   Mengucapkan salam kepada penghuni kubur muslim.

Para peziarah disunnahkan untuk mengucap salam kepada penghuni kubur dari orang muslim.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَإِنَّا، إِنْ شَاءَ اللهُ لَلَاحِقُونَ، أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ.

"Keselamatan kepada penghuni kubur dari kaum mukminin dan muslimin, kami InsyaAllah akan menyusul kalian semua. Aku memohon keselamatan kepada Allah untuk kami dan dan kalian semua." (HR. Muslim 975).

6.   Tidak berjalan ditengah kubur atau menduduki di atasnya.

Tidak menginjak-injak ataupun duduk di atas kuburan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ، فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ.

“Sungguh jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga membakar bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas kubur.” (HR. Muslim 971, Abu Dawud 3228, Ahmad 8108).

7.   Mendoakan penghuni kubur dari kalangan kaum muslimin.

Orang beriman dapat memberikan manfaat kepada saudara yang beriman lainnya, meskipun mereka sudah meninggal.

Diantaranya, seperti membayarkan hutang saudaranya, menyolatkan, memohonkan ampun, memberi salam ketika ziarah kekuburanya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah didatangi malaikat jibril dan diperintahkan agar mendoakan kepada penghuni kubur Baqi:

 

إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ.

“Tuhanmu memerintahkanmu agar mendatangi ahli kubur baqi’ agar engkau memintakan ampunan buat mereka.” (HR. Muslim 974).

Meskipun demikian tidak boleh disama ratakan, yaitu dengan mengirim pahala atau menghadiahkan pahala kepada penghuni kubur, karena mendoakan dengan mengirimkan pahala itu berbeda.

Allah ta’ala berfirman:

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى.

“Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm[53]: 39).

Yaitu sebagaimana tidak dibebankan kepadanya dosa orang lain, maka demikian pula dia tidak memperoleh pahala kecuali dari apa yang diupayakan oleh dirinya sendiri.

Berdasarkan ayat ini Imam Syafi’i dan para pengikutnya menyimpulkan bahwa bacaan Al-Qur'an yang dihadiahkan kepada mayat tidak dapat sampai karena bukan termasuk amal perbuatannya dan tidak pula dari hasil upayanya. (Tafsir Ibnu Katsir, QS, An-Najm [53]:39).

Sayangnya setelah mengalami pergeseran waktu, sebagian besar pengikutnya (Imam Syafi’i)  mulai menyelisihi pendapat beliau ini.

Hal ini dikecualikan dari amal shalih atau setiap bacaan dari anak penghuni kubur tersebut, karena Nabi menyebutkan bahwa anak adalah bagian dari hasil usaha orang tua.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ, وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ.

“Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud 3528, Baihaqi 15743, Ibnu Majah 2290, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih Ibnu Majah 2137).

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.

"Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan kepadanya." (HR. Muslim 1631, Tirmidzi 1376).

Hal ini juga disebutkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani di dalam kitabnya Ahkamul Jana’iz.

8.   Boleh menziarahi kuburan orang kafir namun tidak boleh mendoakan.

Allah melarang orang beriman menshalatkan dan mendoakan orang kafir, namun boleh menziarahi kuburnya.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ.

“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (QS. At-Taubah [9]:84).

 

اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

(Sama saja) engkau (Nabi Muhammad) memohonkan ampunan bagi mereka atau tidak memohonkan ampunan bagi mereka. Walaupun engkau memohonkan ampunan bagi mereka tujuh puluh kali, Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Demikian itu karena mereka kufur kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah tidak akan memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. At-Taubah [9]:80).

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ.

“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, itu adalah penghuni neraka Jahannam.” (QS. At-Taubah[9]: 113).

اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي.

"Aku meminta izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan bagi ibuku, namun aku tidak diizinkan melakukannya. (HR. Muslim 976, Ahmad 988, Ibnu Majah 1572).

Imam Nawawi rahimahullah berkata:

جَوَازُ زِيَارَةِ الْمُشْرِكِينَ فِي الْحَيَاةِ وَقُبُورِهِمْ بَعْدَ الْوَفَاةِ.

“Bolehnya menziarahi (mengunjungi) orang-orang musyrik semasa hidupnya dan  menziarahi kubur mereka setelah matinya.” (Syarah imam Nawawi, pada hadits imam Muslim ke 975).

9.   Tidak membacakan Al-Qur’an dikuburan.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِى تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ

“Janganalah jadikan rumah kalian seperti kuburan karena setan itu lari dari rumah yang didalamnya dibacakan surat Al Baqarah.” (HR. Muslim 1860).

Syaikh al-Albani berkata, “ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat bahwa kuburan itu bukan tempat untuk membaca Al-Qur’an secara syar’i, oleh karena itu beliau menganjurkan agar membaca AL-Qur’an di dalam rumah-rumah.” (Ahkamul Jana’ij, Bab Ziarah Kubur, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).

10.                     Tidak mengucapkan perkataan yang dapat menjadikan Allah murka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا، وَلَا تَقُولُوا هُجْرًا.

“Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah jangan berkata yang buruk.” (HR. Ahmad 23052, Nasa’i 2033, Baihaqi di dalam al-Adab 280, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 4584).

Imam An Nawawi rahimahullah berkata,  bahwa al hujr adalah ucapan yang bathil. (Al-Majmu’ 310/5).

Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan: Disyariatkan melakukan ziarah kubur dalam rangka mengambil nasehat dan petuah serta mengingatkan pada kampung akhirat. Tentunya dengan syarat ketika melakukan ziarah kubur tidak mengucapkan kata-kata yang membuat Allah murka dan marah, seperti berdoa kepada penghuni kubur, beristighatsah (minta tolong) kepadanya selain Allah, men-tazkiyah-nya, menjamin penghuninya pasti masuk ke dalam surga, dan lain sebagainya. (Ahkamul Jana’ij, Bab Ziarah Kubur, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).

Demikian pula bercanda disaat ziarah, tentu hal ini menyelisihi hikmah ziarah kubur itu sendiri yaitu untuk mengingatkan akhirat atau mati, dan untuk melembutkan hati.

Demikianlah semoga bermanfaat. Aamiin.



-----000-----

 

 

Sragen 02-09-2024

Junaedi Abdullah.

MEMAHAMI AL WALA’ WAL BARA’

MEMAHAMI AL WALA’ WAL BARA’   Al wala’ wal bara’ merupakan salah satu sendi yang penting di dalam ajaran islam, kosekwensi seseorang ter...