RISALAH ANAK.
1. Bersyukur
Dengan Pemberian Anak.
Allah ta’ala
berfirman:
لِلَّهِ مُلْكُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا
وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ. أَوْ يُزَوِّجُهُمْ
ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ.
“Kepunyaan
Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia
memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan
anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, Atau
Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang
dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Asy-Syura[42]:49-50).
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا
وَهُوَ كَظِيمٌ . يَتَوَارَى مِنَ
الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ
فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ.
“Dan apabila seseorang
dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah
padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang
banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan
memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam
tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan
itu.” (QS. AN-Nahl[16]:58-59).
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir,
dia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ ثَلَاثُ بَنَاتٍ وَصَبَرَ
عَلَيْهِنَّ وَكَسَاهُنَّ مِنْ جِدَتِهِ كُنَّ لَهُ حِجَابًا مِنَ النَّارِ.
“Barangsiapa memiliki tiga orang anak perempuan, lalu dia bersabar dalam
menghadapinya serta memberikan pakaian kepadanya dari hasil usahanya, maka
anak-anak itu akan menjadi dinding pemisah baginya dari siksa Neraka.” (HR.
Bukhari dalam kitab al-Adaabul Mufrad 76, Tirmidzi 1916, Ahmad 8425 dishahihkan
Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 294, 1027).
2. Memberi
Nama Yang Baik.
Dari Samurah
bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
orang Arab
mengatakan:
لِكُلِّ مُسَمَّى مِنْ اِسْمِهِ نَصِيْبٌ.
“Setiap
orang akan mendapatkan pengaruh dari nama yang diberikan padanya.”
Dari
sahabat Ibnu Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَحَبَّ
أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللهِ عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ
“Sesungguhnya
nama kalian yang paling dicintai di sisi Allah adalah ‘Abdullah dan
‘Abdurrahman.”(HR. Muslim 2132, Al-Baihaqi 376, Al-Hakim 7719).
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang penggunaan nama-nama yang buruk serta jelek maknanya.
أَخْنَى
الْأَسْمَاءِ عِنْدَ اللَّهِ رَجُلٌ تَسَمَّى مَلِكَ الْأَمْلَاكِ.
“Nama yang paling buruk
di sisi Allah pada hari Kiamat adalah seseorang bernama dengan nama ‘Malikal
Amlaak’ (rajanya para raja). ” (HR. Bukhari 6205, Muslim
2143).
Dari umul mukminin
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُغَيِّرُ الِاسْمَ القَبِيحَ.
“Bahwasanya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama yang buruk menjadi nama
yang baik.” (HR. Tirmidz 2839, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam
ash-Shahihah 207).
Sebuah kisah, pernah suatu ketika ada
seorang bapak yang mengeluh kepada Amirul Mukminin, Umar bin Khathab radhiyallahu
‘anhu mengenai anaknya yang durhaka. Orang itu mengatakan bahwa putranya selalu
berkata kasar kepadanya dan sering kali memukulnya. Maka, Umar pun memanggil
anak itu dan memarahinya.
“Celaka engkau! Tidakkah engkau tahu
bahwa durhaka kepada orangtua adalah dosa besar yang mengundang murka Allah?
Bentak Umar.
“Tunggu dulu, wahai Amirul Mukminin.
Jangan tergesa-gesa mengadiliku. Jikalau memang seorang ayah memiliki hak
terhadap anaknya, bukankah anak juga punya hak terhadap ayahnya?” Tanya si
anak.
“Benar,” jawab Umar. “Lantas, apa hak
anak terhadap ayahnya tadi?” lanjut si Anak.
“Ada tiga,” jawab Umar.
“Pertama, hendaklah ia memilih calon ibu
yang baik untuk putranya.”
“Kedua, hendaklah ia menamainya dengan
nama yang baik.”
“Ketiga, hendaklah ia mengajarinya
al-Quran.”
Maka, Anak mengatakan, “Ketahuilah wahai
Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak pernah melakukan satu pun dari tiga
hal tersebut. Ia tidak memilih calon ibu yang baik bagiku, ibuku adalah hamba
sahaya jelek berkulit hitam yang dibelinya dari pasar seharga dua dirham, lalu
malamnya ia gauli sehingga ia hamil mengandungku. Setelah aku lahir ayahkupun
menamaiku dengan Ju’al (Ju’al adalah sejenis kumbang yang selalu bergumul pada
kotoran hewan). dan ia tidak pernah
mengajariku menghafal al-Quran walaupun seayat.”
“Pergi sana! Kaulah yang mendurhakainya
sewaktu kecil, pantas kalau ia durhaka kepadamu sekarang,” bentak Umar kepada
Ayah tersebut. (Disadur dari kuthbah Syaikh Dr. Muhammad Al-Arifi, Mas’uliyatur
Rajul fil Usrah. Lihat pula Ibunda Para Ulama, Sufyan bin Fuad Baswedan, hal.
9-10.)
Adapun terkait dengan nama sebagai berikut:
1) Waktu pemberian nama.
Waktu pemberian namalonggar bisa setelah
dia lahir atau hari ketujuh.
Pada hari kelahirannya.
Dari Sahl bin Sa‘d as-Sa‘idi radhiyallahu
‘anhu, ia berkata
أُتِيَ
بِالْمُنْذِرِ بْنِ أَبِي أُسَيْدٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حِينَ وُلِدَ فَوَضَعَهُ عَلَى فَخِذِهِ وَأَبُو أُسَيْدٍ جَالِسٌ
فَلَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَيْءٍ بَيْنَ يَدَيْهِ
فَأَمَرَ أَبُو أُسَيْدٍ بِابْنِهِ فَاحْتُمِلَ مِنْ فَخِذِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, فَاسْتَفَاقَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «أَيْنَ
الصَّبِيُّ» فَقَالَ أَبُو أُسَيْدٍ: قَلَبْنَاهُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ, قَالَ: مَا اسْمُهُ,
قَالَ: فُلاَنٌ, قَالَ: وَلَكِنْ أَسْمِهِ المُنْذِرَ, فَسَمَّاهُ يَوْمَئِذٍ المُنْذِرَ
Seorang bayi bernama Al-Mundzir bin Abi Usayd pada hari
kelahirannya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memangkunya di atas pahanya, sementara AbU Usayd—ayah si bayi—duduk di sisi
beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memperhatikan sesuatu di hadapan beliau, lalu bayi itu diangkat dari pangkuan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertanya: “Di mana bayi itu?” Maka Abu Usayd menjawab: “Kami ambil, wahai
Rasulullah.” Beliau bertanya: “Siapa namanya?” Abu Usayd menjawab: “Fulan.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Tidak, namanya (yang tepat) adalah Al-Mundzir.” (HR. Bukhari 6191).
Adapun pemberian nama pada hari ke tujuh
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ
بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى .
“Setiap
anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh,
digundul rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Daud 2838, An Nasai 4220, Ibnu
Majah 3165, Ahmad 20256. Dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih Ibnu
Majah 3165, Irwa’ 1165).
Hal ini seperti fatwa-fatwa yang disebutkan para ulama.(Al-Lajnah
Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta).
2) Sebaiknya mufrad (Tunggal)
Syaikh Abdullah bin Jibrin berkata:
هَذِهِ
أَسْمَاءٌ جَدِيدَةٌ لَمْ تَكُنْ مَعْرُوفَةً فِيمَا سَبَقَ وَالْأَصْلُ
الْأَسْمَاءُ الْمُفْرَدَةُ أَوِ الْمُضَافَةُ كَعَبْدِ اللهِ وَعَبْدِ
الرَّحْمَنِ أَوْ زَيْنِ الْعَابِدِينَ وَنَحْوِهِ, فَأَمَّا الْأَسْمَاءُ الْمَبْدُوءَةُ
بِمُحَمَّدٍ كَمُحَمَّدٍ أَمِينٍ وَمُحَمَّدٍ سَعِيدٍ فَهَذِهِ لَا أَصْلَ لَهَا
فِيمَا نَعْلَمُ.
Nama-nama seperti ini adalah nama-nama baru yang tidak
dikenal di masa-masa terdahulu. Asalnya, nama itu bersifat tunggal (mufrad)
atau berbentuk idhafah, seperti Abdullah, Abdurrahman, atau Zainul Abidin dan
semisalnya. Adapun nama-nama yang diawali dengan kata “Muhammad”, seperti
Muhammad Amin atau Muhammad Sa’id, ini tidak ada asalnya sebagaimana yang kami
ketahui. https://islamqa.info/ar/answers/256964
3) Bisa menambah dengan kunyah
abu atau ibnu atau daerah.
Nabi. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu ia berkata:
كَانَ النَبِيُّ – صلى
الله عليه وسلم–أَحْسَنَ
النَّاسِ خُلُقًا, وَكَانَ لِيْ أَخٌ يُقَالُ لَهُ أَبُوْ عُمَيْرٍ, قَالَ أَحْسَبُهُ
فَطِيْمٌ, وَكَانَ إِذَا جَاءَ قَالَ: يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ نُغَيْرٌ .
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Aku memiliki saudara yang biasa
dipanggil Abu Umair. Apabila Rasulullah shallallahu‘ alaihi wa sallam datang,
beliau memanggilnya, “Wahai Abu Umair apa yang sedang dilakukan oleh si Nughair
(burung peliharaannya)?’” (HR.
Bukhari no. 6203, Muslim no. 215)
Jika kurang panjang bisa ditambah dengan
nama bapaknya.
4)
Nama-nama yang tidak boleh.
a)
Nama dari barat yang merupakan nama khusus untuk
orang kafir.
b) Contoh nama tersebut:
Imanuel, George, Robert, Susan, Alberto, Diana, Susan. Nama-nama seperti ini
haram digunakan dan sudah seharusnya untuk diganti dengan nama yang Islami.
c) Bagaimana mau membedakan
muslim dan kafir, jika seorang anak diberi nama dengan nama yang jelas-jelas
itu nama orang kafir?
d) Nama islam yang tidak
dibolehkan.
Dari Muhammad bin ‘Amru bin
‘Atha dia berkata, “Aku menamai anak perempuanku ‘Barrah’ (yang artinya: baik).
Maka Zainab binti Abu Salamah berkata kepadaku, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam telah melarang memberi nama anak dengan nama ini. Dahulu namaku pun
Barrah, lalu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ
تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ
“Janganlah kamu menganggap dirimu telah suci, Allah
Ta’ala-lah yang lebih tahu siapa saja sesungguhnya orang yang baik atau suci di
antara kamu.” Para sahabat bertanya,
“Lalu nama apakah yang harus kami berikan kepadanya? “ Beliau menjawab,
“Namai dia Zainab.” (HR. Muslim no. 2142).
e)
Nama yang merupakan nama berhala yang disembah selain
Allah.
Seperti: Laata, ‘Uzza, Isaf,
Nailah, Hubal.
f)
Kedua: Memberi nama dengan nama-nama yang
menimbulkan syahwat. Seperti: Fatin (wanita penggoda), Syadi atau Syadiyah
(biduanita).
g) Ketiga: Memberi nama dengan nama orang fasiq
(yang gemar maksiat). Seperti: Madona, Britney.
h) Keempat: Memberi nama yang menunjukkan dosa dan
maksiat. Seperti: Zhalim.
i) Kelima: Memberi nama dengan nama-nama orang
yang terkenal sombong. Seperti: Fir’aun, Haamaan, Qorun.
j) Keenam: Memberi nama dengan nama yang sedih.
Seperti: Hazn (sedih), Zahm (sempit).
k) Ketujuh: Memberi nama dengan nama-nama hewan.
Seperti: Himar (keledai), Kalb atau Kulaib (anjing), Bagong.
l) Kedelapan: Memberi nama dengan nama yang
disandarkan pada lafazh “ad diin” dan “al islam”.
m)
Seperti: saifullah (pedang Allah) Muhyiddin (yang
menghidupkan agama), Nuruddin (cahaya agama), Dhiyauddin (cahaya agama),
Syamsuddin (cahaya agama), Qomaruddin (cahaya agama), Saiful Islam (pedang
Islam), Nurul Islam (cahaya Islam).
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar