Senin, 24 November 2025

BAB 4 MACAM-MACAM SYIRIK BESAR. SOAL: 12 HUKUM THAWAF

 


BAB 4

MACAM-MACAM SYIRIK BESAR.

SOAL: 12

HUKUM THAWAF 

 

س ١٢ - هَلْ تَطُوْفُ بِالْقُبُورِ لِلتَّقَرُّبِ بِهَا ؟

Soal 12: Apakah kita boleh melakukan thawaf di kuburan-kuburan untuk mendekatkan diri kepada Alloh dengan perbuatan tersebut?

ج ١٢ - لا تَطُوفُ إِلَّا بِالْكَعْبَةِ.

Jawab: Kita tidak boleh melakukan thowaf melainkan di Ka'bah.

قَالَ تَعَالَى :

Allah ta’ala berfirman:

{ وَلْيَطَّوَّفُوْا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ } سورة الحج :٢٠

"Dan hendaklah mereka melakukan thawaf di sekeliling rumah yang tua

itu (Baitullah)." (Surat Al-Hajj ayat 29)

و قال :

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(مَنْ طَافَ بِالْبَيْتِ سَبْعًا وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَ كَعِتْقِ رَقَبَةٍ) صحيح رواه ابن ماجه.

"Barangsiapa yang melakukan thawaf sekeliling Ka'bah sebanyak 7 kali dan shalat dua rakaat, maka seakan-akan ia telah membebaskan seorang budak." (Hadits shahih riwayat ibnu Majah)

-----000-----

 

Penjelasan:

 

1.   Thawaf merupakan ibadah yang agung.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ.

“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.” (QS Al-Baqarah [2]: 125).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَرَمْيُ الْجِمَارِ لِإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ.

Disyariatkan Thawaf di Ka’bah dan antara Shafa dan Marwa (Sa’i) serta melempar jumrah untuk menegakkan dzikrullah. (HR. Ahmad 24351, Abu Dawud 1888, al-Baihaqi 3787, dihasankan Syaikh Syu’aib al- Arnauth di dalam Musnad Ahmad 24512).

Adapun syarat-syarat thawaf yaitu:

1)  Suci dari hadats besar dan kecil.

 

Hal ini didasarkan pada sabda Nabi:

لَا يَقْبَلُ صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ.

“Allah tidak menerima shalat tanpa thaharah (bersuci), dan tidak menerima sedekah dari hasil ghulul (harta khianat  atau korupsi).” (HR. ath-Tirmidzi 1, Ibnu Majah 274, Ahmad 5419, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Irwa’ 120).

Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الطَّوَافُ حَوْلَ البَيْتِ مِثْلُ الصَّلَاةِ إِلَّا أَنَّكُمْ تَتَكَلَّمُونَ فِيهِ فَمَنْ تَكَلَّمَ فِيهِ فَلَا يَتَكَلَّمَنَّ إِلَّا بِخَيْرٍ.

“Thawaf di sekitar Ka‘bah itu seperti shalat, hanya saja kalian boleh berbicara di dalamnya. Maka siapa yang berbicara ketika thawaf, janganlah ia berbicara kecuali dengan perkataan yang baik.”  (HR. at-Tirmidzi 960,  al-Bazar 4853, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Misykah 2576).

2)  Menutup aurat.

Allah berfirman:

يَا بَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِد.

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-A'raaf[7]: 31).

Dan berdasarkan hadits Rasulullah :

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: بَعَثَنِي أَبُو بَكْرٍ فِي تِلْكَ الحَجَّةِ فِي مُؤَذِّنِينَ يَوْمَ النَّحْرِ نُؤَذِّنُ بِمِنًى: أَنْ لاَ يَحُجَّ بَعْدَ العَامِ مُشْرِكٌ وَلاَ يَطُوفَ بِالْبَيْتِ عُرْيَانٌ.

Bahwa Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Abu Bakar mengutusku pada haji tersebut bersama para muadzin pada hari Nahr, kami menyerukan di Mina: ‘Mulai tahun ini, tidak boleh lagi ada orang musyrik yang berhaji, dan tidak boleh thawaf di Baitullah dalam keadaan telanjang.” (HR. al-Bukhari 369, Muslim 1347).

3)  Melakukan thawaf tujuh kali sempurna.

Melakukan thawaf tujuh kali putaran sempurna, karena Nabi melakukannya tujuh kali putaran, sebagaimana yang ditegaskan Ibnu Umar, "datang ke Mekkah, lalu thawaf di Baitullah tujuh kali putaran dan shalat di belakang maqam Ibrahim dua raka'at, melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali; dan sungguh pada diri Rasulullah itu terdapat suri tauladan yang baik bagi kalian." Dengan demikian perbuatan, Rasulullah ini sebagai penjelasan bagi firman Allah Ta'ala:

وَلْيَطَّوْفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ.

"Dan hendaklah mereka melakukan thawaf di sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (QS. al-Hajj [22]: 29).

4)  Memulai thawaf dari Hajar Aswad.

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ مَكَّةَ أَتَى الْحَجَرَ فَاسْتَلَمَهُ ثُمَّ مَشَى عَلَى يَمِينِهِ فَرَمَلَ ثَلَاثًا وَمَشَى أَرْبَعًا.

 

“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Makkah, beliau mendatangi Hajar Aswad lalu menyentuhnya (istilam), kemudian berjalan di sebelah kanannya. Lalu beliau berlari-lari kecil (ramal) pada tiga putaran dan berjalan biasa pada empat putaran.” (HR. Muslim 1218).

5)  Hendaknya thawaf dilakukan di luar baitullah.

Allah ta’ala berfirman:

وَلْيَطَّوْفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ.

"Dan hendaklah mereka melakukan thawaf di sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (QS. al-Hajj [22]: 29).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْحِجْرُ مِنَ الْبَيْتِ.


“Hijr Isma‘il itu termasuk bagian dari Ka‘bah.” (HR. ath-Tabrani al-Mu’jam al-Kabir 10988, shahih Ibnu Huzaimah 3018).

6)  Harus berurutan langsung.

Hal ini sebagaimana thawah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ

“Ambillah dariku cara manasik kalian.” (Shahih Irwa’ al-Ghalil 9524).  (lihat pula al-Wajiz, Syaikh Abul ‘Adhim al-Badawi).

2.   Jenis-jenis thawaf.

1)  Pertama: Thawaf Qudum

Thawaf qudum biasa juga disebut thawaf wurud atau thawaf tahiyyah. Hukumnya adalah sunnah bagi orang yang mendatangi Makkah sebagai bentuk penghormatan kepada Baitullah.

 

2)  Kedua: Thawaf Ifadhah

Thawaf yang satu ini merupakan salah satu rukun haji yang telah disepakati. Setelah dari ‘Arafah, mabit di Muzdalifah lalu ke Mina pada hari ‘ied, lalu melempar jumrah, lalu nahr dan menggunduli kepala lalu thawaf keliling ka’bah untuk melaksanakan thawaf ifadhah ini.

 

3)  Thawaf Wada’

Thawaf wada’ biasa disebut thawaf akhirul ‘ahd. Menurut jumhur (mayoritas ulama), hukum thawaf seperti ini adalah wajib.

4)  Thawaf ‘Umrah

Thawaf ‘umrah merupakan di antara rukun ‘umrah. Pertama kali setelah orang berihram untuk ‘umrah, maka ia melakukan thawaf ini dan tidak mengakhirkannya.

5)  Thawaf Nadzar

Hukumnya adalah wajib dilakukan sewaktu-waktu.

6)  Thawaf Tahiyyatul Masjidil Haram

Ini hukumnya sunnah bagi setiap orang yang memasuki masjidil haram

7)  Thawaf Tathawwu’ (Sunnah)

Yang termasuk thawaf ini adalah thawaf tahiyyatul masjidil haram di atas yaitu dilakukan ketika masuk Masjidil Haram.

3      Tidak boleh thawaf mengusap-usap Kiswah dengan anggapan biar mendapat kemuliaan atau berkah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ,  وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ .

“Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada perintah dari kami maka tertolak.” Dalam riwayat Muslim, “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka tertolak.” (HR. Bukhari 2697, Muslim 1718).

فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

“Karena setiap perkara yang baru (yang diada-adakan dalam perkara agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad 17144, Ibnu Majah 42, Abu Dawud 4607 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam as-Shahihah 937).

4      Tidak boleh thawaf selain di Ka'bah.

Allah ta’ala berfirman:

ثُمَّ لْيَقْضُوْا تَفَثَهُمْ وَلْيُوْفُوْا نُذُوْرَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوْا بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ .

 

“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada di badan mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka, dan melakukan tawaf di sekeliling al-Bait al-‘Atiq (Baitullah).” (QS. Al-Hajj[22]:29).

Thawaf yang menyelisihi Sunnah dan bisa menjerumuskan ke dalam kesyirikan:

1)   Thawaf di Karbala, seperti sebagian orang Syi’ah

2)   Thawaf mengelilingi benteng, seperti yang ada di Jogja, mereka thawah dan tidak boleh berbicara.

3)   Thawah mengelilingi pohon.

4)   Thawaf mengelilingi desa.

5)   Thawaf mengelilingi sumur.

Seperti di Pati, Desa Kuryokalangan, kec. Gabus, Kab. Pati.

6)   Thawaf mengelilingi kuburan, dan lain-lain.

Orang yang melakukan thawaf di selain Kakbah bisa terjerumus kepada kebid’ahan dan bahkan syirik jika diyakini dapat mendatangkan manfaat dan madharat dari selain Allah.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ.

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim." (QS Yunus[10]:106).

5. Keutamaaan thawaf di Ka'bah adalah seperti memerdekakan budak.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(مَنْ طَافَ بِالْبَيْتِ سَبْعًا وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَ كَعِتْقِ رَقَبَةٍ) صحيح رواه ابن ماجه.

"Barangsiapa yang melakukan thawaf sekeliling Ka'bah sebanyak 7 kali dan shalat dua rakaat, maka seakan-akan ia telah membebaskan seorang budak." (HR. Ibnu Majah 2956, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam as- Shahihah 2725).

Demikianlah semoga bermanfaat. Aamiin.

 

-----000-----

 

Sragen 18-11-2025

Abu Ibrahim Junaedi.


Sabtu, 22 November 2025

BEKAL DIHARI TUA.

 


BEKAL DIHARI TUA.

Seiring perjalanan waktu gegab gempita dan hiruk pikuknya dunia sering melupakan kita, padahal tidak terasa umur kita sudah tua, hal itu ditandai dengan rambut kita yang mulai memutih, kaki gemeter, kekuatan berkurang, pengliahatn mulai kabur, gigi satu-persatu mulai tanggal, makan banyak pantangan, menyadarkan kita bahwa diri kita tidak muda lagi.

Allah menggambarkan kondisi manusia yang kembali lemah setelah masa kuatnya berlalu.

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً.

“Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah kembali dan beruban” (QS. Ar-Rum [30]:54).

Ada satu kenyataan yang tak bisa kita pungkiri, sebuah kenyataan yang bisa kita saksikan.

Seseorang itu menjadi tua bukan hanya terjadi ketika rambutnya memutih, tapi jauh lebih besar dari itu dia menyiapkan, ketika dirinya sehat, kuat, dan senantiasa berada di dalam ketaatan.

Apa yang kita kerjakan dahulu dan hari ini… itulah yang akan menjadi hari esok kita.

Apa yang kita  perbuat hari ini itulah yang akan kita petik disaat tubuh kita semakin melemah.

Lihatlah kenyataan yang ada bagaimana keadaan orang-orang di sekeliling kita.

Ada orang yang mereka sudah tua sementara dia tak bisa melakukan ketaatan apa-apa, bahkan dia bergelimpang dengan kemaksiatan.

Semua itu tidak lain karena apa yang menjadi kebiasannya dan apa yang dilakukan daluhu sebelum tua menghampirinya.

Karena tidak semua orang bisa melakukan ketaatan secara tiba-tiba, seseorang menjadi hamba yang lembut, khusyuk, dan teduh ketika usia tua. Dia tiba-tiba rajin memegang Al-Qur’an, dzikir, shalat malam, mempu memiliki hafalan doa-doa, karena demikian itu ada persiapannya ketika dirinya masih mampu untuk belajar, menghapal, dan membiasakan, inilah yang kita persiapkan.

Karena di saat kita tua bukan hanya umur yang telah kita lewati tetapi tempaan diri yang kita terima dan lakukan sehingga masa tua adalah cerminan masa mudanya.

Sebagaimana diungkapkan dalam sebuah kalimat:

مَنْ شَبَّ عَلَى شَيْءٍ شَابَ عَلَيْهِ

“Barang siapa tumbuh di atas suatu kebiasaan, maka ia akan menua di atas kebiasaan itu.”

Bagaimana jika dia telah terlanjur tua ..?

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْسَنَ فِيمَا بَقِيَ , غُفِرَ لَهُ مَا مَضَى وَمَنْ أَسَاءَ فِيمَا بَقِيَ أُخِذَ بِمَا مَضَى وَمَا بَقِيَ.

“Barang siapa berbuat baik pada sisa umurnya, niscaya akan diampuni (dosa-dosanya) yang telah lalu. Dan barang siapa berbuat buruk pada sisa umurnya, niscaya ia akan disiksa (diambil) karena (dosa-dosanya) yang telah lalu dan yang tersisa.”(HR. Tabrani di dalam al-Mu’jam 6806, hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam as-Shahihah 3389).

Fudhail bin Iyadh rahimahullah menasehati seseorang yang telah terlanjur berumur tua dia berkata:

أَحْسِنْ فِيمَا بَقِيَ, يُغْفَرْ لَكَ مَا مَضَى, فَإِنَّكَ إِنْ أَسَأْتَ فِيمَا بَقِيَ تُعَذَّبْ بِمَا مَضَى وَبِمَا بَقِيَ.

“Engkau berbuat kebaikan (amal shaleh) pada sisa umurmu (yang masih ada), maka Allah akan mengampuni (dosa-dosamu) di masa lalu, karena jika kamu (tetap) berbuat buruk pada sisa umurmu (yang masih ada), kamu akan di siksa (pada hari kiamat) karena (dosa-dosamu) di masa lalu dan (dosa-dosamu) pada sisa umurmu.”(Nukilan dari Jaami’ul ‘uluumi wal hikam hal. 464 dan Latha-iful ma’aarif hal. 108)

Oleh karena itu setelah kita menyadari hal ini, ada perkara yang harus kita perhatikan agar kita tidak terbuai dengan dunia ini sehingga kita tidak menjadi orang yang rugi dunia dan akhirat:

1.   Keberangkatan perjalanan kita adalah kematian.

Tidaklah Allah menjelaskan sesuatu kecuali sebagai Rahmat bagi hambanya, bahkan dalam perkara kematian, Allah mengulang-ngulang hal itu.

Allah ta’ala berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS. Ali ‘Imran[3]:185).

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ.

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati, kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan” (QS. Al-‘Ankabut [29]:57).

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ.

“Di mana pun kamu berada, kematian pasti akan mendapatkan kamu, walaupun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh” (QS. An-Nisa’ [4]:78).

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ.

“Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya pasti akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Al-Jumu‘ah [62]:8).

وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.

“Dan Allah tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu ajalnya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Munafiqun [63]:11).

وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَٰلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ.

“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kamu hindari” (QS. Qaf [50]:19).

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ.

“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya” (QS. Al-A‘raf [7]:34).

وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِمْ مَا تَرَكَ عَلَيْهَا مِنْ دَابَّةٍ وَلَٰكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ.

“Dan sekiranya Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan tersisa satu makhluk melata pun di bumi; tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang telah ditentukan. Maka apabila telah datang ajal mereka, mereka tidak dapat menundanya sesaat pun dan tidak pula memajukannya” (QS. An-Naḥl [16]:61).

لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ.

“Katakanlah: Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudaratan dan tidak pula kemanfaatan bagi diriku sendiri, melainkan apa yang dikehendaki Allah. Tiap-tiap umat mempunyai ajal; apabila telah datang ajalnya, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya” (QS. Yunus [10]:49).

Banyak sekali contoh-contohnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ.

“Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yang bisa melampui umur tersebut” (HR. Ibnu Majah 4236, Tirmidzi 3550 dihasankan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 757).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan agar kita banyak mengingat kematian.

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَادِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ.

“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).” (HR. Ahmad 7925, Ibnu Majah 4258, Tirmidzi 2307, di hasankan Syaikh al-Albani di dalam Al-Irwa’ 682, AL-Misykah 1607).

Sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ: أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا, قَالَ: فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ: أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الْأَكْيَاسُ.

“Ya Rasulullah siapakah mukmin yang paling utama’’? beliau menjawab, “ yang paling bagus akhlaknya.” Dia berkata: “ Siapakah mukmin yang paling cerdas..? Beliau menjawab, “ yang paling banyak mengingat kematian, dan yang paling baik menyiapkan kehidupan setelahnya, mereka itulah orang yang cerdas.” (HR. Ahmad 11535, Ibnu Majah 6175, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam ash-Shahihah 1384).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 أَعْذَرَ اللهُ إِلَى امْرِئٍ أَخَّرَ أَجَلَهُ حَتَّى بَلَغَ سِتِّيْنَ سَنَةً

 

“Allah tidak akan menerima argumen kepada seseorang yang Allah tunda ajalnya hingga mencapai 60 tahun.” (HR. Bukhari 6419).

2.   Muhasabah nafs (menhitung-hitung dirinya)

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr [59]:18).

Ibnu katsir mengatakan pada firman Allah ta’ala:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّه}

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah. (Al-Hasyr: 18)

Perintah untuk bertakwa kepada Allah ta’ala yang pengertiannya mencakup mengerjakan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya.

{وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ}

“Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” ( QS. Al-Hasyr[59]: 18).

Yakni hitung-hitunglah diri kalian sebelum kalian dimintai pertanggung jawaban, dan perhatikanlah apa yang kamu tabung buat diri kalian berupa amal-amal saleh untuk bekal hari kalian dikembalikan, yaitu hari dihadapkan kalian kepada Tuhan kalian.

{وَاتَّقُوا اللَّهَ}

dan bertakwalah kepada Allah. (Al-Hasyr: 18)

mengukuhkan kalimat perintah takwa yang sebelumnya.

{إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}

sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr [59]: 18).

Ketahuilah oleh kalian bahwa Allah mengetahui semua amal perbuatan dan keadaan kalian, tiada sesuatu pun dari kalian yang tersembunyi bagi-Allah dan tiada sesuatu pun baik yang besar maupun yang kecil dari urusan mereka yang luput dari pengetahuan Allah. (Tafsir ibnu Katsir, QS. Al-Hasyr [59]: 18).

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam pernah menasehati seseorang:

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ.

Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara (1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, (2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, (3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, (4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, (5) Hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. al-Hakim di dalam Mustadraknya 7846, al-Baihaqi 9767, Syu’abul Iman, an-Nasai 11832, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib 3355).

Karena modal kita adalah umur yang Allah berikan. 

3.Memperhatikan kekuarangan perkara wajib dan menghentikan pelanggaran.

Hendaknya kita memperhatikan perkara-perkara yang wajib terlebih dahulu, adakah yang belum kita tunaikan atau kita sia-siakan.

Dimulai dari menjaga shalat kita, puasa, zakat, puasa dan bila mampu untuk haji.

Kemudian memperhatikan hal-hal yang haram, apakah masih ada yang kita terjang atau tidak berupa syari’at Allah ta’ala. Misal judi, minuman keras, riba, hubungan terlarang dengan istri orang atau selingkuh bahkan zina.

Hendaknya diperhatikan juga apakah dia dzalim kepada saudara-saudaranya dengan cara mengambil hak warisan yang tidak sesuai dengan pembagian, meminjam harta kepada saudara atau tetangga nggak dikembalikan atau menunda-nunda pengembaliannya.

4.   Bertaubat dari kesalahan.

Sudah menjadi ketentuan Allah bahwasanya manusia memiliki kesalahan dan kekurangan yang banyak, oleh karena itu disyari’atkan untuk bertaubat.

Ibnu Qudamah berkata, “Bila Allah menghendaki kebaikan seorang hamba, Allah akan membuat hamba tersebut mengetahui aib-aibnya, sehingga dirinya mudah untuk memperbaiki. (Minhajul Qasidin Ibnu Qudamah).

 Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا.

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya.” (QS.At-Tahrim[66]:8).

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا.

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang di larang kamu mengerjakannya, niscaya kami hapus kesalahan-kesalahanmu. (dosa-dosamu yang kecil) dan kami masukkan kamu ke tempat yang mulia.” (QS.4.An-Nisa[4]:31)

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ.

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Al-Imran[3]:135).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً.

“Demi Allah. Sungguh aku selalu beristighfar dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhari 6037).

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu dalam Syarh Riyadh Ash-Shalihin (1:348) mengatakan, “Maka, seyogyanya orang yang usianya semakin menua untuk memperbanyak amal saleh.

 

Bisa saja, seorang pemuda meninggal pada usia mudanya atau ajalnya tertunda hingga ia tua. Akan tetapi, yang pasti, orang yang sudah berusia senja, ia lebih dekat kepada kematian, lantaran telah menghabiskan jatah usianya.”

5.   Bahaya orang yang tidak segera bertaubat.

 

Banyak orang yang meremehkan dosa yang mereka selalu mengulur-ulur untuk bertaubat akhirnya mereka mendapatkan istidraj ( ditarik kebinasaan tanpa disadari) oleh Allah dan mati dalam keadaan su’ul khatimah, sebagaimana firman Allah ta’ala:

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ.

“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putusasa.” (QS. Al-An’am[5]:44)

Qatadah mengatakan, “Dan tidak sekali-kali Allah menyiksa suatu kaum melainkan di saat mereka tidak menyadarinya dan dalam keadaan lalai serta sedang tenggelam di dalam kesenangan­nya. Karena itu, janganlah kalian teperdaya oleh ujian Allah, karena sesungguhnya tidaklah teperdaya oleh ujian Allah kecuali hanya kaum yang fasik (durhaka).” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-An’am [6]:44).

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ.

“Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; dan mereka akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS. Ali-Imran[3]:178).

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ . وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ . كَلَّا.

Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya, lalu dimuliakan-Nya dan diberinya kesenangan, maka dia berkata, "Tuhanku telah memuliakanku.” Adapun bila Tuhannya mengujinya, lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, "Tuhanku menghinakanku.” Sekali-kali tidak (demikian). (QS. AL-Fajr [89]:15-18).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ.

”Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad 4: 145. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan dilihat dari jalur lain).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) .

“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah “ar raan” yang disebutkan Allah di dalam firman-Nya, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (HR Tirmidzi 3334, Ibnu Majah 4244,  di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihul Jami’ 1670).

6.   Mengiringi keburukan dengan kebaikan.

Hendaknya menutup semua keburukan dengan kebaikan, sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah ta’ala:

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ.

“Kecuali mereka yang telah bertaubat, mengadakan perbaikan dan menjelaskan(nya). Mereka itulah yang Aku terima taubatnya, dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”(QS Al-Baqarah[2]: 160).

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ.

“Sesungguhnya kebaikan itu akan menghapus keburukan.” (QS. Hud [11]:114).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam besabda:

اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.

 “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada, iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan akan menghapuskan keburukan itu; dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi 1987, Ahmad 21043 Syaikh al-Albani berkata hasan di dalam AS-Shahihah 1373).

7.   Memperbanyak bekal.

Sebagaimana seseorang yang akan bepergian jauh, maka sudah barang tentu memperhatikan bekal bekal yang perlu disiapkan.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ.

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia berkata: ‘Ya Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematianku) sampai waktu yang dekat, sehingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh’” (QS. Al-Munafiqun [63]:10).

حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا.

“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: ‘Ya Rabb-ku, kembalikanlah aku, agar aku dapat beramal saleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak! Itu hanyalah perkataan yang diucapkannya saja” (QS. Al-Mu’minun [23]:99–100).

Allah mengingatkan kita dengan firma-Nya:

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ.

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri, mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Hasyr [59]: 19).

Ibnu Katsir berkata di dalam firman Allah ta’ala:

Yaitu janganlah kamu lupa dari mengingat Allah, yang akhirnya kamu akan lupa kepada amal saleh yang bermanfaat bagi diri kalian di hari kemudian.

Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun[63]: 9). (Tafsir Ibnu Katsir, QS, Al-Hasyr [59]:18-19).

Oleh karena itu kita harus membiasakan melakukan berikut ini:

1)   Segeralah ke masjid saat adzan berkumandang, sebelum langkah menjadi berat di usia renta, kalau masih kuat saja malas jangan harap sudah tua tak bisa jalan dia akan rajin.

2)   Membaca Al-Qur’an secara rutin, satu atau dua juz, agar ia menjadi agar menjadi hiburan dan tumpukan pahala.

3)   Jangan tinggalkan dzikir pagi dan petang,  benteng harian yang menenangkan jiwa.

4)   Jika mampu untuk menambah dengan shalat sunnah rawatib, ia agar menutup kekurangan shalat wajib.

5)   Sisihkan waktu untuk qiyamullail, walau hanya dua rakaat witir satu.

6)   Rawat tubuhmu, karena kelemahan datang tiba-tiba, dan olah raga adalah ibadah bila niatnya ikhlas.

7)   Basahilah lisanmu dengan dzikir, amal yang paling lembut bagi tubuh, namun paling dalam pengaruhnya bagi hati.

8)   Membiasakan sedekah meskipun sedikit.

9)   Biasa berkumpul dengan orang shalih agar tidak terpengaruh keburukan.

10)                    Berdoa agar dijauhkan dari masa tua yang pikun dan sengsara.

Semoga bermanfaat Aamiin

-----000-----

Sragen 21-11-2025

Junaedi Abdullah.

 

 

 

 

BAHAYA KESYIRIKAN.

  Bahaya dan keburukan yang di timbulkan oleh kesyirikan diantaranya:   1.    Apa bila mati dalam keadaan musyrik pelakunya akan kek...