BEKAL DIHARI TUA.
Seiring perjalanan
waktu gegab gempita dan hiruk pikuknya dunia sering melupakan kita, padahal tidak
terasa umur kita sudah tua, hal itu ditandai dengan rambut kita yang mulai
memutih, kaki gemeter, kekuatan berkurang, pengliahatn mulai kabur, gigi
satu-persatu mulai tanggal, makan banyak pantangan, menyadarkan kita bahwa diri
kita tidak muda lagi.
Allah menggambarkan kondisi
manusia yang kembali lemah setelah masa kuatnya berlalu.
اللَّهُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ
مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً.
“Allah-lah yang menciptakan kamu
dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah lemah itu menjadi
kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah kembali dan
beruban” (QS. Ar-Rum [30]:54).
Ada satu kenyataan yang tak bisa kita
pungkiri, sebuah kenyataan yang bisa kita saksikan.
Seseorang itu menjadi tua bukan hanya
terjadi ketika rambutnya memutih, tapi jauh lebih besar dari itu dia menyiapkan,
ketika dirinya sehat, kuat, dan senantiasa berada di dalam ketaatan.
Apa yang kita kerjakan dahulu dan hari
ini… itulah yang akan menjadi hari esok kita.
Apa yang kita perbuat hari ini itulah yang akan kita petik
disaat tubuh kita semakin melemah.
Lihatlah kenyataan yang ada bagaimana
keadaan orang-orang di sekeliling kita.
Ada orang yang mereka sudah tua
sementara dia tak bisa melakukan ketaatan apa-apa, bahkan dia bergelimpang
dengan kemaksiatan.
Semua itu tidak lain karena apa yang menjadi
kebiasannya dan apa yang dilakukan daluhu sebelum tua menghampirinya.
Karena tidak semua orang bisa
melakukan ketaatan secara tiba-tiba, seseorang menjadi hamba yang lembut,
khusyuk, dan teduh ketika usia tua. Dia tiba-tiba rajin memegang Al-Qur’an,
dzikir, shalat malam, mempu memiliki hafalan doa-doa, karena demikian itu ada
persiapannya ketika dirinya masih mampu untuk belajar, menghapal, dan
membiasakan, inilah yang kita persiapkan.
Karena di saat kita tua bukan hanya
umur yang telah kita lewati tetapi tempaan diri yang kita terima dan lakukan
sehingga masa tua adalah cerminan masa mudanya.
Sebagaimana diungkapkan dalam sebuah kalimat:
مَنْ
شَبَّ عَلَى شَيْءٍ شَابَ عَلَيْهِ
“Barang siapa tumbuh di atas suatu kebiasaan, maka
ia akan menua di atas kebiasaan itu.”
Bagaimana jika dia telah terlanjur tua ..?
Dari Abu Dzar radhiyallahu
‘anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحْسَنَ فِيمَا بَقِيَ , غُفِرَ لَهُ مَا مَضَى
وَمَنْ أَسَاءَ فِيمَا بَقِيَ أُخِذَ بِمَا مَضَى وَمَا بَقِيَ.
“Barang siapa
berbuat baik pada sisa umurnya, niscaya akan diampuni (dosa-dosanya) yang telah
lalu. Dan barang siapa berbuat buruk pada sisa umurnya, niscaya ia akan disiksa
(diambil) karena (dosa-dosanya) yang telah lalu dan yang tersisa.”(HR. Tabrani di dalam al-Mu’jam 6806, hadits ini
dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam as-Shahihah 3389).
Fudhail bin Iyadh
rahimahullah menasehati seseorang yang telah terlanjur berumur tua dia berkata:
أَحْسِنْ فِيمَا بَقِيَ,
يُغْفَرْ لَكَ مَا مَضَى, فَإِنَّكَ إِنْ أَسَأْتَ فِيمَا بَقِيَ
تُعَذَّبْ بِمَا مَضَى وَبِمَا بَقِيَ.
“Engkau berbuat kebaikan (amal shaleh) pada sisa
umurmu (yang masih ada), maka Allah akan mengampuni (dosa-dosamu) di masa lalu,
karena jika kamu (tetap) berbuat buruk pada sisa umurmu (yang masih ada), kamu
akan di siksa (pada hari kiamat) karena (dosa-dosamu) di masa lalu dan
(dosa-dosamu) pada sisa umurmu.”(Nukilan
dari Jaami’ul ‘uluumi wal hikam hal. 464 dan Latha-iful ma’aarif hal. 108)
Oleh
karena itu setelah kita menyadari hal ini, ada perkara yang harus kita
perhatikan agar kita tidak terbuai dengan dunia ini sehingga kita tidak menjadi
orang yang rugi dunia dan akhirat:
1.
Keberangkatan perjalanan kita adalah
kematian.
Tidaklah Allah
menjelaskan sesuatu kecuali sebagai Rahmat bagi hambanya, bahkan dalam perkara
kematian, Allah mengulang-ngulang hal itu.
Allah ta’ala berfirman:
كُلُّ
نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan
pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka
sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan
yang memperdayakan” (QS. Ali ‘Imran[3]:185).
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ.
“Setiap
yang bernyawa akan merasakan mati, kemudian hanya kepada Kami kamu
dikembalikan” (QS. Al-‘Ankabut [29]:57).
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ
مُشَيَّدَةٍ.
“Di
mana pun kamu berada, kematian pasti akan mendapatkan kamu, walaupun kamu
berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh” (QS. An-Nisa’ [4]:78).
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ
تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا
كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ.
“Katakanlah:
Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya pasti akan menemui kamu, kemudian
kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata,
lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Al-Jumu‘ah
[62]:8).
وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ
بِمَا تَعْمَلُونَ.
“Dan
Allah tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu
ajalnya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Munafiqun
[63]:11).
وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَٰلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ.
“Dan
datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak
kamu hindari” (QS. Qaf [50]:19).
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ
سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ.
“Tiap-tiap
umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak
dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya” (QS.
Al-A‘raf [7]:34).
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِمْ مَا تَرَكَ عَلَيْهَا مِنْ
دَابَّةٍ وَلَٰكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَإِذَا جَاءَ
أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ.
“Dan
sekiranya Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan
tersisa satu makhluk melata pun di bumi; tetapi Allah menangguhkan mereka
sampai waktu yang telah ditentukan. Maka apabila telah datang ajal mereka,
mereka tidak dapat menundanya sesaat pun dan tidak pula memajukannya” (QS.
An-Naḥl [16]:61).
لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً
وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ.
“Katakanlah:
Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudaratan dan tidak pula kemanfaatan bagi
diriku sendiri, melainkan apa yang dikehendaki Allah. Tiap-tiap umat mempunyai
ajal; apabila telah datang ajalnya, maka mereka tidak dapat mengundurkannya
barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya” (QS. Yunus [10]:49).
Banyak
sekali contoh-contohnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ
السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ.
“Umur-umur umatku antara 60
hingga 70 tahun, dan sedikit orang yang bisa melampui umur tersebut” (HR.
Ibnu Majah 4236, Tirmidzi 3550 dihasankan Syaikh al-Albani di dalam
Ash-Shahihah 757).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga memerintahkan agar kita banyak mengingat kematian.
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَادِمِ
اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ.
“Perbanyaklah mengingat pemutus
kelezatan (yakni kematian).” (HR. Ahmad 7925, Ibnu Majah 4258, Tirmidzi 2307,
di hasankan Syaikh al-Albani di dalam Al-Irwa’ 682, AL-Misykah 1607).
Sahabat
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ:
أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا, قَالَ: فَأَيُّ
الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ: أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ
لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الْأَكْيَاسُ.
“Ya Rasulullah siapakah mukmin yang paling utama’’? beliau menjawab, “
yang paling bagus akhlaknya.” Dia berkata: “ Siapakah mukmin yang paling
cerdas..? Beliau menjawab, “ yang paling banyak mengingat kematian, dan yang
paling baik menyiapkan kehidupan setelahnya, mereka itulah orang yang cerdas.” (HR.
Ahmad 11535, Ibnu Majah 6175, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam ash-Shahihah
1384).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
أَعْذَرَ
اللهُ إِلَى امْرِئٍ أَخَّرَ أَجَلَهُ حَتَّى بَلَغَ سِتِّيْنَ سَنَةً
“Allah tidak akan menerima argumen kepada seseorang
yang Allah tunda ajalnya hingga mencapai 60 tahun.” (HR. Bukhari 6419).
2.
Muhasabah nafs (menhitung-hitung dirinya)
Allah ta’ala
berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ
لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr
[59]:18).
Ibnu
katsir mengatakan pada firman Allah ta’ala:
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّه}
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah. (Al-Hasyr: 18)
Perintah
untuk bertakwa kepada Allah ta’ala yang pengertiannya mencakup mengerjakan apa
yang diperintahkan oleh-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya.
{وَلْتَنْظُرْ
نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ}
“Dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat).” ( QS. Al-Hasyr[59]: 18).
Yakni
hitung-hitunglah diri kalian sebelum kalian dimintai pertanggung jawaban, dan
perhatikanlah apa yang kamu tabung buat diri kalian berupa amal-amal saleh
untuk bekal hari kalian dikembalikan, yaitu hari dihadapkan kalian kepada Tuhan
kalian.
{وَاتَّقُوا
اللَّهَ}
dan
bertakwalah kepada Allah. (Al-Hasyr: 18)
mengukuhkan
kalimat perintah takwa yang sebelumnya.
{إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}
sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr [59]: 18).
Ketahuilah
oleh kalian bahwa Allah mengetahui semua amal perbuatan dan keadaan kalian,
tiada sesuatu pun dari kalian yang tersembunyi bagi-Allah dan tiada sesuatu pun
baik yang besar maupun yang kecil dari urusan mereka yang luput dari
pengetahuan Allah. (Tafsir ibnu Katsir, QS. Al-Hasyr [59]: 18).
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam pernah menasehati
seseorang:
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ
: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ
فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ.
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara (1) Waktu
mudamu sebelum datang waktu tuamu, (2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu
sakitmu, (3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, (4) Masa
luangmu sebelum datang masa sibukmu, (5) Hidupmu sebelum datang matimu.”
(HR. al-Hakim di dalam Mustadraknya 7846, al-Baihaqi 9767, Syu’abul Iman,
an-Nasai 11832, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih at-Targhib wa
at-Tarhib 3355).
Karena modal
kita adalah umur yang Allah berikan.
3.Memperhatikan kekuarangan perkara wajib
dan menghentikan pelanggaran.
Hendaknya kita memperhatikan perkara-perkara yang wajib terlebih dahulu,
adakah yang belum kita tunaikan atau kita sia-siakan.
Dimulai dari menjaga shalat kita, puasa, zakat, puasa dan bila mampu
untuk haji.
Kemudian memperhatikan hal-hal yang haram, apakah masih ada yang kita
terjang atau tidak berupa syari’at Allah ta’ala. Misal judi, minuman keras,
riba, hubungan terlarang dengan istri orang atau selingkuh bahkan zina.
Hendaknya diperhatikan juga apakah dia dzalim kepada saudara-saudaranya
dengan cara mengambil hak warisan yang tidak sesuai dengan pembagian, meminjam harta
kepada saudara atau tetangga nggak dikembalikan atau menunda-nunda pengembaliannya.
4.
Bertaubat dari kesalahan.
Sudah menjadi
ketentuan Allah bahwasanya manusia memiliki kesalahan dan kekurangan yang
banyak, oleh karena itu disyari’atkan untuk bertaubat.
Ibnu Qudamah berkata,
“Bila Allah menghendaki kebaikan seorang hamba, Allah akan membuat hamba
tersebut mengetahui aib-aibnya, sehingga dirinya mudah untuk memperbaiki.
(Minhajul Qasidin Ibnu Qudamah).
Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan
tobat yang semurni-murninya.” (QS.At-Tahrim[66]:8).
إِنْ تَجْتَنِبُوا
كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ
وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا.
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang di
larang kamu mengerjakannya, niscaya kami hapus kesalahan-kesalahanmu.
(dosa-dosamu yang kecil) dan kami masukkan kamu ke tempat yang mulia.” (QS.4.An-Nisa[4]:31)
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا
فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا
لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى
مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ.
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan
keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon
ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa
selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka
mengetahui.” (QS. Al-Imran[3]:135).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ
اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً.
“Demi Allah. Sungguh aku selalu beristighfar dan
bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhari 6037).
Syaikh Ibnu
‘Utsaimin rahimahullahu dalam Syarh Riyadh
Ash-Shalihin (1:348) mengatakan, “Maka, seyogyanya orang yang usianya
semakin menua untuk memperbanyak amal saleh.
Bisa saja, seorang pemuda
meninggal pada usia mudanya atau ajalnya tertunda hingga ia tua. Akan tetapi,
yang pasti, orang yang sudah berusia senja, ia lebih dekat kepada kematian,
lantaran telah menghabiskan jatah usianya.”
5.
Bahaya orang yang tidak segera bertaubat.
Banyak orang yang
meremehkan dosa yang mereka selalu mengulur-ulur untuk bertaubat akhirnya
mereka mendapatkan istidraj ( ditarik kebinasaan tanpa disadari) oleh Allah dan
mati dalam keadaan su’ul khatimah, sebagaimana firman Allah ta’ala:
فَلَمَّا نَسُوا مَا
ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا
فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ.
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan
kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka.
Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada
mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam
putusasa.” (QS. Al-An’am[5]:44)
Qatadah mengatakan, “Dan tidak sekali-kali Allah menyiksa
suatu kaum melainkan di saat mereka tidak menyadarinya dan dalam keadaan lalai
serta sedang tenggelam di dalam kesenangannya. Karena itu, janganlah kalian
teperdaya oleh ujian Allah, karena sesungguhnya tidaklah teperdaya oleh ujian
Allah kecuali hanya kaum yang fasik (durhaka).” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-An’am
[6]:44).
وَلَا يَحْسَبَنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا
نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ.
“Dan jangan
sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami
berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan
kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; dan mereka akan
mendapat azab yang menghinakan.” (QS. Ali-Imran[3]:178).
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ
إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي
أَكْرَمَنِ . وَأَمَّا
إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ . كَلَّا.
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya, lalu
dimuliakan-Nya dan diberinya kesenangan, maka dia berkata, "Tuhanku telah
memuliakanku.” Adapun bila Tuhannya mengujinya, lalu membatasi rezekinya, maka
dia berkata, "Tuhanku menghinakanku.” Sekali-kali tidak (demikian). (QS.
AL-Fajr [89]:15-18).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا
رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ
مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ.
”Bila
kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya,
padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa
hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.”
(HR. Ahmad 4: 145. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan
dengan dilihat dari jalur lain).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا
أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ
وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ
قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ
مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) .
“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan
dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun
serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat),
maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah “ar raan”
yang disebutkan Allah di dalam firman-Nya, “Sekali-kali tidak (demikian),
sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (HR
Tirmidzi 3334, Ibnu Majah 4244, di
shahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihul Jami’ 1670).
6.
Mengiringi keburukan dengan kebaikan.
Hendaknya menutup semua
keburukan dengan kebaikan, sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah ta’ala:
إِلَّا الَّذِينَ
تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا
التَّوَّابُ الرَّحِيمُ.
“Kecuali mereka yang telah bertaubat, mengadakan perbaikan dan
menjelaskan(nya). Mereka itulah yang Aku terima taubatnya, dan Akulah Yang Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”(QS Al-Baqarah[2]: 160).
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ.
“Sesungguhnya kebaikan itu akan menghapus keburukan.” (QS. Hud
[11]:114).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam besabda:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ
وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.
“Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau
berada, iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan akan
menghapuskan keburukan itu; dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.”
(HR. Tirmidzi 1987, Ahmad 21043 Syaikh al-Albani berkata hasan di dalam
AS-Shahihah 1373).
7. Memperbanyak
bekal.
Sebagaimana seseorang yang
akan bepergian jauh, maka sudah barang tentu memperhatikan bekal bekal yang
perlu disiapkan.
Allah ta’ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ
أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ
أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ.
“Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami
berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu,
lalu ia berkata: ‘Ya Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematianku)
sampai waktu yang dekat, sehingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk
orang-orang yang saleh’” (QS. Al-Munafiqun [63]:10).
حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي
أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا.
“Hingga
apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: ‘Ya Rabb-ku,
kembalikanlah aku, agar aku dapat beramal saleh terhadap apa yang telah aku
tinggalkan.’ Sekali-kali tidak! Itu hanyalah perkataan yang diucapkannya saja”
(QS. Al-Mu’minun [23]:99–100).
Allah mengingatkan kita dengan
firma-Nya:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ
أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ.
Dan
janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah
menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri, mereka
itulah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Hasyr [59]: 19).
Ibnu
Katsir berkata di dalam firman Allah ta’ala:
Yaitu
janganlah kamu lupa dari mengingat Allah, yang akhirnya kamu akan lupa kepada
amal saleh yang bermanfaat bagi diri kalian di hari kemudian.
Ayat
ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ
ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ.
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan
kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian, maka mereka
itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun[63]: 9). (Tafsir Ibnu
Katsir, QS, Al-Hasyr [59]:18-19).
Oleh karena itu kita harus membiasakan melakukan berikut ini:
1)
Segeralah ke masjid saat adzan berkumandang, sebelum langkah menjadi berat
di usia renta, kalau masih kuat saja malas jangan harap sudah tua tak bisa
jalan dia akan rajin.
2)
Membaca Al-Qur’an secara rutin, satu atau dua juz, agar ia menjadi agar
menjadi hiburan dan tumpukan pahala.
3)
Jangan tinggalkan dzikir pagi dan petang,
benteng harian yang menenangkan jiwa.
4)
Jika mampu untuk menambah dengan shalat sunnah rawatib, ia agar menutup
kekurangan shalat wajib.
5)
Sisihkan waktu untuk qiyamullail, walau hanya dua rakaat witir satu.
6)
Rawat tubuhmu, karena kelemahan datang tiba-tiba, dan olah raga adalah
ibadah bila niatnya ikhlas.
7) Basahilah lisanmu dengan dzikir, amal yang
paling lembut bagi tubuh, namun paling dalam pengaruhnya bagi hati.
8) Membiasakan sedekah meskipun sedikit.
9) Biasa berkumpul dengan orang shalih agar
tidak terpengaruh keburukan.
10)
Berdoa agar dijauhkan dari masa tua yang pikun dan sengsara.
Semoga
bermanfaat Aamiin
-----000-----
Sragen 21-11-2025
Junaedi Abdullah.