Kamis, 12 Desember 2024

BAHAYA CINTA DUNIA.

 



BAHAYA MENCINTAI DUNIA

Mencintai dunia bukan hanya sebatas harta, tetapi juga pangkat dan kedudukan, popularitas, serta kebanggaan terhadap sanjungan.

Allah ta’ala berfirman:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ.

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran[3]: 14).

Tidak boleh kita mementingkan dunia dibandingkan akhirat.

Allah ta’ala berfirman:

بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا . وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى.

"Sedangkan kalian lebih memilih kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal". (QS. Al-A'la [87]: 16 – 17).

قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى.

“Kesenangan di dunia ini hanya sedikit dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang bertakwa". (QS. An-Nisa' [4]: 77).

Cinta dunialah yang memakmurkan Neraka dengan dipenuhi oleh para pelakunya. Zuhud terhadap dunialah yang memakmurkan Surga dengan para pelakunya. Mabuk karena cinta dunia lebih berbahaya daripada mabuk karena minum arak. Seorang yang mabuk karena cinta dunia hanya akan sadar ketika ia berada di kegelapan lahat.

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ . حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ.

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (At-Takatsur[102]:1-2).

Yahya bin Mu'adz berkata, "Dunia itu arak setan. Barangsiapa mabuk karenanya niscaya tidak akan sadar sampai ia berada di antara orang-orang yang sudah mati, menyesal bersama orang-orang yang merugi."

Malik bin Dinar berkata:

لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا مِنْ ذَهَبٍ يَفْنَى ، وَالآخِرَةُ مِنْ خَزَفٍ يَبْقَى لَكَانَ الوَاجِبُ أَنْ يُؤْثِرَ خَزَفٍ يَبْقَى عَلَى ذَهَبٍ يَفْنَى ، فَكَيْفَ وَالآخِرَةُ مِنْ ذَهَبِ يَبْقَى ، وَالدُّنْيَا مِنْ خَزَفٍ يَفْنَى؟

“Seandainya dunia adalah emas yang akan fana, dan akhirat adalah tembikar yang kekal abadi, maka tentu saja seseorang wajib memilih sesuatu yang kekal abadi (yaitu tembikar) daripada emas yang nanti akan fana. Padahal sejatinya akhirat adalah emas yang kekal abadi dan dunia adalah tembikar yang nantinya fana.” (Lihat Fathul Qodir, Imam Asy-Syaukani, 5:567-568)

Paling tidak, cinta dunia akan melengahkan seseorang dari cinta kepada Allah dan berdzikir kepada-Nya. Nah, barangsiapa dilengahkan oleh harta bendanya, dia termasuk dalam kelompok orang-orang yang merugi. Dan hati, jika telah lalai dari dzikrullah, pasti akan dikuasai setan dan disetir sesua kehendaknya. Setan akan menipunya sehingga ia merasa telah mengerjakan banyak kebaikan, padahal ia baru melakukan sedikit saja.

Abdullah bin Mas'ud berkata, "Bagi semua orang dunia ini adalah tamu, dan harta itu adalah pinjaman. Setiap tamu pasti akan pergi lagi dan setiap pinjaman pasti harus dikembalikan

Para ulama berkata, "Cinta dunia itu pangkal segala kesalahan dan pasti merusak agama ditinjau dari berbagai sisi:

Pertama, mencintainya akan mengakibatkan mengagungkannya. Padahal di sisi Allah dunia ini sangatlah remeh. Adalah termasuk dosa terbesar, mengagungkan sesuatu yang dianggap remeh oleh Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ؟» فَقَالُوا: مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ، وَمَا نَصْنَعُ بِهِ؟ قَالَ: «أَتُحِبُّونَ أَنَّهُ لَكُمْ؟» قَالُوا: وَاللهِ لَوْ كَانَ حَيًّا، كَانَ عَيْبًا فِيهِ، لِأَنَّهُ أَسَكُّ، فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ؟ فَقَالَ: «فَوَاللهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ، مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ.

 

“Siapa diantara kalian yang berkenan membeli ini seharga satu dirham?” Orang-orang berkata, “Kami sama sekali tidak tertarik kepadanya. Apa yang bisa kami perbuat dengannya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian mau jika ini menjadi milik kalian?” Orang-orang berkata, “Demi Allah, kalau anak kambing jantan ini hidup, pasti ia cacat, karena kedua telinganya kecil, apalagi ia telah mati?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda Demi Allâh, sungguh, dunia itu lebih hina bagi Allâh daripada bangkai anak kambing ini bagi kalian.” (HR Muslim 2957, Ahmad 14930).


Kedua, Allah telah melaknat, memurkai, dan mem- bencinya, kecuali yang ditujukan kepada-Nya. Barangsiapa mencintai sesuatu yang telah dilaknat, dimurkai, dan dibenci oleh Allah berarti ia menyediakan diri untuk mendapat siksa, kemurkaan Allah, dan juga kebencian-Nya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ

“Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu syar’i.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah. Dalam Shohihul Jami’, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan).

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

مُحِبُّ الدُّنْيَا لَا يَنْفَكُّ مِنْ ثَلَاثٍ : هَمٌّ لَازِمٌ ، وَتَعَبٌ دَائِمٌ ، وَحَسْرَةٌ لَا تَنْقَضِى.

Pecinta dunia tidak akan terlepas dari tiga hal : kesedihan (kegelisahan) yang terus-menerus; kecapekan (keletihan) yang berkelanjutan; dan penyesalan yang tidak pernah berhenti.

Ketiga, orang yang cinta dunia pasti menjadikannya sebagai tujuan  akhir dari segalanya. Ia pun akan berusaha semampunya untuk mendapatkannya. Padahal seharusnya ia melakukan itu untuk sampai kepada Allah, sampai ke akhirat. Ia telah membalik urusan dan juga hikmah.

Dalam hal ini ada dua kesalahan:

Pertama, ia menjadikan sarana sebagai tujuan.

Kedua, ia berusaha mendapatkan dunia dengan amalan akhirat. Bagaimanapun ini adalah sesuatu yang terbalik, keliru, dan buruk. Hatinya benar-benar terbalik total. Allah berfirman:

مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَلَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُوْلَبِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ )

Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasan- nya, maka Kami penuhi balasan pekerjaan-pekerjaannya di dunia dan mereka tidak akan dirugikan sedikitpun. Tetapi di akhirat tidak ada bagi mereka bagian selain neraka. Dan sia- sialah apa-apa yang mereka perbuat di dunia dan batallah apa-apa yang mereka amalkan. (Hud [11]: 15-16)

Hadits-hadits yang menjelaskan tentang ini pun banyak. Salah satunya hadits Abu Hurairah, tentang tiga orang yang pertama kali dijilat api Neraka. Yaitu orang yang berperang, orang yang bersedekah, dan orang yang membaca Al-Qur'an. Mereka mengerjakan amalan itu untuk mendapatkan dunia dan kekayaannya.

Begitulah, cinta dunia. Ia bisa menghalangi seseorang dari pahala. Bisa merusak amal. Bahkan bisa menjadikannya sebagai orang yang pertama kali masuk neraka.

Keempat, mencintai dunia akan menghalangi seorang hamba dari aktivitas yang bermanfaat untuk kehidupan di akhirat. Ia akan sibuk dengan apa yang dicintainya.

Sehubungan dengan ini manusia terbagi menjadi beberapa tingkatan:

1)  Ada di antara mereka yang disibukkan oleh kecintaannya dari iman dan syariat.

2)  Ada yang disibukkan dari melaksanakan kewajiban-kewajibannya.

3)  Ada yang disibukkan, sehingga meninggalkan kewajiban yang menghalanginya untuk meraih dunia, walaupun ia masih melaksanakan kewajiban yang lain.

4)  Ada yang disibukkan, sehingga tidak melaksanakan kewajiban dengan sebaik-baiknya. Dikerjakan bukan pada waktu yang tepat.

5)  Ada juga yang disibukkan sehingga kewajiban yang dilaksanakan baru sekedar lahirnya saja. Para pecinta dunia sangatlah jauh dari ibadah, lahir dan batin.

6)  Paling tidak, seorang pecinta dunia akan melalaikan hakikat kebahagiaan seorang hamba, yaitu kosongnya hati selain untuk mencintai Allah dan diamnya lisan selain berdzikir kepada-Nya. Juga, ketaatan hati dan lisan dengan Rabbnya.

Begitulah, kerinduan dan kecintaan kepada dunia pasti membahayakan kehidupan akhirat. Demikian pula sebaliknya.

Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحَبَّ دُنْيَاهُ أَضَرَّ بِآخِرَتِهِ وَمَنْ أَحَبَّ آخِرَتَهُ أَضَرَّ بِدُنْيَاهُ فَآثِرُوا مَا يَبْقَى عَلَى مَا يَفْنَى.

“Siapa yang begitu gila dengan dunianya, maka itu akan memudaratkan akhiratnya. Siapa yang begitu cinta akhiratnya, maka itu akan mengurangi kecintaannya pada dunia. Dahulukanlah negeri yang akan kekal abadi (akhirat) dari negeri yang akan fana (dunia).” (HR. Ahmad 19697. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan lighairihi.)

Kelima, mencintai dunia menjadikan dunia sebagai harapan terbesar seorang hamba. Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda: meriwayatkan,

Rasulullah sallallahu ‘alaihi w sallam bersabda:

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ، فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ، جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ .

“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan dalam pandangannya, dan dunia tidak datang kecuali apa yang Allah telah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan hatinya merasa cukup, dan dunia akan datang dalam keadaan merendah.(HR. IBnu Majah 4105, dishahihkan Syaikh al-Bani di dalam as-Shahihah 950).

Keenam, pecinta dunia adalah manusia dengan adzab yang paling berat. Mereka disiksa di tiga negeri, di dunia, di barzakh, dan di akhirat. Di dunia mereka diadzab dengan kerja keras untuk mendapatkannya dan persaingan dengan orang lain.

Adapun di alam barzakh mereka diadzab dengan perpisahan dengan kekayaan dunia dan kerugian yang nyata atas apa yang mereka kerjakan.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ ، يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ ، وَيَبْقَى عَمَلُهُ.

“Yang mengikuti mayit sampai ke kubur ada tiga, dua akan kembali dan satu tetap bersamanya di kubur. Yang mengikutinya adalah keluarga, harta dan amalnya. Yang kembali adalah keluarga dan hartanya. Sedangkan yang tetap bersamanya di kubur adalah amalnya.” (HR. Bukhari 6514, Muslim, 2960).

 

Pecinta dunia diadzab di kuburnya dan juga pada hari pertemuan dengan Rabb-nya. Allah berfirman:

فَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُم بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ.

”Janganlah engkau takjub karena harta dan anak-anak mereka. Sesungguhnya Allah menghendaki untuk menyiksa mereka dengannya dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.” ( QS. At-Taubah [9]: 55)

Menafsirkan ayat di atas, sebagian ulama salaf berkata. "Mereka diadzab dengan jerih payah dan kerja keras dalam mengumpulkannya. Nyawa mereka akan melayang karena cintanya. Dan mereka menjadi kafir karena tidak menunaikan hak Allah sehubungan dengan kemegahan dunia itu."

Ketujuh, orang yang rindu dan cinta kepada dunia sehingga lebih mengutamakannya daripada akhirat adalah makhluk yang paling bodoh, dungu, dan tidak berakal. Karena mereka mendahulukan khayalan daripada sesuatu yang hakiki, mendahulukan impian daripada kenyataan, mendahulukan kenikmatan sesaat daripada kenikmatan abadi, dan mendahulukan negeri yang fana dari pada negeri yang kekal selamanya. Mereka menukar kehidupan yang kekal itu dengan kenikmatan semu. Manusia yang berakal tentunya tidak akan tertipu dengan hal semacam itu.

Sebagian salaf melantunkan sebait syair:

يَا أَهْلَ لَذَّاتِ الدُّنْيَا لَا بَقَاءَ لَهَا ... إِنَّ اغْتِرَارًا بِظِلَّ زَائِلٍ حُمْقُ

Wahai penghuni dunia yang akan habis dan fana, Sungguh, tertipu oleh naungan yang bakal sirna adalah sebuah ketololan.

 

Yunus bin Abdul A'la berkata, "Dunia itu hanya bisa diibaratkan sebagai seorang laki-laki yang tertidur. Dia bermimpi melihat hal-hal yang disukainya dan juga dibencinya, lalu ia terbangun."

Sesuatu yang paling mirip dengan dunia adalah bayang-bayang. Disangka memiliki hakikat yang tetap, padahal tidak demikian. Dikejar untuk digapai, sudah pasti tidak akan per-nah sampai. Dunia juga sangat mirip dengan fatamorgana. Orang yang kehausan menyangkanya sebagai air, padahal jika ia mendekatinya ia tidak akan mendapati sesuatu pun. Justru yang ia dapati adalah Allah dengan hisab-Nya, dan Allah sangat cepat hisab-Nya.

Mirip juga dengan seorang perempuan tua yang sama sekali tidak cantik. Ia ingin menikah dan berdandan. Dipakainya seluruh perhiasan. Ditutupinya segala kekurangan. Orang yang hanya memandang tampilan luarnya pasti tertipu. la ingin seseorang menikahinya dengan mahar: suaminya harus menceraikan akhirat. Sebab ia dan akhirat tidak mungkin bisa bertemu, duduk bersama. Orang yang melamar pun lebih mengutamakannya seraya berkata, "Tidak ada buruknya sama sekali orang yang telah berjumpa dengan kekasihnya." Akhirnya setelah kerudung dan kain penutup disingkap. tampaklah seluruh aib dan kekurangannya. Di antara orangyang menikahinya, ada yang langsung menceraikannya, tetapi ada juga yang melanjutkannya. Dan malam pengantin-pun berlangsung dengan berlaksa penyesalan.

Duhai, para penyeru telah berdiri memanggil tiada henti. Para pekerja telah bekerja keras pagi, siang, sore, dan malam dengan giatnya. Itu pun belum dirasa cukup dan mereka pun terbang untuk memburunya. Di kala pulang semuanya mendapati diri tengah patah sayap, terkena jeratnya. Semuanya berbaris-berjajar menghadap sang algojo.

-----000-----

 

Sumber: Tazkiyatun Nafs Dr. Ahmad Farid dengan beberapa tambahan.

Junaedi Abdullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 10 HAK TETANGGA

  BAB 10 HAK TETANGGA Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita, baik di depan, belakang, kanan ataupun kiri dari rumah kita menurut ...