BAB 9
HAK PEMIMPIN
Pemimpin (Waliyul amr) adalah pemegang
otoritas (pemilik kekuasaan). Mereka memiliki hak yang harus dipenuhi, bilamana
hak pemimpin ini tidak dipenuhi niscaya akan terjadi kerusakan di sebuah negara
atau daerah.
Pemimpin di sini juga mencakup siapapun yang mengurusi urusan
kaum muslimin bukan hanya kepala negara.
Hendaknya yang memegang tampuk kepemimpinan adalah seorang
laki-laki yang beriman, hal itu ditunjukkan dalam ayat dan hadits:
Allah ta’ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ.
Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir sebagai
pemimpin selain dari orang-orang mukmin. Apakah kamu ingin memberi alasan yang
jelas bagi Allah (untuk menghukummu)?
Tidak boleh
pemimpin dari orang kafir, atau berloyal kepada orang kafir.
Allah ta’ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي
الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu), sebahagian mereka
adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Maidah[5]:51).
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ
الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ
فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً.
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat
demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat)
memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.” (QS. Ali Imran
[3]:28).
Adapun pemimpin hendaknya dari kalangan laki-laki.
Allah ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى
النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ.
Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita).
(QS. An-Nisa’[4]:34).
Abu Bakrah
berkata:
لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ، قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ
كِسْرَى، قَالَ: لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً .
“Tatkala ada berita sampai kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisro (gelar raja Persia dahulu)
menjadi raja, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda, ” Suatu
kaum itu tidak akan bahagia apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka
kepada wanita”. ” (HR. Bukhari 4425)
Dari hadits ini, para ulama bersepakat bahwa syarat al imam
al a’zham (kepala negara atau presiden) haruslah laki-laki. (Lihat Adhwa’ul
Bayan, 3/34, Asy Syamilah)
Al Baghawiy mengatakan: “Para ulama sepakat bahwa wanita
tidak boleh jadi pemimpin dan juga hakim. Alasannya, karena pemimpin harus
memimpin jihad. Begitu juga seorang pemimpin negara haruslah menyelesaikan
urusan kaum muslimin.” (Bab ”Terlarangnya Wanita Sebagai Pemimpin”Syarhus
Sunnah [10/77]).
Adapun diantara hak-hak pemimpin yang harus di penuhi
rakyatnya yaitu:
1.
Hendaknya di taati di dalam kebaikan.
Hendaknya mentaati pemimpin yang memerintahkan di dalam
kebaikan.
Allah ta’ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ
تَنازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Ra-sul-Nya, dan ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik
akibatnya.” (QS. An-Nisa’ [4]:59).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ
وَالطَّاعَةِ وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا.
“Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah,
mendengar dan taat meskipun kalian dipimpin seorang budak Habasyah.” (HR. Ahmad
17144, Abu Daud 4607 Tirmidzi 2676. Dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam
al-Irwa’ 2455).
عَلَيْكَ السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ فِي
عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ، وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ، وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ.
“Hendaklah kalian
mendengarkan dan taat (kepada pemerintah), dalam keadaan susah dan senang,
semangat dan terpaksa, walaupun mereka lebih mengutamakan kepentingan mereka
daripada kepentinganmu)." (HR. Muslim 1836).
مَنْ أَطَاعَنِى فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ
يَعْصِنِى فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ يُطِعِ الأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِى وَمَنْ
يَعْصِ الأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِى.
“Barangsiapa menaatiku, maka ia berarti menaati Allah.
Barangsiapa yang tidak mentaatiku
berarti ia tidak menaati Allah. Barangsiapa yang taat pada pemimpin berarti ia
menaatiku. Barangsiapa yang tidak menaati pemimpin berarti ia tidak menaatiku.”
(HR. Bukhari 2957, Muslim1835).
ثَلاَثَةٌ
لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ القِيَامَةِ، وَلاَ يُزَكِّيهِمْ،
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَرَجُلٌ
بَايَعَ إِمَامًا لاَ يُبَايِعُهُ إِلَّا لِدُنْيَا، فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا
رَضِيَ، وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ مِنْهَا سَخِطَ
“Ada tiga jenis orang yang
Allah Ta’ala tidak akan melihat mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan
mereka dan bagi mereka disediakan siksa yang pedih.” “Seorang yang membaiat
imam (penguasa, pemerintah) dan dia tidak membaiatnya kecuali karena
kepentingan-kepentingan duniawi. Kalau dia diberikan dunia, dia ridha (senang)
kepadanya. Dan apabila tidak, dia marah-marah.“ (HR. Bukhari 2358, 7212,
Muslim 108).
Syaikh
As Sa’di berkata:
المَعْرُوفُ: الإحْسَانُ
وَالطَّاعَةُ، وَكُلُّ مَا عُرِفَ فِي الشَّرْعِ وَالْعَقْلِ حَسَنُهُ.
“Al
ma’ruf artinya perbuatan kebaikan dan perbuatan ketaatan dan semua yang
diketahui baiknya oleh syariat dan oleh akal sehat” (Tafsir As Sa’di,
1/194-196).
Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan:
أَجْمَعَ العُلَمَاءُ عَلَى وَجُوبِ
طَاعَةِ الأُمَرَاءِ فِي غَيْرِ الْمَعْصِيَةِ.
“Para ulama ijma akan
wajibnya taat kepada ulil amri selama bukan dalam perkara maksiat” (Syarah Shahih Muslim, hal 1 juz 20).
2.
Hendaknya bersabar terhadap pemimpin
yang dzalim.
Kewajiban tetap taat dan bersabar terhadap penguasa, meskipun
penguasa atau pemerintahan tersebut dzalim.
Allah ta’ala berfirman:
وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ
الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ.
“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim
itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.”
(QS. Al An’am [6] : 129).
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ
أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ.
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan
oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu) (QS. As-Syura[42]:30).
Dari
Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهَا سَتَكُوْنُ أَثَرَةً وَأُمُورٌ
تُنْكِرُوْنَهَا، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَمَا تَأْمُرُنَا؟ قَالَ: تُؤَدُّوْنَ
الَّذِي عَلَيْكُمْ، وَتَسْأَلُوْنَ اللَّهَ الَّذِي لَكُمْ.
"Sesungguhnya akan
merebak (setelahku) sikap mementingkan diri sendiri dan berbagai macam perkara
yang kalian ingkari. Para sahabat bertanya, 'Wahai Rasulullah! Apakah yang engkau
perintahkan kepada kami (apabila menjumpainya)?' Beliau menjawab, 'Tunaikanlah
kewajiban kalian, dan mintalah hak kalian kepada Allah.” (HR. Bukhari 3603,
Muslim 1843).
Dari
Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ
بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ
قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ. قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ
وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ.
“Nanti setelah
aku akan ada seorang pemimpin yang tidak menggunakan petunjuk dengan petunjukku
dan tidak pula melaksanakan sunnahku, Nanti akan ada di tengah-tengah mereka
orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad
manusia.“ (HR. Muslim 1847, al-Baihaqi Sunan Kubra 16617).
Kezhaliman seorang pemimpin adalah musibah yang mengancam
umat. Dan Allah sudah memberitahukan bahwa penyebab musibah adalah kesalahan
umat dan dosa-dosa mereka.
3.
Tidak boleh taat dalam kemaksiatan.
Semua bentuk ketaatan terikat
dengan yang ma’ruf (yang baik) adapun di dalam kemaksiatan tidak boleh ditaati.
Allah ta’ala berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى
الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ.
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS.
Al-Maidah[5]:2).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:
لَا
طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ.
“Tidak
ada ketaatan di dalam maksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan hanyalah pada
perkara yang ma’ruf.” (HR. Bukhari 7257, Muslim 1840).
Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda:
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ
وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ
أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ .
“Bagi setiap muslim, wajib taat dan mendengar kepada pemimpin
(penguasa) kaum muslimin dalam hal yang disukai maupun hal yang tidak disukai
(dibenci) kecuali jika diperintahkan dalam maksiat. Jika diperintahkan dalam
hal maksiat, maka tidak boleh menerima perintah tersebut dan tidak boleh taat.”
(HR. Bukhari 7144, Muslim 1839).
4.
Mengingkari
kemungkaran.
Mengingkari
kemungkaran dan memberi nasehat kepada rakyat dan penguasa penguasa merupakan
bagian dari agama.
Allah ta’ala berfirman:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ
وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ.
“Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang
yang beruntung.” (QS. Ali Imran[3]:104).
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ
لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ.
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar..”(QS.
Ali Imran[3]:110).
وَاتَّقُوا
فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً.
“Dan takutlah fitnah(bencana) yang tidak
hanya menimpa orang-orang yang zalim diantara kalian saja secara khusus.” (QS. Al-Anfal
[8]:25).
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ
الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ.
“Jihad yang paling utama ialah mengatakan
kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Ahmad
11143, Abu Daud 4344, Tirmidzi 2174, Ibnu Majah 4011. Dishahihkan Syaikh
al-Albanni di dalam Shahihu al-Jami’ 1100).
Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ
مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ،
فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ.
“Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka
hendaklah dia mencegah dengan tangannya, sekiranya dia tidak mampu, maka dengan
lisannya, dan sekiranya dia tidak mampu (juga), maka dengan hatinya. Yang
demikian itu adalah selemah-lemah keimanan.” (HR. Muslim 49, Ahmad 11460, Abu
Dawud 2310).
Zainab binti Jahsyi
bertanya kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا رَسُولَ اللَّهِ: أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ؟ قَالَ:
نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الخَبَثُ.
“Apakah kami akan binasa sementara orang-orang
shalih masih ada di antara kami?” Beliau menjawab, “Benar, apabila kemaksiatan
telah merajalela.” (HR Bukhari 3346, Muslim 2880).
5.
Tata
cara memberi nasehat kepada penguasa.
Adapun
cara mengingkari kemungkaran penguasa yaitu dengan cara memberi nasehat dengan
rahasia dan lemah lembut, berbeda dengan dengan orang awam.
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ
رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ.
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS.
An-Nahl[16]: 125).
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا
وَمَنِ اتَّبَعَنِي.
“Katakanlah: "Inilah jalan
(agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah
dengan hujjah yang nyata.” (QS. Yusuf[12]:108).
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Daary radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدِّينُ
النَّصِيحَةُ قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ: لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ
وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ.
“Agama itu adalah
nasihat”. Kami pun bertanya, “Nasehat untuk siapa?”. Beliau menjawab, “Nasihat untu Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemerintah kaum muslimin dan
rakyatnya (kaum muslimin)”. (HR. Muslim 55, Abu Dawud 4944).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ
بِأَمْرٍ، فَلَا يُبْدِ لَهُ عَلَانِيَةً، وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ،
فَيَخْلُوَ بِهِ، فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ، وَإِلَّا كَانَ قَدْ أَدَّى
الَّذِي عَلَيْهِ لَهُ.
“Barangsiapa ingin menasehati penguasa dengan sesuatu hal, maka
janganlah tampakkan nasehat tersebut secara terang-terangan. Namun ambillah
tangannya dan bicaralah empat mata dengannya. Jika nasehat diterima, itulah
yang diharapkan. Jika tidak diterima, engkau telah menunaikan apa yang dituntut
darimu” (HR. Ahmad 15333, ash-Sunnah ibnu Abi Ashim 1096, 1097, dishahihkan
Syaikh al Albani dalam Takhrij ash-Sunnah li ibni Abi
Ashim 1097).
6.
Tidak memberontak terhadap pemimpin muslim.
Merupakan
sebuah kesalahan jika kezhaliman penguasa muslim di atasi dengan cara
pemberotakan dan perlawanan, bahkan agama Islam yang mulia ini senantiasa
menyerukan untuk taat selama ia tidak memerintahkan kepada kemaksiatan. Jika ia
memerintahkan kepada kemaksiatan maka rakyat tidak disyari’atkan untuk
mentaatinya, sebagaimana tidak disyari’atkan untuk memberontak dan melawannya
meskipun penguasa tersebut tergolong orang jahat.
Hukuman bagi orang-orang yang
memberontak tanpa alasan yang dibenarkan.
مِنْ ذَلِكَ أَنَّ مَنْ مَاتَ وَهُوَ خَارِجٌ عَنِ
الطَّاعَةِ، مُفَارِقٌ لِلْجَمَاعَةِ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّة.
1) Diantara hal itu barang siapa meninggal sementara dia
keluar dari ketaatan maka matinya seperti mati jahiliyyah.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. telah bersabda:
مَنْ
رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ مَنْ
فَارَقَ الجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ، إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً.
Barang siapa yang melihat dari pemimpinnya sesuatu hal
yang tidak disukainya, hendaklah ia bersabar. Karena sesungguhnya tidak
sekali-kali seseorang memisahkan diri dari jamaah sejauh sejengkal, lalu ia
mati, melainkan
وَمَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَإِنَّهُ لَا
يُسْأَلُ عَنْهُ، كِنَايَةً عَنْ عَظِيمٍ ذَنْبِهِ.
2) Barang siapa yang melepaskan (keluar) dari jama’ah maka
sesungguhnya dia tidak akan ditanya, (ini merupakan) gambaran besarnya dosa
tersebut.
وَمَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَلَا حُجَّةَ لَهُ
عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
3) Barang siapa meninggal dalam keadaan melepas ketaatan
kepada pemimpin (penguasa, pemerintah) maka tidak ada hujah di sisi Allah
ta’ala nanti pada hari kiamat.
وَمَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ
مَعَهُ يَرْتَكِضُ.
4) Barang siapa meninggal dalam keadaan melepas ketaatan
kepada pemimpin (penguasa, pemerintah) maka setan akan bersegera padanya.
وَمَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ حَلَّ دَمُهُ.
5) Barang siapa meninggal dalam keadaan melepas ketaatan
kepada pemimpin (penguasa, pemerintah) halal darahnya. (Al-Mu’taqadu Ash-Shahihu,
Dr. Abdhus Sallam bin Barjas Alu ‘Abdul Karim).
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhu ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ، لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ،
وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ، مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً.
“Barang siapa melepas ketaatan (kepada pemimpin,
penguasa), maka kelak ia akan menghadap kepada Allah tanpa ada yang membelanya.
Dan barang siapa yang meninggal dunia, sedangkan pada pundaknya tidak ada suatu
baiat pun, maka ia mati dalam keadaan mati Jahiliah.” (HR. Muslim 1851,
as-Sunan Kubra Baihaqi 16612).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu Ta’ala menjelaskan:
فَقَدْ
ذَكَرَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبُغَاةَ الْخَارِجِينَ عَنْ طَاعَةِ
السُّلْطَانِ وَعَنْ جَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ وَذَكَرَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إذَا
مَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً؛ فَإِنَّ أَهْلَ الْجَاهِلِيَّةِ لَمْ يَكُونُوا
يَجْعَلُونَ عَلَيْهِمْ أَئِمَّةً؛ بَلْ كُلُّ طَائِفَةٍ تُغَالِبُ الْأُخْرَى.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan orang yang
melepas ketaatan terhadap penguasa (pemerintah) yang sah dan keluar dari jamaah
kaum muslimin. Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyebutkan jika mereka mati, mereka mati sebagaimana
matinya orang-orang jahiliyyah. Karena orang-orang jahiliyyah tidaklah
menjadikan satu orang pemimpin di tengah-tengah mereka yang mengatur kehidupan
mereka. Akan tetapi, satu kabilah (suku) akan memerangi suku yang
lainnya.” (Majmu’ Al-Fataawa, 28/487)
7.
Mendoakan kebaikan kepada pemimpin.
Hendaknya mendoakan kebaikan kepada pemimpin karena ini merupakan
tanda Ahlu Sunnah.
Imam al-Barbari
dalam kitabnya “as-Sunnah” berkata:
“Jika engkau
melihat seseorang mendoakan keburukan kepada pemimpin keburukan ketahuilah
bahwasanya dia adalah seorang pengikut hawa nafsu, jika engkau melihat
seseorang berdoa kebaikan untuk penguasa ketahuilah bahwa dia seorang Ahlu
Sunnah.
Fudhail bin Iyadh
berkata:
Seandainya
aku punya doa mustajab, aku akan gunakan untuk mendoakan penguasa.” “Kita
diperintahkan untuk mendoakan kebaikan kepada mereka dan tidak diperintahkan
mendoakan keburukan kepada mereka meskipun mereka pendosa dan dzalim, karena
dosa mereka dan dzalim mereka untuk mereka sendiri dan pada orang muslim,
sedangkan kebaikan mereka untuk mereka sendiri dan kaum muslimin.” (Al-Mu’taqadu
Ash-Shahihu, Dr. Abdhus Sallam bin Barjas Alu ‘Abdul Karim).
Demikianlah hak
pemerintah hendaknya ditunaikan dengan sebaik-baiknya.
Semoga bermanfaat
aamiin.
-----000-----
Sragen 18-12-2024.
Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar