BAB 11
HAK KAUM MUSLIMIN.
Seorang
muslim memiliki hak yang harus ditunaikan sesama sauda74
Adapun
diantara hak saudara sesama muslim yaitu:
1.
Wajah berseri-seri.
Allah ta’ala
berfirman:
وَلَا
تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ.
“Janganlah kamu memalingkan wajahmu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh."
(QS. Lukman[31]:18).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ
شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِقٍ
“Janganlah engkau meremehkan suatu
kebaikan, walaupun sekedar bermuka manis ketika engkau bertemu dengan
saudaramu.” (HR. Muslim 2626).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ
صَدَقَةٌ.
“Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah sedekah
bagimu.“ (HR. Tirmidzi 1956, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam
Ash-Shahihah 572).
2.
Berkata yang baik kepada sesama kaum muslimin.
Allah ta’ala berfirman:
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ
لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ.
“Maka berkat rahmat Allah engkau
(Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras
dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.” (QS.
Ali-Imran[3]:159).
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ.
“Dan berendah dirilah kamu terhadap
orang-orang yang beriman. ” (QS. Al Hijr[13]: 88).
وَقُولُوا
لِلنَّاسِ حُسْنًا.
“Dan berkatalah dengan manusia dengan
perkataan yang baik.” (QS. Al-Baqarah[2]:83).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR.
Bukhari, 6018, Muslim, 47)
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ
أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ. وَسُئِلَ
عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ.
“Taqwa kepada Allah dan bagusnya akhlak.” Dan beliau ditanya
tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke neraka, maka beliau
bersabda: “mulut dan farji (kemaluan).” (HR Tirmidzi 2004, Abu Dawud 2596, Ibnu
Majah 4246. Dihasankan syaikh al-Albani, di dalam As-Shahihah 977).
3. Mencintai
sesama muslim sesuai dengan kedudukannya.
Secara umum hendaknya seseorang mencintai saudaranya seiman.
Allah ta’ala
berfirman:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ.
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.”
(QS.At-Taubah[9]:71).
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ
أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ.
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka.” (QS. Al-Fath[48]:29).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى
يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه.
“Tidaklah
seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya
sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” (HR. Bukhari 13, Muslim 45).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
banyak membuat perumpamaan persaudaraan bagi orang-orang yang beriman,
diantaranya:
1) Mereka layaknya
bangunan saling menguatkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ المُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ
كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا, وَشَبَّكَ أَصَابِعَهُ
“Orang mukmin dengan orang mukmin yang
lain seperti sebuah bangunan, sebagian menguatkan sebagian yang lain.” Kemudian
Rasulullah menjalin jari-jemarinya. (HR. Bukhari 481, Muslim 2585).
2)
Orang-orang
mukmin bagaikan satu tubuh.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ
الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ
الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ
بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى.
“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap
saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, bagaikan tubuh, jika satu anggota
tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan
demam.” (HR. Muslim 2586, Ahmad 18380).
3)
Orang-orang
mukmin bagaikan cermin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْمُؤْمِنُ
مَرْآةُ أَخِيهِ، إِذَا رَأَى فِيهَا عَيْبًا أَصْلَحَهُ
“Seorang mukmin adalah cermin bagi
saudaranya. Jika dia melihat suatu aib pada diri saudaranya, maka dia
memperbaikinya.” (HR. Bukhari, Adabul Mufrad 238, dihasankan Syaikh al-Albani
di dalam Shahihah Adabul MUfrad 177).
4)
Mencitai
saudaranya karena Allah akan merasakan manisnya iman.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثٌ
مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ
إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ
يُقْذَفَ فِى النَّارِ.
“Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka
ia akan merasakan manisnya iman, menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai
dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali
kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api
neraka." (HR. Bukhari 16, Muslim 43).
5) Akan mendapatkan naungan Allah pada hari hari kiamat nanti.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ….
وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ.
“Tujuh orang yang akan mendapatkan naungan ALlah pada
hari kiamat yang tidak ada naungan kecuali orang yang dinaungi Allah,”….”Dua
orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul karena Allah dan
berpisah karena Allah.” (HR Bukhari 660, Muslim 1031).
Kemudian merinci kadar ketulusan mereka, karena
keimanan mereka berbeda-beda, ada yang tulus dalam menjalankan syari’at serta
meninggalkan larangan-larangan, ada pula orang yang beriman menjalankan
ketaatan namun melanggar larangan-larangan, yang menjadikan fasiq.
Orang-orang yang tulus menjalankan ketaatan dan
menjahui larangan kita mencintainya (loyal) secara mutlak.
Adapun orang-orang mukmin yang fasik, kita mnecintai ketaatan
mereka dan berlepas diri dari kefasikan mereka.
أَوْثَقُ عُرَى اْلإِيْمَانِ الْمُوَالاَةُ
فِي اللهِ، وَالْمُعَادَاةُ فِي اللهِ، وَالْحُبُّ فِي اللهِ، وَالبُغْضُ فِي
اللهِ.
“Ikatan iman yang paling kuat adalah loyalitas karena Allah dan
permusuhan karena Allah, mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR. ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir 11537,
dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 1728).
Dahulu ada pelaku dosa besar di jaman Rasulullah,
kemudian ada sahabat yang melaknatnya, maka Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
لاَ تَلْعَنُوهُ، فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ إِنَّهُ
يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ.
“Janganlah kamu mengutuknya, sesungguhnya ia (masih tetap)
mencintai Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari 6780).
Adapun kecintaan di antara orang kafir di dunia ini kelak
akan menjadi permusuhan di akhirat.
Allah ta’ala berfirman:
الْأَخِلَّاءُ
يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ.
“Orang-orang yang (semasa di
dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian
yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. Az Zukhruf[43]: 67).
4. Tidak menyakiti.
Banyak sekali
bentuk-bentuk menyakiti kepada sesama muslim.
Diantaranya:
1) Berlaku sombong.
Baik menolak
kebenaran yang disampaikan maupun meremehkannya.
Allah
ta’ala berfirman:
وَلَا تُصَعِّرْ
خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ
كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ.
“Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.” (QS. Luqman[31]: 18).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ
فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ
أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ
يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ.
"Tidak akan
masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji
sawi. Ada seseorang yang bertanya, 'Bagaimana dengan seorang yang suka memakai
baju dan sandal yang bagus?' Beliau menjawab, 'Sesungguhnya Allah itu indah dan
menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang
lain." (HR. Muslim 91, Tirmidzi 1999, Ibnu Majah 59).
2) Berburuk sangka.
Allah
ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa
dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” (QS.
Al-Hujurat[49]: 12).
Nabi shallallahu’alaihi
wasallam juga bersabda:
إِيَّاكُمْ
وَالظَّنَّ فَإنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ
“Jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan
yang paling dusta” (HR. Bukhari 5143, Muslim 2563).
3) Tidak memperolok-olok dan mencari-cari
kesalahannya.
Allah ta’ala
berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا
خَيْرًا مِنْهُمْ .
“Janganlah sebuah kaum
menghina kaum yang lain, bisa jadi yang dihina lebih baik dari mereka (yang
menghina).” (QS. Al-Hujurat[49]: 11).
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ.
“Janganlah
kalian saling mencari-cari kesalahan diantara kalian dan janganlah saling
mengghibah diantara kalian, adakah salah seorang di antara kalian mau memakan
daging saudaranya yang telah mati, tentulah jijik kepadanya.” (QS.
Al-Hujurat[49]: 12).
4) Meminta maaf
dan memberi maaf kepada saudaranya.
Allah ta’ala
berfirman:
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ.
“Dan
orang-orang yang menahan amarahnya, dan memberi maaf kepada orang lain,
sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Ali Imran
[3]:134).
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ
عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنَ الْحُورِ مَا شَاءَ.
“Barangsiapa menahan amarahnya padahal dia mampu untuk
melampiaskannya maka Allah Azza wa Jalla akan memanggilnya (membanggakannya)
pada hari Kiamat di hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allah membiarkannya
memilih bidadari.” (HR Abu Daud 4777,
Tirmidzi 2493, Ahmad 15637, di hasankan syaikh al-Albani di dalam al Misykah
5088).
5) Turut senang
seandainya saudaranya mendapatkan nikmat.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى
يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه.
“Tidaklah seseorang dari kalian
sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai
untuk dirinya.” (HR. Bukhari 13, Muslim 45).
5. Menunaikan hak-haknya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
حَقُّ اَلْمُسْلِمِ عَلَى اَلْمُسْلِمِ سِتٌّ:
إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ, وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ, وَإِذَا
اِسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ, وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اَللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا
مَرِضَ فَعُدْهُ, وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ
“Hak muslim satu dengan lainnya ada enam, yaitu apabila
engkau bertemu dengannya berilah salam kepadanya, apabila dia mengundangmu,
penuhilah udangannya, apabila dia meminta nasehat kepadamu, maka nasehatilah,
apabila dia bersin dan mengucapkan alhamdulillah, maka doakanlah, apabila dia
sakit, maka jenguklah, dan apabila dia meninggal, maka iringilah jenazahnya.”
(HR. Bukhari, Adabul Mufrad 925, Muslim 2162, Ahmad 8845).
1) Memberi salam.
Allah ta’ala
berfirman:
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا
بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
حَسِيبًا.
“Dan apabila kamu dihormati dengan
suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih
baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (QS.
An-Nisa’[4]:86).
Ibnu Katsir
rahimahullah berkata: “Apabila seorang muslim mengucapkan salam kepadamu, maka
balaslah dia dengan (lafazh) salam yang lebih baik dari ucapan salamnya, atau
balaslah dengan ucapan salam yang serupa. Maka menambah (dengan ucapan salam
yang lebih baik ketika menjawab salam) adalah dianjurkan, sedangkan (menjawab
salam dengan lafazh) yang serupa adalah wajib”(Tafsir Ibnu Katsir, QS.
An-Nisa[4]:86).
Dari Abdullah bin Salam raḍiyallahu
'anhu, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah ṣallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَفْشُوا السَّلَامَ،
وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصَلَّوا بِاللَّيْلِ
وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ.
"Wahai manusia! Sebarkanlah
salam, sambunglah silaturrahmi, berilah makanan, dan salatlah ketika
orang-orang tidur, kalian pasti masuk surga dengan selamat." (HR. Ibnu
Majah 1334, Tirmidzi 2485, Baihaqi Syu’abul Iman 8375, dishahihkan Syaikh
al-Albani di dalam Ash-Shahihah 569, Al-Misykah 1907).
لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى
تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا. أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَىْءٍ
إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ.
“Kalian
tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman
kecuali sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian
kepada suatu perkara yang jika kalian melakukannya kalian akan saling
mencintai? Maka tebarkanlah salam di antara kalian.” (HR Muslim 54, Ahmad 10177).
a) Urutan
memberi salam.
Orang
yang berkendaraan, memberi sallam kepada orang berjalan, orang berjalan memberi
sallam kepada orang yang duduk, orang yang sedikit memberi sallam kepada orang
yang banyak.
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى المَاشِي،
وَالمَاشِي عَلَى القَاعِدِ، وَالقَلِيلُ عَلَى الكَثِيرِ.
“Orang
yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan, yang berjalan memberi
salam kepada yang duduk, dan yang sedikit memberi salam kepada yang banyak.”
(HR. Bukhari 6232, Muslim 2160, Ahmad 10624).
Di
dalam riwayat Bukhari ada tambahan “Dan yang kecil memberi salam kepada yang
besar.” (HR. Bukhari 6231).
b) Yang paling utama yang memberi sallam
terlebih dahulu, terlebih bila umur tidak jauh berbeda, atau sedang berselisih.
Dari
Abu Umamah, dikatakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا رَسُولَ اللَّهِ الرَّجُلَانِ يَلْتَقِيَانِ
أَيُّهُمَا يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ؟ فَقَالَ: أَوْلَاهُمَا بِاللَّهِ.
“Wahai
Rasulullah, jika dua orang laki-laki bertemu siapakah hendaknya yang memulai
mengucapkan salam?” Beliau menjawab, “Yang lebih lebih utama di sisi Allah
Ta’ala.” (HR. Tirmidzi 2694, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shaih
At-Targhib wat-Tarhib 2703, Al-Misykah 4646).
c)
Mengajarkan kebiasaan sallam kepada anak-anak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, biasa
sallam kepada anak-anak.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ مَرَّ عَلَى صِبْيَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ وَقَالَ كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia melewati anak-anak, maka ia
mengucapkan salam kepada mereka dan berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa melakukannya.” (HR. Bukhari 6247, Muslim 2168).
d) Besarnya pahala orang yang mengucapkan
sallam.
Dari ‘Imran bin Hushain Radhiyallahu
anhu dia berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ صَلَّى
الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ. فَرَدَّ عَلَيْهِ
السَّلاَمَ ثُمَّ جَلَسَ، فَقَالَ النَّبِىُّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ
: عَشْرٌ. ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ.
فَرَدَّ عَلَيْهِ فَجَلَسَ، فَقَالَ: عِشْرُونَ. ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ. فَرَدَّ عَلَيْهِ
فَجَلَسَ، فَقَالَ: ثَلاَثُونَ.
Seorang
laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata:
“as-salamu ‘alaikum (semoga keselamatan dari Allah tercurah untukmu),” Lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas salam orang tersebut,
kemudian orang tersebut duduk, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “sepuluh kebaikan”. Kemudian datang orang lain kepada Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, as-Salamu‘alaikum warahmatullah
(semoga keselamatan dan rahmat dari Allah tercurah untukmu). Lalu Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas salam orang tersebut, kemudian orang
tersebut duduk, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “dua puluh
kebaikan”. Kemudian datang lagi orang lain kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam lalu berkata: as-salamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh (semoga
keselamatan, rahmat dan keberkahan dari Allah tercurah untukmu). Lalu Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas salam orang tersebut, kemudian orang
tersebut duduk dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “(Dia
mendapatkan) tiga puluh kebaikan” (HR. Abu Dawud 5195, Tirmidzi 2689, dishahihkan
Syaikh al-Albani di dalam Shahih Tirmidzi 2842).
e) Hukum menjawab salam.
Imam
nawawi berkata:
فَإِنْ
كَانَ الْمُسَلِّمُ عَلَيْهِ وَاحِدًا تَعَيَّنَ عَلَيْهِ الرَّدُّ وَإِنْ كَانُوا
جَمَاعَةً كَانَ الرَّدُّ فَرْضَ كِفَايَةٍ فِي حَقِّهِمْ فَإِذَا رَدَّ وَاحِدٌ
مِنْهُمْ سَقَطَ الْحَرَجُ عَنِ الْبَاقِينَ وَالْأَفْضَلُ أَنْ يَبْتَدِئَ
الْجَمِيعُ بِالسَّلَامِ وَأَنْ يَرُدَّ الْجَمِيعُ.
”Bila salam diucapkan untuk seorang muslim, maka wajib atas
dirinya untuk menjawab salam. Bila mereka satu rombongan, maka menjawab salam
atas mereka, hukumnya fardu kifayah. Artinya bila sudah ada seorang diantara
mereka yang menjawab salam, maka yang lainnya tidak terbebani kewajiban untuk
menjawab salam. Namun yang lebih utama adalah hendaknya setiap orang yang ada
dalam rombongan tersebut memulai untuk memberi salam dan setiap diantara mereka
menjawab salam.” (Syarh Shahih Muslim, imam Nawawi Hadits 2160).
2) Apa bila mereka mengundangmu
penuhilah.
Jika
seorang muslim mengundangmu ke rumahnya untuk makan-makan atau lainnya, maka
penuhilah.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihiwa sallam bersabda:
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ فَلْيُجِبْ
فَإِنْ شَاءَ طَعِمَ وَإِنْ شَاءَ تَرَكَ.
"Apabila salah seorang di antara kalian diundang jamuan
makan, hendaklah ia mendatanginya. Jika ia mau, dia boleh makan, dan jika tidak,
dia boleh meninggalkan makan.” (HR. Muslim 1430).
Hal itu menyenangkan hati orang yang mengundang serta
mendatangkan rasa cinta dan kasih sayang.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الوَلِيمَةِ
فَلْيَأْتِهَا.
“Jika salah seorang di antara kalian diundang ke sebuah
walimah, maka datangilah!” (HR. Bukhari 5173, Muslim 1429, Abu Dawud 3736).
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ، فَإِنْ كَانَ
مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ، وَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ.
"Apabila
salah seorang di antara kalian diundang jamuan makan, hendaklah ia
mendatanginya. Jika ia tidak berpuasa maka makanlah, dan jika ia berpuasa maka
do'akanlah. " (HR. Ahmad 7749, Abu Dawud 2460, dishahihkan Syaikh
al-Albani di dalam Al-Irwa’ 2013).
Memenuhi
undangan hukumnya sunnah muakkadah. (Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin di
dalam Hukuk Da’at ilaiha al-Fitrah).
Namun Jumhur
ulama berpendapat bahwa menghadiri undangan walimah adalah wajib kecuali jika
ada udzur. (Fikih Sunnah Wanita, Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim).
Di dalam
kitab As-Silsilah fi Ma’rifati Dalil, hal 735, disebutkan: Syarat-syarat itu
adalah:
Pertama : Undangan itu di hari pertama.
Kedua : Orang yang mengundang adalah seorang
Muslim.
Ketiga : Orang yang mengundang bukan termasuk
pelaku maksiat yang diboikot.
Keempat : Undangan itu ditujukan kepadanya secara
khusus.
Kelima : Pekerjaan orang yang mengundang adalah
pekerjaan yang halal.
Keenam : Di
sana tidak ada kemungkaran yang dia tidak mampu menghilangkannya. (Hukuk Da’at
ilaiha al-Fitrah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin).
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
شَرُّ
الطَّعَامِ طَعَامُ الوَلِيمَةِ، يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ
الفُقَرَاءُ، وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Seburuk-buruk
makanan adalah makanan walimah yang di dalamnya diundang orang-orang kaya saja
dan meninggalkan orang miskin. Barangsiapa yang tidak memenuhi undangan
(walimah) maka dia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (Bukhari 5177,
Muslim 1432).
Hendaknya
mendoakan orang yang mengundang dan memberi makan kepada kita.
اَللَّهُمَّ
أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِي، وَاسْقِ مَنْ سَقَانِي.
“Ya
Allah, berikanlah makan kepada orang yang memberi makan kepadaku, dan
berikanlah minum kepada orang yang memberi minum kepadaku.” ( HR. Muslim, Ahmad
23809, Abu Dawud 1256).
3) Jika dia meminta nasihat, maka
berilah nasehat.
Yaitu
jika seorang muslim datang kepadamu meminta nasihat dalam suatu masalah, maka
nasihatilah, karena hal ini termasuk ajaran agama.
Allah
ta’ala berfirman:
إِنَّ
الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.
“Sesungguhnya
manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Asar[103]:2-3).
Dari
Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Daary radhiyallahu ‘anhu,
bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ,
قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ: لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ
الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ.
“Agama
itu adalah nasihat.” Mereka (para Sahabat) bertanya: ‘Untuk siapa, ya
Rasulullah?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Untuk Allah,
Kitab-Nya, Rasul-Nya, Imam kaum muslimin atau mukminin, dan bagi kaum muslimin secara
umum.” (HR. Muslim 55).
4) Apabila dia bersin dan mengucapkan Alhamdulillah,
maka doakanlah.
Apabila
kita mendengar saudara kita bersin dan mengucapkan “Alhamdulillah” dianjurkan
untuk menjawab dengan:
يَرْحَمُكَ اللَّهُ
“Semoga
Allah memberi rahmat kepadamu.”
Orang
yang bersin setelah didoakan “Yarhamukallah” kemudian dia anjurkan untuk menjawab:
يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ
بَالَكُمْ.
“Semoga
Allah memberi petunjuk kepadamu dan memperbaiki keadaanmu.”
Dari abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا
عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ: الحَمْدُ لِلَّهِ، وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ
صَاحِبُهُ: يَرْحَمُكَ اللَّهُ، فَإِذَا قَالَ لَهُ: يَرْحَمُكَ اللَّهُ،
فَلْيَقُلْ: يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ.
“Apabila salah seorang di antara kalian
bersin, hendaklah ia mengucapkan, ‘alhamdulillah (segala puji bagi Allah)’. dan
hendaklah saudaranya (yang mendengar) mengucapkan untuknya, ‘yarhamukallah
(semoga Allah merahmatimu)’. maka apabila ia telah mengucapkan semoga Allah
merahmatimu, hendaklah yang bersin mengucapkan, ‘yahdikumullah wa yush-lih
baalakum (semoga Allah memberi kalian hidayah dan memperbaiki keadaanmu).” (HR.
Bukhari 6224).
5) Apabila
(saudaramu) sakit jenguklah.
“Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَنْ
عَادَ مَرِيضًا، لَمْ يَزَلْ فِي خُرْفَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجِعَ .
“Barang siapa menengok saudaranya
yang sakit maka dia senantiasa berada dalam taman surga sampai dia
Kembali pulang.” (HR. Muslim 2568).
Adapun di dalam riwayat imam
Ahmad:
إِنَّ
الْمُسْلِمَ إِذَا عَادَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ لَمْ يَزَلْ فِي خُرْفَةِ الْجَنَّةِ
حَتَّى يَرْجِعَ.
“sesungguhnya seorang muslim
apabila menjenguk saudaranya muslim (yang sakit) maka dia senantiasa
berada dalam taman surga sampai dia Kembali pulang.” (HR. Ahmad 22446).
Hendaknya
orang yang membesuk mendoakan orang yang sakit:
لاَ بَأْسَ طَهُورٌ اِ نْ شَآ ءَ اللّهُ
“Tidak
mengapa, semoga sakitmu ini membersihkanmu dari dosa-dosa, Insya Allah.” (HR. Bukhari
3616).
أَسْأَلُ اللَّهَ العَظِيمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ
أَنْ يَشْفِيَكَ.
“Aku memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Tuhan yang
menguasai Arsy yang agung agar menyembuhkan penyakitmu.” (HR. Ahmad 2138, Tirmidzi
2083, Abu Daud 3106).
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ البَاسَ،
اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي، لاَ شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ
سَقَمًا.
“Wahai Rabb seluruh
manusia, hilangkanlah penyakitnya, sembukanlah ia. (hanya) Engkaulah yang dapat
menyembuhkannya, tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan dari-Mu, kesembuhan
yang tidak kambuh lagi.” (HR. Bukhari 5743, Tirmidzi 973, Abu Dawud 3890).
الَّلهُمَّ اشْفِ فُلاَنًا.
“Ya Allah ! Berikah kesembuhan kepada ……” (sebut namanya)
Rasulullah dahulu mendoakan Sa’ad dengan doa ini.
6) Apabila
meninggal maka iringilah jenazahnya.
Takziah berdasarkan kesepakatan para ulama, seperti yang
disebutkan oleh Ibnu Qudamah, hukumnya adalah sunnah. (Al-Mugni 3/480).
Allah ta’ala berfirman:
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ
مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ . أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ
مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ.
“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, "Inna lillahi wainna ilaihi raji'un." Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah[2]:156-157).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا
مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أَخَاهُ بِمُصِيبَةٍ، إِلَّا كَسَاهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ
مِنْ حُلَلِ الْكَرَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“Tidaklah seorang mu’min yang berta’ziyah kepadanya saudaranya yang
tertimpa musibah melainkan akan dipakaikan pakaiakan kemulian di hari kiamat.”
(HR. Ibnu Majah 1601, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam Al-Irwa’ 764).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ شَهِدَ الجَنَازَةَ حَتَّى
يُصَلِّيَ، فَلَهُ قِيرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ
قِيرَاطَانِ ، قِيلَ: وَمَا القِيرَاطَانِ؟ قَالَ: مِثْلُ الجَبَلَيْنِ
العَظِيمَيْنِ.
“Barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut menyalatkannya,
maka baginya pahala satu qirath. Dan barangsiapa yang menyaksikan jenazah
hingga ikut menguburkannya, maka baginya pahala dua qirath.” Ditanyakan kepada
beliau, “Apa yang dimaksud dengan dua qirath?” Beliau menjawab, “Seperti dua
gunung yang besar.” (HR. Bukhari 1325 dan Muslim 945).
Dari sahabat Bara’bin
Azib beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
tujuh perkara dan melarang tujuh perkara:
أَمَرَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ، وَنَهَانَا عَنْ سَبْعٍ: أَمَرَنَا بِاتِّبَاعِ الجَنَائِزِ،
وَعِيَادَةِ المَرِيضِ، وَإِجَابَةِ الدَّاعِي، وَنَصْرِ المَظْلُومِ، وَإِبْرَارِ
القَسَمِ، وَرَدِّ السَّلاَمِ، وَتَشْمِيتِ العَاطِسِ.
“Beliau memerintahkan kami supaya mengiringi jenazah,
menjenguk orang sakit, memenuhi undangan, menolong orang yang terdhalimi,
membantu melepas (kafarah) sumpah, menjawab salam dan mendo’akan orang yang
bersin.“(HR Bukhari 1239, 5175, Muslim 2066, Tirmidzi 2809).
Demikianlah semoga
bermanfaat. Aamiin.
-----000-----
Sragen 29-12-2024
Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar