Senin, 16 Desember 2024

BAB 8 HAK RAKYAT

 


BAB 8

HAK RAKYAT

Rakyat adalah orang-orang yang dipimpin, mereka terdiri dari anak-anak, orang dewasa dan orang tua, baik lemah maupun yang kuat.

Mereka memiliki hak yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin. Adapun diantara hak rakyat yang harus dipenuhhi seorang pemimpin yaitu:

1.   Menerima penunjukan yang dilakukan rakyat kepada dirinya.

Pemimpin yang baik di antara tandanya dengan keinginan rakyat agar dirinya memimpin, tanpa adanya tipu daya untuk mendapatkan jabatan tersebut.

Karena orang yang haus kekuasaan tidak diperkenankan memimpin, kecuali dua orang nabi, yaitu nabi Yusuf dan nabi Sulaiman ‘alaihima sallam.

Allah ta’ala berfirman:

اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ.

Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). (QS. Yusuf[12]: 55).

Begitu pula nabi Sulaiman, Allah ta’ala berfirman:

وَهَبْ لِي مُلْكًا.

Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan. (QS. Shad[38]: 35).

Mereka adalah manusia yang dipilih Allah tentu Allah akan membimbing mereka, berbeda dengan manusia biasa.

Dari Abdurrahman bin Samurah dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepadaku:

يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُوتِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُوتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا.

“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan! Karena sesungguhnya jika diberikan jabatan itu kepadamu dengan sebab permintaan, pasti jabatan itu (sepenuhnya) akan diserahkan kepadamu (tanpa pertolongan dari Allâh). Dan jika jabatan itu diberikan kepadamu bukan dengan permintaan, pasti kamu akan ditolong (oleh Allâh Azza wa Jalla) dalam melaksanakan jabatan itu.”  (HR. Bukhari 6622, 7146, Muslim 1652, Abu Dawud 2929).

Dari Abu Musa Radhiyallahu anhu dia berkata, “Saya masuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan dua orang dari kaumku, lalu salah seorang dari kedua orang itu berkata:

أَمِّرْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَقَالَ الآخَرُ مِثْلَهُ، فَقَالَ: إِنَّا لاَ نُوَلِّي هَذَا مَنْ سَأَلَهُ، وَلاَ مَنْ حَرَصَ عَلَيْه.

“Jadikanlah kami sebagai amir (pejabat) wahai Rasulullah!”Kemudian yang seorang lagi juga meminta hal yang sama. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kami tidak akan mengangkat sebagai pejabat orang yang memintanya dan tidak juga orang yang tamak terhadap jabatan itu” (HR. Bukhari 7149).

Ibnu Hajar berkata: “Siapa yang mencari kekuasaan dengan begitu tamaknya, maka ia tidak ditolong oleh Allah.” (Fathul Bari 13: 124).

Dahulu sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang meributkan siapa yang akan memimpin setelah Rasulullah, maka Abu Bakar memilih Umar, namun Umar tidak bersedia dan memilih Abu Bakar sebagai khalifah, orang-orangpun berjanji setia kepada Abu Bakar Ash-Shidiq. (Sirah Nabawiyah, Syaikh Syafiyurrahman al-Mubarakfuri).

Begitupula dahulu khalifah Umar bin Abdul Aziz mengundang walinya di Irak yang bernama Adi bin Arthah yang ketika itu berada di Damaskus. Beliau berkata "Wahai Adi, pergilah kepada Iyas bin Mu'awiyah Al-Muzanni dan Qasim bin Rabi'ah Al-Haritsi. Ajaklah keduanya membicarakan perihal pengadilan di Bashrah, lalu pilihlah salah satu dari keduanya." dia menjawab: "Saya mendengar dan saya taat wahai Amirul Mukminin.

Adi bin Arthah mempertemukan antara lyas dan Al-Qasim lahu berkata: "Amirul Mukminin semoga Allah memanjangkan umurnya memintaku untuk mengangkat salah satu dari kalian sebagai kepal porngadilan Bashrah. Bagaimana pendapat kalian berdua?”

Masing-masing mengatakan bahwa rekannyalah yang lebih utama (Iyas menganggap Al-Qasim lebih utama sedangkan Al-Qasim memandang bahwa Iyas lebih utama darinya) sambil menyebutkan keutamaan, ilmu dan kefakihannya.

Adi berkata: "Kalian tidak boleh keluar dari sini sebelum kalian memutuskannya."

Iyas berkata: "Wahai Amir, Anda bisa menanyakan tentang diriku dan Al-Qasim kepada dua fuqaha Irak ternama, yaitu Hasan Al-Basri dan Muhammad bin Sirin, karena keduanyalah yang paling mampu membedakan antara kami berdua."

Iyas mengatakan seperti itu karena Al-Qasim adalah murid dari kedua ulama tersebut, sedangkan Iyas sendiri tidak punya hubungan apapun dengan mereka. Al-Qasim menyadari bahwa Iyas akan memojokkannya, sebab kalau pemimpin Irak itu bermusyawarah dengan kedua ulama itu, tentulah mereka akan memilih dia dan bukan Iyas. Maka dia segera menoleh kepada Adi dan berkata: "Wahai Amir, janganlah Anda menanyakan perihalku kepada siapapun. Demi Allah yang tiada ilah selain Dia, Iyas lebih mengerti tentang agama Allah daripada aku dan lebih mampu untuk menjadi hakim. Bila aku bohong dalam sumpahku ini, maka tidak patut Anda memilihku karena itu berarti memberikan jabatan kepada orang yang ada cacatnya. Bila aku jujur, Anda tidak boleh mengutamakan orang yang lebih rendah, sedangkan di sini ada yang lebih utama."

Iyas berpaling kepada amir dan berkata: "Wahai Amir, Anda memanggil orang untuk dijadikan hakim. Ibaratnya Anda letakkan ia di tepi jahannam, lalu orang itu (maksudnya Al-Qasim) hendak menyelamatkan dirinya dengan sumpah palsu, yang dia bisa meminta ampun Kepada Allah dengan beristighfar kepada-Nya, dan selamatlah ia dari apa yang ditakutinya."

Maka Adi berkata kepada Iyas: "Orang yang berpandangan seperti dirimu inilah yang layak untuk menjadi hakim." lalu diangkatlah Iyas sebagai Qadhi (hakim) di Bashrah. (lihat Mereka Adalah Para Tabi’in, DR. Abdurrahman Ra’fat Basya).

2.   Berikap tulus terhadap rakyatnya, dengan bersandar kitabullah dan sunnah RasulNya.

Hendaknya bertakwa kepada Allah, mencintai rakyatnya dan menghendaki kebaikan kepada rakyat, mempermudah urusannya, meringankan beban mereka, membantu orang-orang yang berada dalam kesulitan, mengembalikan orang yang dirampas haknya, mencegah korupsi, suap menyuap dan berbagai pelanggaran terhadap harta rakyatnya. Pemimpin yang bertakwa dan berbuat baik demikian ini akan dicintai Allah dan juga rakyatnya.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ.

“Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl[16]:128).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

إنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ.

“Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan berbuat baik dalam segala sesuatu…” (HR Muslim 1955, Tirmidzi 1409, Abu Dawud 2815).

Di dalam hadits Qudsi, Allah Azza wa Jalla berfirman:

يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا.

“Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezhaliman atas diriKu, dan Aku jadikan kezhaliman itu diharamkan di antara kamu, maka janganlah kamu saling menzhalimi. (HR. Muslim 2577).

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ.

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (QS. Al-Baqarah[2]:188).

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu , ia berkata :

لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ.

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap.”(HR Tirmidzi 1337, Ahmad 6532, Abu Dawud 3580, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 5093).

3.   Bersikap adil terhadap rakyatnya.

Adil lawan dari dzalim, adil yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya.

Pemimpin yang adil merupakan dambaan masyarakat, demikian pula keadilan pemimpin akan menjadikan ketenangan, ketentraman dan kedamaian.

Allah ta’ala berfirman:

وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.

"Dan berbuat adillah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang adil." (QS. Al-Hujrat[49]:9).

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ.

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (QS.An-Nahl[16]:90).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah[5]:8).

Pemimpin harus menegakkan keadilan yang dimulai dari diri sendiri dan keluarganya.

Seorang wanita bangsawan Quraisy telah mencuri, kemudian mereka meminta agar Usamah memintakan keringanan kepada Rasulullah agar tidak memotong tangannya:

فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللهِ؟ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ، فَقَالَ: أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا.

Usamah pun berkata (melobi) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk meringankan atau membebaskan si wanita tersebut dari hukuman potong tangan). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, ‘Apakah Engkau memberi syafa’at (pertolongan) berkaitan dengan hukum Allah?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdiri dan berkhutbah, ‘Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum), namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya’” (HR. Bukhari 6788 dan Muslim 1688).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُهُ رِبَانَا رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّهُ.

”Riba jahiliyyah telah dihapus. Dan riba yang pertama kali aku hapus adalah riba ‘Abbas bin Abdul Muthallib, Maka riba jahiliyyah dihapus seluruhnya.”  (HR. Abu Dawud 1907, Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani).


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah berkata, ”Demikianlah hukum. Demikianlah penguasa. Mereka pertama kali menerapkan aturan pada kerabatnya sendiri. Berbeda dengan penguasa pada hari ini, ketika kerabat para penguasa tersebut memiliki kekebalan hukum sehingga dapat berbuat semaunya sendiri.  Akan tetapi, pada masa rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam riba yang dihapuskan pertama kali adalah riba ‘Abbas bin Abdul Muthallib (paman beliau sendiri). Maka riba ‘Abbas dihapus seluruhnya” (Syarh Riyadhus Shalihin, 1/1907, Maktabah Asy-Syamilah).

Pemimpin yang adil akan menegakkan keadilan pada yang lemah dan menghukum yang dzalim meskipun kuat.

Apabila pemimpin tidak bisa berbuat adil akan terjadi banyak keresahan, dan ketidak puasan pada masyarakat, hukum akan tumpang tindih, tajam ke bawah dan tumpul keatas, akan banyak terjadi kekacauan dan tidak ada lagi ketenangan.

Dari sini bisa diambil pelajaran seorang pemimpin harus memberi keteladanan di dalam keadilan.

4.   Hendaknya bersikap amanah.

Hendaknya menyadari bahwa jabatan adalah amanah dan tidak lama akan dilepaskan, tinggalah pertanggung jawaban  dihadapan Allah ta’ala, oleh karena itu hendaknya dilakukan sebaik-baiknya.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil..” (QS. An Nisa[4]:58).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللَّهُ رَعِيَّةً، فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيحَةٍ، إِلَّا لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ.

        “Tiada seorang hamba yang diberi amanah rakyat oleh Allah lalu ia tidak memeliharanya dengan baik, melainkan hamba itu tidak akan mencium baunya surga.” ( HR. Bukhari 7150).

Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam juga bersabda:

فَإِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ، قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

"Apabila sifat Amanah sudah hilang, maka tunggulah terjadinya kiamat." Orang itu bertanya, "Bagaimana hilangnya amanah itu?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat". (HR. Bukhari 59).

5.   Rakyat mendapatkan keamanan.

Rakyat berhak mendapatkan stabilitas keamanan negara.

Pemimpin harus menumpas siapapun yang membuat dan mengancam stabilitas negara, baik ancaman dari dalam maupun luar negri, atau dari pemberontak, perusak aqidah, moral, serta pembuat kegaduhan yang ditibulkan oleh orang-orang sesat dan menyesatkan.

Allah ta’ala berfirman:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ.

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya..” (QS. Al-ANfal [8]:60).

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ.

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al Maidah[5]: 33).

·    Perampokan dengan melakukan pembunuhan dan perampasan harta hendaknya dibunuh dan disalib.

·     Perampokan dengan pembunuhan saja hukumnya wajib dibunuh.

· Perampokan dengan merampas harta saja hukumannya dipotong tangan pada pergelangan tangan kanan dan dipotong kaki pada pergelangan kaki kiri.

·  Perampok dengan menakuti-nakuti orang hukumannya dibuang dari negerinya. (Manhajus Salikin, hal 243).

Demikianlah hendaknya pemimpin melindungi, mengayomi dan menolong rakyatnya, bukan membohongi dan mementingkan kepentingan diri mereka sendiri.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ.

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (QS. An-Nahl [16]:105).

إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ.

"Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada sesama manusia dan melampaui batas di bumi tanpa mengindahkan kebenaran. Mereka itu akan mendapatkan siksa yang pedih". (QS Asy Syura[42]: 42).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ.

“Barangsiapa diberi amanah oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan Surga atasnya." (HR. Muslim 142).

Demikianlah hak rakyat yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin.

Semoga bermanfaat.

 

-----000-----

 

Sragen 18-12-2024.

Junaedi Abdullah.

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 10 HAK TETANGGA

  BAB 10 HAK TETANGGA Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita, baik di depan, belakang, kanan ataupun kiri dari rumah kita menurut ...