BAB 8
HAK RAKYAT
BAB 8
HAK RAKYAT
Rakyat adalah orang-orang yang
dipimpin, mereka terdiri dari anak-anak, orang dewasa dan orang tua, laki-laki
maupun perempuan, baik yang lemah maupun yang kuat.
Mereka memiliki hak yang harus dipenuhi
oleh seorang pemimpin. Adapun diantara hak rakyat yang harus dipenuhhi seorang
pemimpin yaitu:
1. Menerima
penunjukan yang dilakukan rakyat kepada dirinya.
DI antara Pemimpin tanda pemimpin
yang baik yaitu berdasarkan keinginan rakyat agar dirinya memimpin baik melalui
musyawarah maupun penunjukkan, tanpa adanya tipu daya untuk mendapatkan jabatan
tersebut.
Karena orang yang haus kekuasaan
tidak diperkenankan memimpin, kecuali dua orang nabi, yaitu nabi Yusuf dan nabi
Sulaiman ‘alaihima sallam.
Allah ta’ala berfirman:
اجْعَلْنِي
عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ.
“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir).”
(QS. Yusuf[12]: 55).
Begitu pula nabi Sulaiman, Allah
ta’ala berfirman:
وَهَبْ
لِي مُلْكًا.
“Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan.”
(QS. Shad[38]: 35).
Mereka adalah manusia yang dipilih
Allah tentu Allah akan membimbing mereka, berbeda dengan manusia biasa.
Dari Abdurrahman bin Samurah dia
berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepadaku:
يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ
الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُوتِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا
وَإِنْ أُوتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا.
“Wahai Abdurrahman bin Samurah,
janganlah kamu meminta jabatan! Karena sesungguhnya jika diberikan jabatan itu
kepadamu dengan sebab permintaan, pasti jabatan itu (sepenuhnya) akan
diserahkan kepadamu (tanpa pertolongan dari Allâh). Dan jika jabatan itu diberikan
kepadamu bukan dengan permintaan, pasti kamu akan ditolong (oleh Allâh Azza wa
Jalla) dalam melaksanakan jabatan itu.”
(HR. Bukhari 6622, 7146, Muslim 1652, Abu Dawud 2929).
Dari Abu Musa Radhiyallahu anhu dia
berkata, “Saya masuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan
dua orang dari kaumku, lalu salah seorang dari kedua orang itu berkata:
أَمِّرْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَقَالَ الآخَرُ
مِثْلَهُ، فَقَالَ: إِنَّا لاَ نُوَلِّي هَذَا مَنْ سَأَلَهُ، وَلاَ مَنْ حَرَصَ
عَلَيْه.
“Jadikanlah kami sebagai amir
(pejabat) wahai Rasulullah!”Kemudian yang seorang lagi juga meminta hal yang
sama. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kami
tidak akan mengangkat sebagai pejabat orang yang memintanya dan tidak juga
orang yang tamak terhadap jabatan itu” (HR. Bukhari 7149).
Ibnu
Hajar berkata: “Siapa yang mencari kekuasaan dengan begitu tamaknya, maka ia
tidak ditolong oleh Allah.” (Fathul Bari 13: 124).
Dahulu sepeninggal Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang meributkan siapa yang akan memimpin
setelah Rasulullah, maka Abu Bakar memilih Umar, namun Umar tidak bersedia dan
memilih Abu Bakar sebagai khalifah, orang-orangpun berjanji setia kepada Abu
Bakar Ash-Shidiq. (Sirah Nabawiyah, Syaikh Syafiyurrahman al-Mubarakfuri).
Begitupula dahulu khalifah Umar bin
Abdul Aziz mengundang walinya di Irak yang bernama Adi bin Arthah yang ketika
itu berada di Damaskus. Beliau berkata "Wahai Adi, pergilah kepada Iyas
bin Mu'awiyah Al-Muzanni dan Qasim bin Rabi'ah Al-Haritsi. Ajaklah keduanya
membicarakan perihal pengadilan di Bashrah, lalu pilihlah salah satu dari
keduanya." dia menjawab: "Saya mendengar dan saya taat wahai Amirul
Mukminin.
Adi bin Arthah mempertemukan antara
lyas dan Al-Qasim lahu berkata: "Amirul Mukminin semoga Allah memanjangkan
umurnya memintaku untuk mengangkat salah satu dari kalian sebagai kepal
porngadilan Bashrah. Bagaimana pendapat kalian berdua?”
Masing-masing mengatakan bahwa
rekannyalah yang lebih utama (Iyas menganggap Al-Qasim lebih utama sedangkan
Al-Qasim memandang bahwa Iyas lebih utama darinya) sambil menyebutkan
keutamaan, ilmu dan kefakihannya.
Adi berkata: "Kalian tidak boleh
keluar dari sini sebelum kalian memutuskannya."
Iyas berkata: "Wahai Amir, Anda
bisa menanyakan tentang diriku dan Al-Qasim kepada dua fuqaha Irak ternama,
yaitu Hasan Al-Basri dan Muhammad bin Sirin, karena keduanyalah yang paling
mampu membedakan antara kami berdua."
Iyas mengatakan seperti itu karena
Al-Qasim adalah murid dari kedua ulama tersebut, sedangkan Iyas sendiri tidak
punya hubungan apapun dengan mereka. Al-Qasim menyadari bahwa Iyas akan
memojokkannya, sebab kalau pemimpin Irak itu bermusyawarah dengan kedua ulama
itu, tentulah mereka akan memilih dia dan bukan Iyas. Maka dia segera menoleh
kepada Adi dan berkata: "Wahai Amir, janganlah Anda menanyakan perihalku
kepada siapapun. Demi Allah yang tiada ilah selain Dia, Iyas lebih mengerti
tentang agama Allah daripada aku dan lebih mampu untuk menjadi hakim. Bila aku
bohong dalam sumpahku ini, maka tidak patut Anda memilihku karena itu berarti
memberikan jabatan kepada orang yang ada cacatnya. Bila aku jujur, Anda tidak
boleh mengutamakan orang yang lebih rendah, sedangkan di sini ada yang lebih
utama."
Iyas berpaling kepada amir dan
berkata: "Wahai Amir, Anda memanggil orang untuk dijadikan hakim.
Ibaratnya Anda letakkan ia di tepi jahannam, lalu orang itu (maksudnya
Al-Qasim) hendak menyelamatkan dirinya dengan sumpah palsu, yang dia bisa
meminta ampun Kepada Allah dengan beristighfar kepada-Nya, dan selamatlah ia
dari apa yang ditakutinya."
Maka Adi berkata kepada Iyas:
"Orang yang berpandangan seperti dirimu inilah yang layak untuk menjadi
hakim." lalu diangkatlah Iyas sebagai Qadhi (hakim) di Bashrah. (lihat
Mereka Adalah Para Tabi’in, DR. Abdurrahman Ra’fat Basya).
2. Berikap
tulus terhadap rakyatnya, dengan bersandar kitabullah dan sunnah RasulNya.
Hendaknya bertakwa kepada Allah, mencintai
rakyatnya dan menghendaki kebaikan kepada rakyat, mempermudah urusannya,
meringankan beban mereka, membantu orang-orang yang berada dalam kesulitan,
mengembalikan orang yang dirampas haknya, mencegah korupsi, suap menyuap dan
berbagai pelanggaran terhadap harta rakyatnya. Pemimpin yang bertakwa dan
berbuat baik demikian ini akan dicintai Allah dan juga rakyatnya.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ
مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ.
“Sungguh, Allah beserta orang-orang yang
bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl[16]:128).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda:
إنَّ
اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ.
“Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala
memerintahkan berbuat baik dalam segala sesuatu…” (HR Muslim 1955, Tirmidzi
1409, Abu Dawud 2815).
Di dalam hadits Qudsi, Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ
بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا.
“Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku telah mengharamkan
kezhaliman atas diriKu, dan Aku jadikan kezhaliman itu diharamkan di antara
kamu, maka janganlah kamu saling menzhalimi. (HR. Muslim 2577).
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم
بِالْبَاطِلِ.
“Dan janganlah sebahagian kamu
memakan harta sebahagian lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (QS.
Al-Baqarah[2]:188).
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu , ia
berkata :
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ.
“Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap.”(HR Tirmidzi 1337,
Ahmad 6532, Abu Dawud 3580, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul
Jami’ 5093).
3. Bersikap
adil terhadap rakyatnya.
Adil lawan dari dzalim, adil yaitu
menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Pemimpin yang adil merupakan
dambaan masyarakat, demikian pula keadilan pemimpin akan menjadikan ketenangan,
ketentraman dan kedamaian.
Allah ta’ala berfirman:
وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ.
"Dan berbuat adillah, sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang adil." (QS. Al-Hujrat[49]:9).
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَالْإِحْسَانِ.
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (QS.An-Nahl[16]:90).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ
لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا
تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman
hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah[5]:8).
Pemimpin harus menegakkan keadilan
yang dimulai dari diri sendiri dan keluarganya.
Seorang wanita bangsawan Quraisy
telah mencuri, kemudian mereka meminta agar Usamah memintakan keringanan kepada
Rasulullah agar tidak memotong tangannya:
فَكَلَّمَهُ
أُسَامَةُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَتَشْفَعُ
فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللهِ؟ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ، فَقَالَ: أَيُّهَا
النَّاسُ، إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ
فِيهِمِ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا
عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ
لَقَطَعْتُ يَدَهَا.
Usamah pun berkata (melobi) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk meringankan atau
membebaskan si wanita tersebut dari hukuman potong tangan). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, ‘Apakah Engkau memberi syafa’at (pertolongan) berkaitan dengan
hukum Allah?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdiri dan
berkhutbah, ‘Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang
sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara
mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum), namun jika yang
mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum
atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri,
aku sendiri yang akan memotong tangannya’” (HR. Bukhari 6788 dan
Muslim 1688).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ
وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُهُ رِبَانَا رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ
فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّهُ.
”Riba jahiliyyah telah dihapus.
Dan riba yang pertama kali aku hapus adalah riba ‘Abbas bin Abdul Muthallib,
Maka riba jahiliyyah dihapus seluruhnya.” (HR. Abu
Dawud 1907, Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah berkata, ”Demikianlah hukum. Demikianlah
penguasa. Mereka pertama kali menerapkan aturan pada kerabatnya sendiri. Berbeda
dengan penguasa pada hari ini, ketika kerabat para penguasa tersebut memiliki
kekebalan hukum sehingga dapat berbuat semaunya sendiri. Akan tetapi,
pada masa rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam riba
yang dihapuskan pertama kali adalah riba ‘Abbas bin Abdul Muthallib (paman
beliau sendiri). Maka riba ‘Abbas dihapus seluruhnya” (Syarh
Riyadhus Shalihin, 1/1907, Maktabah Asy-Syamilah).
Pemimpin
yang adil akan menegakkan keadilan pada yang lemah dan menghukum yang dzalim
meskipun kuat.
Ibnu
Timiyah berkata:
إنَّ اللَّهَ يُقِيمُ الدَّوْلَةَ الْعَادِلَةَ وَإِنْ كَانَتْ كَافِرَةً؛ وَلَا
يُقِيمُ الظَّالِمَةَ وَإِنْ كَانَتْ مُسْلِمَةً
“Sesungguhnya
Allah menegakkan negara yang adil walaupun kafir, dan tidak menegakkan negara
yang zalim walaupun Muslim.” (Majmu‘ al-Fatawa 20/146)ز
Apabila pemimpin tidak bisa berbuat
adil akan terjadi banyak keresahan, dan ketidak puasan pada masyarakat, hukum
akan tumpang tindih, tajam ke bawah dan tumpul keatas, akan banyak terjadi
kekacauan dan tidak ada lagi ketenangan.
Dari
sini bisa diambil pelajaran seorang pemimpin harus memberi keteladanan di dalam
keadilan.
4. Hendaknya
bersikap amanah.
Jabatan adalah amanah dan tidak lama akan
dilepaskan, tinggalah pertanggung jawaban
dihadapan Allah ta’ala, oleh karena itu hendaknya dilakukan
sebaik-baiknya.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا
الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ
تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil..” (QS.
An Nisa[4]:58).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَا
مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللَّهُ رَعِيَّةً، فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيحَةٍ،
إِلَّا لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ.
“Tiada
seorang hamba yang diberi amanah rakyat oleh Allah lalu ia tidak memeliharanya
dengan baik, melainkan hamba itu tidak akan mencium baunya surga.” ( HR.
Bukhari 7150).
Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam juga bersabda:
فَإِذَا
ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ، قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟
قَالَ: إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
"Apabila sifat
Amanah sudah hilang, maka tunggulah terjadinya kiamat." Orang itu
bertanya, "Bagaimana hilangnya amanah itu?" Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam menjawab, "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka
tunggulah terjadinya kiamat". (HR. Bukhari 59).
5. Rakyat
mendapatkan keamanan.
Rakyat berhak mendapatkan stabilitas
keamanan negara.
Pemimpin harus menumpas siapapun yang
membuat dan mengancam stabilitas negara, baik ancaman dari dalam maupun luar
negri, atau dari pemberontak, perusak aqidah, moral, serta pembuat kegaduhan
yang ditibulkan oleh orang-orang sesat dan menyesatkan.
Allah ta’ala berfirman:
وَأَعِدُّوا
لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ
عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ.
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa
saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang
dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang
orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah
mengetahuinya..” (QS. Al-Anfal [8]:60).
إِنَّمَا
جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ
فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ
وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ
فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ.
“Sesungguhnya pembalasan
terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan
di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan
kaki mereka secara silang, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang
demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat
mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al Maidah[5]: 33).
· Perampokan
dengan melakukan pembunuhan dan perampasan harta hendaknya dibunuh dan disalib.
· Perampokan
dengan pembunuhan saja hukumnya wajib dibunuh.
· Perampokan
dengan merampas harta saja hukumannya dipotong tangan pada pergelangan tangan
kanan dan dipotong kaki pada pergelangan kaki kiri.
· Perampok
dengan menakuti-nakuti orang hukumannya dibuang dari negerinya. (Manhajus
Salikin, hal 243).
وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ
بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barang siapa berkhianat dalam urusan harta
rampasan perang, maka pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang dia
khianati itu." (QS. Ali ‘Imran [3]: 161)
وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكٰلًا مِّنَ
اللَّهِۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan atas apa yang mereka
kerjakan dan sebagai hukuman dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana."
(QS. Al-Maidah[5]: 38).
Rasulullah shallallahu ‘alaihgi wa sallam
bersabda:
يَقْطَعُ السَّارِقَ فِي رُبْعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا.
"Tangan dipotong karena
mencuri seperempat dinar atau lebih." (HR. Bukhari 6791, Muslim
1684, dengan lafad Muslim).
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا
يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ
الْكَاذِبُونَ.
“Sesungguhnya yang mengada-adakan
kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan
mereka itulah orang-orang pendusta.” (QS. An-Nahl [16]:105).
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ
النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ.
"Sesungguhnya dosa itu atas
orang-orang yang berbuat zalim kepada sesama manusia dan melampaui batas di
bumi tanpa mengindahkan kebenaran. Mereka itu akan mendapatkan siksa yang
pedih". (QS Asy Syura[42]: 42).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً
يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ
عَلَيْهِ الْجَنَّةَ.
“Barangsiapa diberi amanah oleh Allah
untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah
mengharamkan Surga atasnya." (HR. Muslim 142).
Demikianlah hendaknya pemimpin
melindungi, mengayomi dan menolong rakyatnya, bukan membohongi dan mementingkan
kepentingan diri mereka sendiri atau kelompoknya, semoga bermanfaat..
Semoga bermanfaat.
-----000-----
Sragen 18-12-2024.
Junaedi Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar