BAB 8
HAK RAKYAT
Rakyat adalah orang-orang yang dipimpin, mereka terdiri dari
anak-anak, orang dewasa dan orang tua, baik lemah maupun yang kuat.
Mereka memiliki hak yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin.
Adapun diantara hak rakyat yang harus dipenuhhi seorang pemimpin yaitu:
1.
Menerima penunjukan yang dilakukan
rakyat kepada dirinya.
Pemimpin yang baik di antara tandanya dengan keinginan rakyat
agar dirinya memimpin, tanpa adanya tipu daya untuk mendapatkan jabatan
tersebut.
Karena orang yang haus kekuasaan tidak diperkenankan
memimpin, kecuali dua orang nabi, yaitu nabi Yusuf dan nabi Sulaiman ‘alaihima
sallam.
Allah ta’ala berfirman:
اجْعَلْنِي
عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ.
“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir).”
(QS. Yusuf[12]: 55).
Begitu pula nabi Sulaiman, Allah ta’ala berfirman:
وَهَبْ
لِي مُلْكًا.
“Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan.”
(QS. Shad[38]: 35).
Mereka adalah manusia yang dipilih Allah tentu Allah akan membimbing
mereka, berbeda dengan manusia biasa.
Dari Abdurrahman bin Samurah dia berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepadaku:
يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ
الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُوتِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا
وَإِنْ أُوتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا.
“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta
jabatan! Karena sesungguhnya jika diberikan jabatan itu kepadamu dengan sebab
permintaan, pasti jabatan itu (sepenuhnya) akan diserahkan kepadamu (tanpa
pertolongan dari Allâh). Dan jika jabatan itu diberikan kepadamu bukan dengan
permintaan, pasti kamu akan ditolong (oleh Allâh Azza wa Jalla) dalam
melaksanakan jabatan itu.” (HR. Bukhari
6622, 7146, Muslim 1652, Abu Dawud 2929).
Dari Abu Musa Radhiyallahu anhu dia berkata, “Saya masuk
menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan dua orang dari
kaumku, lalu salah seorang dari kedua orang itu berkata:
أَمِّرْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَقَالَ الآخَرُ
مِثْلَهُ، فَقَالَ: إِنَّا لاَ نُوَلِّي هَذَا مَنْ سَأَلَهُ، وَلاَ مَنْ حَرَصَ
عَلَيْه.
“Jadikanlah kami sebagai amir (pejabat) wahai Rasulullah!”Kemudian
yang seorang lagi juga meminta hal yang sama. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kami tidak akan mengangkat sebagai pejabat
orang yang memintanya dan tidak juga orang yang tamak terhadap jabatan itu”
(HR. Bukhari 7149).
Ibnu Hajar berkata: “Siapa
yang mencari kekuasaan dengan begitu tamaknya, maka ia tidak ditolong oleh
Allah.” (Fathul Bari 13: 124).
Dahulu sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
orang-orang meributkan siapa yang akan memimpin setelah Rasulullah, maka Abu
Bakar memilih Umar, namun Umar tidak bersedia dan memilih Abu Bakar sebagai
khalifah, orang-orangpun berjanji setia kepada Abu Bakar Ash-Shidiq. (Sirah
Nabawiyah, Syaikh Syafiyurrahman al-Mubarakfuri).
Begitupula dahulu khalifah Umar bin Abdul Aziz mengundang
walinya di Irak yang bernama Adi bin Arthah yang ketika itu berada di Damaskus.
Beliau berkata "Wahai Adi, pergilah kepada Iyas bin Mu'awiyah Al-Muzanni
dan Qasim bin Rabi'ah Al-Haritsi. Ajaklah keduanya membicarakan perihal
pengadilan di Bashrah, lalu pilihlah salah satu dari keduanya." dia
menjawab: "Saya mendengar dan saya taat wahai Amirul Mukminin.
Adi bin Arthah mempertemukan antara lyas dan Al-Qasim lahu berkata:
"Amirul Mukminin semoga Allah memanjangkan umurnya memintaku untuk
mengangkat salah satu dari kalian sebagai kepal porngadilan Bashrah. Bagaimana
pendapat kalian berdua?”
Masing-masing mengatakan bahwa rekannyalah yang lebih utama
(Iyas menganggap Al-Qasim lebih utama sedangkan Al-Qasim memandang bahwa Iyas
lebih utama darinya) sambil menyebutkan keutamaan, ilmu dan kefakihannya.
Adi berkata: "Kalian tidak boleh keluar dari sini
sebelum kalian memutuskannya."
Iyas berkata: "Wahai Amir, Anda bisa menanyakan tentang
diriku dan Al-Qasim kepada dua fuqaha Irak ternama, yaitu Hasan Al-Basri dan
Muhammad bin Sirin, karena keduanyalah yang paling mampu membedakan antara kami
berdua."
Iyas mengatakan seperti itu karena Al-Qasim adalah murid dari
kedua ulama tersebut, sedangkan Iyas sendiri tidak punya hubungan apapun dengan
mereka. Al-Qasim menyadari bahwa Iyas akan memojokkannya, sebab kalau pemimpin
Irak itu bermusyawarah dengan kedua ulama itu, tentulah mereka akan memilih dia
dan bukan Iyas. Maka dia segera menoleh kepada Adi dan berkata: "Wahai
Amir, janganlah Anda menanyakan perihalku kepada siapapun. Demi Allah yang
tiada ilah selain Dia, Iyas lebih mengerti tentang agama Allah daripada aku dan
lebih mampu untuk menjadi hakim. Bila aku bohong dalam sumpahku ini, maka tidak
patut Anda memilihku karena itu berarti memberikan jabatan kepada orang yang
ada cacatnya. Bila aku jujur, Anda tidak boleh mengutamakan orang yang lebih
rendah, sedangkan di sini ada yang lebih utama."
Iyas berpaling kepada amir dan berkata: "Wahai Amir,
Anda memanggil orang untuk dijadikan hakim. Ibaratnya Anda letakkan ia di tepi
jahannam, lalu orang itu (maksudnya Al-Qasim) hendak menyelamatkan dirinya
dengan sumpah palsu, yang dia bisa meminta ampun Kepada Allah dengan
beristighfar kepada-Nya, dan selamatlah ia dari apa yang ditakutinya."
Maka Adi berkata kepada Iyas: "Orang yang berpandangan
seperti dirimu inilah yang layak untuk menjadi hakim." lalu diangkatlah
Iyas sebagai Qadhi (hakim) di Bashrah. (lihat Mereka Adalah Para Tabi’in, DR.
Abdurrahman Ra’fat Basya).
2.
Berikap tulus terhadap rakyatnya, dengan
bersandar kitabullah dan sunnah RasulNya.
Hendaknya bertakwa kepada Allah, mencintai rakyatnya dan
menghendaki kebaikan kepada rakyat, mempermudah urusannya, meringankan beban
mereka, membantu orang-orang yang berada dalam kesulitan, mengembalikan orang
yang dirampas haknya, mencegah korupsi, suap menyuap dan berbagai pelanggaran
terhadap harta rakyatnya. Pemimpin yang bertakwa dan berbuat baik demikian ini
akan dicintai Allah dan juga rakyatnya.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ
اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ.
“Sungguh, Allah beserta orang-orang yang
bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl[16]:128).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
إنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ.
“Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala
memerintahkan berbuat baik dalam segala sesuatu…” (HR Muslim 1955, Tirmidzi
1409, Abu Dawud 2815).
Di dalam hadits Qudsi, Allah Azza wa Jalla
berfirman:
يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ
عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا.
“Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku telah
mengharamkan kezhaliman atas diriKu, dan Aku jadikan kezhaliman itu diharamkan
di antara kamu, maka janganlah kamu saling menzhalimi. (HR. Muslim 2577).
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم
بِالْبَاطِلِ.
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian lain
di antara kamu dengan jalan yang batil.” (QS. Al-Baqarah[2]:188).
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu , ia berkata :
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ.
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat yang
memberi suap dan yang menerima suap.”(HR Tirmidzi 1337, Ahmad 6532, Abu Dawud
3580, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 5093).
3.
Bersikap adil terhadap rakyatnya.
Adil lawan dari dzalim, adil yaitu menempatkan sesuatu pada
tempatnya.
Pemimpin
yang adil merupakan dambaan masyarakat, demikian pula keadilan pemimpin akan
menjadikan ketenangan, ketentraman dan kedamaian.
Allah
ta’ala berfirman:
وَأَقْسِطُوا
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.
"Dan berbuat adillah, sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang adil." (QS. Al-Hujrat[49]:9).
إِنَّ
اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ.
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (QS.An-Nahl[16]:90).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا
قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ
عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.
“Hai orang-orang
yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah[5]:8).
Pemimpin harus
menegakkan keadilan yang dimulai dari diri sendiri dan keluarganya.
Seorang wanita
bangsawan Quraisy telah mencuri, kemudian mereka meminta agar Usamah memintakan
keringanan kepada Rasulullah agar tidak memotong tangannya:
فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ، فَقَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ
حُدُودِ اللهِ؟ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ، فَقَالَ: أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا
أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الشَّرِيفُ
تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ،
وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا.
Usamah pun berkata (melobi) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk meringankan atau
membebaskan si wanita tersebut dari hukuman potong tangan). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, ‘Apakah Engkau memberi syafa’at (pertolongan) berkaitan dengan
hukum Allah?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdiri dan
berkhutbah, ‘Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang
sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara
mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum), namun jika yang
mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum
atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri,
aku sendiri yang akan memotong tangannya’” (HR. Bukhari 6788 dan
Muslim 1688).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَرِبَا
الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُهُ رِبَانَا رِبَا عَبَّاسِ بْنِ
عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّهُ.
”Riba jahiliyyah telah dihapus. Dan riba yang pertama kali aku
hapus adalah riba ‘Abbas bin Abdul Muthallib, Maka riba jahiliyyah dihapus seluruhnya.” (HR. Abu Dawud 1907, Dinilai shahih oleh Syaikh
Al-Albani).
Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah berkata, ”Demikianlah
hukum. Demikianlah penguasa. Mereka pertama kali menerapkan
aturan pada kerabatnya sendiri. Berbeda dengan penguasa pada hari
ini, ketika kerabat para penguasa tersebut memiliki kekebalan hukum sehingga
dapat berbuat semaunya sendiri. Akan tetapi, pada masa rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam riba yang dihapuskan
pertama kali adalah riba ‘Abbas bin Abdul Muthallib (paman beliau sendiri).
Maka riba ‘Abbas dihapus seluruhnya” (Syarh Riyadhus Shalihin, 1/1907,
Maktabah Asy-Syamilah).
Pemimpin yang adil akan menegakkan keadilan pada yang lemah
dan menghukum yang dzalim meskipun kuat.
Apabila pemimpin
tidak bisa berbuat adil akan terjadi banyak keresahan, dan ketidak puasan pada
masyarakat, hukum akan tumpang tindih, tajam ke bawah dan tumpul keatas, akan
banyak terjadi kekacauan dan tidak ada lagi ketenangan.
Dari sini bisa diambil pelajaran seorang pemimpin harus
memberi keteladanan di dalam keadilan.
4.
Hendaknya bersikap amanah.
Hendaknya menyadari bahwa jabatan adalah amanah dan tidak
lama akan dilepaskan, tinggalah pertanggung jawaban dihadapan Allah ta’ala, oleh karena itu
hendaknya dilakukan sebaik-baiknya.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا
الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ
تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil..” (QS. An Nisa[4]:58).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللَّهُ
رَعِيَّةً، فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيحَةٍ، إِلَّا لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ.
“Tiada seorang hamba yang diberi amanah
rakyat oleh Allah lalu ia tidak memeliharanya dengan baik, melainkan hamba itu
tidak akan mencium baunya surga.” ( HR. Bukhari 7150).
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam juga bersabda:
فَإِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ
فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ، قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: إِذَا وُسِّدَ
الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
"Apabila sifat Amanah sudah hilang, maka tunggulah
terjadinya kiamat." Orang itu bertanya, "Bagaimana hilangnya amanah
itu?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Jika urusan
diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat". (HR. Bukhari
59).
5.
Rakyat mendapatkan keamanan.
Rakyat berhak mendapatkan stabilitas keamanan negara.
Pemimpin harus menumpas siapapun yang membuat dan mengancam
stabilitas negara, baik ancaman dari dalam maupun luar negri, atau dari
pemberontak, perusak aqidah, moral, serta pembuat kegaduhan yang ditibulkan
oleh orang-orang sesat dan menyesatkan.
Allah ta’ala
berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ
مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ
وَعَدُوَّكُمْ.
“Dan siapkanlah
untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda
yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan
musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya..” (QS. Al-ANfal [8]:60).
إِنَّمَا
جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ
فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ
وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ
فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ.
“Sesungguhnya
pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong
tangan dan kaki mereka secara silang, atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al Maidah[5]:
33).
· Perampokan dengan melakukan pembunuhan dan perampasan
harta hendaknya dibunuh dan disalib.
· Perampokan dengan pembunuhan saja hukumnya wajib
dibunuh.
· Perampokan dengan merampas harta saja hukumannya dipotong
tangan pada pergelangan tangan kanan dan dipotong kaki pada pergelangan kaki
kiri.
· Perampok dengan menakuti-nakuti orang hukumannya
dibuang dari negerinya. (Manhajus Salikin, hal 243).
Demikianlah hendaknya pemimpin melindungi, mengayomi dan
menolong rakyatnya, bukan membohongi dan mementingkan kepentingan diri mereka
sendiri.
Allah
ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ
الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ.
“Sesungguhnya
yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada
ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (QS. An-Nahl [16]:105).
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ
النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ.
"Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat
zalim kepada sesama manusia dan melampaui batas di bumi tanpa mengindahkan
kebenaran. Mereka itu akan mendapatkan siksa yang pedih". (QS Asy Syura[42]:
42).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً
يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ
عَلَيْهِ الْجَنَّةَ.
“Barangsiapa diberi amanah oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati
dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan Surga atasnya."
(HR. Muslim 142).
Demikianlah
hak rakyat yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin.
Semoga
bermanfaat.
-----000-----
Sragen
18-12-2024.
Junaedi
Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar