Kamis, 05 Desember 2024

BAB 6 HAK SUAMI.

 



BAB 6

HAK SUAMI

Keluarga merupakan gambaran kecil sebuah masyarakat, dimana di dalamnya terdapat pemimpin dan anggotanya, keselamatan anggota rumah tangga tersebut merupakan tanggung jawab seorang suami.

Oleh karena itu Allah ta’ala berfirman:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِم. 

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisaa’[4]: 34).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan hal itu:

وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ.

“Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka...” (HR. Bukhari 2554, Muslim 1829).

Bersarnya tanggung jawab suami mengharuskan agar istri seoarang istri menunaikan hak-hak suaminya.

Adapun hak-hak suami yang harus dipenuhi seorang istri diantaranya yaitu:

1.    Suami sebagai pemimpin di dalam rumah tangganya.

Selain ayat diatas, juga berdasarkan penelitian, bahwasanya laki-laki memiliki otak yang lebih besar dibandingkan wanita, demikian pula umumnya laki-laki memiliki otot-otot yang kuat dan kasar, semua ini untuk menghadapi berbagai masalah, baik masalah ekonomi, masalah keamanan dan lainnya, oleh karena itu tak seorangpun yang menjadi utusan Allah dari kalangan wanita.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ.

“Dan tidaklah kami mengutus sebelummu  kecuali seorang laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, tanyakanlah kepada orang yang berilmu jika kamu tidak tahu.” (QS. Al-Anbiya’[21]:7)

Sedangkan wanita diciptakan memiliki takbiat lemah lembut dan mendahulukan perasaan.

Seandainya kepemimpinan dipegang oleh wanita, selain menjadikan suaminya tertekan juga menyelisihi nash-nash yang telah jelas, banyak diantara keluarga yang tidak bisa menunaikan syariat di dalam rumah tangganya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ .

Jika suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (HR. Bukhari 59, Ahmad 8714).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberitahu keburukan bila satu kaum dipimpin oleh seorang wanita, beliau bersabda:

لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً

“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada wanita.” (HR. Bukhari 4425, Tirmidzi 2262, Nasai 5388).

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Dalil ini sifatnya umum, memiliki faedah yang umum, siapapun yang menyerahkan kepemimpinannya kepada wanita, mereka tidak akan beruntung. Karena yang bisa meluruskan adalah laki-laki.” (Syarah Riadhus Shalihin 7373, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin).

2.   Mentaati suami di dalam perkara yang benar.

Taat kepada suami merupakan perintah Allah yang agung, apalah jadinya seandainya para anggota keluarga tidak mau mentaati tentu akan kesulitan untuk membimbing mereka di dalam kebaikan.

Oleh karena iitu Allah menunjukkan  bahwa derajat suami lebih tinggi dari seorang istri.

Allah ta’ala berfirman:

وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ.

“Bagi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. (QS. Al-Baqarah [2]:228).

Keutamaan mentaati suami merupakan amalan yang sangat besar sampai-sampai seorang istri bisa memilih pintu surga yang dia sukai.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ.

“Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” (HR. Ahmad 1661, Ibnu Hibban 4163, dishahihkan   Syaikh al-Albani, di dalam Shahihul Jami’ 660).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا.

Seandainya aku dibolehkan  seseorang bersujud kepada orang lain, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” (HR.Tirmidzi 1159 Ibnu Majah 1853, di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Irwaa’1998).

Ketaatan kepada suami hendaknya di sesuaikan dengan ta’biatnya sebagai wanita, sebatas kemampuannya dan bukan dalam perkara maksiat. 

Meskipun istri wajib taat kepada suami, namun tidak diperkenankan mentaati di dalam kemaksiatan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ.

 “Tidak ada ketaatan di dalam maksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan hanyalah pada perkara yang ma’ruf.” (HR. Bukhari 7257 Muslim 1840).

Demikianlah pada asalnya seorang istri hendaknya taat kepada suami, kecuali apa yang bukan maksiat kepada Allah ta’ala.

3.   Membantu keperluan di rumah suaminya.

Membantu keperluan rumah suami merupakan suatu amal shalih yang dapat mendatangkan keridhaan suami, sehingga amalan ini merupakan amalan yang sangat mulia, sebagian ulama menganggap hal ini merupakan kewajiban diantara kewajiban-kewajiban seorang istri.

Semua itu masuk dalam keumuman firman Allah ta’ala.

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ.

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah[2]:25).

Ibnu Katsir berkata: “Mereka adalah orang-orang yang keimanan mereka dibuktikan dengan amal-amal shalihnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Baqarah[2]:25).

Dari Al Hushain bin Mihshan bahwa bibinya pernah mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk suatu keperluan. Setelah urusannya selesai, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bertanya kepadanya:

أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟ قَالَتْ: مَا آلُوهُ إِلَّا مَا عَجَزْتُ عَنْهُ، قَالَ: فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ.

"Apakah kamu mempunyai suami?" ia menjawab, "Ya." Beliau bertanya lagi: "Bagaimana engkau bersikap kepadanya?" ia menjawab, "Saya tidak pernah mengabaikannya, kecuali terhadap sesuatu yang memang aku tidak sanggup." Beliau bersabda: "Perhatikanlah, sikapmu terhadapnya, sesungguhnya suamimu adalah lantaran surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad 19003, Tabrani di dalam Mu’jam al-Ausath 528, dishahihkan syaikh al-Albani, di dalam ash-Shahihah 2612).

Diantara perkara yang membantu suaminya yaitu seperti Memasak, mencuci, membersihkan rumah, menjaga dan mendidik anak-anaknya, dan lain-lain, semua itu bentuk-bentuk amal shalih bila dilakukan dengan ridha dan ikhlas karena Allah.

4.   Tidak menolak suami keetika mengajak tidur.

Seorang istri tidak boleh menolak ajakan suami untuk berhubungan badan, apapun alasanya kecuali dirinya memiliki udzur yang benar.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ.

“Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh” (HR. Bukhari 5193 Muslim 1436).

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا , وَلَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَى قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ

“Demi jiwa Muhammad yang ada di Tangan-Nya. Seorang istri belum menunaikan hak Rabbnya, sebelum dia menunaikan hak suaminya. Seandainya suami meminta pelayanan dirinya dalam kondisi dia di dapur, maka dia (tidak diperkenankan) untuk menolaknya.” (HR. Ibnu Majah 1853, Ibnu Hibban 4171, dishahihkan syaikh al-Albani, di dalam Shahih At-Targhib 1938).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Ini adalah dalil haramnya wanita enggan mendatangi ranjang jika tidak ada udzur. Termasuk haid bukanlah udzur karena suami masih bisa bersenang-senang dengan istri.” (Syarh Shahih Muslim, imam Nawawi 10: 7). 

Sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang istri berpuasa ketika suaminya ada di rumah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ.          

“Janganlah seorang wanita berpuasa sunnah sementara suaminya ada, kecuali atas seizin suaminya.” (HR. Bukhari 5192, Ibnu Majah 1761, Tirmidzi 782, Ahmad 8188, Abu Dawud 2458).

Sebab keluarnya hadits di atas, seorang istri mengadukan suaminya (Safwan) karena meminta untuk membatalkan puasa sunnah, kemudian  Rasulullah menanyakan alasan kepada suaminya, Safwan beralasan karena dirinya masih muda setiap saat membutuhkan istrinya, akhirya Rasulullah pun membenarkan, kemudian berkata sebagaimana hadits di atas.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ, قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ, أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ.

“Hubungan intim antara kalian adalah sedekah”. Para sahabat lantas ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin kami mendatangi istri kami dengan syahwat itu malah mendapatkan pahala?” Beliau menjawab, “Bukankah jika kalian bersetubuh pada wanita yang haram, kalian mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika kalian bersetubuh dengan wanita yang halal, kalian akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim 1006, Ahmad 21473).

Hubungan badan memiliki keutamaan yang besar, selain meredam sahwat, menundukkan pandangan, mendapatkan keturunan juga merupakan sedekah yang berpahala besar. Oleh karena itu tidak boleh seorang istri menolak ajakan suaminya dengan alasan lagi tidak mut (selera) atau yang lain, kecuali udzur yang dibenarkan.

Berapa banyak masalah keluarga timbul karena seorang sitri menolak ajakan suaminya, sebaliknya berapa banyak masalah keluarga itu selesai dengan melayani suami.

5.   Menjaga diri ketika suami tidak ada.

Allah ta’ala berfirman:

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ.

“Maka wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri di saat suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (QS. An-Nisa[4]:34).

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, “Wanita yang bagaimana yang paling baik?” Beliau menjawab:

الَّذِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ.

“Jika dipandang (suami) ia menyenangkan, jika diperintah ia taat, tidak menyelisihi suaminya dalam perkara-perkara yang dibencinya, baik dalam dirinya maupun hartanya.” (HR. Ahmad 7421, Nasai 3231 di shahihkan Syaikh al-Albani, As-Shahihah 1838).

Kecintaan suami yaitu apa bila seorang istri menjaga dirinya dari berbagai fitnah dan penghianatan terhadap suaminya.

Tidak menjalin hubungan dengan lelaki lain, baik melaui isyarat tatapan mata, senyuman, atau sekedar menyimpan nomor telepon,  jika hal itu diketahui suami akan menjadikannaya marah.

6.   Hendaknya minta izin bila keluar rumah.

Izin kepada suami merupakan bentuk ketaatan, adab yang baik, dan menghormati haknya, meskipun berkunjung kepada orang tua, saudara maupun sahabatnya.

Allah ta’ala berfirman:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ

“Dan hendaklah kalian tetap tinggal di rumah kalia..” (QS. Al-Ahzab[33]: 33).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ نِسَاؤُكُمْ بِاللَّيْلِ إِلَى الْمَسْجِدِ فَأْذَنُوا لَهُنَّ.

“Apabila istri kalian meminta izin kepada kalian untuk berangkat ke masjid malam hari, maka izinkanlah…” (HR. Ahmad 4556, Bukhari 865, Muslim 442).

Ketika Aisyah sakit beliau ingin pulang ke rumah bapaknya Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, beliau izin kepada Nabi shallallahu ‘alaihiwa sallam:

أَتَأْذَنُ لِى أَنْ آتِىَ أَبَوَىَّ.

“Apakah engkau mengizinkan aku untuk datang ke rumah bapakku?” (HR. Bukhari 4141, Muslim 2770).

 An-Nawawi mengatakan:

وَاسْتُدِلَّ بِهِ عَلَى أَنَّ الْمَرْأَةَ لَا تَخْرُجُ مِنْ بَيْتِ زَوْجِهَا إلَّا بِإِذْنِهِ.

Hadits ini dijadikan dalil bahwa wanita tidak boleh keluar dari rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya. (Nailul Authar, Asyaukani 3/156).

Begitu pula hendaknya seorang istri meminta izin memasukkan seseorang dirumahnya.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَإِنَّ لَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ، أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ

“Hak kalian atas mereka adalah mereka tidak boleh mengizinkan seorang pun yang tidak kalian sukai untuk menginjak permadani kalian” (HR. Muslim 1218).

لَا تَأْذَنِ الْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَهُوَ شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ

“Tidak boleh seorang wanita mengizinkan seorangpun untuk masuk di rumah suaminya sedangkan suaminya ada, melainkan dengan izin suaminya.” (HR. Ibnu Hibban 4168, dishahihkan syaikh al-Albani, di dalam al-Irwa’ 2004).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَحَقُّكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوْطِئْنَ فُرَشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُوْنَ، وَلاَ يَأْذَنَّ فِيْ بُيُوْتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُوْنَ.

“Hak kalian atas para isteri adalah agar mereka tidak memasukkan ke dalam kamar tidur kalian orang yang tidak kalian sukai dan agar mereka tidak mengizinkan masuk ke dalam rumah kalian bagi orang yang tidak kalian sukai.”(HR. Muslim 1218, Tirmidzi 3087, Ibnu Majah 1851).

Banyak para istri keliru dalam masalah ini, mereka seakan bebas memasukkan orang-orang yang tidak disukai suaminya tanpa ada mahram.

Dari tukang servis, pengantar paket, ojol, tetangga laki-laki, teman laki-laki, bahkan orang-orang yang dulu pernah menjalin hubungan dengan dirinya, di mana seandainya suaminya tahu pasti tidak rela.

Dari berbagai macam pelanggaran tersebut bayak kasus penipuan, perampokan, perzinaan yang terjadi.

7.   Tidak menyakiti suami dan minta cerai tanpa alasan yang dibenarkan.

Allah ta’ala memerintahkan agar berkata kepada orang lain dengan perkataan yang baik, terlebih hal itu kepada orang yang senantiasa berjuang untuk kebahagiaan dirinya dan anak-anaknya.

Allah ta’ala berfirman:

وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا..

 “..Dan ucapkanlah kepada manusia perkataan yang baik..” (QS. Al-Baqarah[2]:83).

Ucapan yang baik akan diangkat kelangit dan mendapatkan pahala.

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ

“Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.“(QS. Fatir[35]:10).

Istri yang shalihah tidak meninggikan suaranya dihadapan suaminya. Karena demikian itu bisa menyinggung perasaannya, terlebih suaminya orang yang baik agamanya, sudah berbuat baik juga kepada diri dan anak-anaknya.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ: لَا تُؤْذِيهِ قَاتَلَكِ اللهُ؛ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيلٌ يُوشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا.

“Jika seorang istri menyakiti suaminya di dunia maka istrinya di akhirat dari kalangan bidadari berkata: “ Jaganlah enkau menyakitinya, semoga Allah mencelakakanmu sebab ia hanya sementara berkumpul denganmu, sebentar lagi ia akan berpisah dan akan kembali kepada kami.” (HR. Ahmad 22101, Tirmidzi 1174, dishahihkan syaikh al-Albani, di dalam Shahihul Jami’ 7192).

Tidak boleh meminta cerai tanpa alasan yang dibenarkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَالَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ

“Siapa pun isteri yang meminta cerai dari suaminya tanpa alasan yang benar, maka ia tidak akan mencium aroma Surga.”(HR.Ahmad 22379, Ibnu Majah 2055, hakim dalam Mustadraknya 2809, di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Irwa 2035)

Bentuk-betuk menyakiti suami seperti, berkata kasar, membantah, tidak menjawab jika dipanggil, selalu menunda jika diperintah, bersikeras memaksakan kehendaknya tanpa melihat kondisi ekonomi dan lain-lain.

8.   Berhias kepada suami.

Dewasa ini banyak para istri yang tidak memperhatikan masalah ini, mereka justru berhias bukan untuk suami, mereka hanya mau berhias ketika mau undangan, arisan, belanja, bekerja dan menjumpai teman-temannya, namun ketika di rumah membiarkan dirinya tampak semrawut, compang-camping alakadarnya, bau yang tidak karuan. Berhias ini takbiat wanita, dan  diperintahkan di dalam islam. Allah ta’ala berfirman:

أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ.

“Apakah patut orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran.” (Az-Zukhruf[43]: 18)

Ahli tafsir menjelaskan, Ayat ini menunjukkan bahwa wanita itu dihiasi dengan perhiasan, yang tidak layak di nisbatkan menjadi anak-anak Allah sebagaimana anggapan orang kafir.

Hendaknya para wanita berhias di depan suaminya, Karena merupakan salah satu sebab terbesar suami menundukkan pandangannya, puas dengan istrinya, dan melampiaskan kasih sayangnya.

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tanya, “siapakah wanita yang baik ..” beliau menjawab:

الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ.

“Yang paling menyenangkan jika dipandang suami..” (HR. Ahmad 7421, Nasai 3231 di shahihkan Syaikh al-Albani, di dalam As-Shahihah 1838).

Wanita akan lebih menyenangkan apa bila dia dilihat berdandan untuk suaminya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kesempatan para isrtri berdandan ketika suaminya pulang.

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ لَيْلًا فَلَا يَأْتِيَنَّ أَهْلَهُ طُرُوقًا حَتَّى تَسْتَحِدَّ الْمُغِيبَةُ وَتَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ.

“Apabila kalian pulang dari bepergian di malam hari, maka janganlah engkau menemui istrimu hingga dia sempat mencukur bulu kemaluannya dan menyisir rambutnya yang kusut. ” (HR. Muslim 715, Bukhari 5246, Ahamd 14184).

9.   Memperhatikan penampilan suami.

Suami merupakan orang yang bertanggung jawab kelangsungan keluarga, suami sering berinteraksi dengan masyarakat, terkadang di bidang jasa, pendidik, dan tidak sedikit di dalam pelayanan, hendaknya istri memperhatikan suami, baik kebersihannya, kerapiannya dan penampilan secara umum.

Hendaknya istri memperhatikan pakaianya, banyak orang yang menilai istri dari apa yang dipakai suaminya.

Allah Ta‘ala berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-A‘raaf [7]: 31).

Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah berkata:

وَيَسْتَحِبُّونَ لِلْوَاحِدِ الْمُطِيقِ عَلَى الثِّيَابِ أَنْ يَتَجَمَّلَ فِي صَلَاتِهِ مَا اسْتَطَاعَ بِثِيَابِهِ وَطِيبِهِ وَسِوَاكِهِ.

“Sesungguhnya para ulama menganjurkan bagi seseorang yang memiliki kemampuan untuk memperindah pakaiannya sesuai dengan kemampuannya, baik itu berkaitan dengan pakaian, wangi-wangian, dan juga siwak.” (At-Tamhiid, 6: 369, al-Qurtubi).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ.

“Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan.” (HR. Muslim 91, Ibnu Majah 59, Tirmidzi 2116).

Demikianlah seorang istri shalihah akan memperhatikan penampilan suaminya.

10.                     Hendaknya seorang istri qana’ah (puas terhadap karunia Allah).

Penting bagi seorang istri memiliki sifat qana’ah, yaitu merasa puas dengan karunia Allah,

Perlu diketahui setiap orang itu memiliki garis taqdir sendiri-sendiri sebagaimana ajal yang menyertai tiap-tiap orang dengan berbeda-beda, sehingga tidak boleh menyamakan atau membandingkan rezki yang diterima dengan rezki orang lain.

Allah memiliki hikmah dalam memberikan rezki kepada setiap orang.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ.

“Dan sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di bumi, tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Maha teliti terhadap (keadaan) hamba-hamba-Nya, Maha Melihat.” (QS. Ash-Syura[42]:27).

 

Berapapun pemberian Allah ketika seseorang tidak mampu bersyukur yang ada hanyalah kurang dan terus kurang.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ.

“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad 4:278. Di hasankan Syaikh al-Albani di  dalam ash-Shahihah 667).

لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ، وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ

 

“Sungguh, seandainya anak Adam memiliki satu lembah dari emas, niscaya ia sangat ingin mempunyai dua lembah (emas). Dan tidak akan ada yang memenuhi mulutnya kecuali tanah.” (HR. Bukhari 6439 Muslim 1048 dengan lafad Bukhari).

Dalam lafazh lain disebutkan, Az Zubair pernah berkata di Makkah di atas mimbar saat khutbah, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِىَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا ، وَلَوْ أُعْطِىَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا ، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

“Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Maha Menerima taubat siapa saja yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari 6438).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kita agar dapat bersyukur kepada Allah ta’ala  supaya kita melihat orang di bawah kita.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.

“Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu." (HR Bukhari 6490, Muslim 296).

Allah mengancam para wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya dengan neraka.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ  قَالَ: يَكْفُرْنَ العَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ.

“Diperlihatkan kepadaku neraka dan aku dapati kebanyakan penghuninya adalah para wanita yang ingkar. Rasul ‘alaihish shalatu wassalam ditanya: “Apakah mereka ingkar kepada Allah..? Nabi bersabda: “Mereka ingkar kepada suaminya dan ingkar kepada kebaikan suaminya. Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang mereka selama satu tahun, kemuadia wanita tersebut melihat satu kejelekan darimu, maka ia akan berkata: “Aku tak pernah melihat engkau berbuat baik sedikitpun.” (HR. Bukhari 1052 Muslim 907).

Demikianlah hak-hak seorang suami agar dipahami dan diamalkan oleh setiap istri agar dirinya mendapatkan keridhaan suami sehingga membawa keridhaan Allah ta’ala.

 

-----000-----

 

Sragen 05-12-2023.

Junaedi Abdullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 10 HAK TETANGGA

  BAB 10 HAK TETANGGA Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita, baik di depan, belakang, kanan ataupun kiri dari rumah kita menurut ...