Minggu, 15 Desember 2024

BAB 7 HAK ISTRI

 


BAB 7

HAK ISTRI

Seorang istri memiliki hak sebagaimana seorang suami, seorang istri selalu mendampingi suami dalam suka dan duka, membantu menyiapkan segala sesuatu di rumah, mulai dari memasak, mencuci, menyapu, dan lain sebagainya. Oleh karena itu seorang istri memiliki hak yang besar,  dan hendaknya diperhatikan hak-haknya agar bisa merasakan hidup yang bahagia bersama suaminya.

Allah ta’ala berfirman:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ.

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS An Nisaa’[4]:19).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ إِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقَّا.

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kalian memiliki hak atas isteri-isteri kalian dan isteri-isteri kalian juga memiliki hak atas kalian.” (HR Tirmidzi 1163, dihasankan syaikh al-Albani di dalam Sunan Ibni Majah 1851).

Adapun diantara hak seorang istri yaitu:

1.   Memberinya mahar.

Allah ta’ala berfirman:

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً.

”Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan..”(QS. An-Nisa[4]:4).

فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً .

“Maka berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna).” (QS. An-Nisaa[4]: 24).

Imam Ahmad meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ مِنْ يَمْنِ الْمَرْأَةِ تَيْسِيْرُ صَدَاقُهَا وَتَيْسِيْرُ رَحِمُهَا.

“Di antara kebaikan wanita ialah memudahkan maharnya dan mudah rahimnya.” (HR Ahmad 24478, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 2235).

2.   Mempergauli dengan cara yang baik.

Mulailah berkomonikasi dengan cara yang baik, karena hal itu akan menjadikan kecintaan bagi istrinya.

قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى.

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al Baqarah[2]:223).

Bergaul mencakup bagaimana berkata yang baik, memberi dan menerima dengan baik serta tidak sungkan mengucapkan terimakasih kepada istri.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلٌّ كَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ صَدَقَةٌ. 

“Setiap kata-kata yang baik Itu adalah sedekah.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad 422. Dishahihkan Syaikh al-Albani berdasarkan riwayat-riwayat lainnya di dalam ash-Shahihah 577).

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت.

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari 6018, Muslim 47).

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا .

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, dan yang paling baik di antara kamu sekalian adalah yang paling baik akhlaqnya terhadap isteri-isterinya.” (HR. Ahmad 7402, Tirmidzi 1162, Abu Dawud 4682 dihasan oleh syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 284).

3.   Mendidiknya.

Banyak para suami yang menghendaki istrinya baik, sopan, menghargai dan berbakti, namun di antara mereka melupakan kewajibannya yaitu mendidik.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim[66]:6).

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Ajarilah keluargamu adab.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. At-Tahrim[66]:6).

Allah ta’ala berfirman:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا.

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. (QS. Thaaha[20] :132).

‘Aisyah Radhiallahu ‘anha menceritakan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَأَنَا رَاقِدَةٌ مُعْتَرِضَةٌ عَلَى فِرَاشِهِ، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يُوتِرَ أَيْقَظَنِي فَأَوْتَرْتُ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat sedangkan aku tidur di atas ranjangnya dengan membentang dihadapannya. Ketika akan witir, beliau membangunkan aku hingga aku pun shalat witir.”(HR. Bukhari 512, 997, Muslim 512).

Demikianlah Nabi membimbing keluarganya.

4.   Memberinya makan, pakaian dan tempat.

Suami berkewaiban memberi istri makan, pakaian dan tempat.

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ.

“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu..” (QS. At-Thalaq[65]:6).

Ayat ini sebenarnya memerintahkan apabila istri telah dicerai agar diberi tempat tinggal, ini menunjukkan bahwa istri yang masih syah tentu lebih berhak mendapatkan tempat tinggal.

Rasulullah ketika di tanya tentang hak seorang istri Beliau menjawab: 

أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تَضْرِبِ الوَجْهَ، وَلاَ تُقَبِّحْ، وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ.

“Engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, janganlah memukul wajah dan janganlah menjelek-jelekkannya serta janganlah memisahkannya kecuali tetap dalam rumah.” (HR. Abu Dawud 2142, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 687).

5.   Menjaga kebersihan dan kerapian dirinya.

Allah ta’ala berfirman:

وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ.

“Dan (Allah) menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu..” (QS Al-Anfal[8]:11).

Ayat ini menunjukkan pentingnya seseorang menjaga kebersihannya.

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ.

“Dan bersihkanlah pakaianmu.” (QS.Al-Mudassir[74]:4).

Muhammad bin Sirin telah mengatakan berkaitan dengan ayat di atas yakni, “cucilah dengan air.” (Tafsir ibnu Katsir, QS. Al-Mudasir[74]:4).

فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ.

“Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih.”(QS.At-Taubah[9]:108).

“Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri.” (QS. At-Taubah[9]:108). Berkenaan dengan ahli Quba. Mereka selalu bersuci dengan air. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. At-Taubah[9]:108).

Dari Al Miqdam bin Syuraih dari ayahnya, dia berkata:

سَأَلْتُ عَائِشَةَ قُلْتُ بِأَىِّ شَىْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ قَالَتْ بِالسِّوَاكِ.

Aku bertanya pada Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika mulai memasuki rumah beliau?” Aisyah menjawab, “Bersiwak.” (HR. Muslim 253)

Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu biasa merapikan dirinya ketika hal itu di tanyakan beliau menjawab, “ Sungguh aku suka berhias untuk istriku sebagaimana aku suka melihat istriku berhias untuk diriku.” (Tafsir Al Qurtubi, di nukil dari As-Suluk Al-Ijtima’ fil islam, syaikh Hasan Ayub hal, 183-184).

Dari Abu Malik Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ.

 “Bersuci itu setengah dari iman.” (HR. Muslim 223, Ahmad 22908).

Hendaknya seorang suami tidak hanya menuntut agar istrinya tampil menyenangkan hatinya saja, tapi hendaknya dirinya juga menjaga penampilan di depan istrinya sehingga hal ini akan menjadikan istrinya dekat dan semakin mencintai.

6.   Memberi nafkah batin.

Kebutuhan batin merupakan masalah krusial, oleh karena itu tidak boleh diremehkan, siapapun yang meremehkan akan mendapatkan masalah besar, karena hal itu merupakan kebutuhan batin.

Allah ta’ala berfirman:

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ.

“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu..” (QS Al-Baqarah[2]: 187).

Ibnu Abbas mengatakan: “Artinya, mereka itu sebagai pemberi ketenangan bagi kalian, dan kalian pun sebagai pemberi ketenangan bagi mereka.”(Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Baqarah[2]:187).

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ.

“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al-Baqarah[2]:223).

Sahabat Salman radhiyallahu ‘anhu dipersaudarakan dengan abu Darda, kemudian kemudian berkunjung dan melihat saudaranya abu Darda meninggalkan hak istrinya ini maka Salman berkata kepadanya:

إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَدَقَ سَلْمَانُ.

“Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.”

Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman telah berkata benar.” (HR. Bukhari 1968, Tirmidzi 2413).

Dari Abu Dzar al-Ghifari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ.

“Hubungan badan di antara kalian (suami istri) adalah sedekah.”(HR. Muslim 1006, Ahmad 21473).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam juga biasa mencium istrinya ketika hendak shalat.

عَنْ عَائِشَةَ  ,أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَهَا وَلَمْ يَتَوَضَّأْ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu‘anha, “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menciumnya, dan beliau tidak berwudhu’ (lagi).”

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam juga mandi bersama dengan istrinya.

Umul mukminin Aisyah radiallahu’anha beliau berkata:

قَالَتْ عَائِشَةُ كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ وَنَحْنُ جُنُبَانِ.

“Aku dan Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam mandi bersama dalam suatu wadah yang satu, sedangkan kami berdua dalam keadaan junub.”(HR. Bukhari 273, Muslim 321).

Perlu diketahui, dekatnya badan sangat besar pengaruhnya terhadap dekatnya hati, hal ini disampaikan pula oleh Syaikh Abdurrahman bin Abdullah al-Qarawi di dalam bukunya Az-Zaujan fi khaimah as-Sa’adah (suami istri dalam tenda kebahagiaan).

Hendaknya suami memperhatikan kebutuhan untuk istrinya untuk berdandan, agar istri tampil cantik dan menarik sehingga menjadikan kita senang.

Seorang suami hendaknya juga tidak mengijinkan istrinya bekerja dan bercampur baur dengan laki-laki lain, bekerja di tempat-tempat yang jauh, seperti luar daerah apalagi luar negri hal itu akan memisahkan dirinya dan kemudian hatinya, tidak lagi terhitung berapa banya rumah tangga berantakan disebabkan permasalahan ini.

7.   Mengajaknya bermusyawarah.

Biasakanlah untuk bermusyawarah dengan istri kita. Hal ini sangat di butuhkan, terutama dalam perkara-perkara penting, seperti di saat mau melangkah untuk membuka usaha, infestasi, pinjam dan meminjamkan.

Istri akan merasa senang, dihormati, dianggap, bahkan seorang istri terkadang turut mampu mengurai masalah yang dihadapi, memberi usulan yang bermanfaat.

Allah ta’ala berfirman:

وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ

“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakal kepada Allah.” (QS. Ali-Imran[3]: 159).

 

وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْ.

“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” (QS. Asy-Syura[42]:38)

Banyak suami tidak lagi menghiraukan hal ini, mereka merasa tak membutuhkan pendapat satu sama lain, padahal kebersamaan dalam langkah, pendapat dan mufakat sangat penting, agar rumah tangga terus seantiasa terjaga keutuhannya.

Ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah, dalam perjanjian tersebut, pada awalnya para sahabat kecewa, ketika beliau memerintahkan mereka, mereka tidak menghiraukan, kemudian Rasulullah masuk dan menemui istrinya umu Salamah, umu Salamah memberikan masukan kepada Beliau dan Beliau menerima, akhirnya kaum muslimin mengikuti Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di kejadian ini bukanlah suatu aib bila suami mengambil pendapat istrinya sebagaimana Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam saja menerima masukan istrinya.

Musyawarah menjauhkan sifat otoriter, menjadikan lebih adil, semua terbuka, mengedepankan kebersamaan, yang paling penting seandainya terjadi sesuatu yang tidak di inginkan, seperti salah langkah sehingga bangkrut, atau berdampak pada ekonomi rumah tangganya, tidak ada yang saling menyalahkan karena telah disepakati bersama.

Sangat berbahaya bagi suami istri apa bila mereka memutuskan sendiri-sendiri di dalam perkara yang menyangkut kelangsungan hidup keluarganya, seperti pinjam meminjam dengan memberikan jaminan, yang di dalamnya terdapat unsur riba, berinvestasi dan lain-lain, yang bisa jadi berhasil ataupun gagal, dan tidak sedikit sampai membawa pada perceraian.

8.   Mengajak rekreasi

Termasuk hal yang baik mengajak istri untuk rekreasi, hal ini akan menjadikan bahagia, menghilangkan kejenuhan dan sekaligus melihat keindahan penciptaan Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al-Baqarah[2]:164).

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.” (QS. Ali Imran[3]:90).

أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ . وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ . وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ . وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ.

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan? Dan kepada langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan kepada gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan kepada bumi bagaimana ia dihamparkan?” (QS. Al-Ghasiah[88]:17-20).

Memperhatikan hal-hal diatas tidak ada salahnya kita meluangkan waktu dan tenaga untuk memperhatikan penciptaan Allah, dengan demikian istri kita akan senang.

9.   Menjalin hubungan yang baik kepada keluarga istri.

Hendaknya menjaga hubungan dengan keluarga istri, membantu kesulitan mereka jika saudara-saudaranya membutuhkan uluran tangan, karena hal itu merupakan bentuk-bentuk amal shalih yang akan menyenangkan istrinya.

Allah perintahkan kita agar berbuat baik secara umum kepada siapapun.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ.

“Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”(QS. An-Nahl[16]:128).

وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ.

“Dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain, Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al Baqarah[2]:134).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.

“Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan iringilah sesuatu perbuatan dosa (kesalahan) dengan kebaikan, pasti akan menghapuskannya dan bergaullah sesama manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Tirmidzi 1987, Ahmad 21354, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam al-Misykah 5083 ).

ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ.

“Sayangilah orang-orang yang ada di bumi, maka orang-orang yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR. Tirmidzi 1924, Baihaqi 17905, Dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash Shahihah 925).

Kecuali dijumpai sifat-sifat buruk yang bisa merusak hubungan rumah tangganya seperti ada keluarga istri tidak amanah, suka menebarkan fitnah atau lainnya,  maka dia boleh membatasi namun tidak memutuskan hubungan kekerabatan.

10.                     Mencegah kemungkaran istri dengan lemah lembut.

Betapapun baiknya seseorang istri pasti memiliki kekurangan, oleh karena itu hendaknya tidak dibiarkan dan supaya memberikan nasehat yang baik, memperhatikan tempat dan ucapannya.

Allah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوّاً لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS. At-Taghabun[64]: 14).

Makna “menjadi musuh bagimu” adalah melalaikan kamu dari melakukan amal shalih. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. At-Taghabun[64]: 14).

Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita agar mengingkari kemungkaran.

Allah ta’ala berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ.

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar.

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً.

“Dan takutlah fitnah(bencana) yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim diantara kalian saja secara khusus.” (QS.Al-Anfal [8]:25).

Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ.

“Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, sekiranya dia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan sekiranya dia tidak mampu (juga), maka dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah keimanan.” (HR. Muslim 49, Ahmad 11460, Abu Dawud 2310).

Hadits ini sifatnya umum, baik kemungkaran di rumah maupun ditempat lainya.

Zainab binti Jahsyi bertanya kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam:

يَا رَسُولَ اللَّهِ: أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ؟ قَالَ: نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الخَبَثُ.

“Apakah kami akan binasa sementara orang-orang shalih masih ada di antara kami?” Beliau menjawab, “Benar, apabila kemaksiatan telah merajalela.” (HR Bukhari 3346, Muslim 2880).

Adapun menasehati istri ketika melakukan kekliruan ataupun pembangkangan hendaknya dilakukan secara baik dan bertahap.

Allah ta’ala berfirman:

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا.

Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz(tidak lagi taat), hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya.” (QS. An-Nisa[4]:34).

Dari ‘Atha, dia berkata:

مَا الضَّرْبُ غَيْرُ الْمُبَرِّحِ؟ قَالَ: السِّوَاكُ وَشِبْهُهُ، يَضْرِبُهَا بِهِ.

“Aku bertanya kepada Ibnu Abbas, “Apa maksud pemukulan yang tidak menyakitkan?”Dia menjawab, “Memukul dengan siwak atau yang serupa dengannya.” (Tafsir At-Thabari QS. An-Nisa[4]:34).

Teladan nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memukul istri-istrinya, pembantu, dan budaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Umul mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ، وَلَا امْرَأَةً، وَلَا خَادِمًا، إِلَّا أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللهِ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sama sekali tidak pernah memukul dengan tangannya, tidak pernah memukul istri, dan tidak pernah memukul pembantu, kecuali ketika berjihad fii sabilillah.” (HR. Muslim 2328).

Agar kita berwasiat dengan kebaikan karena Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

اسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّ المَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ

“Berwasiatlah kalian kepada para wanita (para istri) dengan kebaikan, karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk…”(HR. Bukhari 3331, Muslim 1468).

Suami yang tidak mengingkari kemaksiatan pada keluarganya, termasuk istrinya maka dapat mendatangkan kemurkaan Allah dan adzab-Nya.

Abu Bakar pernah berkata :  “Hai manusia, sesungguhnya kalian membaca ayat ini, tetapi kalian menempatkan pengertiannya bukan pada tempat yang sebenarnya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ.

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk..” (QS Al-Amaidah[5]:105).

Dan sesungguhnya aku (Abu Bakar radiallahu ‘anhu)  pernah mendengar Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya manusia itu apabila melihat perkara munkar lalu mereka tidak mencegahnya, maka dalam waktu yang dekat Allah ta’ala akan menurunkan siksa-Nya kepada mereka semua.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Maidah[5]:105).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ، وَالدَّيُّوثُ.

“Ada tiga golongan manusia yang tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat nanti, orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki, dan ad-dayyuts…” (HR. An-Nasa-I 2354, Baihaqi 10309, Thabrani 13180, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 673-674).

Pentingnya mencegah kemungkaran di dalam rumah bagi seorang suami.

Demikianlah semoga bermanfaat.

 

-----000-----

 

Sragen 17-12-2024.

Junaedi Abdullah

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 10 HAK TETANGGA

  BAB 10 HAK TETANGGA Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita, baik di depan, belakang, kanan ataupun kiri dari rumah kita menurut ...