BAB 7
HAK ISTRI
Seorang
istri memiliki hak sebagaimana seorang suami, seorang istri selalu mendampingi
suami dalam suka dan duka, membantu menyiapkan segala sesuatu di rumah, mulai
dari memasak, mencuci, menyapu, dan lain sebagainya. Oleh karena itu seorang
istri memiliki hak yang besar, dan hendaknya
diperhatikan hak-haknya agar bisa merasakan hidup yang bahagia bersama
suaminya.
Allah ta’ala berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ.
“Dan
bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS An Nisaa’[4]:19).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ
إِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقَّا.
“Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kalian memiliki hak atas isteri-isteri kalian dan
isteri-isteri kalian juga memiliki hak atas kalian.” (HR Tirmidzi
1163, dihasankan syaikh al-Albani di dalam Sunan Ibni Majah 1851).
Adapun diantara hak seorang istri yaitu:
1.
Memberinya mahar.
Allah
ta’ala berfirman:
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً.
”Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita
(yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan..”(QS. An-Nisa[4]:4).
فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً .
“Maka berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna).”
(QS. An-Nisaa[4]: 24).
Imam Ahmad
meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ مِنْ يَمْنِ الْمَرْأَةِ تَيْسِيْرُ صَدَاقُهَا وَتَيْسِيْرُ
رَحِمُهَا.
“Di
antara kebaikan wanita ialah memudahkan maharnya dan mudah rahimnya.” (HR Ahmad
24478, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 2235).
2.
Mempergauli dengan
cara yang baik.
Mulailah
berkomonikasi dengan cara yang baik, karena hal itu akan menjadikan kecintaan
bagi istrinya.
قَوْلٌ
مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى.
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari
sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima).
Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al Baqarah[2]:223).
Bergaul
mencakup bagaimana berkata yang baik, memberi dan menerima dengan baik serta tidak
sungkan mengucapkan terimakasih kepada istri.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلٌّ
كَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ صَدَقَةٌ.
“Setiap kata-kata
yang baik Itu adalah sedekah.” (HR. Bukhari dalam Adabul
Mufrad 422. Dishahihkan Syaikh al-Albani berdasarkan riwayat-riwayat lainnya di
dalam ash-Shahihah 577).
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت.
“Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.”
(HR. Bukhari 6018, Muslim 47).
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا .
“Orang mukmin yang
paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, dan yang paling baik
di antara kamu sekalian adalah yang paling baik akhlaqnya terhadap
isteri-isterinya.” (HR. Ahmad 7402, Tirmidzi 1162, Abu Dawud 4682 dihasan
oleh syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 284).
3.
Mendidiknya.
Banyak
para suami yang menghendaki istrinya baik, sopan, menghargai dan berbakti,
namun di antara mereka melupakan kewajibannya yaitu mendidik.
Allah
ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ
نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ
لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS.
At-Tahrim[66]:6).
Ali
bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Ajarilah keluargamu adab.” (Tafsir
Ibnu Katsir, QS. At-Tahrim[66]:6).
Allah ta’ala berfirman:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ
عَلَيْهَا.
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. (QS. Thaaha[20] :132).
‘Aisyah Radhiallahu ‘anha menceritakan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُصَلِّي وَأَنَا رَاقِدَةٌ مُعْتَرِضَةٌ عَلَى فِرَاشِهِ، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ
يُوتِرَ أَيْقَظَنِي فَأَوْتَرْتُ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat sedangkan aku tidur
di atas ranjangnya dengan membentang dihadapannya. Ketika akan witir, beliau
membangunkan aku hingga aku pun shalat witir.”(HR. Bukhari 512, 997, Muslim
512).
Demikianlah Nabi membimbing keluarganya.
4.
Memberinya makan, pakaian
dan tempat.
Suami
berkewaiban memberi istri makan, pakaian dan tempat.
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ.
“Tempatkanlah
mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu..” (QS.
At-Thalaq[65]:6).
Ayat
ini sebenarnya memerintahkan apabila istri telah dicerai agar diberi tempat
tinggal, ini menunjukkan bahwa istri yang masih syah tentu lebih berhak
mendapatkan tempat tinggal.
Rasulullah ketika di tanya tentang hak
seorang istri Beliau menjawab:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ،
وَلاَ تَضْرِبِ الوَجْهَ، وَلاَ تُقَبِّحْ، وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ.
“Engkau
memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau
berpakaian, janganlah memukul wajah dan janganlah menjelek-jelekkannya serta
janganlah memisahkannya kecuali tetap dalam rumah.” (HR. Abu Dawud 2142,
dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 687).
5.
Menjaga kebersihan
dan kerapian dirinya.
Allah
ta’ala berfirman:
وَيُنَزِّلُ
عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ.
“Dan (Allah) menurunkan air (hujan) dari langit
kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu..” (QS Al-Anfal[8]:11).
Ayat ini menunjukkan pentingnya seseorang
menjaga kebersihannya.
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ.
“Dan bersihkanlah pakaianmu.” (QS.Al-Mudassir[74]:4).
Muhammad bin Sirin telah mengatakan berkaitan dengan
ayat di atas yakni, “cucilah dengan air.” (Tafsir ibnu Katsir, QS.
Al-Mudasir[74]:4).
فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ
الْمُطَّهِّرِينَ.
“Di dalamnya ada
orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang
bersih.”(QS.At-Taubah[9]:108).
“Di dalamnya ada
orang-orang yang ingin membersihkan diri.” (QS. At-Taubah[9]:108). Berkenaan
dengan ahli Quba. Mereka selalu bersuci dengan air. (Tafsir Ibnu Katsir, QS.
At-Taubah[9]:108).
Dari
Al Miqdam bin Syuraih dari ayahnya, dia berkata:
سَأَلْتُ عَائِشَةَ قُلْتُ بِأَىِّ شَىْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِىُّ
-صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ قَالَتْ بِالسِّوَاكِ.
Aku
bertanya pada Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan
ketika mulai memasuki rumah beliau?” Aisyah menjawab, “Bersiwak.” (HR. Muslim
253)
Ibnu
Abbas radiyallahu ‘anhu biasa merapikan dirinya ketika hal itu di tanyakan
beliau menjawab, “ Sungguh aku suka berhias untuk istriku sebagaimana aku suka
melihat istriku berhias untuk diriku.” (Tafsir Al Qurtubi, di nukil dari
As-Suluk Al-Ijtima’ fil islam, syaikh Hasan Ayub hal, 183-184).
Dari Abu
Malik Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
الطُّهُورُ
شَطْرُ الْإِيمَانِ.
“Bersuci itu setengah dari iman.” (HR. Muslim
223, Ahmad 22908).
Hendaknya
seorang suami tidak hanya menuntut agar istrinya tampil menyenangkan hatinya
saja, tapi hendaknya dirinya juga menjaga penampilan di depan istrinya sehingga
hal ini akan menjadikan istrinya dekat dan semakin mencintai.
6.
Memberi nafkah batin.
Kebutuhan
batin merupakan masalah krusial, oleh karena itu tidak boleh diremehkan,
siapapun yang meremehkan akan mendapatkan masalah besar, karena hal itu
merupakan kebutuhan batin.
Allah
ta’ala berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ
الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ
لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ.
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan
istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka Allah mengetahui bahwasannya kamu
tidak dapat menahan nafsumu..” (QS Al-Baqarah[2]: 187).
Ibnu Abbas
mengatakan: “Artinya, mereka itu sebagai pemberi ketenangan bagi kalian, dan
kalian pun sebagai pemberi ketenangan bagi mereka.”(Tafsir Ibnu Katsir, QS.
Al-Baqarah[2]:187).
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ.
“Istri-istrimu
adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al-Baqarah[2]:223).
Sahabat
Salman radhiyallahu ‘anhu dipersaudarakan dengan abu Darda, kemudian kemudian
berkunjung dan melihat saudaranya abu Darda meninggalkan hak istrinya ini maka Salman berkata kepadanya:
إِنَّ
لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ
حَقًّا، فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَدَقَ سَلْمَانُ.
“Sesungguhnya
bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak.
Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.”
Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi.
Beliau lantas bersabda, “Salman telah berkata benar.” (HR. Bukhari 1968,
Tirmidzi 2413).
Dari Abu Dzar al-Ghifari,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ.
“Hubungan
badan di antara kalian (suami istri) adalah sedekah.”(HR. Muslim 1006, Ahmad
21473).
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam juga biasa mencium istrinya ketika hendak shalat.
عَنْ
عَائِشَةَ ,أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَهَا وَلَمْ يَتَوَضَّأْ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu‘anha,
“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menciumnya, dan beliau tidak
berwudhu’ (lagi).”
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam juga mandi bersama dengan istrinya.
Umul
mukminin Aisyah radiallahu’anha beliau berkata:
قَالَتْ
عَائِشَةُ كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ
إِنَاءٍ وَاحِدٍ وَنَحْنُ جُنُبَانِ.
“Aku dan
Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam mandi bersama dalam suatu wadah yang
satu, sedangkan kami berdua dalam keadaan junub.”(HR. Bukhari 273, Muslim 321).
Perlu diketahui, dekatnya badan sangat besar pengaruhnya
terhadap dekatnya hati, hal ini disampaikan pula oleh Syaikh Abdurrahman bin
Abdullah al-Qarawi di dalam bukunya Az-Zaujan fi khaimah as-Sa’adah (suami
istri dalam tenda kebahagiaan).
Hendaknya suami memperhatikan kebutuhan untuk istrinya untuk
berdandan, agar istri tampil cantik dan menarik sehingga menjadikan kita senang.
Seorang suami hendaknya juga tidak mengijinkan istrinya bekerja
dan bercampur baur dengan laki-laki lain, bekerja di tempat-tempat yang jauh,
seperti luar daerah apalagi luar negri hal itu akan memisahkan dirinya dan
kemudian hatinya, tidak lagi terhitung berapa banya rumah tangga berantakan
disebabkan permasalahan ini.
7.
Mengajaknya bermusyawarah.
Biasakanlah untuk bermusyawarah dengan istri kita. Hal
ini sangat di butuhkan, terutama dalam perkara-perkara penting, seperti di saat
mau melangkah untuk membuka usaha, infestasi, pinjam dan meminjamkan.
Istri akan merasa senang, dihormati, dianggap, bahkan seorang
istri terkadang turut mampu mengurai masalah yang dihadapi, memberi usulan yang
bermanfaat.
Allah ta’ala berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
“Dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertawakal kepada Allah.” (QS. Ali-Imran[3]: 159).
وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْ.
“Sedang
urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” (QS.
Asy-Syura[42]:38)
Banyak suami tidak lagi menghiraukan hal ini, mereka
merasa tak membutuhkan pendapat satu sama lain, padahal kebersamaan dalam
langkah, pendapat dan mufakat sangat penting, agar rumah tangga terus seantiasa
terjaga keutuhannya.
Ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah, dalam perjanjian
tersebut, pada awalnya para sahabat kecewa, ketika beliau memerintahkan mereka,
mereka tidak menghiraukan, kemudian Rasulullah masuk dan menemui istrinya umu
Salamah, umu Salamah memberikan masukan kepada Beliau dan Beliau menerima,
akhirnya kaum muslimin mengikuti Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di kejadian ini bukanlah suatu aib bila suami
mengambil pendapat istrinya sebagaimana Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
saja menerima masukan istrinya.
Musyawarah menjauhkan sifat otoriter,
menjadikan lebih adil, semua terbuka, mengedepankan kebersamaan, yang paling
penting seandainya terjadi sesuatu yang tidak di inginkan, seperti salah
langkah sehingga bangkrut, atau berdampak pada ekonomi rumah tangganya, tidak
ada yang saling menyalahkan karena telah disepakati bersama.
Sangat berbahaya bagi suami istri apa bila mereka memutuskan
sendiri-sendiri di dalam perkara yang menyangkut kelangsungan hidup
keluarganya, seperti pinjam meminjam dengan memberikan jaminan, yang di
dalamnya terdapat unsur riba, berinvestasi dan lain-lain, yang bisa jadi
berhasil ataupun gagal, dan tidak sedikit sampai membawa pada perceraian.
8.
Mengajak rekreasi
Termasuk
hal yang baik mengajak istri untuk rekreasi, hal ini akan menjadikan bahagia,
menghilangkan kejenuhan dan sekaligus melihat keindahan penciptaan Allah ta’ala.
Allah
ta’ala berfirman:
إِنَّ فِي خَلْقِ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ
الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ
فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ
بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ.
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera
yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
(QS. Al-Baqarah[2]:164).
إِنَّ فِي خَلْقِ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي
الْأَلْبَابِ.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah)
bagi orang yang berakal.” (QS. Ali Imran[3]:90).
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى
الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ . وَإِلَى السَّمَاءِ
كَيْفَ رُفِعَتْ . وَإِلَى الْجِبَالِ
كَيْفَ نُصِبَتْ . وَإِلَى الْأَرْضِ
كَيْفَ سُطِحَتْ.
“Maka
apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan? Dan kepada
langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan kepada gunung-gunung bagaimana ia
ditegakkan? Dan kepada bumi bagaimana ia dihamparkan?” (QS. Al-Ghasiah[88]:17-20).
Memperhatikan hal-hal
diatas tidak ada salahnya kita meluangkan waktu dan tenaga untuk memperhatikan
penciptaan Allah, dengan demikian istri kita akan senang.
9.
Menjalin hubungan yang
baik kepada keluarga istri.
Hendaknya
menjaga hubungan dengan keluarga istri, membantu kesulitan mereka jika
saudara-saudaranya membutuhkan uluran tangan, karena hal itu merupakan
bentuk-bentuk amal shalih yang akan menyenangkan istrinya.
Allah perintahkan kita agar berbuat baik secara
umum kepada siapapun.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ
اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ.
“Sungguh,
Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”(QS.
An-Nahl[16]:128).
وَالْعَافِينَ عَنِ
النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ.
“Dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain, Allah
mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al Baqarah[2]:134).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا
كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ
بِخُلُقٍ حَسَنٍ.
“Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan iringilah
sesuatu perbuatan dosa (kesalahan) dengan kebaikan, pasti akan menghapuskannya
dan bergaullah sesama manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Tirmidzi 1987,
Ahmad 21354, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam al-Misykah 5083 ).
ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ
يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ.
“Sayangilah
orang-orang yang ada di bumi, maka orang-orang yang ada di langit akan
menyayangimu.” (HR. Tirmidzi 1924, Baihaqi 17905, Dishahihkan Syaikh al-Albani
di dalam Ash Shahihah 925).
Kecuali
dijumpai sifat-sifat buruk yang bisa merusak hubungan rumah tangganya seperti ada
keluarga istri tidak amanah, suka menebarkan fitnah atau lainnya, maka dia boleh membatasi namun tidak memutuskan
hubungan kekerabatan.
10.
Mencegah kemungkaran
istri dengan lemah lembut.
Betapapun
baiknya seseorang istri pasti memiliki kekurangan, oleh karena itu hendaknya
tidak dibiarkan dan supaya memberikan nasehat yang baik, memperhatikan tempat
dan ucapannya.
Allah mengingatkan hal ini dalam
firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ
مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوّاً لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ.
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan
anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap
mereka…” (QS.
At-Taghabun[64]: 14).
Makna “menjadi musuh bagimu”
adalah melalaikan kamu dari melakukan amal shalih. (Tafsir Ibnu Katsir, QS.
At-Taghabun[64]: 14).
Allah dan Rasul-Nya memerintahkan
kita agar mengingkari kemungkaran.
Allah ta’ala
berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ.
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari
yang munkar.
وَاتَّقُوا
فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً.
“Dan takutlah fitnah(bencana) yang tidak
hanya menimpa orang-orang yang zalim diantara kalian saja secara khusus.”
(QS.Al-Anfal [8]:25).
Rasulullah
salallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ
مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ،
فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ.
“Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka
hendaklah dia mencegah dengan tangannya, sekiranya dia tidak mampu, maka dengan
lisannya, dan sekiranya dia tidak mampu (juga), maka dengan hatinya. Yang
demikian itu adalah selemah-lemah keimanan.” (HR. Muslim 49, Ahmad 11460, Abu
Dawud 2310).
Hadits ini sifatnya umum, baik kemungkaran di
rumah maupun ditempat lainya.
Zainab binti Jahsyi
bertanya kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا رَسُولَ اللَّهِ: أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ؟ قَالَ:
نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الخَبَثُ.
“Apakah kami akan binasa sementara orang-orang
shalih masih ada di antara kami?” Beliau menjawab, “Benar, apabila kemaksiatan
telah merajalela.” (HR Bukhari 3346, Muslim 2880).
Adapun menasehati istri ketika melakukan
kekliruan ataupun pembangkangan hendaknya dilakukan secara baik dan bertahap.
Allah ta’ala berfirman:
وَاللَّاتِي
تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا.
“Perempuan-perempuan yang
kamu khawatirkan akan nusyuz(tidak lagi taat), hendaklah kamu beri nasihat
kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau
perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari alasan untuk menyusahkannya.” (QS. An-Nisa[4]:34).
Dari ‘Atha, dia berkata:
مَا الضَّرْبُ غَيْرُ
الْمُبَرِّحِ؟ قَالَ: السِّوَاكُ وَشِبْهُهُ، يَضْرِبُهَا بِهِ.
“Aku bertanya kepada Ibnu Abbas, “Apa maksud pemukulan yang tidak
menyakitkan?”Dia menjawab, “Memukul dengan siwak atau yang serupa dengannya.” (Tafsir At-Thabari QS. An-Nisa[4]:34).
Teladan nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memukul
istri-istrinya, pembantu, dan budaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Umul
mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ
بِيَدِهِ، وَلَا امْرَأَةً، وَلَا خَادِمًا، إِلَّا أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ
اللهِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam sama sekali tidak pernah memukul dengan tangannya, tidak pernah
memukul istri, dan tidak pernah memukul pembantu, kecuali ketika berjihad fii
sabilillah.” (HR. Muslim 2328).
Agar kita berwasiat dengan kebaikan karena
Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
اسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّ
المَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ…
“Berwasiatlah
kalian kepada para wanita (para istri) dengan kebaikan, karena wanita itu
diciptakan dari tulang rusuk…”(HR. Bukhari 3331, Muslim 1468).
Suami
yang tidak mengingkari kemaksiatan pada keluarganya, termasuk istrinya maka
dapat mendatangkan kemurkaan Allah dan adzab-Nya.
Abu Bakar
pernah berkata : “Hai manusia, sesungguhnya kalian membaca ayat ini,
tetapi kalian menempatkan pengertiannya bukan pada tempat yang sebenarnya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ.
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri
kalian, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian
apabila kalian telah mendapat petunjuk..” (QS Al-Amaidah[5]:105).
Dan sesungguhnya aku (Abu Bakar radiallahu
‘anhu) pernah mendengar Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Sesungguhnya manusia itu apabila melihat perkara munkar lalu mereka
tidak mencegahnya, maka dalam waktu yang dekat Allah ta’ala akan menurunkan
siksa-Nya kepada mereka semua.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Maidah[5]:105).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللهُ
إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمَرْأَةُ
الْمُتَرَجِّلَةُ، وَالدَّيُّوثُ.
“Ada tiga
golongan manusia yang tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat nanti,
orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, perempuan yang menyerupai
laki-laki, dan ad-dayyuts…” (HR. An-Nasa-I 2354, Baihaqi 10309, Thabrani 13180,
dihasankan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 673-674).
Pentingnya mencegah
kemungkaran di dalam rumah bagi seorang suami.
Demikianlah semoga
bermanfaat.
-----000-----
Sragen 17-12-2024.
Junaedi Abdullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar