Jumat, 12 Desember 2025

KISAH RASULULLAH SERI 8, MASUKNYA HAMZAH BIN ABDUL MUTHALIB DAN UMAR BIN KHATAB.

 



 

Masuk Islamnya Hamzah Bin Abdul Muththalib

Di tengah suhu yang diliputi awan kezhaliman dan penindasan, tiba-tiba muncul seberkas cahaya yang menyinari jalan, yaitu masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muththalib. Dia masuk Islam pada penghujung tahun keenam kenabian, lebih tepatnya pada bulan Dzulhijjah.

Mengenai sebab keislamannya, bahwa suatu hari Abu Jahal melewati Rasulullah di bukit Shafa, lalu dia mengganggu dan mencacimaki beliau. Rasulullah diam saja, tidak berbicara sedikit pun kepadanya. Kemudian dia memukul kepala beliau dengan batu sehingga melukainya dan mengalirkan darah. Selepas itu, dia pulang menuju tempat kaum Quraisy berkumpul di sisi Ka'bah dan berbincang dengan mereka. Kala itu, budak wanita Abdullah bin Jad'an berada di kediamannya di atas bukit Shafa dan menyaksikan kejadian tersebut. Kebetulan, Hamzah pulang dari berburu dengan menenteng busur panah, ia memberitahukan kepadanya perihal perlakuan Abu Jahal tersebut. Menyikapi hal itu, sebagai kalangan suku Quraisy, Hamzah marah besar dan langsung bergegas pergi dan tak perduli pada orang yang menegurnya. Dia berkonsentrasi mempersiapkan segalanya bila berjumpa dengan Abu Jahal dan akan membuat perhitungan dengannya. Maka, manakala dia masuk Masjid al-Haram, dia langsung tegak tepat di hadapan Abu Jahal seraya berkata, "Hai si hina dina! Engkau berani mencaci maki keponakanku padahal aku sudah memeluk agamanya?." Kemudian dia memukulinya dengan busur panah dan membuatnya luka-luka dan babak-belur. Melihat hal itu, sebagian orang-orang dari Bani Makhzum -yakni dari suku Abu Jahal- terpancing emosinya, (melihat hal tersebut) orang-orang dari Bani Hasyim -dari suku Hamzah tidak kalah emosi. Maka Abu Jahal melerai dan berkata, "Biarkan Abu "Imarah panggilan Hamzah-penj.,)! Sebab aku memang telah mencaci-maki keponakannya dengan cacian yang amat jelek." (Diringkas dari Ibnu Hisyam, Op.cit., h.291,292)

Keislaman Hamzah pada mulanya adalah sebagai pelampiasan harga diri seseorang yang tidak, sudi keluarganya dihina, namun kemudian Allah membuatnya cinta terhadap Islam. Dia kemudian menjadi orang yang berpegang teguh pada al-'Urwatul Wutsqa dan menjadi kebanggaan kaum Muslimin.

Masuk Islamnya 'Umar Bin Al-Khaththab

Di tengah suhu yang sama pula, seberkas cahaya yang lebih benderang dari yang pertama kembali menyinari jalan. Itulah, keislaman 'Umar bin al-Khaththab. Dia masuk Islam pada bulan Dzulhijjah, tahun ke-6 kenabian (Tarikh "Umar bin al-Khaththab karya Ibnu al-Jawziy, h.11), yaitu tiga hari setelah keislaman Hamzah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memang telah berdoa kepada Allah agar dia masuk Islam sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh at-Tirmidzi -dan menshahihkannya- dari Ibnu 'Umar dan hadits yang dikeluarkan oleh ath-Thabaraniy dari Ibnu Mas'ud dan Anas bahwa-sanya Nabi bersabda:

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ بِأَحَبِّ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَوْ بِأَبِي جَهْلِ بْنِ هِشَامٍ.

"Ya Allah! muliakanlah Islam ini dengan salah seorang dari dua orang yanglebih Engkau cintai; 'Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal bin Hisyam." (Sunan at-Tirmidzi, bab tentang Manaqib, Manaqib Abi Hafsh, 'Umar bin al-Khaththab, 11/209).

Ternyata, yang lebih dicintai oleh Allah adalah 'Umar.

Setelah meneliti secara cermat seluruh riwayat yang mengisah-kan keislamannya, nampak bahwa proses eksisnya Islam di dalam sanubarinya berlangsung secara bertahap, akan tetapi sebelum kita membicarakan ringkasannya, perlu kami singgung terlebih dahulu karakter dan watak dari kepribadiannya.

Umar dikenal sebagai seorang yang temperamental dan memiliki harga diri yang tinggi. Sangat banyak kaum Muslimin merasakan beragam penganiayaan yang dilakukannya terhadap mereka. Sebenarnya, telah terjadi pertentangan batin dalam dirinya. Di satu sisi dia harus menghormati tatanan adat yang telah dibuat oleh nenek moyangnya tetapi di sisi yang lain dia kagum terhadap mental baja kaum Muslimin dalam menghadapi berbagai cobaan demi menjaga aqidah mereka. Sisi yang lainnya lagi adalah timbulnya berbagai keraguan dalam dirinya, sementara sebagai seorang yang pandai, dia beranggapan bahwa apa yang diseru oleh Islam bisa saja lebih agung dan suci dari agama selainnya. Oleh karena itu, begitu dia memberontak, maka langsung saja berteriak lantang.

Mengenai ringkasan kisah keislamannya yang sudah disinkronkan, bermula dari tindakannya pada suatu malam saat beliau bermalam di luar rumahnya, lalu dia pergi menuju Masjid Haram dan masuk ke dalam tirai Ka'bah. Saat itu, Nabi tengah berdiri melakukan shalat dan membaca surat al-Haqqah. Pemandangan itu dimanfaatkan oleh 'Umar untuk mendengarkannya dengan khusyu' sehingga membuatnya terkesan dengan susunannya. Dia berkata, "Aku berkata pada diriku: 'Demi Allah! Benar, dia ini tukang sya'ir sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy!.' Lalu beliau membaca ayat:

إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ وَمَا هُوَ بِقُولِ شَاعِرٍ قَلِيلًا مَّا تُؤْمِنُونَ.

Sesungguhnya al-Qur'an itu adalah benar-benar wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul yang mulia, dan al-Qur'an itu bukanlah perkata-an seorang penyair. Sedikit sekali kalian beriman kepadanya'." (QS. Al-Haqqah: 40, 41).

 

Lantas aku berkata pada diriku, "Kalau begitu, dia tukang tenung." Lalu beliau meneruskan bacaannya (artinya), "Dan, bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kalian mengambil pelajaran darinya, la adalah wahyu yang diturunkan dari Rabb semesta alam..." hingga akhir surat tersebut. Maka, ketika itulah Islam memasuki relung hatiku." (Tarikh "Umar, Opcit, h.6. Kisah yang mirip dengan itu, diriwayatkan juga oleh Ibnu Ishaq dari 'Atha dan Mujahid akan tetapi di akhirnya terdapat bagian yang bertentangan dengannya. Lihat Ibnu Hisyam, Op.cit., h.346-348. Kisah serupa lainnya terdapat pada riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu al-Jawziy dari Jabir dan di akhirnya juga terdapat bagian yang bertentangan dengan riwayat ini. Lihat Tarikh 'Umar, Op.cit., h. 9,10).

Inilah awal benih Islam yang memasuki relung hati "Umar bin al-Khaththab. Tetapi kulit luar sentimentil Jahiliyyah dan fanatisme terhadap tradisi serta kebanggaan akan agama nenek moyang justru mengalahkan 'otak' hakikat yang dibisikkan oleh hatinya. Sehingga, dia tetap bersikeras dalam upayanya melawan Islam, tanpa menghiraukan perasaan yang bersemayam dibalik kulit luar tersebut.

Di antara bukti nyata kekerasan wataknya dan rasa permusuhan yang sudah di luar batas terhadap Rasulullah adalah saat suatu hari dia keluar sambil menghunus pedang hendak membunuh beliau. Ketika itu, dia bertemu dengan Nu'aim bin 'Abdullah an-Nahham al-'Adawiy (Ini berdasarkan riwayat Ibnu Ishaq, Lihat Ibnu Hisyam, Op.cit, h.344 3).

-Ada riwayat lain menyatakan- "Seseorang dari suku Bani Zahrah" (Hal ini diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Lihat Tarikh "Umar, Ibid, h.10; Mukhtashar).

 

 

atau "Seseorang dari suku Bani Makhzum"(Op.cit, h.103. 4 Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas, Lihat Mukhtashar, Ibid., h.102).

 Orang tersebut bertanya, "Hendak kemana engkau, wahai 'Umar?."

Dia menjawab, "Ingin membunuh Muhammad." Orang tersebut bertanya lagi, "Kalau Muhammad engkau bunuh, bagaimana engkau akan merasa aman dari kejaran Bani Hasyim dan Bani Zahrah?."

"Umar menjawab, "Aku rasa engkau sudah menjadi penganut Agama baru dan telah keluar dari agamamu."

Orang itu berkata kepadanya, "Maukah aku tunjukkan kepadamu yang lebih mengejutkanmu lagi, wahai 'Umar? Sesungguhnya adik perempuan dan iparmu juga telah menjadi penganut agama baru dan meninggalkan agama yang sekarang engkau peluk!."

Mendengar hal itu, 'Umar dengan segera berangkat mencari keduanya dan saat dia menjumpai mereka, di sana dia dapati Khabbab bin al-Aratt yang membawa shahifah (lembaran al-Qur'an) bertuliskan surat "Thaha" dan membacakannya untuk keduanya sebab dia secara rutin mendatangi mereka berdua dan membacakan al-Qur'an untuk keduanya. Tatkala Khabbab mendengar langkah 'Umar, dia menyelinap ke bagian belakang rumah sedangkan adik perempuan 'Umar menutupi shahifah tersebut. Ketika mendekati rumah, 'Umar telah mendengar Khabbab membacakan ayat untuk mereka berdua, karenanya saat masuk, dia langsung bertanya, "Apa gerangan suara bisik-bisik yang aku dengar dari kalian?."

Keduanya menjawab, "Tidak ada apa-apa, hanya sekedar perbincangan di antara kami."

Dia berkata lagi, "Nampaknya, kalian berdua sudah menjadi penganut agama baru."

Iparnya berkata, "Wahai 'Umar! Bagaimana pendapatmu jika kebenaran itu berada pada selain agamamu?."

Mendengar itu, 'Umar langsung melompat ke arah iparnya tersebut, lalu menginjak-injaknya dengan keras. Lantas adik perempuannya datang dan mengangkat suaminya menjauh darinya namun dia justru ditampar oleh Umar sehingga darah mengalir dari wajahnya -dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan bahwa dia memukulnya sehingga membuatnya terluka dan memar-. Adik perempuannya berkata dengan penuh kemarahan, "Wahai 'Umar! Jika kebenaran ada pada selain agamamu, maka aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (Yang berhak disembah) selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."

Manakala 'Umar merasa putus asa dan menyaksikan kondisi adiknya yang berdarah, dia menyesal dan merasa malu, lalu berkata, "Berikan tulisan yang ada ditangan kalian tersebut kepadaku agar aku dapat membacanya!."

Saudaranya itu berkata, "Sesungguhnya engkau itu najis, dan tidak ada yang boleh menyentuhnya melainkan orang-orang yang suci. Bangkit dan mandilah dulu!." Kemudian dia bangkit dan mandi, lalu mengambil tulisan tersebut dan membaca "Bismillahirrahmanirrahim." Dia bergumam, "Sungguh nama-nama yang baik dan suci." Kemudian dia melanjutkan dan membaca surat "Thaha" hingga sampai pada firman Allah (artinya),

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَوَةَ لِذِكْرِي

"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada llah (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku." Thâha: 14).

Dia bergumam lagi, "Alangkah indah dan mulianya Kalam ini!

Kalau begitu, tolong bawa aku ke hadapan Muhammad!." Saat Khabbab mendengar ucapan 'Umar, dia segera keluar dari persembunyiannya seraya berkata, "Wahai 'Umar, bergembiralah karena sesungguhnya aku berharap engkaulah yang dimaksud dalam doa Rasulullah pada malam Kamis "Ya Allah! muliakanlah Islam ini dengan salah seorang dari dua orang yang paling Engkau cintai; Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal bin Hisyam."

Sementara Rasulullah (saat itu) berada di rumah yang terletak di kaki bukit shafa.

Umar mengambil pedangnya seraya menghunusnya, lalu berangkat hingga tiba di rumah tempat beliau berada tersebut. Dia mengetuk pintu, lalu seorang penjaga pintu mengintip dari celah-celah pintu tersebut dan melihatnya menghunus pedang. Penjaga tersebut kemudian melaporkan hal itu kepada Rasulullah . Para sahabat yang berjaga bersiaga penuh mengantisipasinya. Gelagat mereka tersebut mengundang tanda tanya Hamzah, "Ada apa gerangan dengan kalian?."

Mereka menjawab, ""Umar!."

Dia berkata, "Lalu ada apa dengan 'Umar! Bukakan pintu untuknyal Jika dia datang dengan niat baik, kita akan membantunya akan tetapi jika dia datang dengan niat jahat, kita akan membunuhnya dengan pedangnya sendiri."

Saat itu, Rasulullah masih di dalam rumah dan sedang menerima wahyu, maka beliau pun keluar menyongsongnya dan menjumpainya di bilik. Beliau mencengkeram kerah baju dan gagang pedangnya, lalu menariknya dengan keras, seraya bersabda, "Tidakkah engkau berhenti dari tindakanmu, wahai 'Umar hingga Allah menghinakanmu dan menimpakan bencana kepadamu sebagaimana yang terjadi terhadap al-Walid bin al-Mughirah? Ya Allah! inilah 'Umar bin al-Khaththab! Ya Allah! muliakanlah Islam dengan 'Umar bin al-Khaththab!."

Maka Umar berkata, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (Yang berhak disembah) selain Allah dan engkau adalah utusan Allah."

Dengan demikian dia telah masuk Islam, dan disambut dengan pekikan takbir oleh penghuni rumah sehingga terdengar oleh orang-orang yang berada di Masjid al-Haram. (Lihat Tarikh "Umar, Op.cit, h.7,10,11; Ibnu Hisyam, Op.cit, h.343-346).

Umar merupakan sosok yang memiliki harga diri yang tinggi dan keinginan yang tidak dapat dicegah. Oleh karena itulah, keislamannya menimbulkan goncangan luar biasa di kalangan kaum musyrikin dan membuat mereka semakin merasa terhina dan diper-malukan, sementara bagi kaum Muslimin, hal itu menambah 'izzah, kemuliaan dan kegembiraan.

Ibnu Ishaq meriwayatkan dengan sanadnya dari 'Umar, dia berkata, "Tatkala aku sudah masuk Islam, aku mengingat-ingat, siapa penduduk Mekkah yang paling kajam terhadap Nabi Aku berkata, 'Pasti Abu Jahal-lah orangnya." Lalu aku datangi dia dan aku ketuk pintu rumahnya. Dia pun keluar menyambutku seraya berkata, "Selamat datang! Ada apa denganmu?."

"Aku datang untuk memberitahumu bahwa aku telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Muhammad, serta membenarkan apa yang telah dibawanya." Lalu dia membanting pintu di hadapan wajahku seraya berkata, "Semoga Allah menjelekkanmu dan apa yang engkau bawa." ( Ibnu Hisyam, Ibid., h.349,350).

Dalam versi Ibnu al-Jauziy disebutkan bahwa 'Umar berkata, "Dulu, jika seseorang masuk Islam, maka orang-orang mendatanginya lantas memukulinya dan dia juga balas memukuli mereka, namun tatkala aku telah masuk Islam, aku mendatangi pamanku, al-'Ashiy bin Hasyim, dan memberitahukan kepadanya hal itu, dia malah masuk rumah. Lalu aku pergi ke salah seorang pembesar Quraisy -sepertinya Abu Jahal- dan memberitahukan padanya perihal keislamanku, tetapi dia juga malah masuk rumah." (Tarikh 'Umar, Op.cit, h.8).

Ibnu Hisyam juga menyebutkan-demikian pula Ibnu al-Jauziy secara ringkas- bahwa ketika dia ('Umar) masuk Islam, dia mendatangi Jamil bin Ma'mar al-Jumahiy yang merupakan orang Quraisy yang paling cepat menyebarkan berita-dan memberitahu-kan kepadanya tentang keislamannya, orang ini langsung berteriak dengan sekeras-kerasnya bahwa Ibnu al-Khaththab telah menjadi penganut agama baru. Umar pun menimpali-dibelakangnya-, "Dia bohong, akan tetapi aku telah masuk Islam." Mereka pun menyergapnya sehingga akhirnya terjadilah pertarungan antara 'Umar seorang diri melawan mereka. Pertarungan itu baru selesai saat matahari sudah berada tepat di atas kepala mereka, tetapi 'Umar sudah nampak kepayahan. Dia hanya bisa duduk sementara mereka berdiri dekat kepalanya. Dia berkata kepada mereka, "Lakukanlah apa yang kalian suka. Sungguh aku bersumpah atas nama Allah, bahwa andai kami berjumlah tiga ratus orang, niscaya kami biarkan

mereka untuk kalian atau kalian biarkan mereka untuk kami."

Setelah kejadian itu, kaum musyrikin berangkat dalam jumlah besar menuju rumahnya dengan tujuan akan membunuhnya. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Umar, dia berkata, "Saat 'Umar berada di rumahnya dalam kondisi cemas, datanglah al-Ash bin Wail as-Sahmiy (yang dikenal dengan sebutan) Abu 'Amr. dengan memakai mantel dan baju terbuat dari sutera. Dia berasal dari suku Bani Sahm yang merupakan sekutu kami di masa Jahiliyyah. Al-Ash berkata kepadanya, "Ada apa denganmu?."

"Kaummu sesumbar akan membunuhku karena aku masuk Islam", jawab Umar.

Al-Ash berkata, "Tidak akan aku biarkan mereka melakukan hal itu terhadapmu."

Abdullah bin Umar berkata, "Setelah dia berkata demikian aku pun merasa lega."

Al-Ash kemudian keluar dan mendapatkan banyak orang yang sudah memadati lembah tersebut, lantas dia berkata kepada mereka, "Hendak kemana kalian?."

Mereka menjawab, "Menemui si Ibru al-Khaththab yang sudah menjadi penganut agama barul."

Dia menjawab, "Kalian tidak akan aku biarkan mengganggu-nya." Orang-orang itu pun akhirnya membubarkan diri.

Dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan, "Demi Allah! seolah-olah mereka itu bagaikan pakaian yang dilepaskan dari (tubuh)nya.

Demikianlah dampak keislamannya terhadap kaum musyrikin, sedangkan terhadap kaum Muslimin adalah sebagaimana yang diri-wayatkan oleh Imam Mujahid dari Ibnu 'Abbas, dia berkata, "Aku bertanya kepada 'Umar. 'Kenapa kamu dijuluki al-Farûq?.

Dia berkata, 'Hamzah masuk Islam tiga hari lebih dahulu dariku selanjutnya dia menceritakan kisah keislamannya, dan di akhirnya dia berkata- lalu aku berkata (saat aku sudah masuk Islam),

"Wahai Rasulullah! Bukankah kita berada di atas kebenaran; mati ataupun hidup?."

Beliau menjawab, "Tentu sajal Demi Dzat Yang jiwaku berada ditangan-Nya, sesungguhnya kalian berada di atas kebenaran, mati ataupun

1 Ibid., Menu Hisyam, Op.cit, h.348,349,

2 Shahih al-Buklutrry, Op.cit., Bab: Islamu 'Umar bin al-Khaththab, 1/545.

3 Ibnu Hisyam. Op.cit. h.349.

hidup."

 

Lalu aku berkata, "Lantas untuk apa (kita) harus bersembunyi? Demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, sungguh kita harus keluar (menampakkan diri). Lalu kami membawa beliau keluar, kami terbagi dalam dua barisan; salah satunya dipimpin oleh Hamzah dan yang lainnya, dipimpin olehku. Deru debu yang diakibatkannya ibarat ceceran tepung. Akhirnya kami memasuki al-Masjid al-Haram. Kemudian kaum musyrikin Quraisy menoleh ke arahku dan Hamzah; mereka tampak diliputi oleh kesedihan yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya. Sejak saat itulah, Rasulullah menamaiku "al-Farüq

Ibnu Mas'ud sering berkata, "Sebelumnya, kami tak berani melakukan shalat di sisi Ka'bah hingga 'Umar masuk Islam."2

Dari Shuhaib bin Sinan ar-Rûmiy, dia berkata, "Ketika 'Umar masuk Islam, barulah Islam menampakkan diri dan dakwah kepada-nya dilakukan secara terang-terangan. Kami juga berani duduk-duduk secara melingkar di sekitar Baitullah, melakukan thawaf, mengimbangi perlakuan orang yang kasar kepada kami serta membalas sebagian yang diperbuatnya."

Dari 'Abdullah bin Mas'ud, dia berkata, "Kami senantiasa merasakan 'izzah sejak 'Umar masuk Islam."

1 Tarikh "Umar, Op.cit, h.6.7

2. Mukhtasher Stratix Ratif, Op.cit, h.103

 

3 Tarikh Umar, Op.cit, h.13.

4 Shahih al-Bukharry, babe Iskamu "Umar bin al-Khaththab, Op.cit., 1/545.

-----000-----

Disadur dari Sirah Nabawiyah Syaikh Syafiyurrhman Almubarakfuri.

Oleh Abu Ibrahim, Junaedi Abdullah.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KISAH RASULULLAH SERI 8, MASUKNYA HAMZAH BIN ABDUL MUTHALIB DAN UMAR BIN KHATAB.

    Masuk Islamnya Hamzah Bin Abdul Muththalib Di tengah suhu yang diliputi awan kezhaliman dan penindasan, tiba-tiba muncul seberkas ...