Jumat, 01 Juni 2012

Ringkasan FAEDAH HADIST 1 "AN NIAT"




عن عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ – رضى الله عنه – قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ  إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Dari Umar bin Khathabz berkata : “Saya mendengar Rosulullah` bersabda : “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang itu tergantung terhadap apa yang dia niatkan, maka barang siapa yang hijrahnya untuk Allah dan RasulNya maka hijrahnya itu untuk Allah dan Rasul Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia maka dia akan mendapatkannya atau hijrahnya untuk seorang wanita maka dia akan menikahinya, maka hijrahnya itu tergantung pada apa yang dia hijrah untuknya.”
(HR. Bukhori 1, Muslim 1907)
Definisi niat.
Niat secara bahasa artinya adalah : “al qashdu yaitu maksud” dan “al iraadah kehendak-” jadi maknanya adalah “keyakinan dalam hati untuk melakukan satu amalan dengan sunguh-sunguh tanpa adanya keraguan.” [1]
Ada pula ulama yang mendefinisikan yang lain yaitu : “seseorang memaksudkan dengan amalnya itu untuk mendekatkan diri pada Allah, mencari ridha dan pahalaNya.”[2]
Allahu ‘alam yang kedua ini seakan-akan menunjukan definisi secara istilah.
Sebagaimana misal hadis berikut:
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ
Rosulullah `  bersabda,” Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka terhadap orang yang mengucapkan kalimat la ila ha illallah dengan ucapanya itu dia mengharapkan wajah Allah.” [3]
Hadit yang menyebutkan ,“  Yuridu biha wajh Allah, yang di maksudkan  adalah,  “ Dia niatkan semata-mata ( iklas)karena Allah.”
Ringkasan fiqih yang terkandung dalam hadist:
1.      Kata kata  إِنَّمَا sebagai “Al hashru” (pembatas)
Al hashru,  menurut Ibnu Daqiiqil ‘Ied v adalah:  “menetapkan hukum  apa yang di sebutkan dan menolak apa yang tidak di sebutkan.” 

Oleh karena itu pembatas ini ada 2 yaitu:
1)      Pengecualian secara mutlak. Seperti firman Allah l

إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. QS.2.169
2)      Pengecualian secara terbatas(mahsushatan). Seperti firman Allahl
إِنَّمَا أَنْتَ مُنْذِرٌ
Sesungguhnya engkau tidak lain hanyalah pemberi peringatan. QS.13 Ar Ra’d:7
إِنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ
Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan sendau gurau. QS.47 Muhammad:36
Jika ditinjau dari sisi pengaruhnya. Karena dunia bisa juga sebagai lahan untuk kebaikan bagi akhirat.  Secara mutlak atau terbatas dilihat konteks kalimat tersebut.

2.      Hadist ini merupakan tolak ukur amalan hati.  Adapun tolak ukur amalan lahiriyah terkandung  pada hadist Rasulullah`:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada contoh dari kami amalan tersebut tertolak[4]
3.      Niat terletak di dalam hati, bukan di lisan sebagaimana seseorang puasa tidak dianggap batal puasanya jika tidak menyengaja (lupa), kebalikanya jika hatinya menyengaja makan meskipun tidak di ketahui orang lain, tetap akan membatalkan puasanya.
Sebagaimana yang di katakana Ibnu Taimiyah v, ” Tempat niat di dalam hati bukan di lisan dengan kesepakatan para ulama pada semua ibadah, seperti bersuci, shalat, zakat, puasa, haji, membebaskan budak, berjihad, dan lain-lainnya.  Seandainya lisan mengucapkan, tetapi menyelisihi apa yang dia niatkan dalam hatinya, yang dianggap adalah apa yang ada di dalam hatinya.  Beliauv juga mengatakan,  “Seandainya lisanya mengucapkan niat akan tetapi niat tersebut tidak sampai dalam hatinya, tidaklah orang tersebut mendapat balasan dengan kesepakatan para ulama”.[5]

4.      Baiknya amal seseorang tergantung dari niatnya. amal seseorang akan di terima Allah jika dia niatkan(maksudkan) semata-mata mengharapkan wajah Allah.  Begitu pula amalan seseorang menjadi rusak jika dia maksudkan tidak mengharap wajah Allah. “Barangsiapa yang mengamalkan satu amalan yang tidak ada contoh dari kami maka amalan tersebut ditolak.”[6]

5.      Niat yang membedakan ibadah satu dengan yang lainnya, misalnya seseorang shalat qiyamul lail, kemudian di akhiri dengan witir maka hendaknya dia niatkan dalam hatinya untuk witir.

6.      Perkara yang yang mubah bisa menjadi ibadah lantaran niat.
Sebagaimana apa yang di butuhkan manusia seperti makan, minum, tidur, dll, semua bisa menjadi ibadah jika dia niatkan agar badanya kuat dan mampu menjalankan perintah Allah.

7.      Seseorang akan mendapatkan pahala lantaran niatnya meskipun belum melakukan amal. Sebagaimana hadist Rasulullah`:


كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزَاةٍ فَقَالَ إِنَّ بِالْمَدِينَةِ لَرِجَالًا مَا سِرْتُمْ مَسِيرًا وَلَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا إِلَّا كَانُوا مَعَكُمْ حَبَسَهُمْ الْمَرَضُ
فِي حَدِيثِ وَكِيعٍ إِلَّا شَرِكُوكُمْ فِي الْأَجْرِ
Kami bersama nabi ` dalam satu peperangan kemudian Beliau bersabda, “ sesungguhnya di Madinah ada para laki-laki tidaklah kalian mengarungi perjalanan tidak pula melewati lembah kecuali merka bersama kalian, sakit telah menahan mereka.”  dalam hadis waki’lafad yang lain lain “kecuali mereka bersekutu dengan kalian di dalam pahala.”[7]
8.      Niat yang ikhlas akan membesarkan pahalanya disisi Allahl.

9.      Adapun lintasan fikiran manusia belum di hitung dosa selama belum di niatkan untuk melakukanya.

10.  Tidak menjadikan perkara sesuatu berubah hakekatnya hanya lantaran niat.  Sebagaimana seseorang mencuri meskipun dia niatkan untuk menghidupi anak istrinya, atau melakukan bid’ah walaupun dia niatkan ibadah, semua ini tetap atas ke haramanya.

11.  Al hijrah secara lugah, “At tarku yaitu meninggalkan.”  
Adapun secara syar’i,  “ Tarku ma naha Allahu ‘anhu yaitu meninggalkan apa yang di larang Allah darinya.”[8]
Mohon maaf  belum bisa menyertakankan semua dalilnya karena keterbatasan waktu.
Semoga bermanfaat  amin



                                                                                         Di susun oleh: Abu ibrahim
                              
                                                      


[1]  Al Al Mugni , Ibnu Qudamah, Bab  “Ma’na niat” 1/24
[2] Al Fiqhu ‘ala almadzhahib al Arba’ah  ‘Abdurahman Al Jaziri.
[3 ] Mutafaqun ‘alaih

 [4] Mutafaqun ‘alaih
[5] Ibnu Taimiyah didalam kitab “ Majmu’ Ar-Risalah Al Kubra, 1/243 
[6] HR. Bukhari (2697)   Muslim (1718)
[7] HR. Bukhari Fathul Bari (6/46-47) Muslim(1911)
[8] Fatul bari 1/1 Ibnu Hajar ‘As Qolani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...