Senin, 11 Juni 2012

DI ANTARA SEBAB AGAR TIDAK TERJERUMUS DIDALAM KESESATAN





 Dalam rangka mengamalkan firman Allahl:
وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Demi masa.  Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. Al ‘Ashr: 1-3
Dan juga dalam rangka mengamalkan hadis Rasulullah` :
عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ.  رواه مسلم 55
Dari Abu Ruqayyah Tamiim bin Aus Ad Daari, sesungguhnya Nabi shalallahu alaihi wa salam bersabda: ”Agama itu adalah nasehat.” Kami bertanya: ”Untuk siapa?” Sabda beliau: ”Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh kaum muslimin.” (HR Muslim).

Dalam ayat ini sebagaimana di jelaskan ahli tafsir mereka mengatakan agar kita selamat dari kerugian hendaknya memberi nasehat kepada satu sama yang lain di dalam al haq.[1]
Begitu pula dalam hadist di atas sebagaimana di jelaskan para ulama di ….adapun nasehat kepada kaum muslimin yaitu  membimbing mereka kepada ke maslahatan akhirat dan dunianya, membantu mereka untuk meraihnya, menutup aib mereka, mencukupi kekurangan mereka, menolak bahaya yang akan menimpannya.... [2]
Jika kita memperhatikan ayat-ayat dan hadist-hadist, akan kita jumpai begitu sangat banyak agar kita amal ma’ruf nahi mungkar, namun saya cukupkan dengan dua nas tersebut di atas agar pembahasan ini bisa lebih ringkas.
Agar tidak mudah seseorang tergelincir kedalam kesesatan diantara yang perlu di pahami sebagai berikut:

1.      Hendaknya mengukur sesuatu didasari dengan ilmu[3],  tidak menjadikan benar atau pun salah semata-mata karena suka atau pun benci, inilah sumber petaka bagi manusia di muka bumi ini, kususnya pada umat yang semakin jauh dari ilmu yang haq ini sehingga mereka terombang-ambing oleh suasana dan korban dari berbagai penyimpangan dalam islam. Untuk mengobati semua itu tidak lain dengan  bertanya ke pada ahlinya sehingga seseorang menjadi paham dan berilmu, sebagaimana Allahl berfirman:
فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ 
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.QS 16.An Nahl : 43
Rasulullah` bersabda:
أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ
Seandainya mereka bertanya! Sesungguhnya obatnya kebodohan adalah bertanya.[4]
Dan semua itu terangkum dalam kalimat “wajib bagi seorang muslim menuntut ilmu” karena hanya dengan belajar perubahan bisa di harapkan, dari yang tidak tahu menjadi tahu, akan membangun mental,  meyakinkan hati, mengokohkan pendirian, menguatkan kesabaran, merobah dari  kerendahan menuju kemulyaan, dapat menyingkap hakekat pada satu masalah, yang akan berpangkal (berujung) masalah tersebut  pada kebaikan atau keburukan,  dan ini amat sulit dan samar bagi orang-orang yang tidak memiliki ilmu, dan kenyataan yang ada penjaja kesesatan mereka tidak terang-terangan di dalam kesesatanya akan tetapi menyebarkanya dengan amat samar sehingga orang-orang yang tidak memiliki ilmu, pertama-tama yang akan menjadi korban. Oleh karena itu Rasulullah ljuga bersabda:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (ابن ماجه وغيره)
Dari Anas bin Malik z, Dia berkata: Rasulullah ` bersabda: "Menuntut ilmu adalah kewajiban  atas tiap-tiap seorang Islam."[5]
Dari sini hendaknya kita menyadari bahwasanya menuntut ilmu adalah kewajiban sebagaimana seseorang melakukan kewajiban yang lain, seperti shalat puasa zakat dll, sungguh amat di sayangkan kebanyakan kaum muslimin meninggalkan kewajiban ini.

2.      Hendaknya tidak fanatik terhadap ustadnya atau pun taklid buta[6], sehingga tidak lagi menyaring apa yang dikatakan ustadnya terlebih mengingatkan dan meluruskannya, Seakan-akan apa yang di ucapkan adalah bagian dari agama yang harus di ikuti, padahal Rasulullah ` bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ   سنن ابن ماجه .
 قال الشيخ الألباني : حسن
Rasulullah ` bersabda  “ setiap anak adam pasti salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertobat.[7]
       Agama ini melarang seseorang taklid buta tanpa mau merujuk kepada kebenaran, baik mengikuti adat, pemimpin, utadz atau pun kiyainya,terlebih yang diikuti jelas-jelas telah di ketahui kesalahanya, banyak sekali dalil baik yang di tutunjukan Al Qur’an atau pun Hadist Rasulullah`  yang melarang taklid buta ini,  Allah l berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". QS.2. Al Baqoroh: 170.
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ.
Rasulullah `  bersabda “  wajib atas seorang muslim mendengar dan taat pada pemimpin terhadap apa yang di sukai ataupun tidak, kecuali jika memerintahkan kemaksiatan, apa bila memerintahkan kepada maksiat tidak boleh mendengar dan juga taat”[8]
وَقَالَ الْإِماَمُ أَحَمَدْ رَحِمَهُ اللهِ تَعَالَى : " لاَ تُقَلِّدُنِيْ وَلاَ تَقَلِّدُ مَالِكًا وَلَا اَلشَّافِعِيْ وَلَا الأَوْزَاعِيْ وَلَا اَلثَّوْرِيْ وَخُذْ مِنْ حَيْثُ أَخَذُوْا "
Telah berkata imam Ahmadv “ jangan kalian taklid kepadaku, jangan pula kalian taklid kepada Maliki, Safi’i, Auza’i, dan juga Tsauri, ambillah dari mana mereka mengambil.[9] 
Sebagian mereka tidak mau mengkritik atau meluruskan pemimpinnya tidak lain karena telah mendapatkan posisi dalam organisasi tersebut,  sehingga takut jika dirinya nanti dikeluarkan, karena kebanyakan orang-orang yang berani mengkritik kelompoknya mereka akan di keluarkan, sebagaimana nanti ada penjelasan tersendiri insya Allah. 

3.      Kagum terhadap kemajuan organisasi tersebut, atau kemajuan yang di raih, karena kita beragama bukan karena kwantitas,  akan tetapi kita di tuntut agar  berkwalitas, dari sini kita melihat berapa banyak organisasi yang maju dan tumbuh dengan pesat, tidak lain karena menghalalkan segala cara untuk merealisasikan tujuannya. Oleh karena itu tidak boleh seseorang terpedaya oleh jumlah yang ada.  Allah lberfirman:
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ.
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). QS.6.Al An’am :116
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Akan tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui".QS.7.Al  A’raaf: 187.
وَمَا وَجَدْنَا لِأَكْثَرِهِمْ مِنْ عَهْدٍ وَإِنْ وَجَدْنَا أَكْثَرَهُمْ لَفَاسِقِينَ
Dan kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik. QS.7.Al  A’raaf: 122
بَلْ أَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ
Bahkan kebanyakan mereka tidak memahami(nya).QS.29. Al ‘Ankabut:63
Dari keterangan di atas jelaslah untuk tidak mengambil ukuran kebenaran dari banyaknya orang yang mengikuti justru kebanyakan manusia menyimpang dari kebenaran.

4.      Kagum terhadap indifidu para pengikutnya yang kebanyakan orang-orang berpendidikan, memiliki kedudukan, ataupun titel, karena terkadang seorang terpedaya dengan suatu kelompok hanya semata-mata kedudukan para pengikutnya, “ si fulan saja ikut” mulailah dihitung-hitung dan berakhir  dengan batinya sendiri “apalah artinya saya” inilah pandangan yang keliru dan banyak yang menjangkiti seseorang, apakah dirinya rela seandainya turut masuk ke dalam neraka, tentunya tidak rela.
Padahal kita sama-sama sudah tahu kebenaran bukan di ukur dari pangkat seseorang, kedudukan ataupun kekayaan, bahkan orang yang paling tinggi pangkatnya yaitu Fir’aun Allah tenggelamkan di laut, demikian pula tidak di ukur dengan kekayaan karena Qarun yang memiliki kunci-kunci yang berat untuk dipikul dua orang yang kuat saja berakhir dengan di benamkan Allah ke bumi. Oleh karena itu  Allah berfirman:
   إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” QS. Al-Hujurat: 13
Rasulullah ` pun pernah bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Rasulullah `  bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada fisik maupun bentuk kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati kalian.” [10]
Oleh karena itu seorang muslim hendaknya mengetahui kemulyaan suatu kelompok ataupun indifidu seseorang, adanya pahala dan siksa bukan karena pangkat, kedudukan, ketampanan, ataupun kecantikan, tetapi di ukur sejauh mana dia atau mereka bertaqwa kepada Allahl.

5.      Hendaknya seseorang menerima kebenaran darimana saja datangnya, karena bisa jadi orang yang dianggap musuh dia jujur di dalam berkata tentang dirinya atau kelompoknya, dan terkadang teman yang dekat memuji dengan basa basi yang mestinya tak layak untuk di puji, yang mana akan semakin menjauhkan dirinya dari al haq. Sebagaimana riwayat dari Bukhari.[11]
(Secara ringkas), Dalam hadits tersebut, diceritakan Abu Hurairah z menangkap seorang pencuri. Setelah mengakui kesalahannya dan memohon ampun karena keterdesakan kebutuhan keluarganya, maka ia dilepaskan lagi, tetapi keesokan harinya ia datang lagi, kemudian ditangkap lagi. Dan Rasulullah memberitahu akan kedatangannya lagi, sehingga Abu Hurairah lebih waspada, sampai ketiga kalinya Beliau z menangkapnya, sebelum dilepaskan ia mengajarkan cara menangkal syaitan yaitu ayat kursi, ”Kalau engkau baca ayat itu, maka engkau akan terhindar dari gangguanku”. Setelah itu ia pergi kepada Rasulullah dan menceritakannya, Rasulullah ` bersabda “ Dia benar walaupun dia sangat pendusta.” Abu Hurairah tidak tahu bahwa yang mengajarkan itu adalah syaitan. Ia mengetahui bahwa orang  itu adalah syaitan setelah diberitahu oleh Rasulullah `.
             Dari sini kita ketahui walaupun dari syaitan jika memang kebenaran yang disampaikan  hendaknya di terima, sebagaimana telur yang keluar dari dubur ayam kita tidak menolaknya, terlebih dari saudara seagama jika memang benar hendaknya lebih dia utamakan kebenaran itu dari siapapun.

6.       Hendaknya menyerahkan sesuatu kepada Ahlinya, kita bisa melihat munculnya kesesatan kebanyakan di dalangi orang-orang yang memang bukan ahlinya, coba kita bertanya siapakah orang yang saudara elu-elukan, benar salah di bela mati-matian, apakah dikenal sebagai ahli hadist?? Atau ahli tafsir? Atau ahli usul? Ahli fiqih? Atau seorang yang hafid atau justru dengan kebodohanya dia meramu satu ramuan yang di siapkan untuk anda?? sedang anda tidak menyadari? Bahkan yang lebih aneh sebagian mereka tidak mau mengambil dalil dari selain gurunya dengan alasan tidak sah!   
قَالَ إِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ أَوْ قَالَ مَا إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا تَوَسَّدَ الْأَمْرَ غَيْرُ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
Artinya :  Rasulullah` bersabda  Apabila amanah telah disia-siakan tunggulah kiamat”. Ditanyakan, “Bagaimana amanat disia-siakan?”. Beliau menjawab, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kiamat”. [12]
Kita hendaknya melihat orang yang lebih dalam ilmunya sedang mereka tidak menghendaki pemimpin kesesatan. Sebagaimana imam Abu Hanifah, imam Malik, imam Syafi’i, imam Ahmad.  Dan lain-lain yang mereka tidak bisa pungkiri kesolehan, ketakwaan dan keilmuanya lebih jauh di banding pemimpin-pemimpin  kesesatan tersebut.

      Demikian pula mestinya seorang pemimpin dirinya memiliki pola pikir yang jauh dan sesuai kitab Allah dan Sunnah nabiNya sebagaimana firman Allah:
 
مَاكَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤْتِيَهُ اللهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِّي مِن دُونِ اللهِ وَلَكِن كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia:"Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah". Akan tetapi (dia berkata):"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. [Ali Imran : 79].


 Demikia catatan sedikit ini semoga bermanfaat bagi saya dan kaum muslimin agar tidak terjerumus ke pada penyimpangan.  
      

                                                                         Abu Ibrahim.


[1] Lihat tafsir At Thabari, Ibn Kasir,  Al Bagawi, surat Al ‘Ashr 1-3
[2] Lihat Syarah matan Al Ar ba’in An Nawawiyyah oleh Ibnu Daqiiqil ‘Ied hadis ke 7
[3] Tentunya ilmu yang di maksud adalah Al Qur’an dan Sunnah sebagaimana di pahami para sahabat tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
[4]  Riwayat Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad dan Darimi, Sebatas lafad ini dishahihkan Syeikh Al Bani lihat Shahihul Jami’ 3462. Sebatas lafad ini.
[5] Telah berkata Syaikh Al Bani didalam kitab shahih dan zdo’if Ibnu Majah, sebatas riwayat ini “shahih” tanpa kalimat ”…meletakan ilmu…”sampai akhir, karena kalimat tersebut dzo’if sekali.  Al Miskah [218]
[6] Taklid kebalikan dari ittiba’ yaitu mengikuti dalil.
[7]  Sunan Ibnu majah, mustadrak ‘ala Shahihain (Al Hakim). Adapun syaikh Al Bani berkata “ hasan”
[8]  Bukhori 2711.  Muslim 1839
[9] Lihat kitab “SIFAT SHALAT NABI `  MINATTAKBIR ILA TASLIM KAANNAKA TARAAHA” Syaikh Al Bani
[10] HR. Muslim 6564.
[11] Lihat riwayat Bukhari di kitab Al-wikalah (2162)
[12] Diriwayatkan oleh Bukhari BAB Raf’ul Imamah. Maktabah Syamilah (5/2382)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...