Dalam rangka mengamalkan firman Allahl:
وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran. Al ‘Ashr: 1-3
Dan
juga dalam rangka mengamalkan hadis Rasulullah` :
عَنْ تَمِيمٍ
الدَّارِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ
لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ. رواه مسلم 55
Dari Abu Ruqayyah Tamiim bin Aus
Ad Daari, sesungguhnya Nabi shalallahu alaihi wa salam bersabda: ”Agama itu
adalah nasehat.” Kami bertanya: ”Untuk siapa?” Sabda beliau: ”Untuk Allah,
kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh kaum
muslimin.” (HR Muslim).
Dalam ayat ini sebagaimana di
jelaskan ahli tafsir mereka mengatakan agar kita selamat dari kerugian hendaknya
memberi nasehat kepada satu sama yang lain di dalam al haq.[1]
Begitu pula dalam hadist di atas
sebagaimana di jelaskan para ulama di ….adapun nasehat kepada kaum muslimin
yaitu membimbing mereka kepada ke
maslahatan akhirat dan dunianya, membantu mereka untuk meraihnya, menutup
aib mereka, mencukupi kekurangan mereka, menolak bahaya yang akan
menimpannya.... [2]
Jika kita memperhatikan ayat-ayat
dan hadist-hadist, akan kita jumpai begitu sangat banyak agar kita amal ma’ruf
nahi mungkar, namun saya cukupkan dengan dua nas tersebut di atas agar
pembahasan ini bisa lebih ringkas.
Agar tidak mudah seseorang
tergelincir kedalam kesesatan diantara yang perlu di pahami sebagai berikut:
1.
Hendaknya mengukur sesuatu didasari dengan ilmu[3],
tidak menjadikan benar atau pun salah
semata-mata karena suka atau pun benci, inilah sumber petaka bagi manusia di muka
bumi ini, kususnya pada umat yang semakin jauh dari ilmu yang haq ini sehingga
mereka terombang-ambing oleh suasana dan korban dari berbagai penyimpangan
dalam islam. Untuk mengobati semua itu tidak lain dengan bertanya ke pada ahlinya sehingga seseorang
menjadi paham dan berilmu, sebagaimana Allahl berfirman:
فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.QS 16.An Nahl : 43
Rasulullah` bersabda:
أَلَا
سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ
Seandainya mereka bertanya! Sesungguhnya obatnya kebodohan
adalah bertanya.[4]
Dan
semua itu terangkum dalam kalimat “wajib bagi seorang muslim menuntut ilmu”
karena hanya dengan
belajar perubahan bisa di harapkan, dari yang tidak tahu menjadi tahu, akan
membangun mental, meyakinkan hati,
mengokohkan pendirian, menguatkan kesabaran, merobah dari kerendahan menuju kemulyaan, dapat
menyingkap hakekat pada satu masalah, yang akan berpangkal (berujung) masalah
tersebut pada kebaikan atau keburukan, dan ini amat sulit dan samar bagi orang-orang
yang tidak memiliki ilmu, dan kenyataan yang ada penjaja kesesatan mereka tidak
terang-terangan di dalam kesesatanya akan tetapi menyebarkanya dengan amat
samar sehingga orang-orang yang tidak memiliki ilmu, pertama-tama yang akan
menjadi korban. Oleh karena itu Rasulullah ljuga bersabda:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (ابن ماجه وغيره)
Dari Anas bin Malik z, Dia berkata: Rasulullah ` bersabda: "Menuntut ilmu adalah
kewajiban atas tiap-tiap seorang Islam."[5]
Dari sini hendaknya kita
menyadari bahwasanya menuntut ilmu adalah kewajiban sebagaimana seseorang
melakukan kewajiban yang lain, seperti shalat puasa zakat dll, sungguh amat di
sayangkan kebanyakan kaum muslimin meninggalkan kewajiban ini.
2.
Hendaknya tidak fanatik terhadap ustadnya atau pun
taklid buta[6],
sehingga tidak lagi menyaring apa yang dikatakan ustadnya terlebih mengingatkan
dan meluruskannya, Seakan-akan apa yang di ucapkan adalah bagian dari agama
yang harus di ikuti, padahal Rasulullah `
bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ
التَّوَّابُونَ سنن ابن ماجه .
قال
الشيخ الألباني : حسن
Rasulullah
` bersabda “ setiap anak adam pasti salah, dan
sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertobat.[7]
Agama ini melarang seseorang taklid buta
tanpa mau merujuk kepada kebenaran, baik mengikuti adat, pemimpin, utadz atau pun
kiyainya,terlebih yang diikuti jelas-jelas telah di ketahui kesalahanya, banyak
sekali dalil baik yang di tutunjukan Al Qur’an atau pun Hadist Rasulullah`
yang melarang taklid buta ini, Allah l
berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ
نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا
يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
Dan apabila dikatakan
kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan Allah," mereka
menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah kami dapati
dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti
juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan
tidak mendapat petunjuk?". QS.2. Al Baqoroh: 170.
عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عَلَى الْمَرْءِ
الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ
بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ.
Rasulullah
` bersabda “
wajib atas seorang muslim mendengar dan taat pada pemimpin terhadap apa
yang di sukai ataupun tidak, kecuali jika memerintahkan kemaksiatan, apa bila
memerintahkan kepada maksiat tidak boleh mendengar dan juga taat”[8]
وَقَالَ الْإِماَمُ أَحَمَدْ رَحِمَهُ
اللهِ تَعَالَى : " لاَ تُقَلِّدُنِيْ وَلاَ تَقَلِّدُ مَالِكًا وَلَا اَلشَّافِعِيْ
وَلَا الأَوْزَاعِيْ وَلَا اَلثَّوْرِيْ وَخُذْ مِنْ حَيْثُ أَخَذُوْا "
Telah
berkata imam Ahmadv
“ jangan kalian taklid kepadaku, jangan pula kalian taklid kepada Maliki,
Safi’i, Auza’i, dan juga Tsauri, ambillah dari mana mereka mengambil.[9]
Sebagian mereka tidak mau
mengkritik atau meluruskan pemimpinnya tidak lain karena telah mendapatkan
posisi dalam organisasi tersebut,
sehingga takut jika dirinya nanti dikeluarkan, karena kebanyakan
orang-orang yang berani mengkritik kelompoknya mereka akan di keluarkan,
sebagaimana nanti ada penjelasan tersendiri insya Allah.
3.
Kagum terhadap kemajuan organisasi tersebut, atau
kemajuan yang di raih, karena kita beragama bukan karena kwantitas, akan tetapi kita di tuntut agar berkwalitas, dari sini kita melihat berapa
banyak organisasi yang maju dan tumbuh dengan pesat, tidak lain karena
menghalalkan segala cara untuk merealisasikan tujuannya. Oleh karena itu tidak
boleh seseorang terpedaya oleh jumlah yang ada. Allah lberfirman:
وَإِنْ
تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ
يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ.
Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).
QS.6.Al An’am :116
وَلَكِنَّ
أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Akan tetapi
kebanyakan manusia tidak Mengetahui".QS.7.Al A’raaf: 187.
وَمَا
وَجَدْنَا لِأَكْثَرِهِمْ مِنْ عَهْدٍ وَإِنْ وَجَدْنَا أَكْثَرَهُمْ لَفَاسِقِينَ
Dan kami tidak mendapati
kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya kami mendapati kebanyakan mereka
orang-orang yang fasik. QS.7.Al A’raaf:
122
بَلْ
أَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ
Bahkan kebanyakan
mereka tidak memahami(nya).QS.29. Al ‘Ankabut:63
Dari keterangan di atas jelaslah untuk
tidak mengambil ukuran kebenaran dari banyaknya orang yang mengikuti justru
kebanyakan manusia menyimpang dari kebenaran.
4.
Kagum terhadap indifidu para pengikutnya yang
kebanyakan orang-orang berpendidikan, memiliki kedudukan, ataupun titel, karena
terkadang seorang terpedaya dengan suatu kelompok hanya semata-mata kedudukan
para pengikutnya, “ si fulan saja ikut” mulailah dihitung-hitung dan
berakhir dengan batinya sendiri “apalah
artinya saya” inilah pandangan yang keliru dan banyak yang menjangkiti
seseorang, apakah dirinya rela seandainya turut masuk ke dalam neraka, tentunya
tidak rela.
Padahal kita
sama-sama sudah tahu kebenaran bukan di ukur dari pangkat seseorang, kedudukan
ataupun kekayaan, bahkan orang yang paling tinggi pangkatnya yaitu Fir’aun
Allah tenggelamkan di laut, demikian pula tidak di ukur dengan kekayaan karena
Qarun yang memiliki kunci-kunci yang berat untuk dipikul dua orang yang kuat
saja berakhir dengan di benamkan Allah ke bumi. Oleh karena itu Allah berfirman:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling
bertakwa.” QS. Al-Hujurat: 13
Rasulullah ` pun pernah bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ
وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Rasulullah
` bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat
pada fisik maupun bentuk kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati kalian.” [10]
Oleh karena itu
seorang muslim hendaknya mengetahui kemulyaan suatu kelompok ataupun indifidu
seseorang, adanya pahala dan siksa bukan karena pangkat, kedudukan, ketampanan,
ataupun kecantikan, tetapi di ukur sejauh mana dia atau mereka bertaqwa kepada
Allahl.
5.
Hendaknya seseorang menerima kebenaran darimana saja
datangnya, karena bisa jadi orang yang dianggap musuh dia jujur di dalam
berkata tentang dirinya atau kelompoknya, dan terkadang teman yang dekat memuji
dengan basa basi yang mestinya tak layak untuk di puji, yang mana akan semakin
menjauhkan dirinya dari al haq. Sebagaimana riwayat dari Bukhari.[11]
(Secara
ringkas), Dalam hadits tersebut, diceritakan Abu Hurairah z menangkap seorang pencuri. Setelah
mengakui kesalahannya dan memohon ampun karena keterdesakan kebutuhan
keluarganya, maka ia dilepaskan lagi, tetapi keesokan harinya ia datang lagi,
kemudian ditangkap lagi. Dan Rasulullah memberitahu akan kedatangannya lagi,
sehingga Abu Hurairah lebih waspada, sampai ketiga kalinya Beliau z menangkapnya, sebelum dilepaskan ia
mengajarkan cara menangkal syaitan yaitu ayat kursi, ”Kalau engkau baca ayat
itu, maka engkau akan terhindar dari gangguanku”. Setelah itu ia pergi kepada
Rasulullah dan menceritakannya, Rasulullah `
bersabda “ Dia benar walaupun dia sangat pendusta.” Abu Hurairah tidak tahu
bahwa yang mengajarkan itu adalah syaitan. Ia mengetahui bahwa orang itu adalah syaitan setelah diberitahu oleh
Rasulullah `.
Dari
sini kita ketahui walaupun dari syaitan jika memang kebenaran yang disampaikan hendaknya di terima, sebagaimana telur yang
keluar dari dubur ayam kita tidak menolaknya, terlebih dari saudara seagama
jika memang benar hendaknya lebih dia utamakan kebenaran itu dari siapapun.
6. Hendaknya menyerahkan sesuatu kepada Ahlinya, kita bisa melihat
munculnya kesesatan kebanyakan di dalangi orang-orang yang memang bukan
ahlinya, coba kita bertanya siapakah orang yang saudara elu-elukan, benar salah
di bela mati-matian, apakah dikenal sebagai ahli hadist?? Atau ahli tafsir? Atau
ahli usul? Ahli fiqih? Atau seorang yang hafid atau justru dengan kebodohanya
dia meramu satu ramuan yang di siapkan untuk anda?? sedang anda tidak menyadari?
Bahkan yang lebih aneh sebagian mereka tidak mau mengambil dalil dari selain
gurunya dengan alasan tidak sah!
قَالَ إِذَا ضُيِّعَتْ
الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ أَوْ قَالَ
مَا إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا تَوَسَّدَ الْأَمْرَ غَيْرُ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ
السَّاعَةَ
Artinya : Rasulullah`
bersabda “Apabila amanah telah disia-siakan tunggulah
kiamat”. Ditanyakan, “Bagaimana amanat disia-siakan?”. Beliau menjawab,
“Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kiamat”. [12]
Kita hendaknya
melihat orang yang lebih dalam ilmunya sedang mereka tidak menghendaki pemimpin
kesesatan. Sebagaimana imam Abu Hanifah, imam Malik, imam Syafi’i, imam Ahmad. Dan lain-lain yang mereka tidak bisa pungkiri kesolehan,
ketakwaan dan keilmuanya lebih jauh di banding pemimpin-pemimpin kesesatan tersebut.
Demikian pula mestinya seorang pemimpin dirinya memiliki pola pikir yang jauh dan sesuai kitab Allah dan Sunnah nabiNya sebagaimana firman Allah:
مَاكَانَ لِبَشَرٍ
أَن يُؤْتِيَهُ اللهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ
لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِّي مِن دُونِ اللهِ وَلَكِن كُونُوا رَبَّانِيِّينَ
بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ
Tidak
wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah dan
kenabian, lalu dia berkata kepada manusia:"Hendaklah kamu menjadi
penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah". Akan tetapi (dia
berkata):"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu
mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. [Ali Imran :
79].
Demikia catatan sedikit ini semoga bermanfaat bagi saya dan kaum
muslimin agar tidak terjerumus ke pada penyimpangan.
[1]
Lihat tafsir At Thabari, Ibn Kasir, Al
Bagawi, surat Al ‘Ashr 1-3
[2]
Lihat Syarah matan Al Ar ba’in An Nawawiyyah oleh Ibnu Daqiiqil ‘Ied hadis ke 7
[3]
Tentunya ilmu yang di maksud adalah Al Qur’an dan Sunnah sebagaimana di pahami
para sahabat tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
[4] Riwayat
Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad dan Darimi, Sebatas lafad ini dishahihkan Syeikh Al
Bani lihat Shahihul Jami’ 3462. Sebatas lafad ini.
[5]
Telah berkata Syaikh Al Bani didalam kitab shahih dan zdo’if Ibnu Majah,
sebatas riwayat ini “shahih” tanpa kalimat ”…meletakan ilmu…”sampai akhir,
karena kalimat tersebut dzo’if sekali.
Al Miskah [218]
[6]
Taklid kebalikan dari ittiba’ yaitu mengikuti dalil.
[7] Sunan Ibnu majah, mustadrak ‘ala Shahihain (Al
Hakim). Adapun syaikh Al Bani berkata “ hasan”
[8] Bukhori 2711.
Muslim 1839
[9]
Lihat kitab
“SIFAT SHALAT NABI ` MINATTAKBIR ILA
TASLIM KAANNAKA TARAAHA” Syaikh Al Bani
[10]
HR. Muslim 6564.
[11]
Lihat riwayat Bukhari di kitab Al-wikalah (2162)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar