Sabtu, 19 Juli 2025

Sepuluh Pilar Dalam Mendidik Anak

 

عَشْرُ رَكَائِزَ فِي تَرْبِيَةِ الْأَبْنَاءِ

  

 إِعْدَادٌ

الشَّيْخِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ بْنِ عَبْدِ الْمُحْسِنِ الْبَدْرِ

Sepuluh Pilar Dalam Mendidik Anak

 

Syaikh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdul Muhsin al-Badr

 

 

 

Diterjemahkan dan diberi catatan kaki oleh:

Abu Ibrahim, Junaedi Abdullah

 

Cetakan pertama  tanggal 12-07-2025

 

 

 

Desain Sampul, Tata Letak, dan Editing: Tim el-Junaedi.

 

 

 

 

KATA PENGANTAR PENERJEMAH

ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَالَمِينَ وَٱلصَّلَاةُ وَٱلسَّلَامُ عَلَىٰ عَبْدِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِ وَخَلِيلِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ.

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada hamba-Nya, utusan-Nya, dan kekasih-Nya, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarga dan seluruh sahabat beliau.

Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan anak-anak sebagai amanah mulia di tangan para orang tua. Mereka adalah generasi penerus yang akan menentukan baik dan buruknya sebuah umat, tegak atau runtuhnya sebuah masyarakat, bahkan mulia atau hinanya sebuah negara. Oleh karena itu, agama Islam sangat memperhatikan pendidikan anak-anak dan pembinaan generasi sejak usia dini.

Terlebih di zaman ini, di saat keadaan umat begitu genting, berbagai pengaruh buruk menyebar luas melalui berbagai sarana media dan pergaulan, serta terjadi degradasi moral dan akhlak di tengah generasi muda. Fenomena ini menuntut perhatian yang besar bagi setiap orang tua agar tidak lengah dalam mendidik, mengarahkan, dan mengawasi anak-anak mereka. Sebab kelalaian dalam perkara ini tidak hanya akan berdampak buruk di dunia, tetapi juga dapat mengantarkan kepada penyesalan yang tiada guna di akhirat kelak.

Alhamdulillah, melalui buku ringkas yang ditulis oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdul Muhsin al-Badr ini, kaum Muslimin mendapatkan panduan berharga tentang prinsip-prinsip pokok dalam mendidik anak yang berlandaskan syari’at Islam. Meski sederhana dari sisi ukuran, namun isinya sarat dengan nasihat yang dalam, serta solusi yang dibutuhkan oleh setiap orang tua di masa penuh fitnah ini.

Semoga Allah ta‘ala menjadikan usaha ini sebagai amal shalih bagi penulis, penerjemah, dan segenap kaum Muslimin. Semoga pula Allah menganugerahkan kepada kita keturunan yang shalih dan shalihah sebagai penyejuk mata, dan penerus kebaikan bagi umat ini. Aamiin.

 

Sragen 20-06-2025.

Abu Ibrahim, Junaedi Abdullah.

 

 

 

 

Sepuluh Pilar Dalam Mendidik Anak

عَشْرُ رَكَائِزَ فِي تَرْبِيَةِ ٱلْأَبْنَاءِ

 

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 

مُقَدِّمَةٌ

Pendahuluan

ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَالَمِينَ وَٱلصَّلَاةُ وَٱلسَّلَامُ عَلَىٰ عَبْدِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِ وَخَلِيلِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ.

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada hamba-Nya, utusan-Nya, dan kekasih-Nya, Nabi kita Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam, juga kepada keluarga dan seluruh sahabat beliau.

 

أَمَّا بَعْدُ :

Adapun setelah itu:

فَإِنَّ مِنْ أَهَمِّ ٱلْوَاجِبَاتِ ٱلْجَسِيمَةِ وَٱلْأَمَانَاتِ ٱلْعَظِيمَةِ ٱلَّتِي يَجِبُ عَلَى ٱلْعَبْدِ أَنْ يَعْتَنِيَ بِهَا فِي هَذِهِ ٱلْحَيَاةِ: (أَبْنَاؤُهُ) مِنْ حَيْثُ تَرْبِيَتِهِمْ وَتَأْدِيبِهِمْ وَنَصْحِهِمْ وَتَوْجِيهِهِمْ.

Sesungguhnya di antara kewajiban besar dan amanah agung yang harus diperhatikan oleh seorang hamba dalam kehidupan ini adalah (anak-anaknya): dalam hal mendidik mereka, mendisiplinkan mereka, menasihati dan membimbing mereka.

فَإِنَّ ٱلْأَبْنَاءَ مِنْ جُمْلَةِ ٱلْأَمَانَاتِ ٱلْعَظِيمَةِ ٱلَّتِي أَمَرَ ٱللَّهُ بِرِعَايَتِهَا وَحِفْظِهَا.

Karena sesungguhnya anak-anak termasuk dalam amanah-amanah besar yang Allah perintahkan untuk dijaga dan dipelihara.

كَمَا قَالَ تَعَالَىٰ عِندَ ذِكْرِهِ لِأَوْصَافِ ٱلْمُؤْمِنِينَ : وَٱلَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ.

Sebagaimana firman Allah ta’ala ketika menyebutkan sifat-sifat orang-orang beriman:

“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (QS. Al-Ma‘arij [70]: 32).

Allah ta’ala juga berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ . وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ.

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa harta benda dan anak-anakmu itu hanyalah cobaan. Dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar." (QS. Al-Anfal [8]: 27–28).

وَٱللَّهُ كَمَا أَنَّهُ وَهَبَ ٱلْآبَاءَ هَذِهِ ٱلنِّعْمَةَ ٱلْعَظِيمَةَ فَقَالَ:

Dan Allah, sebagaimana Dia telah menganugerahkan kepada para orang tua nikmat besar ini, Allah ta’ala berfirman:

لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ.

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia menganugerahkan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan menganugerahkan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Asy-Syura [42]: 49). [1]

فَإِنَّهُ قَدِ ٱئْتَمَنَهُمْ عَلَيْهَا وَأَوْجَبَ عَلَيْهِمْ حُقُوقًا وَوَاجِبَاتٍ وَجَعَلَهَا ٱمْتِحَانًا وَٱخْتِبَارًا لِلْآبَاءِ.

Maka sungguh Allah telah memberikan amanah itu kepada mereka, mewajibkan atas mereka hak-hak dan kewajiban-kewajiban, serta menjadikannya sebagai ujian dan cobaan bagi para orang tua.[2]

فَإِنْ قَامُوا بِهَا تُجَاهَ أَبْنَائِهِمْ كَمَا أَمَرَهُمُ ٱللَّهُ كَانَ لَهُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَجْرٌ عَظِيمٌ وَثَوَابٌ جَزِيلٌ وَإِنْ فَرَّطُوا فِيهَا فَقَدْ عَرَّضُوا أَنْفُسَهُمْ لِلْعُقُوبَةِ بِحَسَبِ تَفْرِيطِهِمْ.

Jika mereka melaksanakan (amanah itu) terhadap anak-anak mereka sebagaimana yang diperintahkan Allah, maka mereka akan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah dan balasan yang agung. Namun jika mereka melalaikannya, maka mereka telah menjerumuskan diri mereka pada hukuman, sesuai kadar kelalaian mereka.

قَالَ ٱللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ:يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ.

Allah Azza wa Jalla berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya malaikat-malaikat yang kasar lagi keras.” (QS. At-Taḥrim [66]: 6).

فَٱلْآيَةُ أَصْلٌ عَظِيمٌ فِي وُجُوبِ رِعَايَةِ ٱلْأَوْلَادِ وَتَرْبِيَتِهِمْ وَٱلْعِنَايَةِ بِأَحْوَالِهِمْ.

Maka ayat ini adalah dasar yang agung tentang wajibnya menjaga, mendidik, dan memperhatikan kondisi anak-anak.

قَالَ ٱلْخَلِيفَةُ ٱلرَّاشِدُ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُ فِي بَيَانِ هَذِهِ ٱلْآيَةِ:عَلِّمُوهُمْ وَأَدِّبُوهُمْ.

Khalifah Rasyid ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata dalam menafsirkan ayat ini: “Ajarkan mereka, dan didiklah mereka!” (Diriwayatkan oleh ath-Thabari dalam Jami‘ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, 23/103).

وَصَحَّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-لِتَأْكِيدِ هٰذَا ٱلْأَمْرِ وَبَيَانِ تَحَتُّمِهِ عَلَىٰ رَعِيَّتِهِ- ٱلْإِمَامِ وَٱلْآبَاءِ فِي قَوْلِهِ:

Telah dibenarkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menegaskan perkara ini dan menjelaskan kewajiban atas rakyatnya-baik pemimpin maupun para orang tua-dalam sabda beliau:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَٱلرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَٱلْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَٱلْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ

مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin di keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.” (HR. al-Bukhari no. 5188, Muslim no. 1829).

فَقَوْلُهُ : صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَسْؤُولٌ تَذْكِيرٌ بِسُؤَالِ ٱللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لِلْعَبْدِ عَنْ هٰذِهِ ٱلْأَمَانَاتِ إِذَا وَقَفَ بَيْنَ يَدَيْهِ يَوْمَ ٱلْقِيَامَةِ.

Ucapan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam “mas’ul” (akan dimintai pertanggungjawaban), adalah pengingat bahwa Allah akan menanyai seorang hamba tentang amanah-amanah ini saat ia berdiri di hadapan-Nya pada Hari Kiamat.

بَلْ قَالَ بَعْضُ أَهْلِ ٱلْعِلْمِ:

Bahkan sebagian ulama berkata:

إِنَّ ٱللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَسْأَلُ ٱلْوَالِدَ عَنْ وَلَدِهِ يَوْمَ ٱلْقِيَامَةِ قَبْلَ أَنْ يَسْأَلَ ٱلْوَلَدَ عَنْ وَالِدِهِ فَإِنَّهُ كَمَا أَنَّ لِلْأَبِ عَلَىٰ ٱبْنِهِ حَقًّافَلِلِٱبْنِ عَلَىٰ أَبِيهِ حَقٌّ.

Sesungguhnya Allah azza wa jalla akan menanyai seorang ayah tentang anaknya pada Hari Kiamat sebelum Dia menanyai si anak tentang ayahnya. Karena sebagaimana ayah memiliki hak atas anaknya, demikian pula anak memiliki hak atas ayahnya. (Tuhfatul-Mawdud bi Ahkam al-Mawlud karya Ibnul-Qayyim, hlm. 229).

قَالَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُمَا : أَدِّبِ ٱبْنَكَ فَإِنَّكَ مَسْؤُولٌ عَنْ وَلَدِكَ مَاذَا أَدَّبْتَهُ وَمَاذَا عَلَّمْتَهُ وَإِنَّهُ مَسْؤُولٌ عَنْ بِرِّكَ وَطَوَاعِيَتِهِ لَكَ.

Telah berkata Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma: “Didiklah anakmu, karena engkau bertanggung jawab atas anakmu apa yang telah engkau ajarkan padanya dan apa yang telah engkau didikkan kepadanya. Dan sungguh ia juga akan dimintai pertanggung jawaban atas baktinya dan ketaatannya kepadamu.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra no. 5301).[3]

وَكَمَا أَوْصَى ٱللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ٱلْأَبْنَاءَ بِبِرِّ آبَائِهِمْ وَوُجُوبِ ٱلْإِحْسَانِ إِلَيْهِمْ بِقَوْلِهِ تَعَالَى:

Sebagaimana Allah telah mewasiatkan kepada anak-anak agar berbakti kepada kedua orang tuanya dan berbuat baik kepada mereka dalam firman-Nya:

 وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا.

“Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” (QS. Al-‘Ankabut [29]:8).

فَقَدْ أَوْصَى ٱلْآبَاءَ بِٱلْأَبْنَاءِ أَيْضًابِتَرْبِيَتِهِمْ وَتَأْدِيبِهِمْ كَمَا قَالَ تَعَالَى:

Maka Allah juga mewasiatkan kepada para ayah untuk (memperhatikan) anak-anak mereka, dengan mendidik dan mengajarkan adab kepada mereka, sebagaimana firman-Nya:

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ.

“Allah mewasiatkan kalian tentang anak-anak kalian.” (QS. An-Nisa’ [4]: 11).

فَوَصِيَّةُ ٱللَّهِ لِلْآبَاءِ بِأَوْلَادِهِمْ سَابِقَةٌ عَلَىٰ وَصِيَّةِ ٱلْأَوْلَادِ بِآبَائِهِمْ.

Maka wasiat Allah kepada para orang tua untuk memperhatikan anak-anaknya lebih dahulu datang dibandingkan wasiat kepada anak-anak agar berbakti kepada orang tua mereka. (Tuhfatul-Mawdud Ibnul-Qayyim, hlm. 229).

وَقَدْ أَخْبَرَنَا نَبِيُّنَا ٱلْكَرِيمُ أَنَّ لِلْوَالِدَيْنِ تَأْثِيرًا بَلِيغًا عَلَىٰ أَبْنَائِهِمْ فِي عَقَائِدِهِمْ وَأَدْيَانِهِمْ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada kita bahwa orang tua memiliki pengaruh besar terhadap anak-anak mereka dalam hal keyakinan dan agama mereka.

 فَضْلًا عَنْ أَخْلَاقِهِمْ وَطِبَاعِهِمْ, فَقَالَ:

Apalagi akhlak dan kebiasaan mereka. Beliau bersabda:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى ٱلْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ ٱلْبَهِيمَةِ تُنْتِجُ ٱلْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَىٰ فِيهَا جَدْعَاءَ.

Setiap anak dilahirkan di atas fitrah (kesucian), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti halnya hewan ternak melahirkan anak yang utuh, apakah engkau melihat ada yang terpotong telinganya? (Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 5188 dan Muslim no. 1829).[4]

وَهٰذَا مَثَلٌ بَلِيغٌ مَحْسُوسٌ فَإِنَّ ٱلْبَهِيمَةَ تُنْتِجُ فِي ٱلْعَادَةِ سَلِيمَةً مِنَ ٱلْعُيُوبِ وَٱلْآفَاتِ.

Dan ini adalah permisalan yang nyata dan dalam, sesungguhnya hewan ternak secara umum melahirkan anaknya dalam keadaan utuh tanpa cacat atau penyakit.

فَلَيْسَ فِيهَا جَدْعٌ أَوْ قَطْعٌ فِي يَدِهَا أَوْ أُذُنِهَا أَوْ رِجْلِهَا وَإِنَّمَا يَحْصُلُ ذٰلِكَ مِنْ صَاحِبِهَا أَوْ رَاعِيهَا إِمَّا بِإِهْمَالٍ أَوْ بِفِعْلِهِ مُبَاشَرَةً.

Maka tidak terdapat padanya (hewan itu) cacat berupa terpotongnya tangan, telinga, atau kakinya, sesungguhnya hal itu hanya terjadi karena pemiliknya atau penggembalanya, baik karena kelalaian, maupun karena perbuatanya secara langsung.

فَهَكَذَا ٱلِٱبْنُ فَإِنَّهُ يُولَدُ عَلَى ٱلْفِطْرَةِ فَإِذَا تَعَلَّمَ ٱلْكَذِبَ وَٱلْغِشَّ أَوِ ٱلْفَسَادَ وَٱلِٱنْحِرَافَ أَوْ غَيْرَهُ مِنَ ٱلْمُنْكَرَاتِ فَإِنَّهُ لِأَمْرٍ خَارِجٍ عَنِ ٱلْفِطْرَةِ.

Begitu pula anak, ia dilahirkan di atas fitrah. Maka jika ia belajar berbohong, menipu, berbuat kerusakan atau penyimpangan, atau perbuatan mungkar lainnya, maka itu merupakan sesuatu yang berasal dari luar fitrah.

إِمَّا أَنْ يَكُونَ بِسَبَبِ سُوءِ ٱلتَّرْبِيَةِ أَوِ ٱلْإِهْمَالِ فِيهَا أَوْ بِمُؤَثِّرٍ خَارِجِيٍّ مِنْ أَصْحَابِ ٱلسُّوءِ أَوْ غَيْرِهِمْ مِنَ ٱلْخُلَطَاءِ.

Bisa jadi hal itu karena buruknya pendidikan, kelalaian dalam mendidik, atau karena pengaruh luar seperti teman-teman buruk atau selain mereka dari pergaulan yang menyimpang.

وَلِأَهَمِّيَّةِ هٰذِهِ ٱلْأَمَانَةِ وَعِظَمِهَا أَذْكُرُ هُنَا عَشْرَ رَكَائِزَ تُعَدُّ مِنْ أَهَمِّ ٱلْأُسُسِ ٱلَّتِي يَنْبَغِي عَلَىٰ كُلٍّ مِنَ ٱلْوَالِدَيْنِ أَنْ يُعْنَوْا بِهَا لِيَتَحَقَّقَ لَهُمَا هٰذَا ٱلْمَطْلَبُ ٱلنَّبِيلُ وَٱلْمَقْصِدُ ٱلْجَلِيلُ وَٱلتَّوْفِيقُ بِيَدِ ٱللَّهِ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ.

Karena penting dan agungnya amanah ini, maka aku sebutkan di sini sepuluh pilar yang merupakan pondasi penting yang seharusnya diperhatikan oleh setiap orang tua agar mereka dapat mewujudkan tujuan mulia ini. Adapun taufik hanyalah di tangan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.

وَنَسْأَلُهُ بِمَنِّهِ وَكَرَمِهِ أَنْ يَحْفَظَ أَبْنَاءَنَا أَجْمَعِينَ بِمَا يَحْفَظُ بِهِ عِبَادَهُ ٱلصَّالِحِينَ وَأَنْ يَتَوَلَّاهُمْ بِٱلتَّوْفِيقِ وَأَنْ يَرْزُقَهُمُ ٱلصَّلَاحَ وَٱلْعَافِيَةَ وَٱلسَّلَامَةَ مِنَ ٱلْفِتَنِ إِنَّهُ سَمِيعٌ مُجِيبٌ.

Kita memohon kepada-Nya, dengan karunia dan kemurahan-Nya, agar menjaga anak-anak kita semuanya sebagaimana Dia menjaga hamba-hamba-Nya yang shalih, agar Dia senantiasa membimbing mereka dengan taufik-Nya, serta menganugerahkan kepada mereka keshalihan, kesehatan, dan keselamatan dari berbagai fitnah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.

 

 

                        -----000-----

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PILAR YANG PERTAMA

الرَّكِيْزَةُ ٱلْأُولَى

ٱخْتِيَارُ ٱلزَّوْجَةِ ٱلصَّالِحَةِ

Memilih istri yang salehah

إِنَّ مِنْ أَوَّلِ ٱلرَّكَائِزِ فِي ٱلتَّرْبِيَةِ ٱخْتِيَارَ ٱلزَّوْجَةِ ٱلصَّالِحَةِ.

Sesungguhnya salah satu pilar pertama dalam pendidikan anak adalah memilih istri yang shalihah.

وَهٰذِهِ ٱلرَّكِيْزَةُ تَكُوْنُ قَبْلَ أَنْ يُرْزَقَ ٱلْوَالِدَانِ بِٱلْأَوْلَادِ.

Pilar ini bahkan datang sebelum orang tua dikaruniai anak.

فَعَلَيْكَ أَنْ تَجْتَهِدَ فِي ٱلْبَحْثِ عَنْ ٱمْرَأَةٍ مَعْرُوْفَةٍ بِٱلِٱسْتِقَامَةِ وَٱلصَّلَاحِ وَٱلتَّقْوَى.

Maka hendaklah engkau bersungguh-sungguh mencari wanita yang dikenal dengan istiqamah, shalihah, dan bertakwa.[5]

لِأَنَّهَا سَتَكُوْنُ عَوْنًا لَكَ عَلَىٰ تَرْبِيَتِهِمْ وَتَأْدِيْبِهِمْ وَتَنْشِئَتِهِمُ ٱلتَّنْشِئَةَ ٱلصَّالِحَةَ.

Karena ia akan menjadi penolongmu dalam mendidik, membimbing, dan membesarkan anak-anak dengan didikan yang baik.

وَحَتَّىٰ لَوْ لَمْ تُعِنِ ٱلزَّوْجَةُ ٱلصَّالِحَةُ زَوْجَهَا عَلَىٰ تَرْبِيَةِ ٱلْأَبْنَاءِ فَإِنَّهَا لَنْ تَكُوْنَ ضَرَرًا عَلَيْهِمْ فِي دِيْنِهِمْ وَأَخْلَاقِهِمْ.

Dan sekalipun istri yang shalihah itu tidak membantumu secara langsung dalam mendidik anak, setidaknya ia tidak akan membahayakan agama dan akhlak mereka.

وَلِهٰذَا جَاءَ ٱلْحَثُّ مِنْ نَبِيِّنَا ٱلْكَرِيْمِ صَلَّى ٱللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَىٰ ٱخْتِيَارِ ٱلْمَرْأَةِ ذَاتِ ٱلدِّيْنِ.

Oleh karena itu, datanglah anjuran dari Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memilih wanita yang beragama.

فَقَالَ تُنْكَحُ ٱلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ ٱلدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.

Nabi bersabda: “Perempuan dinikahi karena empat hal, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah agamanya, niscaya engkau beruntung. (HR. al-Bukhari no. 5090, Muslim no.1466). (Adapun sabdanya:Taribat yadaka "Berdebulah kedua tanganmu." itu adalah ungkapan yang biasa digunakan oleh orang Arab dan tidak dimaksudkan makna harfiahnya. Tujuannya adalah untuk mendorong dan menekankan pentingnya melaksanakan perintah tersebut).

وَصَحَّ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ صَلَّى ٱللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

Telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:

 مَنْ رَزَقَهُ ٱللَّهُ ٱمْرَأَةً صَالِحَةً فَقَدْ أَعَانَهُ عَلَىٰ شَطْرِ دِيْنِهِ فَلْيَتَّقِ ٱللَّهَ فِي ٱلشَّطْرِ ٱلْبَاقِي.

“Barangsiapa dikaruniai oleh Allah seorang istri yang shalihah, maka sungguh Allah telah menolongnya untuk menyempurnakan setengah agamanya. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam setengah yang tersisa.” (HR. al-Hakim di dalam al-Mustadrak 2/162, sanadnya dinyatakan shahih olehnya, dan al-Albani menilainya hasan li ghairihi dalam Shahih At-Targhib 2/404).

وَلِهٰذَا كَانَتِ ٱلزَّوْجَةُ ٱلصَّالِحَةُ مِنْ أَعْظَمِ أَسْبَابِ ٱلسَّعَادَةِ فِي ٱلدُّنْيَاكَمَا أَخْبَرَ بِذٰلِكَ نَبِيُّنَا صَلَّى ٱللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Oleh karena itu, istri yang shalihah adalah salah satu sebab terbesar kebahagiaan di dunia, sebagaimana dikabarkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.

فَقَالَ:مِنْ سَعَادَةِ ٱبْنِ آدَمَ ٱلْمَرْأَةُ ٱلصَّالِحَةُ.

Beliau bersabda: “Termasuk kebahagiaan anak Adam adalah wanita yang shalihah.” (HR. Ahmad dalam Musnad no. 1445: al-Albani menilainya shahih li ghairihi dalam Shahih at-Targhib 2/403).

وَإِنَّمَا كَانَتِ ٱلْمَرْأَةُ ٱلصَّالِحَةُ جُزْءًا مِنْ سَعَادَةِ ٱلْمَرْءِلِأَنَّ فِيهَا صِفَاتٍ لَا تَتَوَفَّرُ إِلَّا فِي ٱلصَّالِحَةِ مِنَ ٱلنِّسَاءِ.

Dan istri yang shalihah termasuk bagian dari kebahagiaan seseorang karena di dalam dirinya terdapat sifat-sifat yang hanya dimiliki oleh wanita-wanita shalihah saja.

كَٱلْإِخْلَاصِ وَٱلنَّصِيْحَةِ وَٱلصِّدْقِ وَٱلْأَمَانَةِ وَٱلْوَفَاءِ وَحِفْظِ ٱلْمَالِ وَٱحْتِرَامِ ٱلزَّوْجِ وَصِيَانَةِ ٱلْعِرْضِ وَحُسْنِ ٱلتَّرْبِيَةِ لِلْأَوْلَادِ.

Seperti keikhlasan, nasihat yang tulus, kejujuran, amanah, kesetiaan, menjaga harta, menghormati suami, menjaga kehormatan, dan mendidik anak-anak dengan baik.

ثُمَّ إِنَّ صَلَاحَهَا يَنْعَكِسُ عَلَى ٱلْأَبْنَاءِغَالِبًا لِشِدَّةِ مُبَاشَرَتِهَا لَهُمْ وَعِنَايَتِهَا بِهِمْ وَتَوْجِيهِهَا ٱلْمُسْتَمِرَّ لَهُمْ.

Kemudian, keshalihannya pada umumnya akan tercermin pada anak-anaknya, karena kuatnya kedekatannya dengan mereka, perhatiannya kepada mereka, dan arahannya yang terus-menerus kepada mereka.

وَهٰذَا أَيْضًا مِنْ جُمْلَةِ ٱلسَّعَادَةِ ٱلَّتِي يَجْعَلُهَا ٱللَّهُ فِي ٱلزَّوْجَةِ ٱلصَّالِحَةِ.

Dan ini juga termasuk bentuk kebahagiaan yang Allah berikan dalam sosok istri yang shalihah.[6]

 

 

-----000-----

 

 

 

 

 

 

PILAR KEDUA

الرَّكِيْزَةُ الثَّانِيَةُ

غَرْسُ ٱلْعَقِيْدَةِ وَٱلْإِيْمَانِ

Menanamkan Akidah dan Iman

فَٱلْعَقِيْدَةُ وَٱلْإِيْمَانُ هُمَا ٱلْأَسَاسُ ٱلَّذِي تُبْنَىٰ عَلَيْهِ بَقِيَّةُ ٱلْأَعْمَالِ.

Akidah dan iman adalah dasar utama yang menjadi pondasi semua amal perbuatan.

فَإِذَا صَلَحَ ٱلْأَسَاسُ صَلَحَتِ ٱلْآثَارُ ٱلنَّاتِجَةُ عَنْهُ وَأَثْمَرَتِ ٱلثِّمَارَ ٱلطَّيِّبَةَ.

Jika pondasinya baik, maka hasilnya pun akan baik dan menghasilkan buah yang baik pula.

كَمَا قَالَ تَعَالَى:

Sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي ٱلسَّمَاءِ.

“Tidakkah engkau perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik: akarnya kokoh dan cabangnya menjulang ke langit.” (QS. Ibrahim[14]:24).

تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا, وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ.

“Pohon itu memberikan buahnya setiap waktu dengan izin Rabbnya. Dan Allah membuat perumpamaan untuk manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (QS. Ibrahim[14]:25).

وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ ٱجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ ٱلْأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ.

“Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk yang dicabut dari permukaan bumi; tidak memiliki ketetapan (akar yang kuat).” (QS. Ibrahim[14]:26).

فَٱلشَّجَرَةُ إِذَا قُطِعَ أَصْلُهَا مَاتَتْ.

Pohon jika akarnya dipotong, ia akan mati.

فَكَذٰلِكَ ٱلدِّينُ إِذَا لَمْ يَقُمْ عَلَى ٱلتَّوْحِيدِ لَمْ يُنْتَفَعْ بِهِ.

Demikian pula agama, jika tidak dibangun di atas tauhid, maka tidak akan bermanfaat padanya.

فَمَنْزِلَةُ ٱلتَّوْحِيدِ مِنَ ٱلدِّينِ كَمَنْزِلَةِ ٱلْأُصُولِ مِنَ ٱلشَّجَرِ,

 وَٱلْقَوَاعِدِ مِنَ ٱلْبُنْيَانِ.

Kedudukan tauhid dalam agama seperti akar pada pohon dan pondasi dalam bangunan.

وَلِهٰذَا تَكَاثَرَتِ ٱلنُّصُوصُ فِي ٱلْوَحْيَيْنِ عَلَىٰ أَهَمِّيَّةِ تَرْسِيخِ ٱلْعَقِيْدَةِ ٱلسَّلِيْمَةِ وَٱلْإِيْمَانِ ٱلصَّحِيْحِ فِي نُفُوْسِ ٱلْأَبْنَاءِ مُنْذُ ٱلصِّغَرِ.

Oleh karena itu, banyak sekali nash dalam Al-Qur’an dan Sunnah yang menunjukkan pentingnya menanamkan akidah yang lurus dan iman yang benar ke dalam jiwa anak-anak sejak kecil.

كَمَا جَاءَ فِي وَصَايَا لُقْمَانَ الْحَكِيمِ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ تَأْكِيدُهُ عَلَى هذِهِ الرَّكِيزَةِ بَلْ كَانَ مِنْ أَوَّلِ مَا قَالَ لَهُ.

Sebagaimana datang dalam wasiat Luqman al-Hakim kepada anaknya, saat ia menasihatinya, yaitu penekanan beliau atas prinsip ini, bahkan termasuk yang pertama ia katakan:

يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ.

“Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman [31]: 13).

فَبَدَأَ هٰذِهِ الوَصِيَّةَ بِنَهْيِهِ عَنِ الشِّرْكِ وَتَحْذِيرِهِ مِنْهُ.

Maka ia memulai wasiat ini dengan larangan dari syirik dan memperingatkan darinya.

وَذَٰلِكَ لأَنَّ الشِّرْكَ أَخْطَرُ الذُّنُوبِ وَهُوَ مُبْطِلٌ لِجَمِيعِ الأَعْمَالِ.

Karena syirik adalah dosa yang paling berbahaya, dan ia membatalkan seluruh amal.

والشِّرْكُ: هُوَ تَسْوِيَةُ غَيْرِ اللَّهِ بِاللَّهِ فِي شَيْءٍ مِنْ حُقُوقِ اللَّهِ.

Adapun syirik: adalah menyamakan selain Allah dengan Allah pada sesuatu dari hak-hak Allah.

كما أَخْبَرَ تَعَالَى عَنِ المُشْرِكِينَ أَنَّهُمْ إِذَا دَخَلُوا النَّارَ يَوْمَ القِيَامَةِ يَقُولُونَ عَلَى سَبِيلِ الحَسْرَةِ وَالنَّدَامَةِ.

Sebagaimana Allah ta‘ala mengabarkan tentang orang-orang musyrik, bahwa saat mereka masuk neraka pada hari kiamat, mereka berkata dengan penuh penyesalan dengan penyesalan yang mendalam.

تَاللَّهِ إِن كُنَّا لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ إِذْ نُسَوِّيكُم بِرَبِّ الْعَالَمِينَ.

“Demi Allah, sungguh dahulu kami benar-benar dalam kesesatan yang nyata, ketika kami menyamakan kalian dengan Rabb semesta alam.” (QS. Asy-Syu‘ara’[26]: 97–98).[7]

وَكَانَ مِمَّا وَصَّى بِهِ لُقْمَانُ ابْنَهُ: تَذْكِيرُهُ بِمُرَاقَبَةِ اللَّهِ وَإِحَاطَتِهِ بِكُلِّ شَيْءٍ فَقَالَ:

Dan di antara wasiat Luqman kepada anaknya: ia mengingatkannya untuk selalu merasa diawasi oleh Allah, dan bahwa Allah meliputi segala sesuatu, lalu ia berkata:

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ .

“Wahai anakku, sesungguhnya jika ada sesuatu (amal) seberat biji sawi dan ia berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya, Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqman[31]: 16).

وفِي هَذَا تَنْبِيهٌ لِلأَبَوَيْنِ أَنْ يُعْنَوْا بِتَرْبِيَةِ أَبْنَائِهِمْ عَلَى مُرَاقَبَةِ اللَّهِ تَعَالَى وَأَنَّهُ مُطَّلِعٌ عَلَيْهِمْ.

Dan dalam hal ini terdapat peringatan bagi kedua orang tua agar mereka memperhatikan pendidikan anak-anak mereka untuk selalu merasa diawasi oleh Allah ta‘ala, dan bahwa Dia Maha Mengetahui keadaan mereka.

فَغَرْسُ هٰذِهِ الْعَقِيدَةِ فِي نُفُوسِ الْأَبْنَاءِ هُوَ تَعْزِيزٌ لِمَرْتَبَةِ الْإِحْسَانِ عِنْدَهُمْ وَتَهْيِئَتُهُمْ لِمُرَاقَبَةِ اللَّهِ فِي جَمِيعِ أَفْعَالِهِمْ.

Menanamkan aqidah ini dalam jiwa anak-anak adalah bentuk penguatan derajat ihsan pada diri mereka, dan mempersiapkan mereka untuk merasa diawasi oleh Allah dalam semua perbuatan mereka.

لَا سِيَّمَا فِي هٰذَا الْوَقْتِ الَّذِي انْتَشَرَتْ فِيهِ الْأَجْهِزَةُ وَمَا قَدْ يَحْصُلُ فِيهَا مِنَ السُّمُومِ وَالْبَلَايَا الْجَسِيمَةِ.

Terlebih di zaman ini yang penuh dengan alat-alat (teknologi), dan berbagai racun serta bencana besar yang dapat timbul darinya.

وَقَدْ حَرَصَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ الْحِرْصِ عَلَى بَيَانِ هٰذِهِ الْعَقَائِدِ وَغَرْسِهَا فِي نُفُوسِ النَّاشِئَةِ.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh menjelaskan aqidah-aqidah ini,dan menanamkannya dalam jiwa generasi muda.

فَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: كُنْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ: يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Aku pernah berada di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari, maka beliau bersabda: ‘Wahai anak kecil, sungguh aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat,

احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ

Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu.

إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ.

Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau minta tolong, mintalah pertolongan kepada Allah.

وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ.

Ketahuilah, seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberimu manfaat dengan sesuatu, mereka tidak akan bisa memberimu manfaat kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu.

وَلَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ.

Dan seandainya mereka berkumpul untuk mencelakakanmu dengan sesuatu, mereka tidak akan bisa mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu.

 رُفِعَتِ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتِ الصُّحُف.

Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering (tertulis takdirnya).” (HR. at-Tirmidzi no. 2516, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah no. 5302).

 

 

-----000-----

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PILAR KETIGA

الرَّكِيزَةُ الثَّالِثَةُ

كَثْرَةُ الدُّعَاءِ

Memperbanyak doa

فَالدُّعَاءُ لِلْأَبْنَاءِ يُعْتَبَرُ مِنْ أَهَمِّ الرَّكَائِزِ فِي صَلَاحِهِمْ وَاسْتِقَامَتِهِمْ وَهٰذَا الدُّعَاءُ يَكُونُ قَبْلَ مَجِيئِهِمْ وَبَعْدَهُ

Doa untuk anak-anak termasuk salah satu pilar terpenting dalam kesalihan dan keteguhan mereka, dan doa ini dilakukan sebelum mereka lahir dan setelahnya.

فَيَدْعُو الْوَالِدَانِ أَنْ يَرْزُقَهُمَا اللَّهُ الذُّرِّيَّةَ الصَّالِحَةَ وَيَدْعُوَانِ أَيْضًا لِلْأَوْلَادِ بَعْدَ أَنْ يَرْزُقَهُمَا اللَّهُ بِهِمْ.

Kedua orang tua berdoa agar Allah menganugerahkan kepada mereka keturunan yang shalih, dan mereka juga mendoakan anak-anak setelah Allah mengaruniakan mereka anak.

بِالْهِدَايَةِ وَالصَّلَاحِ وَالِاسْتِقَامَةِ وَالثَّبَاتِ عَلَى الدِّيَانَةِ أُسْوَةً بِالْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ.

Agar mendapat hidayah, kesalihan, keteguhan, dan ketetapan dalam beragama, sebagaimana teladan para nabi ‘alaihimus-salam.

فَإِنَّ اللَّهَ أَخْبَرَنَا عَنْ خَلِيلِهِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ أَنَّهُ قَالَ :رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ  

Sungguh Allah mengabarkan kepada kita tentang kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihis-salam, bahwa beliau berkata: “Ya Rabbku, anugerahilah aku (seorang anak) yang termasuk orang-orang shalih.”[8] (QS. Ash-Shaffat[37]: 100).

وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ أَيْضًارَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي.

Dan Ibrahim alaihis-salam juga berkata:Ya Rabbku, jadikanlah aku orang yang mendirikan shalat, dan (juga) dari keturunanku. ( QS. Ibrahim[14]: 40). [9]

وَقَالَ زَكَرِيَّا عَلَيْهِ السَّلَامُ ,رَبِّ هَبْ لِي مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ.

Dan Zakariyya ‘aihis-salam berkata: “Ya Rabbku, anugerahilah aku dari sisi-Mu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa. (QS. Ali ‘Imran[3]: 38).[10]

وَمِنْ دُعَاءِ عِبَادِ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ امْتَدَحَهُمْ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَوْلُهُمْ :

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ ۖ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا .

Termasuk doa hamba-hamba ar-Raḥman yang dipuji oleh Rabb semesta alam adalah ucapan mereka: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami dari istri-istri dan keturunan kami penyejuk mata, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan[25]: 74).

وَمِنْ نِعَمِ اللَّهِ وَكَرَمِهِ أَنَّهُ جَعَلَ دَعْوَةَ الْوَالِدِ لِأَوْلَادِهِ مُسْتَجَابَةً لَا تُرَدُّ كَمَا ثَبَتَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ:

Di antara nikmat Allah dan karunia-Nya adalah bahwa doa orang tua untuk anaknya itu mustajab, tidak tertolak, sebagaimana telah shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ.

Tiga doa yang pasti dikabulkan, tidak diragukan padanya:Doa orang tua, doa musafir, dan doa orang yang dizalimi. (HR. Muslim no. 3009).[11]

وَمِمَّا يَنْبَغِي التَّنْبِيهُ عَلَيْهِ فِي هٰذَا الْمَقَامِ أَيْضًا :أَنَّهُ عَلَى الْوَالِدَيْنِ أَنْ يَحْذَرَا مِنَ الدُّعَاءِ عَلَى أَوْلَادِهِمَا بِالشَّرِّ.

Perlu juga diingatkan dalam hal ini: bahwa kedua orang tua harus berhati-hati dari mendoakan keburukan atas anak-anaknya.

 لِسِيَّمَا فِي حَالِ الْغَضَبِ ,فَلَا يَتَعَجَّلَا بِالدُّعَاءِ عَلَى أَوْلَادِهِمَا, فَتُسْتَجَابَ دَعْوَتُهُمَا ثُمَّ يَنْدَمَانِ بَعْدَ ذٰلِكَ النَّدَامَةَ الشَّدِيدَةَ.

Terutama saat sedang marah, jangan tergesa-gesa mendoakan keburukan, karena bisa jadi doanya dikabulkan lalu mereka menyesal dengan sangat dalam setelahnya.

فَقَدْ حَذَّرَنَا رَسُولُنَا الْكَرِيمُ مِنْ ذٰلِكَ فَقَالَ: لَا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ.

Sungguh Nabi kita yang mulia telah memperingatkan dari hal ini. Beliau bersabda: “Janganlah kalian mendoakan keburukan atas diri kalian, jangan pula atas anak-anak kalian.

وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ  لَا تُوَافِقُوا مِنَ اللَّهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبَ لَكُمْ.

Dan jangan atas harta kalian. Jangan sampai doa itu bertepatan dengan waktu yang Allah kabulkan permintaan, lalu Allah mengabulkan (keburukan) untuk kalian.” (Diriwayatkan oleh Muslim di dalam shahihnya no. 3009).

وَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ :وَيَدْعُ الْإِنسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ ۖ وَكَانَ الْإِنسَانُ عَجُولًا.

Allah ‘Azza wa jalla berfirman: “Dan manusia berdoa untuk keburukan sebagaimana dia berdoa untuk kebaikan. Dan manusia itu bersifat tergesa-gesa.” (QS. Al-Isra’[17]: 11)

قَالَ قَتَادَةُ رَحِمَهُ اللَّهُ :يَدْعُو عَلَى مَالِهِ فَيَلْعَنُ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَلَوِ اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ لَأَهْلَكَهُ.

Qatadah rahimahullah berkata: “Seseorang mendoakan keburukan atas hartanya; ia melaknat hartanya dan anaknya. Seandainya Allah mengabulkannya, niscaya mereka semua binasa.” (Jami‘ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an oleh ath-Thabari (14/513).

وَقَالَ الْعَلَّامَةُ عَبْدُ الرَّحْمَٰنِ السَّعْدِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ:وَهٰذَا مِنْ جَهْلِ الْإِنسَانِ وَعَجَلَتِهِ.

Al-‘Allamah ‘Abdur-Rahman as-Sa‘di rahimahullah berkata:Ini adalah bentuk kebodohan dan ketergesaan manusia.

حَيْثُ يَدْعُو عَلَى نَفْسِهِ وَأَوْلَادِهِ وَمَالِهِ بِالشَّرِّ عِنْدَ الْغَضَبِ وَيُبَادِرُ بِذٰلِكَ الدُّعَاءَ كَمَا يُبَادِرُ بِالدُّعَاءِ فِي الْخَيْرِ.

di mana ia mendoakan keburukan atas dirinya, anak-anaknya, dan hartanya saat marah, ia terburu-buru dengan doa buruk itu sebagaimana ia terburu-buru dalam doa kebaikan.  (Taysir al-Karim ar-Raḥman, hal. 454).

 

-----000-----

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PILAR KEEMPAT

الرَّكِيْزَةُ الرَّابِعَةُ

التحصينُ بالأذكارِ

Perlindungan dengan Zikir

فَمِنَ الرَّكَائِزِ العَظِيْمَةِ: حِرْصُ الوَالِدَيْنِ عَلَى تَحْصِيْنِ أَبْنَائِهِمَا بِالأَذْكَارِ الشَّرْعِيَّةِ وَالأَوْرَادِ النَّبَوِيَّةِ.

Termasuk pilar penting adalah kesungguhan kedua orang tua dalam melindungi anak-anak mereka dengan zikir-zikir syar‘i dan wirid-wirid nabawi.

فَإِنَّ لِذَلِكَ عَظِيْمَ الأَثَرِ عَلَى الأَوْلَادِ حِفْظًا وَصَلَاحًا وَسَلَامَةً مِنَ الْفِتَنِ وَالشُّرُوْرِ.

karena itu memiliki pengaruh besar bagi anak-anak: berupa penjagaan, perbaikan, dan keselamatan dari fitnah dan keburukan.

وَقَدْ شُرِعَ لِلْأَبَوَيْنِ العَمَلُ عَلَى تَحْصِيْنِ ذُرِّيَّتِهِمَا قَبْلَ أَنْ يُخْلَقُوا.

Syariat telah menetapkan bahwa orang tua disyariatkan untuk melindungi anak-anaknya bahkan sebelum mereka diciptakan.

فَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى ٱللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:

Dari Ibnu ‘Abbas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ :بِسْمِ اللَّهِ, اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا.

“Jika salah seorang di antara kalian ketika hendak menggauli istrinya mengucapkan:'Bismillah, Allahumma jannibna asy-syaithan, wa jannibisy-syaithana ma razaqtana, maka jika ditakdirkan lahir anak dari hubungan itu, setan tidak akan mencelakainya selamanya.” (HR. al-Bukhari no. 1388, Muslim no. 1434).

فَقَوْلُهُ: وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا هَذَا تَحْصِيْنٌ عَظِيْمٌ لِلْأَوْلَادِ يَسْلَمُوْنَ بِهِ مِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ.

Ucapannya: Jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami, ini adalah perlindungan besar bagi anak-anak, agar mereka selamat dari keburukan setan dan sekutunya.

ثُمَّ بَعْدَ أَنْ يَرْزُقَ اللهُ الْوَالِدَيْنِ بِالْأَبْنَاءِ فَيَنْبَغِي عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَعَاهَدَا أَبْنَاءَهُمَا بِالتَّعْوِيذِ وَالتَّحْصِينِ.

Setelah Allah memberikan rezeki kepada kedua orang tua berupa anak hendaknya mereka membiasakan melindungi anak-anaknya dengan doa perlindungan dan penjagaan.

فَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَوِّذُ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ: أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ ,ثُمَّ يَقُولُ: كَانَ أَبُوكُمَا يُعَوِّذُ بِهَا إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan doa perlindungan kepada al-Hasan dan al-Husain: “Aku mohon perlindungan untuk kalian berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari setiap setan,  binatang berbisa, dan dari setiap mata yang membawa keburukan. Kemudian beliau bersabda: Ayah kalian biasa membacakan doa ini kepada Isma‘il dan Ishaq.” (HR. al-Bukhari no. 3371, Abu Dawud no. 4737, dan lafaz ini milik Abu Dawud).

وَقَوْلُهُ أَبُوكُمْ: أَيْ: رَسُولُ اللهُ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ. Ucapan beliau: “Ayah kalian”, maksudnya adalah Rasulullah Ibrahim ‘alaihis-salam, yaitu bapak moyang mereka berdua. [12]

ثُمَّ عِنْدَ بُلُوغِ سِنِّ التَّلْقِينِ يَحْرِصُ الْوَالِدَانِ عَلَى تَلْقِينِ أَبْنَائِهِمَا الْأَذْكَارَ النَّبَوِيَّةَ الْمُبَارَكَةَ مُنْذُ نُعُومَةِ أَظْفَارِهِمْ.

Kemudian ketika anak mencapai usia bisa diajari, orang tua hendaknya bersemangat mengajarkan dzikir-dzikir nabawi yang penuh keberkahan sejak masa kecil mereka.

لَا سِيَّمَا الْأَذْكَارَ الْيَوْمِيَّةَكَأَذْكَارِ الصَّبَاحِ وَالْمَسَاءِ وَدُخُولِ الْمَنْزِلِ وَالْخُرُوجِ مِنْهُ وَأَذْكَارِ الطَّعَامِ وَاللِّبَاسِ وَنَحْوِ ذَلِكَ.

Terutama dzikir-dzikir harian, seperti dzikir pagi dan petang, masuk dan keluar rumah, doa makan dan

 berpakaian, serta semisalnya. [13]

فَيَكْبُرُ الطِّفْلُ مُعْتَادًا عَلَى ذِكْرِ اللهِ سُبْحَانَهُ مُلَازِمًا لَهُ فِي جَمِيعِ أَحْوَالِهِ.

Anak pun tumbuh besar dalam keadaan terbiasa menyebut nama Allah dan terus menjaganya dalam seluruh keadaannya.

فَتَحْصُلُ لَهُ بِذَلِكَ الْعَافِيَةُ وَالسَّلَامَةُ مِنَ الْآفَاتِ وَالشُّرُورِوَتَحْصُلُ لَهُ الْبَرَكَةُ فِي أُمُورِهِ كُلِّهَا.

Dengan itu, ia akan memperoleh kesehatan dan keselamatan dari berbagai gangguan dan keburukan, serta mendapatkan keberkahan dalam seluruh urusannya.

 

 

-----000-----

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PILAR KELIMA

الرَّكِيزَةُ الْخَامِسَةُ

اِخْتِيَارُ الْأَسْمَاءِ الطَّيِّبَةِ

Memilih nama-nama yang baik

فَمِنَ الْأُمُورِ الَّتِي تُعِينُ عَلَى تَرْبِيَةِ الْأَبْنَاءِ التَّرْبِيَةَ الصَّالِحَةِ أَنْ يَخْتَارَ الْوَالِدَانِ لِأَوْلَادِهِمَا الْأَسْمَاءَ الْحَسَنَةَ الطَّيِّبَةَ.

Termasuk hal yang membantu dalam mendidik anak dengan pendidikan yang baik adalah orang tua memilihkan nama-nama yang baik dan bagus untuk anak-anaknya.

الَّتِي تَرْبِطُهُمْ بِطَاعَةِ اللهِ كَأَنْ يُسَمَّى: عَبْدُ اللهِ, وَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ, وَ مُحَمَّدٌ, وَ صَالِحٌ, وَنَحْوِ هَذِهِ الْأَسْمَاءِ الْحَسَنَةِ.

yang menghubungkan mereka dengan ketaatan kepada Allah,seperti dinamai: “’Abdullah”, “’Abdur-Rahman”, “Muḥammad”, “Salih”, dan nama-nama baik semacam itu.

الَّتِي تُذَكِّرُهُ بِارْتِبَاطِهِ بِالصَّلَاحِ وَالْعِبَادَةِ وَبِمَا يُحْمَدُ عَلَيْهِ فَيَكُونُ فِي ذَلِكَ تَأْثِيرٌ عَلَيْهِ غَالِبًا.

yang mengingatkan anak akan hubungannya dengan kesalehan dan ibadah serta hal-hal yang terpuji,yang biasanya memiliki pengaruh terhadap dirinya.

وَكَمَا قِيلَ: لِكُلِّ رَجُلٍ مِنِ اسْمِهِ نَصِيبٌ.

Sebagaimana dikatakan:Setiap orang mendapat bagian dari namanya.

وَصَحَّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ :إِنَّ أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللهِ: عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ.

Telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: Sesungguhnya nama yang paling Allah cintai di antara nama-nama kalian adalah: ‘Abdullah dan ‘Abdur-Raḥman. (HR. Muslim no. 2132).

وَمِنَ الْمُنَاسِبِ أَنْ يُبَيِّنَ الْوَالِدُ لِوَلَدِهِ مَعْنَى اسْمِهِ وَوَجْهَ كَوْنِ هَذَا الِاسْمِ مَحْبُوبًا لِلَّهِ تَعَالَى.

Sebaiknya orang tua menjelaskan kepada anaknya makna dari Namanya dan alasan mengapa nama tersebut dicintai oleh Allah ta‘ala.

فَمَثَلًا: إِنْ كَانَ اسْمُهُ عَبْدُ اللهِ, تَقُولُ لَهُ:...

Misalnya: jika namanya “’Abdullah”, maka katakan kepadanya: …

(Lanjutan akan membahas bagaimana menjelaskan makna nama kepada anak.)

أَنْتَ عَبْدُ ٱللَّهِ ٱلَّذِي خَلَقَكَ وَأَوْجَدَكَ وَأَنْعَمَ عَلَيْكَ بِٱلنِّعَمِ ٱلْكَثِيرَةِ.

Engkau adalah hamba Allah: yang menciptakanmu, mengadakanmu, dan menganugerahkan banyak nikmat kepadamu.

وَهَذِهِ ٱلنِّعَمُ تَقْتَضِي أَنْ تَكُونَ شَاكِرًا وَمُطِيعًا لَهُ.

Nikmat-nikmat ini menuntut agar engkau bersyukur dan taat kepada-Nya.

وَإِنْ كَانَ ٱسْمُهُ كَٱسْمِ نَبِيٍّ أَوْ صَحَابِيٍّ فَمِنَ ٱلْمُفِيدِ أَنْ تُذَكِّرَهُ بِقِصَّتِهِ.

Jika namanya seperti nama nabi atau sahabat, maka termasuk hal yang bermanfaat adalah mengingatkannya akan kisah tokoh tersebut.

وَتُبْرِزَ لَهُ مَكَارِمَهُ لِيَقْتَدِيَ بِهِ وَيَتَشَبَّهَ بِصَاحِبِ ٱلِاسْمِ.

Tampilkan padanya kemuliaan tokoh itu agar ia meneladani dan meniru pemilik nama tersebut.

وَهٰذَا يُفْعَلُ فِي بَقِيَّةِ ٱلْأَسْمَاءِ ٱلطَّيِّبَةِ.

Demikian pula dilakukan pada nama-nama baik lainnya.[14]

وَيَنْدَرِجُ تَحْتَ هٰذَا: تَكْنِيَةُ ٱلطِّفْلِ مِنْ صِغَرِهِ بِكُنْيَةٍ طَيِّبَةٍ مِثْلَ: أَبِي عَبْدِ ٱللَّهِ.

Termasuk dalam hal ini: memberi kunyah yang baik kepada anak sejak kecil, seperti Abu ‘Abdillah.

لِيَعْتَادَهَا وَتَقْوَى شَخْصِيَّتُهُ وَيَسْلَمَ مِنَ ٱلْأَلْقَابِ ٱلسَّيِّئَةِ.

Agar terbiasa dengannya, memperkuat kepribadiannya, dan selamat dari julukan buruk.

وَهٰذَا مِنَ ٱلتَّفَاؤُلِ: أَنْ يَحْيَا حَتَّى يُرْزَقَ بِٱلذُّرِّيَّةِ.

Dan ini termasuk bentuk optimisme: agar ia hidup hingga dikaruniai keturunan.

 

 

-----000-----

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PILAR KEENAM

ٱلرَّكِيزَةُ ٱلسَّادِسَةُ

ٱلْعَدْلُ بَيْنَ ٱلْأَبْنَاءِ

Bersikap adil di antara anak-anak.

 

فَتَحَرِّي ٱلْعَدْلِ بَيْنَ ٱلْأَبْنَاءِ وَٱلْبُعْدُ عَنِ ٱلْجَوْرِ وَٱلْحَيْفِ وَٱلظُّلْمِ.

Bersungguh-sungguh berlaku adil dan menjauhi kezaliman terhadap anak-anak.

يُعَدُّ مِنْ أَهَمِّ ٱلرَّكَائِزِ ٱلْمُؤَثِّرَةِ فِي تَرْبِيَتِهِمْ.

Termasuk pilar terpenting yang berpengaruh dalam mendidik mereka.

فَإِنَّ ٱلْأَبَ إِذَا لَمْ يَعْدِلْ بَيْنَ أَبْنَائِهِ أَوْجَدَ ذٰلِكَ بَيْنَهُمُ ٱلْعَدَاوَةَ وَٱلْتَحَاسُدَ وَٱلتَّبَاغُضَ.

Jika ayah tidak adil, maka akan timbul permusuhan, iri hati, dan kebencian di antara anak-anaknya.[15]

وَفِي ٱلْمُقَابِلِ إِذَا حَرَصَ عَلَى ٱلْعَدْلِ بَيْنَهُمْ كَانَ ذٰلِكَ مِنْ أَعْظَمِ أَسْبَابِ تَوَادِّهِمْ.

Sebaliknya, jika ia menjaga keadilan, maka itu menjadi sebab utama kasih sayang di antara mereka.

وَمَحَبَّتِهِمْ وَبِرِّهِمْ لَهُ.

dan cinta serta bakti mereka kepadanya.[16]

وَقَدْ جَاءَ فِي صَحِيحِ ٱلْبُخَارِيِّ عَنْ ٱلنُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ.

Telah datang di dalam Shahih al-Bukhari dari Nu‘man bin Basyir,

أَنَّ أَبَاهُ نَحَلَهُ أَرْضًا وَطَلَبَتْ أُمُّهُ مِنْ أَبِيهِ أَنْ يُشْهِدَ رَسُولَ ٱللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Bahwa ayahnya menghadiahkan sebidang tanah, lalu ibunya meminta agar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dijadikan saksi.

فَلَمَّا أَتَىٰ رَسُولَ ٱللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ: أَعْطَيْتَ سَائِرَ وَلَدِكَ مِثْلَ هٰذَا.

ketika ia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Apakah engkau memberikan yang semisal ini kepada seluruh anakmu?”

قَالَ: لَا. قَالَ: فَٱتَّقُوا ٱللَّهَ وَٱعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ.

Ia menjawab: “Tidak.” Maka beliau bersabda: Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anak kalian.) HR. Bukhari 2587).

وَفِي رِوَايَةٍ عِندَ مُسْلِمٍ أَنَّ ٱلنَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ :أَيَسُرُّكَ أَنْ يَكُونُوا إِلَيْكَ فِي ٱلْبِرِّ سَوَاءً.

Di dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: Apakah engkau senang jika mereka semua berbakti kepadamu secara sama?

قَالَ: بَلَى. قَالَ: فَلَا إِذًا.

Ia menjawab:Tentu.Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Kalau begitu, jangan (berlaku tidak adil).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya no. 1623).

وَفِي رِوَايَةٍ:لَا أَشْهَدُ عَلَىٰ جَوْرٍ.

Dan dalam riwayat lain: “Aku tidak menjadi saksi atas suatu kezaliman.” (Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya, no. 2650, dan Imam Muslim dalam Shahih-nya, no. 1623).

وَفِي رِوَايَةٍ أُخْرَىٰ: فَأَشْهِدْ عَلَىٰ هٰذَا غَيْرِي.

Dan dalam riwayat lain lagi:Kalau begitu, persaksikan hal ini kepada orang lain selain aku.[Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya, no. 1623].

وَهٰذِهِ ٱلْكَلِمَةُ قَالَهَا ٱلنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَهْدِيدًا لَهُ.

Kalimat ini diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai peringatan keras kepadanya.[17]

وَإِلَّا فَمَنِ ٱلَّذِي يَطِيبُ قَلْبُهُ مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَىٰ مَا حَكَمَ ٱلنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ جَوْرٌ.

Sebab siapa di antara kaum muslimin yang rela menjadi saksi atas sesuatu yang telah dihukumi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai kezaliman.

وَأَنَّهُ لَا يَصْلُحُ وَأَنَّهُ خِلَافُ تَقْوَى ٱللَّهِ وَأَنَّهُ خِلَافُ ٱلْعَدْلِ.

Dan bahwa perbuatan itu tidak layak, bertentangan dengan ketakwaan kepada Allah, dan menyelisihi keadilan. (Dikutip dari I‘lam al-Muwaqqi‘in karya Ibnul Qayyim, jilid 4, hlm. 133).

فَهٰذَا تَحْذِيرٌ بَلِيغٌ مِنَ ٱلْحَيْفِ وَٱلظُّلْمِ بَيْنَ ٱلْأَوْلَادِ.

Maka ini adalah peringatan yang sangat tegas dari perbuatan curang dan zalim terhadap anak-anak.[18]

وَبَيَانٌ لِمَا يُوَرِّثُهُ مِنَ ٱلْعُقُوقِ وَعَدَمِ ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقَاطُعِ وَٱلتَّهَاجُرِ بَيْنَ ٱلْإِخْوَانِ.

Dan penjelasan tentang akibatnya berupa kedurhakaan, hilangnya kasih sayang, serta terputusnya hubungan dan saling menjauhnya antar saudara.

 

 

-----000-----

 

 

 

PILAR KE TUJUH

ٱلرَّكِيزَةُ ٱلسَّابِعَةُ

ٱلرِّفْقُ وَٱلرَّحْمَةُ

Lemah Lembut dan Kasih Sayang

 

وَمِنْ رَكَائِزِ تَرْبِيَةِ ٱلْأَبْنَاءِ: ٱلرِّفْقُ وَٱللُّطْفُ بِهِمْوَمُعَامَلَتُهُمْ بِٱلرَّحْمَةِ وَٱلْإِحْسَانِ.

Termasuk pilar penting dalam mendidik anak-anak adalah bersikap lemah lembut dan ramah kepada mereka, serta memperlakukan mereka dengan kasih sayang dan kebaikan.

وَٱلْحَذَرُ مِنَ ٱلْغِلْظَةِ وَٱلْبُعْدِ عَنِ ٱلشِّدَّةِ وَٱلْجَفَاءِ.

Serta berhati-hati dari sikap kasar, dan menjauhi kekerasan serta sikap kaku dan dingin.

فَإِنَّ ٱلنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ ٱلرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ.

Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa salllam bersabda: Sesungguhnya kelembutan tidaklah ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan tidak dicabut dari sesuatu kecuali akan memperburuknya.(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya, no. 2594).

وَهٰذِهِ ٱلرَّحْمَةُ وَٱلرِّفْقُ يَجِبُ أَنْ تَبْدَأَ مَعَ ٱلْأَوْلَادِ مُنْذُ صِغَرِهِمْ وَنُعُومَةِ أَظْفَارِهِمْ وَتَمْضِي وَتَسْتَمِرُّ مَعَهُمْ.

Kasih sayang dan kelembutan ini harus dimulai sejak anak-anak masih kecil dan masih dalam masa pertumbuhan, lalu terus dilanjutkan dan dipertahankan seiring waktu.

فَإِنَّهَا سَبَبٌ لِقُرْبِ ٱلْأَبْنَاءِ مِنْ آبَائِهِمْ وَمَحَبَّتِهِمْ لَهُمْ.

Karena itu merupakan sebab kedekatan anak-anak dengan orang tua mereka, dan tumbuhnya rasa cinta mereka kepada orang tuanya.

وَمَعَ وُجُودِ هٰذَا ٱلْقُرْبِ وَهٰذِهِ ٱلْمَحَبَّةِ يَسْهُلُ تَوْجِيهُ ٱلْأَبْنَاءِ لِلْخَيْرِ وَتَتَيَسَّرُ ٱلنَّصِيحَةُ لَهُمْ وَكَذَا ٱسْتِجَابَتُهُمْ وَقَبُولُهُمْ لَهَا.

Dengan adanya kedekatan dan cinta ini, menjadi lebih mudah mengarahkan anak-anak kepada kebaikan, memudahkan dalam menasihati mereka, serta membuat mereka lebih mudah menerima dan menuruti nasihat tersebut.

وقَدْ تَكَاثَرَتِ ٱلنُّصُوصُ مِنْ سُنَّةِ ٱلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيَانِ هٰذِهِ ٱلرَّكِيزَةِ:

Telah banyak dalil dari Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan pilar ini.

فَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

أَنَّ ٱلنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَ ٱلْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُمَا.

bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium al-Ḥasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma.

وَٱلْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ جَالِسٌ عِنْدَهُ.

dan al-Aqra‘ bin Habis sedang duduk di dekat beliau.

فَقَالَ: إِنَّ لِي عَشَرَةً مِنَ ٱلْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا

Maka ia berkata: “Aku memiliki sepuluh orang anak, dan aku belum pernah mencium seorang pun dari mereka.”

فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ: مَنْ لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ.

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memandangnya lalu bersabda: “Barangsiapa tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 5997 dan Muslim no. 2594).

وَعَنْ أُمِّ ٱلْمُؤْمِنِينَ عَائِشَةَ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:

Dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: تُقَبِّلُونَ ٱلصِّبْيَانَ فَمَا نُقَبِّلُهُمْ.

Seorang Arab dusun datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Apakah kalian mencium anak-anak kecil? Kami tidak pernah mencium mereka.”

فَقَالَ ٱلنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوَ أَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ ٱللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ ٱلرَّحْمَةَ.

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apakah aku punya kuasa untuk mengembalikan kasih sayang yang telah Allah cabut dari hatimu?” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 5998).

وَعَنْ أُمِّ ٱلْفَضْلِ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهَا

Dari Ummul Fadl radhiyallahu ‘anha:

أَنَّهَا أَتَتْ بِٱلْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُمَا إِلَى ٱلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ فُطِمَ.

Bahwasanya ia membawa al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma yang telah disapih kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

فَوَضَعَهُ عَلَى صَدْرِهِ فَبَالَ عَلَى صَدْرِهِ

Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkannya di dadanya, dan al-Hasan pun kencing di atas dada beliau.

قَالَتْ: فَزَخَخْتُ بِيَدِي عَلَى كَتِفَيْهِ فَقَالَ: ٱرْفُقِي بِٱبْنِي رَحِمَكِ ٱللَّهُ.

Ia (Ummul Fadl) berkata: Maka aku pun menepuk dengan tanganku di pundaknya, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perlakukan anakku dengan lembut, semoga Allah merahmatimu.” (Diriwayatkan oleh Imam Aḥmad dalam al-Musnad no. 26875 dan 29878, dengan sanad shahih).

قَوْلُهَا: "زَخَخْتُ" أَيْ دَفَعْتُ وَمِمَّا يَدُلُّ عَلَى أَهَمِّيَّةِ الْعِنَايَةِ بِجَانِبِ الرِّفْقِ وَالرَّحْمَةِ بِالْأَبْنَاءِ.

(Ucapannya: zakhakhtu artinya aku mendorongnya Di antara bukti pentingnya perhatian terhadap kelembutan dan kasih sayang kepada anak-anak). .(Lihat: an-Nihayah oleh Ibn al-Atsir, 2/298).

وَأَنَّهُ مِنْ أَبْوَابِ دُخُولِ الْجَنَّةِ وَالْعِتْقِ مِنَ النِّيرَانِ.

Dan bahwa itu termasuk jalan masuk surga dan pembebas dari api neraka.[19]

مَا ذَكَرَتْهُ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا.

Adalah kisah yang diceritakan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.

جَاءَتْنِي مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا.

"Seorang wanita miskin datang kepadaku membawa dua anak perempuannya,

فَأَطْعَمْتُهَا ثَلَاثَ تَمَرَاتٍ,

lalu aku memberinya tiga butir kurma,

فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً,

dia memberikan masing-masing anaknya satu butir kurma,

وَرَفَعَتْ إِلَى فِيهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا, فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا,

Kemudian (ibu tersebut) mengangkat satu butir ke mulutnya untuk dimakan, namun kedua anaknya meminta juga kurma itu,

فَشَقَّتِ التَّمْرَةَ الَّتِي كَانَتْ تُرِيدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا, فَأَعْجَبَنِي شَأْنُهَا, فَذَكَرْتُ الَّذِي صَنَعَتْ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ,

Maka ia membelah kurma yang hendak dimakannya dan membaginya kepada mereka berdua Aku kagum dengan perbuatannya lalu aku ceritakan kejadian itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَقَالَ: إِنَّ اللهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ, أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ.

Beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan surga untuknya Karena hal itu, atau membebaskannya dari neraka karena perbuatan itu.(HR. Muslim no. 2630). [20]

-----000-----

 

 

PILAR KEDELAPAN

ٱلرَّكِيزَةُ ٱلثَّامِنَةُ

بَذْلُ ٱلنَّصْحِ وَٱلتَّوْجِيهِ

Memberikan Nasihat dan Arahan.

 

وَأَيْضًا مِنْ رَكَائِزِ تَرْبِيَةِ ٱلْأَبْنَاءِ ٱلْعَظِيمَةِ: ٱلْمُدَاوَمَةُ عَلَى ٱلنَّصْحِ وَٱلتَّوْجِيهِ.

Dan termasuk di antara pilar penting dalam mendidik anak: terus-menerus memberi nasihat dan arahan.

لَسِيَّمَا إِلَىٰ مَعَالِي ٱلْأُمُورِوَمَكَارِمِ ٱلْأَخْلَاقِ,

Terutama kepada perkara-perkara mulia dan akhlak yang terpuji.

بِدَاءَةً بِتَعْلِيمِ ٱلْعَقَائِدِ ٱلدِّينِيَّةِ وَفَرَائِضِ ٱلْإِسْلَامِ وَأَرْكَانِهِ وَسَائِرِ ٱلْأَوَامِرِ ٱلشَّرْعِيَّةِ.

Dimulai dengan mengajarkan akidah agama, kewajiban-kewajiban Islam dan rukun-rukunnya, serta seluruh perintah syariat.

وَكَذَا عِنْدَ ٱلزَّجْرِ وَٱلتَّحْذِيرِيَبْدَأُ بِٱلْكَبَائِرِ مِنَ ٱلذُّنُوبِ وَٱلْآثَامِ وَسَائِرِ ٱلْمَنَاهِي ٱلشَّرْعِيَّةِ.

Demikian pula dalam memberi larangan dan peringatan, dimulai dari dosa-dosa besar dan pelanggaran besar, serta larangan-larangan syar’i lainnya.

فَهٰذِهِ ٱلْأُمُورُ يَجِبُ أَنْ يَكُونَ لَهَا ٱلنَّصِيبُ ٱلْأَكْبَرُ مِنَ ٱلتَّوْجِيهِ وَٱلنَّصْحِ,

Maka perkara-perkara ini harus mendapat bagian terbesar dari arahan dan nasihat,

وَبَعْدَهَا يَلْتَفِتُ ٱلْوَالِدُ وَٱلْوَالِدَةُ إِلَىٰ غَيْرِهَا مِنَ ٱلْأُمُورِ ٱلَّتِي يَصْلُحُ بِهَا حَالُ أَبْنَائِهِمْ فِي ٱلدُّنْيَا,

Setelah itu, ayah dan ibu memperhatikan hal-hal lain yang dapat memperbaiki keadaan anak-anak mereka di dunia,

مِنَ ٱلْمَطْعَمِ وَٱلْمَلْبَسِ وَغَيْرِهَا,

Seperti makanan, pakaian, dan yang semisalnya,

وَمِنَ ٱلْوَصَايَا ٱلْبَلِيغَةِ ٱلنَّافِعَةِ ٱلْمُسَدَّدَةِ مَا ذَكَرَهُ ٱللَّهُ لَكَ فِي كِتَابِهِ,

Dan di antara wasiat yang sangat menyentuh, bermanfaat, dan penuh tuntunan adalah yang Allah  dalam kitab-Nya,

عَنْ لُقْمَانَ ٱلْحَكِيمِ حِينَمَا وَعَظَ ٱبْنَهُ فِي سُورَةِ لُقْمَانَ

Tentang Luqman Al-Hakim ketika ia menasihati anaknya dalam Surah Luqman,

حَيْثُ بَدَأَ مَعَهُ بِٱلتَّوْحِيدِ وَثَنَّىٰ بِٱلْأَمْرِ بِبِرِّ ٱلْوَالِدَيْنِ وَبَعْدَهَا نَبَّهَهُ عَلَىٰ إِحَاطَةِ ٱللَّهِ.

Dimana ia memulai dengan tauhid, lalu memerintahkannya berbakti kepada kedua orang tua, kemudian mengingatkannya akan pengawasan Allah.

بِخَلْقِهِ وَفِي ذَٰلِكَ إِشَارَةٌ لِضَرُورَةِ مُرَاقَبَةِ ٱللَّهِ مَعَكَ فِي جَمِيعِ أَفْعَالِهِ.

Dengan ciptaan-Nya, dan di dalamnya terdapat isyarat pentingnya merasa diawasi oleh Allah dalam semua perbuatannya.

ثُمَّ حَثَّهُ عَلَىٰ إِقَامَةِ ٱلصَّلَاةِ ٱلَّتِي هِيَ أَعْظَمُ ٱلْأَعْمَالِ ٱلْبَدَنِيَّةِ,

Kemudian Luqman mendorong anaknya untuk menegakkan shalat yang merupakan amalan fisik paling agung,

وَخَتَمَ وَصِيَّتَهُ بِتَنْبِيهِهِ عَلَىٰ جُمْلَةٍ مِّنْ رَفِيعِ ٱلْأَخْلَاقِ وَمَعَالِي ٱلْأُمُورِ,

Dan ia menutup wasiatnya dengan mengingatkan anaknya akan sejumlah akhlak mulia dan perkara luhur,

قَالَ تَعَالَىٰ :وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِٱبْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ.

Allah ta’ala berfirman: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya syirik itu benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Lukman [31]: 13).

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ

وَفِصَٰلُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ ٱلْمَصِيرُ.

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku lah tempat kembali.” (QS. Lukman [31]: 14).

وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَٱتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ.

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak punya ilmu tentang itu, maka janganlah engkau taati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritakan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Lukman [31]: 15).

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍۢ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِي

صَخْرَةٍ أَوْ فِي ٱلسَّمَٰوَاتِ أَوْ فِي ٱلْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا ٱللَّهُ إِنَّ ٱللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ.

“Wahai anakku! Sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu, atau di langit, atau di bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Lukman [31]: 16).

يَا بُنَيَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأْمُرْ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱنْهَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ

“Wahai anakku! Tegakkanlah shalat, dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma’ruf, dan cegahlah dari yang mungkar, serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya itu termasuk hal-hal yang memerlukan keteguhan hati.” (QS. Lukman [31]: 17).[21]

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي ٱلْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“Dan janganlah engkau memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong), dan jangan berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Lukman [31]: 18). [22]

وَٱقْصِدْ فِى مَشْيِكَ وَٱغْضُضْ مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ

ٱلْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ ٱلْحَمِيرِ.

"Dan sederhanalah dalam berjalanmu, dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Lukman [31]: 19).

وَقَدِ انْتَهَجَ هٰذَا الْمَسْلَكَ الْأَنْبِيَاءُ وَالصَّالِحُونَ كَمَا مَرَّ فِي الْوَصِيَّةِ السَّابِقَةِ.

Jalan ini telah ditempuh oleh para nabi dan orang-orang saleh, sebagaimana disebutkan dalam wasiat sebelumnya.

وَذَكَرَ اللَّٰهُ عَنْ نَبِيَّيْهِ إِبْرَاهِيمَ وَيَعْقُوبَ فَقَالَ :وَوَصَّىٰ بِهَآ إِبْرَٰهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَٰبَنِيَّ إِنَّ اللَّٰهَ ٱصْطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ.

Allah ta’ala menyebutkan kedua Nabi-Nya, “Dan Ibrahim mewasiatkan kepada anak-anaknya, dan Ya'qub (juga) berkata:Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilihkan agama untuk kalian, maka janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam.” (QS. Al-Baqarah[2]: 132).

أَمْ كُنتُمْ شُهَدَآءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ ٱلْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا

تَعْبُدُونَ مِنۢ بَعْدِي ۖ قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ ءَابَآئِكَ إِبْرَٰهِيمَ وَإِسْمَٰعِيلَ وَإِسْحَٰقَ إِلَٰهًا وَٰحِدًا ۖ وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ

“Ataukah kamu (wahai anak-anakku) menjadi saksi ketika Ya'qub mendekati ajalnya, ketika ia berkata kepada anak-anaknya:Apa yang akan kalian sembah setelah aku? Mereka menjawab, Kami akan menyembah Tuhanmu, dan Tuhan nenek moyangmu, yaitu Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, Tuhan yang Maha Esa, dan kami hanya menyerahkan diri kepada-Nya (Islam).” (QS. Al-Baqarah[2]: 133).

وَأَثْنَىٰ رَبُّ الْعَالَمِينَ عَلَىٰ نَبِيِّهِ إِسْمَاعِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ بِكَوْنِهِ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ

Allah memuji Nabi Isma'il ‘alaihissalam karena ia memerintahkan keluarganya untuk shalat dan zakat.

فَقَالَ :وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱلزَّكَوٰةِ وَكَانَ عِندَ رَبِّهِۦ مَرْضِيًّا.

Allah ta’ala berfirman: “Dan ia (Isma'il) memerintahkan keluarganya untuk shalat dan zakat, dan dia di sisi Tuhannya adalah orang yang diridhai.” (QS. Maryam[19]: 55).

وَأَمَرَ اللَّٰهُ تَعَالَىٰ نَبِيَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُحَافِظَ عَلَىٰ أَدَاءِ الصَّلَوَاتِ الْمَفْرُوضَاتِ.

Allah Ta‘ala memerintahkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjaga shalat wajib.

وَأَنْ يَأْمُرَ أَهْلَهُ بِهَا أَيْضًا وَيَحُثَّهُمْ عَلَىٰ فِعْلِهَا فَقَالَ :

Dan hendaklah ia juga memerintahkan keluarganya untuk melakukan shalat, serta mendorong mereka agar mengerjakannya. Maka Allah berfirman:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْـَٔلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَٱلْعَٰقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ.

"Perintahkanlah keluargamu untuk melaksanakan shalat dan bersabarlah dalam menjaganya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa."(QS. Ṭhaha [20]: 132). [23]
وَيَدْخُلُ فِي تَوْجِيهِ الْأَبْنَاءِ وَنَصْحِهِمْ أَيْضًا:

Termasuk dalam membimbing dan menasihati anak adalah:

أَنْ يُجَنِّبَ الْوَالِدُ أَبْنَاءَهُ كُلَّ مَا يُفْسِدُ أَخْلَاقَهُمْ وَدِينَهُمْ

Agar orang tua menjauhkan anak-anak dari segala hal yang merusak akhlak dan agama mereka.

مِثْلَ: سَمَاعِ الْأَغَانِي وَالْقَنَوَاتِ الضَّارَّةِ وَالْآلَاتِ الْمُحَرَّمَةِ

Seperti mendengarkan lagu-lagu, saluran televisi yang merusak, alat musik yang diharamkan.

وَكَذَا يُحَذِّرُ مِنَ الذَّهَابِ بِأَبْنَائِهِ لِأَمَاكِنِ اللَّهْوِ الْمُحَرَّمِ.

Demikian pula memperingatkan agar tidak membawa anak-anak ke tempat hiburan yang haram.

 

 

-----000-----

 

 

 

 

 

PILAR KESEMBILAN

الرَّكِيزَةُ التَّاسِعَةُ

الجَلِيسُ الصَّالِحُ

Teman Duduk yang Saleh

 

إِنَّ تَعَاهُدَ الْأَبْنَاءِ فِي بَابِ الْجَلِيسِ وَالصَّاحِبِ مِنْ أَعْظَمِ الرَّكَائِزِ الَّتِي يَجِبُ مُرَاعَاتُهَا فِي التَّرْبِيَةِ.

Sesungguhnya memperhatikan anak-anak dalam masalah teman duduk dan sahabat merupakan pilar penting yang harus dijaga dalam Pendidikan.

فَإِنَّ الصَّاحِبَ سَاحِبٌ وَلَا بُدَّ أَنْ يُؤَثِّرَ فِي جَلِيسِهِ.

Karena sahabat itu bisa menarik (mempengaruhi), dan pasti akan memberi pengaruh kepada temannya.[24]

وَقَدْ ضَرَبَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلًا فِي بَيَانِ تَأْثِيرِ الصَّاحِبِ عَلَى صَاحِبِهِ فِي الْخَيْرِ وَالشَّرِّ فَقَالَ:

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan perumpamaan kepada kita tentang pengaruh sahabat terhadap sahabatnya dalam kebaikan dan keburukan. Beliau bersabda:

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السُّوءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ.

“Perumpamaan teman duduk yang saleh dan teman duduk yang buruk seperti pembawa minyak wangi dan peniup api (tukang besi).” (HR. al-Bukhari no. 2101, Muslim 2628).

فَحَامِلُ الْمِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً.

“Pembawa minyak wangi itu: bisa jadi dia memberimu, atau kamu membeli darinya, atau kamu mendapatkan aroma harum darinya.”

وَنَافِخُ الْكِيرِ, إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَوَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً.

“Sedangkan peniup api bisa jadi membakar pakaianmu, atau kamu mendapatkan bau yang tidak sedap darinya.” (HR. al-Bukhari no. 5534 dan Muslim no. 2628).

وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ.

“Seseorang itu berada di atas agama sahabat dekatnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan sahabat.” (HR. Abu Dawud no. 4833 dan at-Tirmidzi no. 2378).

فَعَلَى الْآبَاءِ مُتَابَعَةُ أَبْنَائِهِمْ فِيمَنْ يُصَاحِبُونَ وَيُجَالِسُونَ فِي الْمَدَارِسِ وَغَيْرِهَا وَتَفَقُّدُهُمْ فِي ذَلِكَ.

Maka wajib bagi para orang tua untuk mengawasi siapa yang menjadi teman dan sahabat duduk anak-anak mereka di sekolah dan tempat lainnya, serta mengecek keadaan mereka dalam hal tersebut.

وَقَدِ اسْتَجَدَّ نَوْعٌ مِنَ الْأَصْحَابِ وَالْجُلَسَاءِ فِي هَذَا الزَّمَانِ لَمْ يَكُنْ لَهُ وُجُودٌ فِي زَمَنٍ سَابِقٍ,

Telah muncul jenis baru dari sahabat dan teman duduk di zaman ini yang tidak ada pada zaman dahulu.

وَهُوَ لَا يَقِلُّ فِي تَأْثِيرِهِ عَلَى صَاحِبِهِ عَنْ سَابِقِهِ,

Dan pengaruhnya terhadap seseorang tidak kalah dibandingkan pengaruh sahabat yang sebenarnya.

أَلَا وَهُوَ: الْقَنَوَاتُ الْفَضَائِيَّةُوَمَوَاقِعُ الْإِنْتَرْنِتِ وَوَسَائِلُ التَّوَاصُلِ الْاجْتِمَاعِيُّ,

Yaitu: saluran televisi satelit, situs-situs internet, dan media social.

عَبْرَ الْأَجْهِزَةِ الْمَحْمُولَةِ وَنَحْوِهَا الَّتِي يَحْمِلُهَا الْأَبْنَاءُ فِي أَيْدِيهِمْ أَيْنَمَا كَانُوا فِي بُيُوتِهِمْ وَعِنْدَ خُرُوجِهِمْ,

Yang tersedia melalui perangkat-perangkat mobile dan sejenisnya, yang dibawa anak-anak mereka di tangan ke mana pun mereka pergi: di rumah mereka, atau saat mereka keluar rumah.

وَهَذِهِ الْأَجْهِزَةُ إِنْ لَمْ تَكُنْ تَحْتَ مُتَابَعَةِ الْآبَاءِ وَرَقَابَتِهِمْ, فَإِنَّ خَطَرَهَا عَظِيمٌ عَلَى الْعُقُولِ وَالْأَدْيَانِ وَالْأَخْلَاقِ وَالْآدَابِ,

 

Dan perangkat-perangkat ini jika tidak diawasi dan dipantau oleh para orang tua, maka bahayanya sangat besar terhadap akal, agama, akhlak, dan adab. [25]

فَكَمْ قَدْ تَاهَ وَانْحَرَفَ مِنَ الشَّبَابِ وَالشَّابَّاتِ بِسَبَبِهَا,

Betapa banyak para pemuda dan pemudi yang tersesat dan menyimpang karena sebabnya,

وَآلَ بِهِمُ الْأَمْرُ إِلَى مُنْكَرَاتٍ عَظِيمَةٍ وَبَلَايَا جَسِيمَةٍ لَا يَعْلَمُ خَطَرَهَا إِلَّا اللهُ.

dan perkara mereka pun berakhir kepada berbagai kemungkaran besar dan musibah berat, yang bahayanya hanya diketahui oleh Allah semata.

 

 

 

-----000-----

 

PILAR KESEPULUH:

الرُّكْنُ الْعَاشِرُ

الْقُدْوَةُ الْحَسَنَةُ

Keteladanan yang Baik

 

وَمِنَ الرَّكَائِزِ الْعَظِيمَةِ: أَنْ يَكُونَ الْوَالِدُ قُدْوَةً لِأَبْنَائِهِ.

Termasuk di antara pilar penting dalam pendidikan adalah bahwa seorang ayah harus menjadi teladan bagi anak-anaknya.

فَإِنْ أَمَرَهُمْ بِالْخَيْرِ حَرَصَ أَنْ يَكُونَ هُوَ الْمُبَادِرَ إِلَيْهِ.

Jika ia memerintahkan anak-anaknya untuk berbuat kebaikan, maka ia bersemangat untuk menjadi orang pertama yang melakukannya.

وَإِنْ نَهَاهُمْ عَنِ الشَّرِّ كَانَ هُوَ أَبْعَدَهُمْ عَنْهُ.

Dan jika ia melarang mereka dari keburukan, maka ia adalah orang yang paling jauh darinya.

فَلَا يَكُونُ كَلَامُهُ فِي وَادٍ وَفِعْلُهُ فِي وَادٍ آخَرَ.

Jangan sampai perkataannya berada di satu lembah, sementara perbuatannya di lembah yang lain.

فَيُنْشِئُ عِنْدَ الْأَبْنَاءِ تَنَاقُضًا وَتَبَايُنًا وَاضْطِرَابًا عَظِيمًا,

Karena hal itu akan menumbuhkan kontradiksi, pertentangan, dan keguncangan besar dalam diri anak-anak.

مِمَّا يَئُولُ بِالْأَبْنَاءِ لِتَرْكِ التَّوْجِيهِ وَالتَّأْدِيبِ مِنَ الْآبَاءِ وَتَجَاهُلِهِ,

Yang berakhir dengan anak-anak meninggalkan arahan dan bimbingan orang tua serta mengabaikannya.

وَعَدَمِ الِانْتِفَاعِ بِنُصْحِ الْوَالِدِ وَتَوْجِيهِهِ.

Dan tidak mengambil manfaat dari nasihat dan arahan ayahnya.

لِأَنَّ النُّفُوسَ مَجْبُولَةٌ عَلَى عَدَمِ الِانْتِفَاعِ بِكَلَامِ مَنْ لَا يَعْمَلُ بِعِلْمِهِ وَلَا يَنْتَفِعُ بِهِ.

karena jiwa manusia secara tabiat tidak akan terpengaruh oleh perkataan orang yang tidak mengamalkan ilmunya dan tidak mengambil manfaat darinya.

وَهَذَا بِمَنْزِلَةِ مَنْ يَصِفُ لَهُ الطَّبِيبُ دَوَاءً لِمَرَضٍ بِهِ مِثْلُهُ وَالطَّبِيبُ مُعْرِضٌ عَنْهُ غَيْرُ مُلْتَفِتٍ إِلَيْهِ.

Ini seperti orang yang diberi resep obat oleh dokter untuk penyakit yang sama diderita oleh dokter itu sendiri, sementara sang dokter tidak peduli dan tidak memperhatikan obat tersebut.

بَلِ الطَّبِيبُ الْمَذْكُورُ عِنْدَهُمْ أَحْسَنُ حَالًا مِنْ هَذَا الْوَاعِظِ الْمُخَالِفِ لِمَا يَعِظُ بِهِ.

Bahkan dokter yang seperti itu lebih baik keadaannya di mata mereka dibandingkan seorang pemberi nasihat yang menyelisihi isi nasihatnya sendiri.

لِأَنَّهُ قَدْ يَقُومُ دَوَاءٌ آخَرُ عِنْدَهُ مَقَامَ هَذَا.

Karena mungkin saja dokter tersebut memiliki obat lain yang menggantikan obat yang disarankannya.

الدَّوَاءُ وَقَدْ يَرَى أَنَّ بِهِ قُوَّةً عَلَى تَرْكِ التَّدَاوِي وَقَدْ يَقْنَعُ بِعَمَلِ الطَّبِيعَةِ وَغَيْرِ ذَلِكَ.

Seorang dokter mungkin menganggap dirinya kuat untuk tidak berobat, atau merasa cukup dengan proses alami tubuh, dan selainnya.

بِخِلَافِ هَذَا الْوَاعِظِ فَإِنَّ مَا يَعِظُ بِهِ طَرِيقٌ مُعَيَّنٌ لِلنَّجَاةِ لَا يَقُومُ غَيْرُهَا مَقَامَهَا وَلَا بُدَّ مِنْهَا.

Berbeda dengan pemberi nasihat, karena apa yang ia nasihatkan adalah jalan satu-satunya menuju keselamatan, tidak ada yang bisa menggantikan jalan itu, dan itu adalah keharusan.

وَلِأَجْلِ هَذِهِ النَّفْرَةِ قَالَ شُعَيْبٌ عَلَيْهِ السَّلَامُ لِقَوْمِهِ:

Karena keengganan seperti ini, Nabi Syuaib ‘alaihis-salam berkata kepada kaumnya:

وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ

Dan aku tidak ingin menyelisihi kalian terhadap apa yang aku larang kalian darinya.(QS.  Hud[11]: ayat 88).

وَقَالَ بَعْضُ السَّلَفِ:

Dan sebagian ulama salaf berkata:

إِذَا أَرَدْتَ أَنْ يُقْبَلَ مِنْكَ الْأَمْرُ وَالنَّهْيُ: فَإِذَا أَمَرْتَ بِشَيْءٍ فَكُنْ أَوَّلَ الْفَاعِلِينَ لَهُ الْمُؤْتَمِرِينَ بِهِ.

Jika engkau ingin perintah dan laranganmu diterima: maka jika engkau memerintahkan sesuatu, jadilah orang pertama yang mengamalkannya dan mematuhinya.

وَإِذَا نَهَيْتَ عَنْ شَيْءٍ فَكُنْ أَوَّلَ الْمُنْتَهِينَ عَنْهُ.

Dan jika engkau melarang dari sesuatu, jadilah orang pertama yang meninggalkannya.

وَقَدْ قِيلَ:

Dan telah dikatakan:

يَا أَيُّهَا الرَّجُلُ الْمُعَلِّمُ غَيْرَهُ هَلَّا لِنَفْسِكَ كَانَ ذَا التَّعْلِيمُ

Wahai orang yang mengajarkan orang lain, Tidakkah engkau mengajarkan dirimu sendiri?

تَصِفُ الدَّوَاءَ لِذِي السَّقَامِ وَذِي الضَّنَى وَأَنْتَ سَقِيمٌ وَعَلَيْكَ عَظِيمُ.

Engkau resepkan obat bagi orang yang sakit dan lemah, Sedangkan dirimu sendiri sakit, dan hal itu besar atas dirimu.

تَنْهَى عَنِ الْخُلُقِ وَتَأْتِيَ مِثْلَهُ عَارٌ عَلَيْكَ إِذَا فَعَلْتَ عَظِيمُ.

Engkau melarang akhlak tercela tapi melakukannya juga. Sungguh aib besar atas dirimu jika engkau melakukannya.

ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَانْهَهَا عَنْ غَيِّهَا.

Mulailah dari dirimu sendiri, laranglah ia dari kesesatannya.

فَإِذَا انْتَهَتْ عَنْهُ فَأَنْتَ حَكِيمُ.

Jika ia telah berhenti dari kesesatannya, berarti engkau adalah orang yang bijak.

هُنَاكَ يُقْبَلُ مَا تَقُولُ وَيُقْتَدَى بِالْقَوْلِ مِنْكَ وَيَنْفَعُ التَّعْلِيمُ.

Saat itulah ucapanmu akan diterima dan dijadikan teladan. Dari perkataanmu orang akan mengambil pelajaran, dan pengajaranmu akan bermanfaat. (Lihat: Madarijus Salikin karya Ibnul Qayyim (1/445).

وَعَنْ الْفُضَيْلِ بْنِ عِيَاضٍ قَالَ: وَاللّٰهِ رَأَى مَالِكُ بْنُ دِينَارٍ رَجُلًا يُسِيءُ صَلَاتَهُ فَقَالَ: مَا أَرْحَمَنِي بِعِيَالِهِ.

Dari al-Fudail bin ‘Iyaḍ ia berkata: Demi Allah, Malik bin Dinar melihat seorang lelaki yang memperburuk shalatnya, lalu ia berkata, “Betapa aku merasa kasihan terhadap anak-anaknya.”

فَقِيلَ لَهُ: يَا أَبَا يَحْيَى يُسِيءُ هٰذَا صَلَاتَهُ وَتَرْحَمُ عِيَالَهُ!

Maka dikatakan kepadanya: “Wahai Aba Yahya, orang ini memperburuk shalatnya, tapi engkau merasa kasihan terhadap anak-anaknya?!”

قَالَ:إِنَّهُ كَبِيرُهُمْ وَمِنْهُ يَتَعَلَّمُونَ.

Ia menjawab: “Dia adalah orang besar mereka, dan darinyalah mereka belajar. (Diriwayatkan oleh Abu Nu‘aim dalam Hilyatul Auliya’ (2/383).

فَمَا أَعْظَمَ جِنَايَةَ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ عِنْدَمَا يَكُونُ قُدْوَةً لَهُمْ فِي تَرْكِ الْفَرَائِضِ أَوْ فِعْلِ الْمُحَرَّمَاتِ.

Betapa besar kejahatan orang tua terhadap anaknya ketika ia menjadi teladan dalam meninggalkan kewajiban atau melakukan kemaksiatan.

إِذِ الْأَبْنَاءُ فِي الْغَالِبِ يَنْشَؤُونَ مُتَأَثِّرِينَ بِسُلُوكِيَّاتِ

 وَالِدِهِمْ.

Karena anak-anak biasanya tumbuh dalam keadaan terpengaruh oleh perilaku ayah mereka.

فَهُوَ كَبِيرُهُمْوَمِنْهُ يَتَعَلَّمُونَ.

Dialah yang mereka pandang sebagai orang besar, dan darinyalah mereka belajar.

وَلْنَسْتَحْضِرْ فِي هٰذَا الْمَقَامِ قَوْلَ اللّٰهِ فِي تَوْبِيخِهِ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ فَقَالَ:

Dan hendaknya kita hadirkan dalam hati pada keadaan ini firman Allah ketika mencela Bani Israil. Dia berfirman:

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Apakah kalian menyuruh manusia (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka apakah kalian tidak berakal?

(QS. al-Baqarah[2]: 44).

وَقَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ

Dan Allah Ta‘ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan?”

كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ 

Sangat besar kemurkaan di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan.

(QS. ash-Shaff[61]: 2–3).[26]

 

 

 

 

 

 

 

خَاتِمَةٌ

Penutup

فهٰذِهِ جُمْلَةٌ يَسِيرَةٌ مِنَ الرَّكَائِزِ الَّتِي تُعِينُ عَلَى تَرْبِيَةِ الْأَوْلَادِ وَتَأْدِيبِهِمْ وَتَهْذِيبِهِمْ.

Ini adalah beberapa prinsip dasar yang membantu dalam mendidik, mengajarkan, dan memperbaiki perilaku anak-anak.

وَلْيَعْلَمِ الْمُسْلِمُ أَنَّهُ بِاعْتِنَائِهِ بِهٰذِهِ الرَّكَائِزِ وَتَطْبِيقِهَا فَإِنَّهُ سَيَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يَجْنِي ثِمَارَ هٰذِهِ التَّرْبِيَةِ فِي حَيَاتِهِ وَبَعْدَ مَمَاتِهِ.

Dan seorang muslim harus mengetahui bahwa dengan perhatian terhadap prinsip-prinsip ini dan menerapkannya, dia akan menjadi orang pertama yang merasakan manfaat dari pendidikan ini, baik dalam hidupnya maupun setelah kematiannya.

أَمَّا فِي حَيَاتِهِ فَسَيَكُونُ ابْنُهُ صَالِحًا بَارًّا بِهِ مُحَافِظًا عَلَى حُقُوقِهِ مُتَجَنِّبًا عُقُوقَهُ لِأَنَّ الإِسْلَامَ الَّذِي رَبَّاهُ عَلَيْهِ يَأْمُرُهُ بِذَلِكَ وَيُحَثُّهُ عَلَيْهِ.

Selama hidupnya, anaknya akan menjadi orang yang saleh, berbakti kepadanya, menjaga hak-haknya, dan menghindari perbuatan durhaka karena Islam yang telah diajarkan kepadanya mengajarkan hal tersebut dan mendorongnya untuk melakukannya.

وَأَمَّا بَعْدَ مَمَاتِهِ فَإِنَّهُ سَيَجْتَهِدُ بِالدُّعَاءِ لَهُ.

Setelah kematian seseorang, anaknya akan berusaha mendoakannya.

فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Jika anak Adam meninggal dunia, amalnya terputus kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya. (HR. Muslim no. 1631).

وَيَجِبُ التَّنْبِيهُ إِلَى أَنَّ هَذِهِ الْمَسْأَلَةَ وَهِيَ: (تَرْبِيَةُ الْأَبْنَاءِ) مَسْأَلَةٌ كَبِيرَةٌ وَعَظِيمَةٌ,

Dan perlu dicatat bahwa masalah ini, yaitu pendidikan anak-anak, adalah masalah yang besar dan penting,

وَيَجِبُ عَلَى كُلِّ أَبٍ أَنْ يُوَلِّيَهَا عِنَايَةً بَالِغَةً.

Setiap ayah harus memberikan perhatian yang besar terhadapnya.

فَإِنَّ عَامَّةَ فَسَادِ الْأَبْنَاءِ سَبَبُهُ إِهْمَالُ الْآبَاءِ وَتَفْرِيطُهُمْ.

Karena kebanyakan kerusakan anak-anak disebabkan oleh kelalaian dan kelupaan orang tua.

قال العلامة ابن القيم رحم الله:

Al-Imam Ibn al-Qayyim رحمه الله berkata:

فمن أهمل تعليمَ وَلَدِه ما ينفعه وتركه سدى فقد أساء إليه غاية الإساءة,

Barang siapa yang mengabaikan mengajarkan anaknya hal-hal yang bermanfaat dan membiarkannya begitu saja, maka dia telah berbuat buruk kepadanya dengan sangat buruk.

وأكثر الأولاد إِنَّمَا جَاءَ فسادهم من قبل الآباء وإهمالهم لهم وترك تعليمهم فرائض الدين وسُنَنَه.

Dan kebanyakan kerusakan anak-anak itu datang dari orang tua mereka, karena kelalaian mereka terhadap anak-anak mereka, serta meninggalkan pengajaran tentang kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya.(1) التحفة المودود بأحكام المولودة (ص ۲۲۹).

*Lihat: * al-Tuhfah al-Mawdud bi Ahkam al-Mawlud (hlm. 229).

وهنا مسألة مهمة ينبغي على الوالد استحضارها وهي :

Dan ada sebuah masalah penting yang harus dipahami oleh seorang ayah, yaitu:

أنه مع عنايته بهذه الأسباب والركائز العظيمة في تربيته لأولاده عليه أن يُفَوِّضَ أمره إلى الله عله متوكلاً عليه في إصلاح أولاده وحفظهم بما يحفظ به عباده الصالحين وألا يتعلق قلبه بهذه الأسباب.

Bahwa meskipun ia memberikan perhatian yang besar terhadap sebab-sebab dan prinsip-prinsip yang besar dalam mendidik anak-anaknya, dia harus menyerahkan urusannya kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya dalam memperbaiki dan menjaga anak-anaknya sebagaimana Allah menjaga hamba-hamba-Nya yang saleh, dan jangan sampai hatinya terikat dengan sebab-sebab tersebut.

قال الإمام مالك بن أنس الله:

Imam Malik bin Anas رحمه الله berkata:

"الأدب أَدَبُ الله لا أَدب الآباء والأمهات والخير خير الله لا خير الآباء والأمهات.

Adab itu adalah adab dari Allah, bukan adab dari orang tua. Kebaikan itu adalah kebaikan dari Allah, bukan kebaikan orang tua.(2) معرفة أصول الرواية وتقييد الشماع للقاضي عياض (٢١٦/١).

*Lihat: * Ma'arifatul Usul al-Riwayah wa Taqyid al-Shama'ah oleh al-Qadhi 'Iyadh (hlm. 216/1).

وهذه الكلمة العظيمة من الإمام مالك ماله فيها تسلية وذكرى.

Dan kata-kata mulia dari Imam Malik ini memiliki hiburan dan pengingat.

أما التسلية : فهي لكُلِّ مَن بَدَلَ جُهُودًا فِي إصلاح وَلَدِه فلم يصلحوا.

Adapun hiburan, itu untuk setiap orang yang telah berusaha keras untuk memperbaiki anaknya namun mereka tidak dapat berhasil.

وأمَّا الذِّكْرَى: فَهِيَ لِمَن أَكْرَمَهُ اللَّٰهُ بِصَلاَحِ ذُرِّيَّتِهِ.

Adapun pengingatnya adalah bagi orang yang telah dimuliakan oleh Allah dengan keberhasilan dalam mendidik anak-anaknya.

أَلَّا يَنظُرَ إِلَى جُهُودِهِ فِي تَأْدِيبِهِمْ فَإِنَّمَا هُوَ مَحْضُ نِعْمَةِ اللَّٰهِ عَلَيْهِ.

Jangan melihat usaha-usahanya dalam mendidik mereka, karena sesungguhnya itu murni adalah karunia Allah baginya.

وَعَلَيْهِ كَذَٰلِكَ أَنْ يَكُونَ مُتَفَائِلًا طَامِعًا فِي فَضْلِ اللَّٰهِ وَمَنِّهِ أَنْ يُصْلِحَهُمْ وَيَهْدِيَهُمْ صِرَاطَهُ الْمُسْتَقِيمَ.

Dan dia juga harus tetap optimis dan berharap pada karunia Allah agar Dia memperbaiki mereka dan membimbing mereka ke jalan-Nya yang lurus.

قَالَ الشَّيْخُ ابْنُ عُثَيْمِينٍ رَحِمَهُ اللَّٰهُ:

Syaikh Ibn Utsaimin رحمه الله berkata:

فَلَا أَظُنُّ أَنَّ أَحَدًا أَتَّقَى اللَّٰهَ فِي أَوْلَادِهِ وَسَلَكَ سَبِيلَ الشَّرِيعَةِ فِي تَوْجِيهِهِمْ إِلَّا أَنَّ اللَّٰهَ يَهْدِي أَوْلَادَهُ.

Saya tidak berpendapat bahwa ada orang yang bertakwa kepada Allah dalam mendidik anak-anaknya dan mengikuti jalan syariat dalam membimbing mereka, kecuali bahwa Allah akan membimbing anak-anaknya.

(1) فَتَاوَى نُورٍ عَلَى الدَّرْبِ (٢/٢٤)

*Lihat: * Fatawa Nur 'ala al-Darb (2/24).

أَسْأَلُ اللَّٰهَ أَنْ يُعِينَنَا أَجْمَعِينَ عَلَى تَرْبِيَةِ أَوْلَادِنَا وَتَوْجِيهِهِمْ إِلَى الوَجْهَةِ الصَّحِيحَةِ.

Saya memohon kepada Allah agar Dia membantu kami semua dalam mendidik anak-anak kami dan membimbing mereka ke jalan yang benar.

وَأَنْ يُصْلِحَهُمْ وَيُعِيدَهُمْ مِنَ الفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ.

dan agar Dia memperbaiki mereka serta melindungi mereka dari fitnah, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.

وَأَنْ يَجْعَلَهُمْ هُدَاةً مُهْتَدِينَ غَيْرَ ضَالِّينَ وَلا مُضِلِّينَ إِنَّهُ سَمِيعٌ مُجِيبٌ.

dan menjadikan mereka sebagai pemberi petunjuk yang mendapatkan petunjuk, tidak sesat dan tidak menyesatkan, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.

وَصَلَّى اللَّٰهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan sahabat-sahabatnya.

 

Tamat

 

 

 

-----000-----

 

 

 

 

 

 

                                     

فَهْرَسُ

Daftar Isi

 

الموضوع

Topik

 

 

1. المُقَدِّمَةُ

Pendahuluan (Halaman A)

 

 

2. الرُّكِيزَةُ الْأُوْلَى: اخْتِيَارُ الزَّوْجَةِ الصَّالِحَةِ

Pilar Pertama: Memilih Istri yang Shalihah (Halaman 10)

 

 

3. الرُّكِيزَةُ الثَّانِيَةُ: غَرْسُ الْعَقِيدَةِ وَالْإِيمَانِ

Pilar Kedua: Menanamkan Aqidah dan Keimanan (Halaman 13)

 

 

4. الرُّكِيزَةُ الثَّالِثَةُ: كَثْرَةُ الدُّعَاءِ

Pilar Ketiga: Memperbanyak Doa (Halaman 15)

 

 

5. الرُّكِيزَةُ الرَّابِعَةُ: التَّحْصِينُ بِالْأَذْكَارِ

Pilar Keempat: Perlindungan dengan Dzikir (Halaman 18)

 

 

6. الرُّكِيزَةُ الْخَامِسَةُ: اخْتِيَارُ الْأَسْمَاءِ الطَّيِّبَةِ

Pilar Kelima: Memilih Nama yang Baik (Halaman 20)

 

 

7. الرُّكِيزَةُ السَّادِسَةُ: الْعَدْلُ بَيْنَ الْأَبْنَاءِ

Pilar Keenam: Keadilan Terhadap Anak-anak (Halaman 22)

 

 

8. الرُّكِيزَةُ السَّابِعَةُ: الرِّفْقُ وَالرَّحْمَةُ

Pilar Ketujuh: Lembut dan Penuh Kasih Sayang (Halaman 28)

 

 

9. الرُّكِيزَةُ الثَّامِنَةُ: بَذْلُ النَّصِيحَةِ وَالتَّوْجِيهِ

Pilar Kedelapan: Memberikan Nasihat dan Arahan (Halaman 30)

 

 

10. الرُّكِيزَةُ التَّاسِعَةُ: اَلتَّجْلِيسُ الصَّالِحُ

Pilar Kesembilan: Teman yang Baik (Halaman 39)

 

 

11. الرُّكِيزَةُ العَاشِرَةُ: اَلْقُدْوَةُ الحَسَنَةُ

Pilar Kesepuluh: Teladan yang Baik (Halaman 39)

 

 

 

 



[1] Kelengkapan ayat tersebut, Allah ta’ala berfirman:

 أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ.

“Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Asy-Syura[42]:49-50).

[2] Hal ini mencakup anak laki-laki maupun perempuan, tidak boleh seseorang meremehkan laki-laki disbanding Perempuan atau sebaliknya. Allah ta’ala berfirman:

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ .

يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ.

“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. AN-Nahl[16]:58-59).

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, dia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ ثَلَاثُ بَنَاتٍ وَصَبَرَ عَلَيْهِنَّ وَكَسَاهُنَّ مِنْ جِدَتِهِ كُنَّ لَهُ حِجَابًا مِنَ النَّارِ.

“Barangsiapa memiliki tiga orang anak perempuan, lalu dia bersabar dalam menghadapinya serta memberikan pakaian kepadanya dari hasil usahanya, maka anak-anak itu akan menjadi dinding pemisah baginya dari siksa Neraka.” (HR. al-Bukhari dalam kitab al-Adaabul Mufrad no.76, at-Tirmidzi no.1916, Ahmad no. 8425 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah no. 294, 1027).

[3] As-Sunan al-Kubra no.5098, Su’ab al-iman no. 8295 al-Baihaqi.

[4] Al-Bukhari no. 1358, 1359, 1385, 4775, 6599, Muslim no. 2658, at-Tirmidzi no. 2138. Abu Dawud no. 4714.

[5] Karena wanita shalihah sebagaimana media tanaman, jika baik maka akan menjadikan tanamannya subur, sebaliknya jika tandus  sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَالَّذِي خَبُثَ لاَ يَخْرُجُ إِلاَّ نَكِداً كَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ.

“Dan tanah yang baik tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan sizin Allah dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana.” (QS. Al A’raf [7]: 58).

وَلَأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ.

“Dan sungguh wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah[2]:221).

Hendaknya memilih yang masih gadis, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alai wa sallam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالْأَبْكَارِ فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيرِ .

Hendaklah kalian menikahi wanita-wanita yang masih gadis, sesungguhnya mereka lebih baik perkataannya, lebih mudah rahim mereka memperoleh anak, dan lebih rela dengan  pemberian yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah 1861, al-Baihaqi di dalam sunan al-Kubra 13473. Dihasankan oleh syaikh al Albani di dalam As-Shahihah 623).

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ.

“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur, karena sesungguhnya aku membanggakan banyaknya jumlah kalian.” (HR. Ibnu Hibban 4056, Abu Dawud 2050, dishahihkan Syaikh al-Albani, di dalam Irwaa’ 1784).

Begitupula pula Wanita hendaknya walinya mencarikan laki-laki yang shalih.

Allah ta’ala berfirman:

قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ.

Berkatalah orang shalih tersebut, “sesungguhnya aku bermaksud menikahkanmu dengan salah satu dari putriku ini..” (QS. Al-Qashas [28]:27)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ, إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ.

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi”(HR. Ibnu Majah no.1967 at-Tirmidzi no. 1084, Syaikh al-Albani berkata dalam Shahih Tirmidzi bahwa hadits ini hasan lighairihi).

 

[6] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ وَالْجَارُ الصَّالِحُ وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيءُ وَأَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاوَةِ: الْجَارُ السُّوءُوَالْمَرْأَةُ السُّوءُوَالْمَسْكَنُ الضِّيقُ وَالْمَرْكَبُ السُّوءُ .

Empat perkara termasuk dari kebahagiaan, wanita (istri) yang salihah, tempat tinggal yang lapang, tetangga yang shalih, dan kendaraan yang nyaman. Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan, tetangga yang tidak baik, istri yang buruk (tidak shalihah), tempat tinggal yang sempit, kendaraan yang jelek. (HR. Ibnu Hibban no. 4032, al-Baihaqi Syu’ab al-Iman no. 9109, dishahihkan  Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah no. 282).

 

[7] Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الكَبَائِرِ ثَلاَثًا. قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ, قَالَ: الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ, وَعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ..

“Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa-dosa besar yang paling besar?” (Beliau mengulanginya tiga kali.) Mereka (para Sahabat) menjawab: “Tentu saja, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” (HR. al-Bukhari 2654, Muslim  87).

Syirik merupakan dosa yang paling besar dan memiliki dampak yang buruk baik di dunia maupun di akhirat.

Diantaranya:

1)      Allah tidak mengampuni orang yang menyekutukan dengan-Nya apabila belum bertaubat sebelum meninggal.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni semua dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.(QS. An Nisaa[4]:48).

2)      Menyekutukan Allah akan menjadikan kekal di dalam neraka.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ.

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al Bayyinah[98]:6).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ وَقُلْتُ أَنَا وَمَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّة.

“Barang siapa mati dalam keadaan menyekutukan Allah dia akan masuk kedalam neraka, barang siapa mati tidak menyekutukan Allah dia akan masuk kedalam syurga.” (HR. al-Bukhari 4227 Muslim 92).

3)      Orang yang menyekutukan Allah diharamkan baginya surga.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ.

"Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh Allah haramkan surga baginya, dan tempatnya adalah neraka."(QS. Al-Ma’idah [5]: 72)

4)      Kesyirikan akan menghapuskan amal ibadah seseorang.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ.

“Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Az Zumar[39]:65).

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang Telah mereka kerjakan.” (QS Al An’am[6]:88).

5)      Kesyirikan sumber petaka di dunia dan akhirat.

Bagaimana umat dahulu mereka dibinasakan karena kemusyrikan dan kekafiran mereka kepada Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ اٰمِنَةً مُّطْمَىِٕنَّةً يَّأْتِيْهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِاَنْعُمِ اللّٰهِ فَاَذَاقَهَا اللّٰهُ لِبَاسَ الْجُوْعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوْا يَصْنَعُوْنَ .

“Allah telah membuat suatu perumpamaan sebuah negeri yang dahulu aman lagi tenteram yang rezekinya datang kepadanya berlimpah ruah dari setiap tempat, tetapi (penduduknya) mengingkari nikmat-nikmat Allah. Oleh karena itu, Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan karena apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An-Nahl[16]:112).

Sebaliknya apabila mereka beriman dan mentauhidkan Allah ta’ala, niscaya Allah turunkan keberkahan dari langit dan bumi.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ.

“Jikalau penduduk kota-kota beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al A’raf[7]:97).

Dari Abu Hurairah radiallahu ‘anhu Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ المُوبِقَاتِ, قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ, قَالَ: الشِّرْكُ بِاللَّهِ, وَالسِّحْرُ, وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالحَقِّ, وَأَكْلُ الرِّبَا, وَأَكْلُ مَالِ اليَتِيمِ, وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ, وَقَذْفُ المُحْصَنَاتِ المُؤْمِنَاتِ الغَافِلاَتِ.

“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan. Mereka (sahabat) berkata: “Wahai Rasulullah apakah tujuh perkara yang membinasakan itu?” Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan harta anak yatim, memakan riba’, lari dari medan perang (jihad), menuduh berzina wanita baik-baik lagi beriman serta tidak tahu menahu (dengan zina tersebut).” (HR. Bukhari 2766 Muslim 86).

Oleh karena itu kesyirikan merupakan bentuk kekufuran terhadap nikmat yang datang dari Allah.

6)      Orang musyrik akan mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ.

"Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Ghafir[40]: 60).

7)      Sesembahan orang-orang musyrik tidak mampu berbuat apa-apa.

Allah ta’ala berfirman:

وَاتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اٰلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنْصَرُوْنَ ۗ لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ نَصْرَهُمْۙ .

"Dan mereka mengambil sesembahan-sesembahan selain Allah dengan harapan mereka akan mendapat pertolongan. Padahal sesembahan itu tidak dapat menolong mereka…” ( QS. Yasin [36]: 74-75).

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ.

"Mereka menyembah selain Allah sesuatu yang tidak memberi mudharat maupun manfaat." (QS. Yunus [10]: 18)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ.

"Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan, maka dengarkanlah! Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak akan mampu menciptakan seekor lalat pun, meskipun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak dapat merebutnya kembali. Lemahlah yang meminta dan yang diminta." (QS. Al-Ḥajj [22]: 73).

8)      Orang-orang musyrik akan selalu dihantui ketakutan, kecemasan.

Pelaku kemusyrikan akan senantiasa di hantui rasa cemas, kekuatiran, dan ketakutan.

Allah ta’ala berfirman:

سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا.

“Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan kete­rangan tentang itu.” (QS. Ali Imran[3]: 151).

Sebenarnya berhala-berhala yang mereka sembah, keyakinan yang mereka buat-buat sama sekali tidak membahayakan mereka, tapi dengan apa yang mereka buat-buat itu menjadikan mereka takut.

Nabi Ibrahim ‘alaihi sallam telah membuktikan hal itu, begitu pula Khalid bin Walid.

وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ وَلَا تَخَافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالْأَمْنِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ.

”Dan bagaimana mungkin aku takut kepada sesembahan yang kalian persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak pernah menurunkan hujjah (keterangan).” (QS Al-An’am[6]: 81).

Ketika perang Badar orang kafir melihat orang beriman seolah-olah berjumlah dua kali lipat.

Allah ta’ala berfirman:

قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأُخْرَى كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُمْ مِثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ وَاللَّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَنْ يَشَاءُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ.

“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” (QS. Al Imran [3]:13).

9)      Orang musyrik akan jauh dari ketentraman, hati mereka sempit.

Hal ini diambil dari hukum kebalikan dari firman Allah ta’ala:

اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَلَمْ يَلْبِسُوْٓا اِيْمَانَهُمْ بِظُلْمٍ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمُ الْاَمْنُ وَهُمْ مُّهْتَدُوْنَ.

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), merekalah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mendapat petunjuk.(QS. Al-An’am[6]:82).

فَمَن يُرِدِ اللَّهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ

"Barang siapa Allah kehendaki mendapat petunjuk, Allah lapangkan dadanya kepada Islam." (QS. Al-An‘am [6]: 125).

10)  Orang yang musyrik telah merendahkan akalnya serendah-rendahnya.

Allah menciptakan segala sesuatu untuk kemaslahatan manusia, tetapi orang yang menyekutukan llah justru mnyembah dan merendahkan akalnya apa yang menjadi sarana tersebut.

Allah ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ اسْتَوٰٓى اِلَى السَّمَاۤءِ فَسَوّٰىهُنَّ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ ۗ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ .

“Dialah (Allah) yang menciptakan segala yang ada di bumi untukmu, kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]:29).

[8] Beliau bersabar di dalam memohon agar di berikan keturunan, kemudian Allah kabulkan setelah beliau berumur 86 tahun. (Qasas al- Anbiyaa, Syaikh Salim bin Ied al-Hilali (kisah Ismail), Musnad al-Muwatha’ al-Jauhari 1/337).

[9] Begitu pula dalam ayat yang lain, beliau berdoa:

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ.

“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau, dan (jadikanlah) di an­tara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau..” (QS. Al-Baqarah[2]:128).

[10] Nabi Zakaria juga diuji Allah tidak memiliki keturunan sampai rambut beliau memutih, kemudian Allah kabulkan doanya. Allah ta’ala berfirman:

قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا . وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا  . يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا  . يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا . قَالَ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلَامٌ وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا وَقَدْ بَلَغْتُ مِنَ الْكِبَرِ عِتِيًّا  . قَالَ كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا  . قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِي آيَةً قَالَ آيَتُكَ أَلَّا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلَاثَ لَيَالٍ سَوِيًّا.

Dia (Zakaria) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah, kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku tidak pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, wahai Tuhanku. Sesungguhnya aku khawatir terhadap keluargaku sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang yang mandul. Anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu. (Seorang anak) yang akan mewarisi aku dan keluarga Ya‘qub serta jadikanlah dia, wahai Tuhanku, seorang yang diridai.” (Allah berfirman,) “Wahai Zakaria, Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki yang bernama Yahya yang nama itu tidak pernah Kami berikan sebelumnya.” Dia (Zakaria) berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana (mungkin) aku akan mempunyai anak, sedangkan istriku seorang yang mandul dan sungguh aku sudah mencapai usia yang sangat tua?”  Dia (Allah) berfirman) ”Demikianlah.” Tuhanmu berfirman, ”Hal itu mudah bagi-Ku; sungguh, engkau telah Aku ciptakan sebelum itu, padahal (pada waktu itu) engkau belum berwujud sama sekali.”  Dia (Zakaria) berkata, “Wahai Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” (Allah) berfirman, “Tandanya bagimu ialah bahwa engkau tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama (tiga hari) tiga malam, padahal engkau sehat.” (QS. Maryam [19]:4-10).

[11] Rasulullah sallallahu ‘alaihih wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ: إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ, وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ, وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا " قَالُوا: إِذًا نُكْثِرُ, قَالَ: اللَّهُ أَكْثَرُ.

“Tidaklah seorang muslim berdoa yang tidak mengandung dosa dan tidak bertujuan memutuskan silaturahmi, melainkan Allah ta’ala akan mengabulkannya dengan tiga cara; Allah akan mengabulkan doanya segera. Allah akan menyimpan (menjadikannya pahala) baginya di akhirat kelak. Allah akan hindarkan darinya kejelekan yang semisal. Mereka (para sahabat) berkata: “Kalau begitu, kami akan memperbanyak berdoa.” Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata: “Allah akan banyak mengabulkan doa-doa kalian.” (HR. Ahmad 11133, di shahihkan syaikh al-Albani di dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib 1632).

 

[12] Allah ta’ala mengajarkan kita agar senantiasa berlindung dari setan. Allah ta’ala berfirman:

رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ  .وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ.

Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku” (QS. Al Mu’minun: 97-98).

 

[13] Keutamaan berdzikir sangat banyak, adapun diantaranya sebagai berikut:

1)      Mendekatkan diri kepada Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيرَاً لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Dan berdzikirlah pada Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jumu’ah [62]: 10)

2)      Menjadikan hati menjadi tentram.

Allah ta’ala berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ.

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d[13]:28)

3)      Menjadikan hati akan hidup.

Dari Abu Musa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الحَيِّ وَالمَيِّتِ.

beliau berkata: telah bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Permisalan orang yang berdzikir kepada Allah dan yang tidak berdzikir seperti orang yang hidup dan mati.” (HR. al-Bukhari no. 6497).

4)      Perlindungan dari setan.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ.

“Barangsiapa yang berpaling dari dzikir (Rabb) Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. Az Zukhruf [43]:36).

5)      Meninggikan Derajat Seseorang.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ, قَالُوا: بَلَى. قَالَ: ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى.

“Inginkah kalian aku beritahu amalan kalian yang terbaik dan dapat menyucikan serta meninggikan derajat kalian, ia lebih baik dari berinfak emas dan perak dan lebih baik dari kalian menjumpai musuh lalu kalian memenggal kepalanya dan mereka memenggal kepala kalian?” Mereka menjawab: “ya”, lalu Rasulullah menjawab: “Dzikrullah.” (HR. at-Tirmidzi no. 3377, al-Hakim dalam Mustadraknya 1825, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ibnu Majah 2790).

6)      Mendapatkan Perlindungan Dari Setan Ketika Dirumah Rumah Dan Di Saat Makan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ ,قَالَ الشَّيْطَانُ: لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ, وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرِ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ, قَالَ الشَّيْطَانُ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ وَإِذَا لَمْ يَذْكُرِ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ.

"Jika seorang laki-laki masuk ke rumahnya lalu menyebut nama Allah saat masuk dan ketika makan, maka setan berkata (kepada teman-temannya): 'Kalian tidak mendapatkan tempat bermalam dan tidak pula makanan malam.' Tetapi jika ia masuk rumah tanpa menyebut nama Allah, maka setan berkata: 'Kalian mendapat tempat bermalam.' Dan jika ia tidak menyebut nama Allah saat makan, setan berkata: 'Kalian mendapatkan tempat bermalam dan makan malam.'" (HR. Muslim no. 2018, Abu Dawud No.3765).

7)      Mendapatkan Perlindungan Allah Saat Keluar Rumah.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"Apabila seorang laki-laki keluar dari rumahnya lalu mengucapkan:

بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ.

(Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah),
maka dikatakan kepadanya pada saat itu: 'Engkau telah diberi petunjuk, dicukupi, dan dilindungi.' Maka setan-setan pun menjauh darinya. Lalu salah satu setan berkata kepada setan yang lain: 'Bagaimana mungkin kamu bisa mengganggu seorang laki-laki yang telah diberi petunjuk, dicukupi, dan dilindungi?” (HR. At-Tirmidzi No. 3426, Abu Dawud No. 5095 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Misykah No. 2443).

8)      Mendapatkan Perlindungan Ketika Singgah di Suatu Tempat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa singgah di suatu tempat, lalu mengucapkan:

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ.

(Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang Dia ciptakan), maka tidak ada sesuatu pun yang akan membahayakannya hingga ia beranjak (pergi) dari tempat singgahnya itu." (HR. Muslim no.2708, at-Tirmidzi No. 3437).

 

[14] Sebaliknya larangan memberi nama kepada anak yang menampakkan keberkahan, penyucian, menunjukkan paling baik, perang, menghamba kepada berhala, orang fasiq, tokoh kafir, kedzaliman, fitnah dan menampakkan kekuatan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

و لا تُسَمِّيَنَّ غُلَامَكَ يَسَارًا وَ لاَ رَبَاحًا وَ لاَ نَجِيحًا وَ لاَ أَفْلَحَ, فَإِنَّكَ تَقُولُ : أَثَمَّ هُوَ فَلاَ يَكُونُ فَيَقُولُ: لاَ

“Jangan kalian namai hamba sahaya (atau anak) kalian dengan nama Yasaar, Rabaah, Najiih, dan Aflaha. Sebab apabila kamu bertanya, “Apakah dia ada?” Jika ternyata tidak ada, maka akan dijawab, “Tidak ada.” (HR. Muslim no. 2137, Ahmad 20107).

Dari umul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُغَيِّرُ الِاسْمَ القَبِيحَ.

“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama yang buruk menjadi nama yang baik.” (HR. at-Tirmidz 2839, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam ash-Shahihah 207).

 

[15] Tak bisa dipungkiri bahwa orang tua terkadang menyayangi sebagian anaknya melebihi dari sebagian yang lain. Dalam hal ini tidak masalah jika hal itu hanya sebatas perasaan sayang yang ada dalam hati, karena menyamaratakan semua anak dalam kasih sayang dalam hati adalah sesuatu yang sulit, bahkan di luar kuasa manusia.

Namun yang dituntut orang tua agar bersifat adil terhadap anak-anaknya dalam hal pemberian nafkah, hibah, dan warisan, jika hal ini diabaikan akan memicu kesenjangan diantara mereka dan berujung pada permusuhan di antara mereka dan dapat menjadikan anaknya menjadi anak durhaka.

[16] Allah ta’ala berfirman:

 وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.

Dan berlaku adillah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah [60]:8), semakna dengan ini (QS. Al-Hujrat [49]:9).

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ.

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan..” (QS. An-Nahl[16]:90).

 

[17] Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah[5]:8).

[18] Kedzaliman merupakan kegelapan pada hari kiamat nanti.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

إِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

“Sesungguhnya kezhaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.” (HR. Muslim 2579).

Hendaknya seseorang takut dengan berbuat dzalim sekalipun terhadap anaknya, karena do’a  orang-orang yang didzalimi mustajab. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

اتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ فَإِنَّهَا لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ.

Takutlah kalian terhadap doanya orang yang didzalimi. Karena tidak ada tabir antar dia dengan Allah. (HR. Al-Bukhari 2448, at-Tirmidzi 2014).

 

[19] Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, dia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ ثَلَاثُ بَنَاتٍ، وَصَبَرَ عَلَيْهِنَّ، وَكَسَاهُنَّ مِنْ جِدَتِهِ، كُنَّ لَهُ حِجَابًا مِنَ النَّارِ.

“Barangsiapa memiliki tiga orang anak perempuan, lalu dia bersabar dalam menghadapinya serta memberikan pakaian kepadanya dari hasil usahanya, maka anak-anak itu akan menjadi dinding pemisah baginya dari siksa neraka.” (HR. al-Bukhari dalam kitab al-Adaabul Mufrad 76, at-Tirmidzi 1916, Ahmad 8425 dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 294, 1027).

 

[20] Demikianlah kasih sayang seorang ibu kepada anak-anaknya, disebutkan pula di dalam sebuah Atsar.

Dari Umar bin Al-Khattab radhiallahu ‘anhu, ia berkata:
قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْيٌ فَإِذَا امْرَأَةٌ مِنَ السَّبْيِ قَدْ تَحْلُبُ ثَدْيَهَا تَسْقِي إِذَا وَجَدَتْ صَبِيًّا فِي السَّبْيِ أَخَذَتْهُ فَأَلْصَقَتْهُ بِبَطْنِهَا وَأَرْضَعَتْهُ فَقَالَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَتُرَوْنَ هَذِهِ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ قُلْنَا: لاَ وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لاَ تَطْرَحَهُفَقَالَ: لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا.

Pernah datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sekelompok tawanan perang. Di antara mereka tampak seorang wanita yang dengan gelisah mencari-cari bayinya. Air susunya telah keluar karena sangat rindu dan ingin menyusui. Setiap kali ia melihat seorang bayi di antara para tawanan, ia segera mengambilnya untuk disusui. Hingga ketika ia menemukan bayinya, ia segera menggendongnya, menempelkannya ke dadanya, lalu menyusuinya. Melihat peristiwa itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami, “Apakah menurut kalian, wanita ini tega melemparkan anaknya ke dalam api?” Kami menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Ia pasti akan melindunginya selama masih mampu.” Maka beliau bersabda, “Sungguh, Allah lebih penyayang kepada hamba-hamba-Nya daripada wanita ini kepada anaknya.” (HR. al-Bukhari 2999, Muslim 2754).

 

 

 

 

 

[21] Allah ta’ala berfirman:

 

وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ.

“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik (muhsinin).” (QS. Hud [11]: 115).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالقَابِضِ عَلَى الجَمْرِ.

"Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang bersabar di atas agamanya (saat itu) seperti orang yang menggenggam bara api." (HR. at-Tirmidzi 2260, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 957).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

فَلَا بُدَّ مِنْ هَذِهِ الثَّلَاثَةِ: الْعِلْمُ, وَالرِّفْقُ, وَالصَّبْرُ, الْعِلْمُ قَبْلَ الْأَمْرِ وَالنَّهْيُ, وَالرِّفْقُ مَعَهُ, وَالصَّبْرُ بَعْدَهُ.

“Dalam amar ma’ruf nahi mungkar harus ada tiga hal: ilmu, kelembutan, dan kesabaran. Ilmu sebelum memerintah dan melarang, kelembutan saat melaksanakannya, dan kesabaran setelahnya.” (Majmu’ al-Fatawa no. 28/137).

[22] Ayat ini menunjukkan larangan berbuat sombong, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang, beliau bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ.

"Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi. Ada seseorang yang bertanya, 'Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?' Beliau menjawab, 'Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain." (HR. Muslim 91, Tirmidzi 1999, Ibnu Majah 59).

 

[23] Allah ta’ala menyebutkan bahayanya generasi yang lemah dan menyia-nyiakan shalat.  Allah ta’ala berfirman:

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا.

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan” (QS. Maryam[19]:59).

 

[24] Allah ta’ala juga perintahkan kepada kita agar senantiasa bersama orang-orang yang baik, jujur. Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ.

Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah[9]:119).

 

[25] Hendaknya orang tua memahamkan kepada anak-anaknya bahwasanya hp, leptop, computer dan lainnya yang tersambung dengan internet adalah sarana yang bisa membawa kepada kebaikan tapi juga bisa membawa kedalam kebinasan, hal itu tak ubahnya seperti pisau bermata dua, jika tidak menggunakan di dalam ketaatan pasti akan menjerumuskan kedalam kemaksiatan, hendaknya orang tua mewaspadai karena orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anaknya.

 

[26] Kesimpulan dari pilar kesepuluh ini, siapapun orang tua yang menghendaki anak-anaknya menjadi shalih dan shalihah maka hendaknya kedua orang tuanya menjadi orang yang shalih dan shalihah pula, hal ini sebagaimana sebuah ungkapan, “ Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sepuluh Pilar Dalam Mendidik Anak

  عَشْرُ رَكَائِزَ فِي تَرْبِيَةِ الْأَبْنَاءِ       إِعْدَادٌ الشَّيْخِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ بْنِ عَبْدِ الْمُحْسِنِ الْبَدْرِ Sep...