عَشْرُ
رَكَائِزَ فِي
تَرْبِيَةِ الْأَبْنَاءِ
إِعْدَادٌ
الشَّيْخِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ بْنِ
عَبْدِ الْمُحْسِنِ الْبَدْرِ
Sepuluh
Pilar Dalam Mendidik Anak
Syaikh
‘Abdurrazzaq bin ‘Abdul Muhsin al-Badr
Diterjemahkan dan
diberi catatan kaki oleh:
Abu Ibrahim,
Junaedi Abdullah
Cetakan
pertama tanggal 12-07-2025
Desain
Sampul, Tata Letak, dan Editing: Tim el-Junaedi.
KATA
PENGANTAR PENERJEMAH
ٱلْـحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَالَمِينَ وَٱلصَّلَاةُ وَٱلسَّلَامُ عَلَىٰ عَبْدِ ٱللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَخَلِيلِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
أَجْمَعِينَ.
Segala
puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada hamba-Nya, utusan-Nya, dan kekasih-Nya, Nabi kita Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarga dan seluruh sahabat beliau.
Segala
puji bagi Allah yang telah menjadikan anak-anak sebagai amanah mulia di tangan
para orang tua. Mereka adalah generasi penerus yang akan menentukan baik dan
buruknya sebuah umat, tegak atau runtuhnya sebuah masyarakat, bahkan mulia atau
hinanya sebuah negara. Oleh karena itu, agama Islam sangat memperhatikan
pendidikan anak-anak dan pembinaan generasi sejak usia dini.
Terlebih
di zaman ini, di saat keadaan umat begitu genting, berbagai pengaruh buruk
menyebar luas melalui berbagai sarana media dan pergaulan, serta terjadi
degradasi moral dan akhlak di tengah generasi muda. Fenomena ini menuntut
perhatian yang besar bagi setiap orang tua agar tidak lengah dalam mendidik,
mengarahkan, dan mengawasi anak-anak mereka. Sebab kelalaian dalam perkara ini
tidak hanya akan berdampak buruk di dunia, tetapi juga dapat mengantarkan
kepada penyesalan yang tiada guna di akhirat kelak.
Alhamdulillah,
melalui buku ringkas yang ditulis oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdul
Muhsin al-Badr ini, kaum Muslimin mendapatkan panduan berharga tentang
prinsip-prinsip pokok dalam mendidik anak yang berlandaskan syari’at Islam.
Meski sederhana dari sisi ukuran, namun isinya sarat dengan nasihat yang dalam,
serta solusi yang dibutuhkan oleh setiap orang tua di masa penuh fitnah ini.
Semoga
Allah ta‘ala menjadikan usaha ini sebagai amal shalih bagi penulis, penerjemah,
dan segenap kaum Muslimin. Semoga pula Allah menganugerahkan kepada kita
keturunan yang shalih dan shalihah sebagai penyejuk mata, dan penerus kebaikan
bagi umat ini. Aamiin.
Sragen
20-06-2025.
Abu Ibrahim,
Junaedi Abdullah.
Sepuluh
Pilar Dalam Mendidik Anak
عَشْرُ
رَكَائِزَ فِي تَرْبِيَةِ ٱلْأَبْنَاءِ
بِسْمِ
ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Dengan
nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
مُقَدِّمَةٌ
Pendahuluan
ٱلْـحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَالَمِينَ وَٱلصَّلَاةُ وَٱلسَّلَامُ عَلَىٰ عَبْدِ ٱللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَخَلِيلِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
أَجْمَعِينَ.
Segala
puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada
hamba-Nya, utusan-Nya, dan kekasih-Nya, Nabi kita Muhammad shallallāhu ‘alaihi
wa sallam, juga kepada keluarga dan seluruh sahabat beliau.
أَمَّا
بَعْدُ :
Adapun
setelah itu:
فَإِنَّ
مِنْ أَهَمِّ ٱلْوَاجِبَاتِ ٱلْجَسِيمَةِ وَٱلْأَمَانَاتِ ٱلْعَظِيمَةِ ٱلَّتِي
يَجِبُ عَلَى ٱلْعَبْدِ أَنْ يَعْتَنِيَ بِهَا فِي هَذِهِ ٱلْحَيَاةِ:
(أَبْنَاؤُهُ) مِنْ حَيْثُ تَرْبِيَتِهِمْ وَتَأْدِيبِهِمْ وَنَصْحِهِمْ
وَتَوْجِيهِهِمْ.
Sesungguhnya
di antara kewajiban besar dan amanah agung yang harus diperhatikan oleh seorang
hamba dalam kehidupan ini adalah (anak-anaknya): dalam hal mendidik mereka,
mendisiplinkan mereka, menasihati dan membimbing mereka.
فَإِنَّ
ٱلْأَبْنَاءَ مِنْ جُمْلَةِ ٱلْأَمَانَاتِ ٱلْعَظِيمَةِ ٱلَّتِي أَمَرَ ٱللَّهُ
بِرِعَايَتِهَا وَحِفْظِهَا.
Karena
sesungguhnya anak-anak termasuk dalam amanah-amanah besar yang Allah
perintahkan untuk dijaga dan dipelihara.
كَمَا
قَالَ تَعَالَىٰ عِندَ ذِكْرِهِ لِأَوْصَافِ ٱلْمُؤْمِنِينَ : وَٱلَّذِينَ
هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ.
Sebagaimana
firman Allah ta’ala ketika menyebutkan sifat-sifat orang-orang beriman:
“Dan
orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (QS.
Al-Ma‘arij [70]: 32).
Allah
ta’ala juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ
وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ . وَاعْلَمُوا أَنَّمَا
أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ.
“Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad), dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa harta
benda dan anak-anakmu itu hanyalah cobaan. Dan sesungguhnya di sisi Allah ada
pahala yang besar." (QS. Al-Anfal [8]: 27–28).
وَٱللَّهُ
كَمَا أَنَّهُ وَهَبَ ٱلْآبَاءَ هَذِهِ ٱلنِّعْمَةَ ٱلْعَظِيمَةَ فَقَالَ:
Dan
Allah, sebagaimana Dia telah menganugerahkan kepada para orang tua nikmat besar
ini, Allah ta’ala berfirman:
لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ
يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ.
“Kepunyaan
Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia
menganugerahkan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan
menganugerahkan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Asy-Syura
[42]: 49). [1]
فَإِنَّهُ
قَدِ ٱئْتَمَنَهُمْ عَلَيْهَا وَأَوْجَبَ عَلَيْهِمْ حُقُوقًا وَوَاجِبَاتٍ
وَجَعَلَهَا ٱمْتِحَانًا وَٱخْتِبَارًا لِلْآبَاءِ.
Maka
sungguh Allah telah memberikan amanah itu kepada mereka, mewajibkan atas mereka
hak-hak dan kewajiban-kewajiban, serta menjadikannya sebagai ujian dan cobaan
bagi para orang tua.[2]
فَإِنْ
قَامُوا بِهَا تُجَاهَ أَبْنَائِهِمْ كَمَا أَمَرَهُمُ ٱللَّهُ كَانَ لَهُمْ عِندَ
ٱللَّهِ أَجْرٌ عَظِيمٌ وَثَوَابٌ جَزِيلٌ وَإِنْ فَرَّطُوا فِيهَا فَقَدْ
عَرَّضُوا أَنْفُسَهُمْ لِلْعُقُوبَةِ بِحَسَبِ تَفْرِيطِهِمْ.
Jika
mereka melaksanakan (amanah itu) terhadap anak-anak mereka sebagaimana yang
diperintahkan Allah, maka mereka akan mendapatkan pahala yang besar di sisi
Allah dan balasan yang agung. Namun jika mereka melalaikannya, maka mereka
telah menjerumuskan diri mereka pada hukuman, sesuai kadar kelalaian mereka.
قَالَ
ٱللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ:يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ
نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ.
Allah
Azza wa Jalla berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar lagi keras.” (QS. At-Taḥrim [66]: 6).
فَٱلْآيَةُ
أَصْلٌ عَظِيمٌ فِي وُجُوبِ رِعَايَةِ ٱلْأَوْلَادِ وَتَرْبِيَتِهِمْ
وَٱلْعِنَايَةِ بِأَحْوَالِهِمْ.
Maka
ayat ini adalah dasar yang agung tentang wajibnya menjaga, mendidik, dan
memperhatikan kondisi anak-anak.
قَالَ
ٱلْخَلِيفَةُ ٱلرَّاشِدُ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُ فِي
بَيَانِ هَذِهِ ٱلْآيَةِ:عَلِّمُوهُمْ
وَأَدِّبُوهُمْ.
Khalifah
Rasyid ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata dalam menafsirkan ayat
ini: “Ajarkan mereka, dan didiklah mereka!” (Diriwayatkan oleh ath-Thabari
dalam Jami‘ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, 23/103).
وَصَحَّ
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-لِتَأْكِيدِ
هٰذَا ٱلْأَمْرِ وَبَيَانِ تَحَتُّمِهِ عَلَىٰ رَعِيَّتِهِ- ٱلْإِمَامِ وَٱلْآبَاءِ فِي قَوْلِهِ:
Telah
dibenarkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menegaskan perkara ini
dan menjelaskan kewajiban atas rakyatnya-baik pemimpin maupun para orang
tua-dalam sabda beliau:
كُلُّكُمْ
رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَٱلرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ
وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَٱلْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا
وَهِيَ مَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَٱلْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ
وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ
مَسْؤُولٌ
عَنْ رَعِيَّتِهِ.
“Setiap
kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas
yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin di keluarganya dan ia akan
dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di
rumah suaminya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang
hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan dimintai
pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin dan
setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.”
(HR. al-Bukhari no. 5188, Muslim no. 1829).
فَقَوْلُهُ : صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “مَسْؤُولٌ” تَذْكِيرٌ بِسُؤَالِ ٱللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
لِلْعَبْدِ عَنْ هٰذِهِ ٱلْأَمَانَاتِ إِذَا وَقَفَ بَيْنَ يَدَيْهِ يَوْمَ
ٱلْقِيَامَةِ.
Ucapan
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam “mas’ul” (akan dimintai
pertanggungjawaban), adalah pengingat bahwa Allah akan menanyai seorang hamba
tentang amanah-amanah ini saat ia berdiri di hadapan-Nya pada Hari Kiamat.
بَلْ
قَالَ بَعْضُ أَهْلِ ٱلْعِلْمِ:
Bahkan
sebagian ulama berkata:
إِنَّ
ٱللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَسْأَلُ ٱلْوَالِدَ عَنْ وَلَدِهِ يَوْمَ ٱلْقِيَامَةِ
قَبْلَ أَنْ يَسْأَلَ ٱلْوَلَدَ عَنْ وَالِدِهِ فَإِنَّهُ كَمَا أَنَّ لِلْأَبِ
عَلَىٰ ٱبْنِهِ حَقًّافَلِلِٱبْنِ عَلَىٰ أَبِيهِ حَقٌّ.
Sesungguhnya
Allah azza wa jalla akan menanyai seorang ayah tentang anaknya pada Hari Kiamat
sebelum Dia menanyai si anak tentang ayahnya. Karena sebagaimana ayah memiliki
hak atas anaknya, demikian pula anak memiliki hak atas ayahnya.
(Tuhfatul-Mawdud bi Ahkam al-Mawlud karya Ibnul-Qayyim, hlm. 229).
قَالَ
ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُمَا : أَدِّبِ ٱبْنَكَ فَإِنَّكَ مَسْؤُولٌ عَنْ
وَلَدِكَ مَاذَا أَدَّبْتَهُ وَمَاذَا عَلَّمْتَهُ وَإِنَّهُ مَسْؤُولٌ عَنْ
بِرِّكَ وَطَوَاعِيَتِهِ لَكَ.
Telah
berkata Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma: “Didiklah anakmu, karena engkau
bertanggung jawab atas anakmu apa yang telah engkau ajarkan padanya dan apa
yang telah engkau didikkan kepadanya. Dan sungguh ia juga akan dimintai
pertanggung jawaban atas baktinya dan ketaatannya kepadamu.” (Diriwayatkan oleh
al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra no. 5301).[3]
وَكَمَا
أَوْصَى ٱللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ٱلْأَبْنَاءَ بِبِرِّ آبَائِهِمْ وَوُجُوبِ
ٱلْإِحْسَانِ إِلَيْهِمْ بِقَوْلِهِ تَعَالَى:
Sebagaimana
Allah telah mewasiatkan kepada anak-anak agar berbakti kepada kedua orang
tuanya dan berbuat baik kepada mereka dalam firman-Nya:
وَوَصَّيْنَا
ٱلْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا.
“Kami
perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” (QS.
Al-‘Ankabut [29]:8).
فَقَدْ
أَوْصَى ٱلْآبَاءَ بِٱلْأَبْنَاءِ أَيْضًابِتَرْبِيَتِهِمْ وَتَأْدِيبِهِمْ كَمَا
قَالَ تَعَالَى:
Maka
Allah juga mewasiatkan kepada para ayah untuk (memperhatikan) anak-anak mereka,
dengan mendidik dan mengajarkan adab kepada mereka, sebagaimana firman-Nya:
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ.
“Allah
mewasiatkan kalian tentang anak-anak kalian.” (QS. An-Nisa’ [4]: 11).
فَوَصِيَّةُ
ٱللَّهِ لِلْآبَاءِ بِأَوْلَادِهِمْ سَابِقَةٌ عَلَىٰ وَصِيَّةِ ٱلْأَوْلَادِ
بِآبَائِهِمْ.
Maka
wasiat Allah kepada para orang tua untuk memperhatikan anak-anaknya lebih
dahulu datang dibandingkan wasiat kepada anak-anak agar berbakti kepada orang
tua mereka. (Tuhfatul-Mawdud Ibnul-Qayyim, hlm. 229).
وَقَدْ
أَخْبَرَنَا نَبِيُّنَا ٱلْكَرِيمُ أَنَّ لِلْوَالِدَيْنِ تَأْثِيرًا بَلِيغًا
عَلَىٰ أَبْنَائِهِمْ فِي عَقَائِدِهِمْ وَأَدْيَانِهِمْ.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada kita bahwa orang tua memiliki
pengaruh besar terhadap anak-anak mereka dalam hal keyakinan dan agama mereka.
فَضْلًا عَنْ أَخْلَاقِهِمْ وَطِبَاعِهِمْ, فَقَالَ:
Apalagi
akhlak dan kebiasaan mereka. Beliau bersabda:
كُلُّ
مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى ٱلْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ ٱلْبَهِيمَةِ تُنْتِجُ ٱلْبَهِيمَةَ
هَلْ تَرَىٰ فِيهَا جَدْعَاءَ.
Setiap
anak dilahirkan di atas fitrah (kesucian), maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti halnya hewan ternak
melahirkan anak yang utuh, apakah engkau melihat ada yang terpotong telinganya?
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 5188 dan Muslim no. 1829).[4]
وَهٰذَا
مَثَلٌ بَلِيغٌ مَحْسُوسٌ فَإِنَّ ٱلْبَهِيمَةَ تُنْتِجُ فِي ٱلْعَادَةِ سَلِيمَةً
مِنَ ٱلْعُيُوبِ وَٱلْآفَاتِ.
Dan
ini adalah permisalan yang nyata dan dalam, sesungguhnya hewan ternak secara
umum melahirkan anaknya dalam keadaan utuh tanpa cacat atau penyakit.
فَلَيْسَ
فِيهَا جَدْعٌ أَوْ قَطْعٌ فِي يَدِهَا أَوْ أُذُنِهَا أَوْ رِجْلِهَا وَإِنَّمَا
يَحْصُلُ ذٰلِكَ مِنْ صَاحِبِهَا أَوْ رَاعِيهَا إِمَّا بِإِهْمَالٍ أَوْ
بِفِعْلِهِ مُبَاشَرَةً.
Maka
tidak terdapat padanya (hewan itu) cacat berupa terpotongnya tangan, telinga,
atau kakinya, sesungguhnya hal itu hanya terjadi karena pemiliknya atau
penggembalanya, baik karena kelalaian, maupun karena perbuatanya secara
langsung.
فَهَكَذَا
ٱلِٱبْنُ فَإِنَّهُ يُولَدُ عَلَى ٱلْفِطْرَةِ فَإِذَا
تَعَلَّمَ ٱلْكَذِبَ وَٱلْغِشَّ أَوِ ٱلْفَسَادَ وَٱلِٱنْحِرَافَ أَوْ غَيْرَهُ
مِنَ ٱلْمُنْكَرَاتِ فَإِنَّهُ لِأَمْرٍ خَارِجٍ عَنِ ٱلْفِطْرَةِ.
Begitu
pula anak, ia dilahirkan di atas fitrah. Maka jika ia belajar berbohong,
menipu, berbuat kerusakan atau penyimpangan, atau perbuatan mungkar lainnya,
maka itu merupakan sesuatu yang berasal dari luar fitrah.
إِمَّا
أَنْ يَكُونَ بِسَبَبِ سُوءِ ٱلتَّرْبِيَةِ أَوِ ٱلْإِهْمَالِ فِيهَا أَوْ
بِمُؤَثِّرٍ خَارِجِيٍّ مِنْ أَصْحَابِ ٱلسُّوءِ أَوْ غَيْرِهِمْ مِنَ
ٱلْخُلَطَاءِ.
Bisa
jadi hal itu karena buruknya pendidikan, kelalaian dalam mendidik, atau karena
pengaruh luar seperti teman-teman buruk atau selain mereka dari pergaulan yang
menyimpang.
وَلِأَهَمِّيَّةِ
هٰذِهِ ٱلْأَمَانَةِ وَعِظَمِهَا أَذْكُرُ هُنَا عَشْرَ رَكَائِزَ تُعَدُّ مِنْ
أَهَمِّ ٱلْأُسُسِ ٱلَّتِي يَنْبَغِي عَلَىٰ كُلٍّ مِنَ ٱلْوَالِدَيْنِ أَنْ
يُعْنَوْا بِهَا لِيَتَحَقَّقَ لَهُمَا هٰذَا ٱلْمَطْلَبُ ٱلنَّبِيلُ
وَٱلْمَقْصِدُ ٱلْجَلِيلُ وَٱلتَّوْفِيقُ بِيَدِ ٱللَّهِ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ.
Karena
penting dan agungnya amanah ini, maka aku sebutkan di sini sepuluh pilar yang
merupakan pondasi penting yang seharusnya diperhatikan oleh setiap orang tua
agar mereka dapat mewujudkan tujuan mulia ini. Adapun taufik hanyalah di tangan
Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
وَنَسْأَلُهُ
بِمَنِّهِ وَكَرَمِهِ أَنْ يَحْفَظَ أَبْنَاءَنَا أَجْمَعِينَ بِمَا يَحْفَظُ بِهِ
عِبَادَهُ ٱلصَّالِحِينَ وَأَنْ يَتَوَلَّاهُمْ بِٱلتَّوْفِيقِ وَأَنْ
يَرْزُقَهُمُ ٱلصَّلَاحَ وَٱلْعَافِيَةَ وَٱلسَّلَامَةَ مِنَ ٱلْفِتَنِ إِنَّهُ
سَمِيعٌ مُجِيبٌ.
Kita
memohon kepada-Nya, dengan karunia dan kemurahan-Nya, agar menjaga anak-anak
kita semuanya sebagaimana Dia menjaga hamba-hamba-Nya yang shalih, agar Dia
senantiasa membimbing mereka dengan taufik-Nya, serta menganugerahkan kepada
mereka keshalihan, kesehatan, dan keselamatan dari berbagai fitnah.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.
PILAR
YANG PERTAMA
الرَّكِيْزَةُ
ٱلْأُولَى
ٱخْتِيَارُ ٱلزَّوْجَةِ ٱلصَّالِحَةِ
Memilih
istri yang salehah
إِنَّ
مِنْ أَوَّلِ ٱلرَّكَائِزِ فِي ٱلتَّرْبِيَةِ ٱخْتِيَارَ ٱلزَّوْجَةِ ٱلصَّالِحَةِ.
Sesungguhnya
salah satu pilar pertama dalam pendidikan anak adalah memilih istri yang
shalihah.
وَهٰذِهِ
ٱلرَّكِيْزَةُ تَكُوْنُ قَبْلَ أَنْ يُرْزَقَ ٱلْوَالِدَانِ بِٱلْأَوْلَادِ.
Pilar
ini bahkan datang sebelum orang tua dikaruniai anak.
فَعَلَيْكَ
أَنْ تَجْتَهِدَ فِي ٱلْبَحْثِ عَنْ ٱمْرَأَةٍ مَعْرُوْفَةٍ بِٱلِٱسْتِقَامَةِ
وَٱلصَّلَاحِ وَٱلتَّقْوَى.
Maka
hendaklah engkau bersungguh-sungguh mencari wanita yang dikenal dengan
istiqamah, shalihah, dan bertakwa.[5]
لِأَنَّهَا
سَتَكُوْنُ عَوْنًا لَكَ عَلَىٰ تَرْبِيَتِهِمْ وَتَأْدِيْبِهِمْ وَتَنْشِئَتِهِمُ
ٱلتَّنْشِئَةَ ٱلصَّالِحَةَ.
Karena ia akan
menjadi penolongmu dalam mendidik, membimbing, dan membesarkan anak-anak dengan
didikan yang baik.
وَحَتَّىٰ
لَوْ لَمْ تُعِنِ ٱلزَّوْجَةُ ٱلصَّالِحَةُ زَوْجَهَا عَلَىٰ تَرْبِيَةِ
ٱلْأَبْنَاءِ فَإِنَّهَا لَنْ تَكُوْنَ ضَرَرًا عَلَيْهِمْ فِي دِيْنِهِمْ
وَأَخْلَاقِهِمْ.
Dan sekalipun
istri yang shalihah itu tidak membantumu secara langsung dalam mendidik anak,
setidaknya ia tidak akan membahayakan agama dan akhlak mereka.
وَلِهٰذَا
جَاءَ ٱلْحَثُّ مِنْ نَبِيِّنَا ٱلْكَرِيْمِ صَلَّى ٱللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَىٰ ٱخْتِيَارِ ٱلْمَرْأَةِ ذَاتِ ٱلدِّيْنِ.
Oleh karena itu,
datanglah anjuran dari Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
memilih wanita yang beragama.
فَقَالَ تُنْكَحُ
ٱلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا
وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ ٱلدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
Nabi bersabda:
“Perempuan dinikahi karena empat hal, karena hartanya, keturunannya,
kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah agamanya, niscaya engkau beruntung. (HR. al-Bukhari no. 5090, Muslim
no.1466). (Adapun sabdanya:Taribat yadaka "Berdebulah kedua
tanganmu." itu adalah ungkapan yang biasa digunakan oleh orang Arab dan
tidak dimaksudkan makna harfiahnya. Tujuannya adalah untuk mendorong dan
menekankan pentingnya melaksanakan perintah tersebut).
وَصَحَّ
عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ صَلَّى ٱللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
Telah shahih dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
مَنْ رَزَقَهُ ٱللَّهُ ٱمْرَأَةً صَالِحَةً
فَقَدْ أَعَانَهُ عَلَىٰ شَطْرِ دِيْنِهِ فَلْيَتَّقِ
ٱللَّهَ فِي ٱلشَّطْرِ ٱلْبَاقِي.
“Barangsiapa
dikaruniai oleh Allah seorang istri yang shalihah, maka sungguh Allah telah
menolongnya untuk menyempurnakan setengah agamanya. Maka hendaklah ia bertakwa
kepada Allah dalam setengah yang tersisa.” (HR. al-Hakim di dalam al-Mustadrak
2/162, sanadnya dinyatakan shahih olehnya, dan al-Albani menilainya hasan li
ghairihi dalam Shahih At-Targhib 2/404).
وَلِهٰذَا
كَانَتِ ٱلزَّوْجَةُ ٱلصَّالِحَةُ مِنْ أَعْظَمِ أَسْبَابِ ٱلسَّعَادَةِ فِي
ٱلدُّنْيَاكَمَا أَخْبَرَ بِذٰلِكَ نَبِيُّنَا صَلَّى ٱللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Oleh
karena itu, istri yang shalihah adalah salah satu sebab terbesar kebahagiaan di
dunia, sebagaimana dikabarkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.
فَقَالَ:مِنْ
سَعَادَةِ ٱبْنِ آدَمَ ٱلْمَرْأَةُ ٱلصَّالِحَةُ.
Beliau
bersabda: “Termasuk kebahagiaan anak Adam adalah wanita yang shalihah.” (HR.
Ahmad dalam Musnad no. 1445: al-Albani menilainya shahih li ghairihi dalam
Shahih at-Targhib 2/403).
وَإِنَّمَا
كَانَتِ ٱلْمَرْأَةُ ٱلصَّالِحَةُ جُزْءًا مِنْ سَعَادَةِ ٱلْمَرْءِلِأَنَّ فِيهَا
صِفَاتٍ لَا تَتَوَفَّرُ إِلَّا فِي ٱلصَّالِحَةِ مِنَ ٱلنِّسَاءِ.
Dan
istri yang shalihah termasuk bagian dari kebahagiaan seseorang karena di dalam
dirinya terdapat sifat-sifat yang hanya dimiliki oleh wanita-wanita shalihah
saja.
كَٱلْإِخْلَاصِ
وَٱلنَّصِيْحَةِ وَٱلصِّدْقِ وَٱلْأَمَانَةِ وَٱلْوَفَاءِ وَحِفْظِ ٱلْمَالِ
وَٱحْتِرَامِ ٱلزَّوْجِ وَصِيَانَةِ ٱلْعِرْضِ وَحُسْنِ ٱلتَّرْبِيَةِ
لِلْأَوْلَادِ.
Seperti
keikhlasan, nasihat yang tulus, kejujuran, amanah, kesetiaan, menjaga harta,
menghormati suami, menjaga kehormatan, dan mendidik anak-anak dengan baik.
ثُمَّ
إِنَّ صَلَاحَهَا يَنْعَكِسُ عَلَى
ٱلْأَبْنَاءِغَالِبًا لِشِدَّةِ
مُبَاشَرَتِهَا لَهُمْ وَعِنَايَتِهَا بِهِمْ وَتَوْجِيهِهَا ٱلْمُسْتَمِرَّ
لَهُمْ.
Kemudian,
keshalihannya pada umumnya akan tercermin pada anak-anaknya, karena kuatnya
kedekatannya dengan mereka, perhatiannya kepada mereka, dan arahannya yang
terus-menerus kepada mereka.
وَهٰذَا
أَيْضًا مِنْ جُمْلَةِ ٱلسَّعَادَةِ ٱلَّتِي يَجْعَلُهَا ٱللَّهُ فِي ٱلزَّوْجَةِ
ٱلصَّالِحَةِ.
Dan
ini juga termasuk bentuk kebahagiaan yang Allah berikan dalam sosok istri yang
shalihah.[6]
-----000-----
PILAR
KEDUA
الرَّكِيْزَةُ الثَّانِيَةُ
غَرْسُ ٱلْعَقِيْدَةِ وَٱلْإِيْمَانِ
Menanamkan
Akidah dan Iman
فَٱلْعَقِيْدَةُ
وَٱلْإِيْمَانُ هُمَا ٱلْأَسَاسُ ٱلَّذِي تُبْنَىٰ عَلَيْهِ بَقِيَّةُ
ٱلْأَعْمَالِ.
Akidah
dan iman adalah dasar utama yang menjadi pondasi semua amal perbuatan.
فَإِذَا
صَلَحَ ٱلْأَسَاسُ صَلَحَتِ ٱلْآثَارُ ٱلنَّاتِجَةُ عَنْهُ وَأَثْمَرَتِ
ٱلثِّمَارَ ٱلطَّيِّبَةَ.
Jika
pondasinya baik, maka hasilnya pun akan baik dan menghasilkan buah yang baik
pula.
كَمَا
قَالَ تَعَالَى:
Sebagaimana
Allah ta’ala berfirman:
أَلَمْ
تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ
أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي ٱلسَّمَاءِ.
“Tidakkah
engkau perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti
pohon yang baik: akarnya kokoh dan cabangnya menjulang ke langit.” (QS.
Ibrahim[14]:24).
تُؤْتِي
أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا, وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ
لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ.
“Pohon
itu memberikan buahnya setiap waktu dengan izin Rabbnya. Dan Allah membuat
perumpamaan untuk manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (QS.
Ibrahim[14]:25).
وَمَثَلُ
كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ ٱجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ ٱلْأَرْضِ مَا
لَهَا مِنْ قَرَارٍ.
“Dan
perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk yang dicabut dari
permukaan bumi; tidak memiliki ketetapan (akar yang kuat).” (QS.
Ibrahim[14]:26).
فَٱلشَّجَرَةُ
إِذَا قُطِعَ أَصْلُهَا مَاتَتْ.
Pohon
jika akarnya dipotong, ia akan mati.
فَكَذٰلِكَ
ٱلدِّينُ إِذَا لَمْ يَقُمْ عَلَى ٱلتَّوْحِيدِ لَمْ يُنْتَفَعْ بِهِ.
Demikian
pula agama, jika tidak dibangun di atas tauhid, maka tidak akan bermanfaat
padanya.
فَمَنْزِلَةُ
ٱلتَّوْحِيدِ مِنَ ٱلدِّينِ كَمَنْزِلَةِ ٱلْأُصُولِ مِنَ ٱلشَّجَرِ,
وَٱلْقَوَاعِدِ مِنَ ٱلْبُنْيَانِ.
Kedudukan
tauhid dalam agama seperti akar pada pohon dan pondasi dalam bangunan.
وَلِهٰذَا
تَكَاثَرَتِ ٱلنُّصُوصُ فِي ٱلْوَحْيَيْنِ عَلَىٰ أَهَمِّيَّةِ تَرْسِيخِ
ٱلْعَقِيْدَةِ ٱلسَّلِيْمَةِ وَٱلْإِيْمَانِ
ٱلصَّحِيْحِ فِي نُفُوْسِ ٱلْأَبْنَاءِ مُنْذُ ٱلصِّغَرِ.
Oleh
karena itu, banyak sekali nash dalam Al-Qur’an dan Sunnah yang menunjukkan
pentingnya menanamkan akidah yang lurus dan iman yang benar ke dalam jiwa
anak-anak sejak kecil.
كَمَا
جَاءَ فِي وَصَايَا لُقْمَانَ الْحَكِيمِ لِابْنِهِ
وَهُوَ يَعِظُهُ تَأْكِيدُهُ عَلَى هذِهِ الرَّكِيزَةِ بَلْ كَانَ مِنْ أَوَّلِ
مَا قَالَ لَهُ.
Sebagaimana
datang dalam wasiat Luqman al-Hakim kepada anaknya, saat ia menasihatinya,
yaitu penekanan beliau atas prinsip ini, bahkan termasuk yang pertama ia
katakan:
يَا
بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ.
“Wahai
anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu
benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman [31]: 13).
فَبَدَأَ
هٰذِهِ الوَصِيَّةَ بِنَهْيِهِ عَنِ الشِّرْكِ وَتَحْذِيرِهِ مِنْهُ.
Maka
ia memulai wasiat ini dengan larangan dari syirik dan memperingatkan darinya.
وَذَٰلِكَ
لأَنَّ الشِّرْكَ أَخْطَرُ الذُّنُوبِ وَهُوَ مُبْطِلٌ لِجَمِيعِ الأَعْمَالِ.
Karena
syirik adalah dosa yang paling berbahaya, dan ia membatalkan seluruh amal.
والشِّرْكُ:
هُوَ تَسْوِيَةُ غَيْرِ اللَّهِ بِاللَّهِ فِي شَيْءٍ مِنْ حُقُوقِ اللَّهِ.
Adapun
syirik: adalah menyamakan selain Allah dengan Allah pada sesuatu dari hak-hak
Allah.
كما
أَخْبَرَ تَعَالَى عَنِ المُشْرِكِينَ أَنَّهُمْ إِذَا دَخَلُوا النَّارَ يَوْمَ
القِيَامَةِ يَقُولُونَ
عَلَى سَبِيلِ الحَسْرَةِ وَالنَّدَامَةِ.
Sebagaimana
Allah ta‘ala mengabarkan tentang orang-orang musyrik, bahwa saat mereka masuk
neraka pada hari kiamat, mereka berkata dengan penuh penyesalan dengan
penyesalan yang mendalam.
تَاللَّهِ
إِن كُنَّا لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ إِذْ
نُسَوِّيكُم بِرَبِّ الْعَالَمِينَ.
“Demi
Allah, sungguh dahulu kami benar-benar dalam kesesatan yang nyata, ketika kami
menyamakan kalian dengan Rabb semesta alam.” (QS. Asy-Syu‘ara’[26]: 97–98).[7]
وَكَانَ
مِمَّا وَصَّى بِهِ لُقْمَانُ ابْنَهُ: تَذْكِيرُهُ بِمُرَاقَبَةِ اللَّهِ
وَإِحَاطَتِهِ بِكُلِّ شَيْءٍ فَقَالَ:
Dan di antara
wasiat Luqman kepada anaknya: ia mengingatkannya untuk selalu merasa diawasi
oleh Allah, dan bahwa Allah meliputi segala sesuatu, lalu ia berkata:
يَا
بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي
صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ
اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ .
“Wahai anakku,
sesungguhnya jika ada sesuatu (amal) seberat biji sawi dan ia berada dalam batu
atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya, Sesungguhnya
Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqman[31]: 16).
وفِي
هَذَا تَنْبِيهٌ لِلأَبَوَيْنِ أَنْ يُعْنَوْا بِتَرْبِيَةِ أَبْنَائِهِمْ عَلَى
مُرَاقَبَةِ اللَّهِ تَعَالَى وَأَنَّهُ مُطَّلِعٌ عَلَيْهِمْ.
Dan
dalam hal ini terdapat peringatan bagi kedua orang tua agar mereka
memperhatikan pendidikan anak-anak mereka untuk selalu merasa diawasi oleh
Allah ta‘ala, dan bahwa Dia Maha Mengetahui keadaan mereka.
فَغَرْسُ
هٰذِهِ الْعَقِيدَةِ فِي نُفُوسِ الْأَبْنَاءِ هُوَ تَعْزِيزٌ لِمَرْتَبَةِ
الْإِحْسَانِ عِنْدَهُمْ وَتَهْيِئَتُهُمْ
لِمُرَاقَبَةِ اللَّهِ فِي جَمِيعِ
أَفْعَالِهِمْ.
Menanamkan
aqidah ini dalam jiwa anak-anak adalah bentuk penguatan derajat ihsan pada diri
mereka, dan mempersiapkan mereka untuk merasa diawasi oleh Allah dalam semua
perbuatan mereka.
لَا
سِيَّمَا فِي هٰذَا الْوَقْتِ الَّذِي انْتَشَرَتْ فِيهِ الْأَجْهِزَةُ وَمَا
قَدْ يَحْصُلُ فِيهَا مِنَ السُّمُومِ وَالْبَلَايَا الْجَسِيمَةِ.
Terlebih
di zaman ini yang penuh dengan alat-alat (teknologi), dan berbagai racun serta
bencana besar yang dapat timbul darinya.
وَقَدْ
حَرَصَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ الْحِرْصِ عَلَى
بَيَانِ هٰذِهِ الْعَقَائِدِ وَغَرْسِهَا
فِي نُفُوسِ النَّاشِئَةِ.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh menjelaskan
aqidah-aqidah ini,dan menanamkannya dalam jiwa generasi muda.
فَعَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: كُنْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ:
يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ.
Dari
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Aku pernah berada di belakang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari, maka beliau bersabda:
‘Wahai anak kecil, sungguh aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat,
احْفَظِ
اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ
Jagalah
Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan
mendapati-Nya di hadapanmu.
إِذَا
سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ.
Jika
engkau meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau minta tolong, mintalah
pertolongan kepada Allah.
وَاعْلَمْ
أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ
يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ.
Ketahuilah,
seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberimu manfaat dengan sesuatu, mereka
tidak akan bisa memberimu manfaat kecuali dengan sesuatu yang telah Allah
tetapkan untukmu.
وَلَوِ
اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ
يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ.
Dan
seandainya mereka berkumpul untuk mencelakakanmu dengan sesuatu, mereka tidak
akan bisa mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan
atasmu.
رُفِعَتِ
الْأَقْلَامُ وَجَفَّتِ الصُّحُف.
Pena-pena
telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering (tertulis takdirnya).” (HR. at-Tirmidzi
no. 2516, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah no. 5302).
-----000-----
PILAR
KETIGA
الرَّكِيزَةُ الثَّالِثَةُ
كَثْرَةُ الدُّعَاءِ
Memperbanyak
doa
فَالدُّعَاءُ
لِلْأَبْنَاءِ يُعْتَبَرُ مِنْ أَهَمِّ الرَّكَائِزِ فِي صَلَاحِهِمْ
وَاسْتِقَامَتِهِمْ وَهٰذَا
الدُّعَاءُ يَكُونُ قَبْلَ مَجِيئِهِمْ وَبَعْدَهُ
Doa
untuk anak-anak termasuk salah satu pilar terpenting dalam kesalihan dan
keteguhan mereka, dan doa ini dilakukan sebelum mereka lahir dan setelahnya.
فَيَدْعُو
الْوَالِدَانِ أَنْ يَرْزُقَهُمَا اللَّهُ الذُّرِّيَّةَ الصَّالِحَةَ وَيَدْعُوَانِ
أَيْضًا لِلْأَوْلَادِ بَعْدَ أَنْ يَرْزُقَهُمَا اللَّهُ بِهِمْ.
Kedua
orang tua berdoa agar Allah menganugerahkan kepada mereka keturunan yang
shalih, dan mereka juga mendoakan anak-anak setelah Allah mengaruniakan mereka
anak.
بِالْهِدَايَةِ
وَالصَّلَاحِ وَالِاسْتِقَامَةِ وَالثَّبَاتِ عَلَى الدِّيَانَةِ أُسْوَةً
بِالْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ.
Agar
mendapat hidayah, kesalihan, keteguhan, dan ketetapan dalam beragama, sebagaimana
teladan para nabi ‘alaihimus-salam.
فَإِنَّ
اللَّهَ أَخْبَرَنَا عَنْ خَلِيلِهِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ أَنَّهُ
قَالَ :رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
Sungguh
Allah mengabarkan kepada kita tentang kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihis-salam,
bahwa beliau berkata: “Ya Rabbku, anugerahilah aku (seorang anak) yang termasuk
orang-orang shalih.”[8] (QS.
Ash-Shaffat[37]: 100).
وَقَالَ
إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ أَيْضًارَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ
وَمِنْ ذُرِّيَّتِي.
Dan
Ibrahim alaihis-salam juga berkata:Ya Rabbku, jadikanlah aku orang yang
mendirikan shalat, dan (juga) dari keturunanku. ( QS. Ibrahim[14]: 40). [9]
وَقَالَ
زَكَرِيَّا عَلَيْهِ السَّلَامُ ,رَبِّ
هَبْ لِي مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ.
Dan
Zakariyya ‘aihis-salam berkata: “Ya Rabbku, anugerahilah aku dari sisi-Mu
seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa. (QS. Ali
‘Imran[3]: 38).[10]
وَمِنْ
دُعَاءِ عِبَادِ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ امْتَدَحَهُمْ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَوْلُهُمْ :
رَبَّنَا
هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ ۖ وَاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا .
Termasuk
doa hamba-hamba ar-Raḥman yang dipuji oleh Rabb semesta alam adalah ucapan
mereka: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami dari istri-istri dan
keturunan kami penyejuk mata, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa.” (QS. Al-Furqan[25]: 74).
وَمِنْ
نِعَمِ اللَّهِ وَكَرَمِهِ أَنَّهُ جَعَلَ دَعْوَةَ الْوَالِدِ لِأَوْلَادِهِ
مُسْتَجَابَةً لَا تُرَدُّ كَمَا
ثَبَتَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ:
Di
antara nikmat Allah dan karunia-Nya adalah bahwa doa orang tua untuk anaknya
itu mustajab, tidak tertolak, sebagaimana telah shahih dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
ثَلَاثُ
دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ
الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ.
Tiga
doa yang pasti dikabulkan, tidak diragukan padanya:Doa orang tua, doa musafir,
dan doa orang yang dizalimi. (HR. Muslim no. 3009).[11]
وَمِمَّا
يَنْبَغِي التَّنْبِيهُ عَلَيْهِ فِي هٰذَا الْمَقَامِ أَيْضًا :أَنَّهُ
عَلَى الْوَالِدَيْنِ أَنْ يَحْذَرَا مِنَ الدُّعَاءِ عَلَى أَوْلَادِهِمَا
بِالشَّرِّ.
Perlu juga
diingatkan dalam hal ini: bahwa kedua orang tua harus berhati-hati dari
mendoakan keburukan atas anak-anaknya.
لِسِيَّمَا فِي حَالِ الْغَضَبِ ,فَلَا
يَتَعَجَّلَا بِالدُّعَاءِ عَلَى أَوْلَادِهِمَا, فَتُسْتَجَابَ
دَعْوَتُهُمَا ثُمَّ يَنْدَمَانِ بَعْدَ ذٰلِكَ النَّدَامَةَ الشَّدِيدَةَ.
Terutama saat
sedang marah, jangan tergesa-gesa mendoakan keburukan, karena bisa jadi doanya
dikabulkan lalu mereka menyesal dengan sangat dalam setelahnya.
فَقَدْ
حَذَّرَنَا رَسُولُنَا الْكَرِيمُ مِنْ ذٰلِكَ فَقَالَ: لَا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلَا
تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ.
Sungguh Nabi kita
yang mulia telah memperingatkan dari hal ini. Beliau bersabda: “Janganlah
kalian mendoakan keburukan atas diri kalian, jangan pula atas anak-anak kalian.
وَلَا
تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لَا تُوَافِقُوا مِنَ اللَّهِ سَاعَةً
يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبَ لَكُمْ.
Dan jangan atas
harta kalian. Jangan sampai doa itu bertepatan dengan waktu yang Allah kabulkan
permintaan, lalu Allah mengabulkan (keburukan) untuk kalian.” (Diriwayatkan
oleh Muslim di dalam shahihnya no. 3009).
وَقَالَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ :وَيَدْعُ الْإِنسَانُ بِالشَّرِّ
دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ ۖ وَكَانَ الْإِنسَانُ عَجُولًا.
Allah ‘Azza wa
jalla berfirman: “Dan manusia berdoa untuk keburukan sebagaimana dia berdoa
untuk kebaikan. Dan manusia itu bersifat tergesa-gesa.” (QS. Al-Isra’[17]: 11)
قَالَ
قَتَادَةُ رَحِمَهُ اللَّهُ :يَدْعُو عَلَى مَالِهِ فَيَلْعَنُ
مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَلَوِ اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ لَأَهْلَكَهُ.
Qatadah
rahimahullah berkata: “Seseorang mendoakan keburukan atas hartanya; ia melaknat
hartanya dan anaknya. Seandainya Allah mengabulkannya, niscaya mereka semua
binasa.” (Jami‘ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an oleh ath-Thabari (14/513).
وَقَالَ
الْعَلَّامَةُ عَبْدُ الرَّحْمَٰنِ السَّعْدِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ:وَهٰذَا
مِنْ جَهْلِ الْإِنسَانِ وَعَجَلَتِهِ.
Al-‘Allamah
‘Abdur-Rahman as-Sa‘di rahimahullah berkata:Ini adalah bentuk kebodohan dan
ketergesaan manusia.
حَيْثُ
يَدْعُو عَلَى نَفْسِهِ وَأَوْلَادِهِ وَمَالِهِ بِالشَّرِّ عِنْدَ الْغَضَبِ وَيُبَادِرُ
بِذٰلِكَ الدُّعَاءَ كَمَا يُبَادِرُ بِالدُّعَاءِ فِي الْخَيْرِ.
di mana ia
mendoakan keburukan atas dirinya, anak-anaknya, dan hartanya saat marah, ia
terburu-buru dengan doa buruk itu sebagaimana ia terburu-buru dalam doa
kebaikan. (Taysir al-Karim ar-Raḥman, hal.
454).
-----000-----
PILAR
KEEMPAT
الرَّكِيْزَةُ الرَّابِعَةُ
التحصينُ بالأذكارِ
Perlindungan
dengan Zikir
فَمِنَ
الرَّكَائِزِ العَظِيْمَةِ: حِرْصُ
الوَالِدَيْنِ عَلَى تَحْصِيْنِ أَبْنَائِهِمَا بِالأَذْكَارِ الشَّرْعِيَّةِ وَالأَوْرَادِ
النَّبَوِيَّةِ.
Termasuk
pilar penting adalah kesungguhan kedua orang tua dalam melindungi anak-anak
mereka dengan zikir-zikir syar‘i dan wirid-wirid nabawi.
فَإِنَّ
لِذَلِكَ عَظِيْمَ الأَثَرِ عَلَى الأَوْلَادِ حِفْظًا وَصَلَاحًا وَسَلَامَةً
مِنَ الْفِتَنِ وَالشُّرُوْرِ.
karena
itu memiliki pengaruh besar bagi anak-anak: berupa penjagaan, perbaikan, dan
keselamatan dari fitnah dan keburukan.
وَقَدْ
شُرِعَ لِلْأَبَوَيْنِ العَمَلُ عَلَى تَحْصِيْنِ ذُرِّيَّتِهِمَا قَبْلَ أَنْ
يُخْلَقُوا.
Syariat
telah menetapkan bahwa orang tua disyariatkan untuk melindungi anak-anaknya
bahkan sebelum mereka diciptakan.
فَعَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى ٱللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
Dari
Ibnu ‘Abbas, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
لَوْ
أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ :بِسْمِ
اللَّهِ, اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ
وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَإِنَّهُ
إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا.
“Jika
salah seorang di antara kalian ketika hendak menggauli istrinya
mengucapkan:'Bismillah, Allahumma jannibna asy-syaithan, wa jannibisy-syaithana
ma razaqtana, maka jika ditakdirkan lahir anak dari hubungan itu, setan tidak
akan mencelakainya selamanya.” (HR. al-Bukhari no. 1388, Muslim no. 1434).
فَقَوْلُهُ:
وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا هَذَا تَحْصِيْنٌ عَظِيْمٌ لِلْأَوْلَادِ
يَسْلَمُوْنَ بِهِ مِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ.
Ucapannya:
Jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami, ini adalah
perlindungan besar bagi anak-anak, agar mereka selamat dari keburukan setan dan
sekutunya.
ثُمَّ
بَعْدَ أَنْ يَرْزُقَ اللهُ الْوَالِدَيْنِ بِالْأَبْنَاءِ فَيَنْبَغِي
عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَعَاهَدَا أَبْنَاءَهُمَا بِالتَّعْوِيذِ وَالتَّحْصِينِ.
Setelah
Allah memberikan rezeki kepada kedua orang tua berupa anak hendaknya mereka
membiasakan melindungi anak-anaknya dengan doa perlindungan dan penjagaan.
فَعَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُعَوِّذُ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ:
أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ
وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ ,ثُمَّ يَقُولُ: كَانَ أَبُوكُمَا
يُعَوِّذُ بِهَا إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ.
Dari
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam membacakan doa perlindungan kepada al-Hasan dan al-Husain: “Aku mohon
perlindungan untuk kalian berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari
setiap setan, binatang berbisa, dan dari
setiap mata yang membawa keburukan. Kemudian beliau bersabda: Ayah kalian biasa
membacakan doa ini kepada Isma‘il dan Ishaq.” (HR. al-Bukhari no. 3371, Abu
Dawud no. 4737, dan lafaz ini milik Abu Dawud).
وَقَوْلُهُ أَبُوكُمْ: أَيْ: رَسُولُ اللهُ إِبْرَاهِيمُ
عَلَيْهِ السَّلَامُ. Ucapan beliau: “Ayah kalian”, maksudnya adalah Rasulullah Ibrahim
‘alaihis-salam, yaitu bapak moyang mereka berdua. [12]
ثُمَّ
عِنْدَ بُلُوغِ سِنِّ التَّلْقِينِ يَحْرِصُ
الْوَالِدَانِ عَلَى تَلْقِينِ أَبْنَائِهِمَا الْأَذْكَارَ النَّبَوِيَّةَ
الْمُبَارَكَةَ مُنْذُ نُعُومَةِ أَظْفَارِهِمْ.
Kemudian
ketika anak mencapai usia bisa diajari, orang tua hendaknya bersemangat
mengajarkan dzikir-dzikir nabawi yang penuh keberkahan sejak masa kecil mereka.
لَا
سِيَّمَا الْأَذْكَارَ الْيَوْمِيَّةَكَأَذْكَارِ الصَّبَاحِ وَالْمَسَاءِ
وَدُخُولِ الْمَنْزِلِ وَالْخُرُوجِ مِنْهُ وَأَذْكَارِ الطَّعَامِ وَاللِّبَاسِ وَنَحْوِ
ذَلِكَ.
Terutama
dzikir-dzikir harian, seperti dzikir pagi dan petang, masuk dan keluar rumah,
doa makan dan
berpakaian, serta semisalnya. [13]
فَيَكْبُرُ
الطِّفْلُ مُعْتَادًا عَلَى ذِكْرِ اللهِ سُبْحَانَهُ مُلَازِمًا
لَهُ فِي جَمِيعِ أَحْوَالِهِ.
Anak
pun tumbuh besar dalam keadaan terbiasa menyebut nama Allah dan terus
menjaganya dalam seluruh keadaannya.
فَتَحْصُلُ
لَهُ بِذَلِكَ الْعَافِيَةُ وَالسَّلَامَةُ مِنَ الْآفَاتِ وَالشُّرُورِوَتَحْصُلُ
لَهُ الْبَرَكَةُ فِي أُمُورِهِ كُلِّهَا.
Dengan
itu, ia akan memperoleh kesehatan dan keselamatan dari berbagai gangguan dan
keburukan, serta mendapatkan keberkahan dalam seluruh urusannya.
-----000-----
PILAR
KELIMA
الرَّكِيزَةُ الْخَامِسَةُ
اِخْتِيَارُ الْأَسْمَاءِ
الطَّيِّبَةِ
Memilih
nama-nama yang baik
فَمِنَ
الْأُمُورِ الَّتِي تُعِينُ عَلَى تَرْبِيَةِ الْأَبْنَاءِ التَّرْبِيَةَ الصَّالِحَةِ أَنْ
يَخْتَارَ الْوَالِدَانِ لِأَوْلَادِهِمَا الْأَسْمَاءَ الْحَسَنَةَ الطَّيِّبَةَ.
Termasuk
hal yang membantu dalam mendidik anak dengan pendidikan yang baik adalah orang
tua memilihkan nama-nama yang baik dan bagus untuk anak-anaknya.
الَّتِي
تَرْبِطُهُمْ بِطَاعَةِ اللهِ كَأَنْ
يُسَمَّى: عَبْدُ اللهِ,
وَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ,
وَ مُحَمَّدٌ,
وَ صَالِحٌ,
وَنَحْوِ هَذِهِ الْأَسْمَاءِ الْحَسَنَةِ.
yang
menghubungkan mereka dengan ketaatan kepada Allah,seperti dinamai: “’Abdullah”,
“’Abdur-Rahman”, “Muḥammad”, “Salih”, dan nama-nama baik semacam itu.
الَّتِي
تُذَكِّرُهُ بِارْتِبَاطِهِ بِالصَّلَاحِ وَالْعِبَادَةِ وَبِمَا يُحْمَدُ
عَلَيْهِ فَيَكُونُ فِي ذَلِكَ تَأْثِيرٌ
عَلَيْهِ غَالِبًا.
yang
mengingatkan anak akan hubungannya dengan kesalehan dan ibadah serta hal-hal
yang terpuji,yang biasanya memiliki pengaruh terhadap dirinya.
وَكَمَا
قِيلَ: لِكُلِّ رَجُلٍ مِنِ اسْمِهِ نَصِيبٌ.
Sebagaimana
dikatakan:Setiap orang mendapat bagian dari namanya.
وَصَحَّ
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ :إِنَّ
أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللهِ: عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ.
Telah
shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: Sesungguhnya
nama yang paling Allah cintai di antara nama-nama kalian adalah: ‘Abdullah dan
‘Abdur-Raḥman. (HR. Muslim no. 2132).
وَمِنَ
الْمُنَاسِبِ أَنْ يُبَيِّنَ الْوَالِدُ لِوَلَدِهِ مَعْنَى اسْمِهِ وَوَجْهَ
كَوْنِ هَذَا الِاسْمِ مَحْبُوبًا لِلَّهِ تَعَالَى.
Sebaiknya
orang tua menjelaskan kepada anaknya makna dari Namanya dan alasan mengapa nama
tersebut dicintai oleh Allah ta‘ala.
فَمَثَلًا:
إِنْ كَانَ اسْمُهُ عَبْدُ اللهِ,
تَقُولُ لَهُ:...
Misalnya:
jika namanya “’Abdullah”, maka katakan kepadanya: …
(Lanjutan
akan membahas bagaimana menjelaskan makna nama kepada anak.)
أَنْتَ
عَبْدُ ٱللَّهِ ٱلَّذِي خَلَقَكَ وَأَوْجَدَكَ وَأَنْعَمَ عَلَيْكَ بِٱلنِّعَمِ
ٱلْكَثِيرَةِ.
Engkau
adalah hamba Allah: yang menciptakanmu, mengadakanmu, dan menganugerahkan
banyak nikmat kepadamu.
وَهَذِهِ
ٱلنِّعَمُ تَقْتَضِي أَنْ تَكُونَ شَاكِرًا وَمُطِيعًا لَهُ.
Nikmat-nikmat
ini menuntut agar engkau bersyukur dan taat kepada-Nya.
وَإِنْ
كَانَ ٱسْمُهُ كَٱسْمِ نَبِيٍّ أَوْ صَحَابِيٍّ فَمِنَ ٱلْمُفِيدِ أَنْ
تُذَكِّرَهُ بِقِصَّتِهِ.
Jika
namanya seperti nama nabi atau sahabat, maka termasuk hal yang bermanfaat
adalah mengingatkannya akan kisah tokoh tersebut.
وَتُبْرِزَ
لَهُ مَكَارِمَهُ لِيَقْتَدِيَ بِهِ وَيَتَشَبَّهَ بِصَاحِبِ ٱلِاسْمِ.
Tampilkan
padanya kemuliaan tokoh itu agar ia meneladani dan meniru pemilik nama
tersebut.
وَهٰذَا
يُفْعَلُ فِي بَقِيَّةِ ٱلْأَسْمَاءِ ٱلطَّيِّبَةِ.
Demikian
pula dilakukan pada nama-nama baik lainnya.[14]
وَيَنْدَرِجُ
تَحْتَ هٰذَا: تَكْنِيَةُ ٱلطِّفْلِ مِنْ صِغَرِهِ بِكُنْيَةٍ طَيِّبَةٍ مِثْلَ:
أَبِي عَبْدِ ٱللَّهِ.
Termasuk dalam
hal ini: memberi kunyah yang baik kepada anak sejak kecil, seperti Abu
‘Abdillah.
لِيَعْتَادَهَا
وَتَقْوَى شَخْصِيَّتُهُ وَيَسْلَمَ مِنَ ٱلْأَلْقَابِ ٱلسَّيِّئَةِ.
Agar
terbiasa dengannya, memperkuat kepribadiannya, dan selamat dari julukan buruk.
وَهٰذَا
مِنَ ٱلتَّفَاؤُلِ: أَنْ يَحْيَا حَتَّى يُرْزَقَ بِٱلذُّرِّيَّةِ.
Dan
ini termasuk bentuk optimisme: agar ia hidup hingga dikaruniai keturunan.
-----000-----
PILAR
KEENAM
ٱلرَّكِيزَةُ ٱلسَّادِسَةُ
ٱلْعَدْلُ بَيْنَ ٱلْأَبْنَاءِ
Bersikap
adil di antara anak-anak.
فَتَحَرِّي
ٱلْعَدْلِ بَيْنَ ٱلْأَبْنَاءِ وَٱلْبُعْدُ عَنِ ٱلْجَوْرِ وَٱلْحَيْفِ
وَٱلظُّلْمِ.
Bersungguh-sungguh
berlaku adil dan menjauhi kezaliman terhadap anak-anak.
يُعَدُّ
مِنْ أَهَمِّ ٱلرَّكَائِزِ ٱلْمُؤَثِّرَةِ فِي تَرْبِيَتِهِمْ.
Termasuk
pilar terpenting yang berpengaruh dalam mendidik mereka.
فَإِنَّ
ٱلْأَبَ إِذَا لَمْ يَعْدِلْ بَيْنَ أَبْنَائِهِ أَوْجَدَ ذٰلِكَ بَيْنَهُمُ
ٱلْعَدَاوَةَ وَٱلْتَحَاسُدَ وَٱلتَّبَاغُضَ.
Jika
ayah tidak adil, maka akan timbul permusuhan, iri hati, dan kebencian di antara
anak-anaknya.[15]
وَفِي
ٱلْمُقَابِلِ إِذَا حَرَصَ عَلَى ٱلْعَدْلِ بَيْنَهُمْ كَانَ ذٰلِكَ مِنْ أَعْظَمِ
أَسْبَابِ تَوَادِّهِمْ.
Sebaliknya,
jika ia menjaga keadilan, maka itu menjadi sebab utama kasih sayang di antara
mereka.
وَمَحَبَّتِهِمْ وَبِرِّهِمْ
لَهُ.
dan
cinta serta bakti mereka kepadanya.[16]
وَقَدْ
جَاءَ فِي صَحِيحِ ٱلْبُخَارِيِّ عَنْ ٱلنُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ.
Telah
datang di dalam Shahih al-Bukhari dari Nu‘man bin Basyir,
أَنَّ
أَبَاهُ نَحَلَهُ أَرْضًا وَطَلَبَتْ أُمُّهُ مِنْ أَبِيهِ أَنْ يُشْهِدَ رَسُولَ
ٱللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Bahwa
ayahnya menghadiahkan sebidang tanah, lalu ibunya meminta agar Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dijadikan saksi.
فَلَمَّا
أَتَىٰ رَسُولَ ٱللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ: أَعْطَيْتَ
سَائِرَ وَلَدِكَ مِثْلَ هٰذَا.
ketika
ia datang kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Apakah engkau memberikan yang semisal ini
kepada seluruh anakmu?”
قَالَ:
لَا. قَالَ: فَٱتَّقُوا ٱللَّهَ وَٱعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ.
Ia
menjawab: “Tidak.” Maka beliau bersabda: Bertakwalah kepada Allah dan berlaku
adillah kepada anak-anak kalian.) HR. Bukhari 2587).
وَفِي
رِوَايَةٍ عِندَ مُسْلِمٍ أَنَّ ٱلنَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ لَهُ :أَيَسُرُّكَ أَنْ يَكُونُوا إِلَيْكَ
فِي ٱلْبِرِّ سَوَاءً.
Di
dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda kepadanya: Apakah engkau senang jika mereka semua berbakti kepadamu
secara sama?
قَالَ:
بَلَى. قَالَ: فَلَا إِذًا.
Ia
menjawab:Tentu.Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Kalau begitu,
jangan (berlaku tidak adil).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya
no. 1623).
وَفِي
رِوَايَةٍ:لَا أَشْهَدُ عَلَىٰ جَوْرٍ.
Dan
dalam riwayat lain: “Aku tidak menjadi saksi atas suatu kezaliman.” (Diriwayatkan
oleh Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya, no. 2650, dan Imam Muslim dalam
Shahih-nya, no. 1623).
وَفِي
رِوَايَةٍ أُخْرَىٰ: فَأَشْهِدْ
عَلَىٰ هٰذَا غَيْرِي.
Dan
dalam riwayat lain lagi:Kalau begitu, persaksikan hal ini kepada orang lain
selain aku.[Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya, no. 1623].
وَهٰذِهِ
ٱلْكَلِمَةُ قَالَهَا ٱلنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَهْدِيدًا لَهُ.
Kalimat
ini diucapkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagai peringatan keras kepadanya.[17]
وَإِلَّا
فَمَنِ ٱلَّذِي يَطِيبُ قَلْبُهُ مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَىٰ مَا
حَكَمَ ٱلنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ جَوْرٌ.
Sebab
siapa di antara kaum muslimin yang rela menjadi saksi atas sesuatu yang telah
dihukumi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagai kezaliman.
وَأَنَّهُ
لَا يَصْلُحُ وَأَنَّهُ
خِلَافُ تَقْوَى ٱللَّهِ وَأَنَّهُ خِلَافُ ٱلْعَدْلِ.
Dan
bahwa perbuatan itu tidak layak, bertentangan dengan ketakwaan kepada Allah,
dan menyelisihi keadilan. (Dikutip dari I‘lam al-Muwaqqi‘in karya Ibnul Qayyim,
jilid 4, hlm. 133).
فَهٰذَا
تَحْذِيرٌ بَلِيغٌ مِنَ ٱلْحَيْفِ وَٱلظُّلْمِ بَيْنَ ٱلْأَوْلَادِ.
Maka
ini adalah peringatan yang sangat tegas dari perbuatan curang dan zalim
terhadap anak-anak.[18]
وَبَيَانٌ
لِمَا يُوَرِّثُهُ مِنَ ٱلْعُقُوقِ وَعَدَمِ
ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقَاطُعِ وَٱلتَّهَاجُرِ بَيْنَ ٱلْإِخْوَانِ.
Dan
penjelasan tentang akibatnya berupa kedurhakaan, hilangnya kasih sayang, serta
terputusnya hubungan dan saling menjauhnya antar saudara.
-----000-----
PILAR KE
TUJUH
ٱلرَّكِيزَةُ
ٱلسَّابِعَةُ
ٱلرِّفْقُ
وَٱلرَّحْمَةُ
Lemah
Lembut dan Kasih Sayang
وَمِنْ
رَكَائِزِ تَرْبِيَةِ ٱلْأَبْنَاءِ: ٱلرِّفْقُ وَٱللُّطْفُ
بِهِمْوَمُعَامَلَتُهُمْ بِٱلرَّحْمَةِ وَٱلْإِحْسَانِ.
Termasuk
pilar penting dalam mendidik anak-anak adalah bersikap lemah lembut dan ramah
kepada mereka, serta memperlakukan mereka dengan kasih sayang dan kebaikan.
وَٱلْحَذَرُ
مِنَ ٱلْغِلْظَةِ وَٱلْبُعْدِ
عَنِ ٱلشِّدَّةِ وَٱلْجَفَاءِ.
Serta
berhati-hati dari sikap kasar, dan menjauhi kekerasan serta sikap kaku dan
dingin.
فَإِنَّ
ٱلنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ
ٱلرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ
إِلَّا شَانَهُ.
Karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wa salllam bersabda:
Sesungguhnya kelembutan tidaklah ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya,
dan tidak dicabut dari sesuatu kecuali akan memperburuknya.(Diriwayatkan oleh
Imam Muslim dalam Shahih-nya, no. 2594).
وَهٰذِهِ
ٱلرَّحْمَةُ وَٱلرِّفْقُ يَجِبُ أَنْ تَبْدَأَ مَعَ ٱلْأَوْلَادِ مُنْذُ
صِغَرِهِمْ وَنُعُومَةِ أَظْفَارِهِمْ وَتَمْضِي وَتَسْتَمِرُّ مَعَهُمْ.
Kasih sayang dan
kelembutan ini harus dimulai sejak anak-anak masih kecil dan masih dalam masa
pertumbuhan, lalu terus dilanjutkan dan dipertahankan seiring waktu.
فَإِنَّهَا
سَبَبٌ لِقُرْبِ ٱلْأَبْنَاءِ مِنْ آبَائِهِمْ وَمَحَبَّتِهِمْ
لَهُمْ.
Karena itu
merupakan sebab kedekatan anak-anak dengan orang tua mereka, dan tumbuhnya rasa
cinta mereka kepada orang tuanya.
وَمَعَ
وُجُودِ هٰذَا ٱلْقُرْبِ وَهٰذِهِ ٱلْمَحَبَّةِ يَسْهُلُ
تَوْجِيهُ ٱلْأَبْنَاءِ لِلْخَيْرِ وَتَتَيَسَّرُ ٱلنَّصِيحَةُ لَهُمْ وَكَذَا
ٱسْتِجَابَتُهُمْ وَقَبُولُهُمْ لَهَا.
Dengan adanya
kedekatan dan cinta ini, menjadi lebih mudah mengarahkan anak-anak kepada
kebaikan, memudahkan dalam menasihati mereka, serta membuat mereka lebih mudah
menerima dan menuruti nasihat tersebut.
وقَدْ
تَكَاثَرَتِ ٱلنُّصُوصُ مِنْ سُنَّةِ ٱلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِي بَيَانِ هٰذِهِ ٱلرَّكِيزَةِ:
Telah banyak
dalil dari Sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang menjelaskan pilar ini.
فَعَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu:
أَنَّ
ٱلنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَ ٱلْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ
رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُمَا.
bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium al-Ḥasan
bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma.
وَٱلْأَقْرَعُ
بْنُ حَابِسٍ جَالِسٌ عِنْدَهُ.
dan al-Aqra‘ bin
Habis sedang duduk di dekat beliau.
فَقَالَ:
إِنَّ لِي عَشَرَةً مِنَ ٱلْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا
Maka ia berkata:
“Aku memiliki sepuluh orang anak, dan aku belum pernah mencium seorang pun dari
mereka.”
فَنَظَرَ
إِلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ: مَنْ لَا
يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memandangnya lalu
bersabda: “Barangsiapa tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi.” (Diriwayatkan
oleh al-Bukhari no. 5997 dan Muslim no. 2594).
وَعَنْ
أُمِّ ٱلْمُؤْمِنِينَ عَائِشَةَ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:
Dari Ummul
Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
جَاءَ
أَعْرَابِيٌّ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: تُقَبِّلُونَ
ٱلصِّبْيَانَ فَمَا نُقَبِّلُهُمْ.
Seorang Arab
dusun datang kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan berkata, “Apakah kalian mencium anak-anak kecil? Kami tidak
pernah mencium mereka.”
فَقَالَ
ٱلنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوَ
أَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ ٱللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ ٱلرَّحْمَةَ.
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apakah
aku punya kuasa untuk mengembalikan kasih sayang yang telah Allah cabut dari
hatimu?” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 5998).
وَعَنْ
أُمِّ ٱلْفَضْلِ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهَا
Dari Ummul Fadl
radhiyallahu ‘anha:
أَنَّهَا
أَتَتْ بِٱلْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُمَا إِلَى ٱلنَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ فُطِمَ.
Bahwasanya ia
membawa al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma yang telah disapih kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
فَوَضَعَهُ
عَلَى صَدْرِهِ فَبَالَ
عَلَى صَدْرِهِ
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkannya di
dadanya, dan al-Hasan pun kencing di atas dada beliau.
قَالَتْ:
فَزَخَخْتُ بِيَدِي عَلَى كَتِفَيْهِ فَقَالَ: ٱرْفُقِي
بِٱبْنِي رَحِمَكِ ٱللَّهُ.
Ia (Ummul Fadl)
berkata: Maka aku pun menepuk dengan tanganku di pundaknya, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perlakukan
anakku dengan lembut, semoga Allah merahmatimu.” (Diriwayatkan oleh Imam Aḥmad
dalam al-Musnad no. 26875 dan 29878, dengan sanad shahih).
قَوْلُهَا:
"زَخَخْتُ" أَيْ دَفَعْتُ وَمِمَّا يَدُلُّ عَلَى أَهَمِّيَّةِ
الْعِنَايَةِ بِجَانِبِ الرِّفْقِ وَالرَّحْمَةِ بِالْأَبْنَاءِ.
(Ucapannya:
zakhakhtu artinya aku mendorongnya Di antara bukti pentingnya perhatian
terhadap kelembutan dan kasih sayang kepada anak-anak). .(Lihat: an-Nihayah
oleh Ibn al-Atsir, 2/298).
وَأَنَّهُ
مِنْ أَبْوَابِ دُخُولِ الْجَنَّةِ وَالْعِتْقِ مِنَ النِّيرَانِ.
Dan
bahwa itu termasuk jalan masuk surga dan pembebas dari api neraka.[19]
مَا
ذَكَرَتْهُ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا.
Adalah
kisah yang diceritakan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
جَاءَتْنِي
مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا.
"Seorang
wanita miskin datang kepadaku membawa dua anak perempuannya,
فَأَطْعَمْتُهَا
ثَلَاثَ تَمَرَاتٍ,
lalu
aku memberinya tiga butir kurma,
فَأَعْطَتْ
كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً,
dia
memberikan masing-masing anaknya satu butir kurma,
وَرَفَعَتْ
إِلَى فِيهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا, فَاسْتَطْعَمَتْهَا
ابْنَتَاهَا,
Kemudian
(ibu tersebut) mengangkat satu butir ke mulutnya untuk dimakan, namun kedua
anaknya meminta juga kurma itu,
فَشَقَّتِ
التَّمْرَةَ الَّتِي كَانَتْ تُرِيدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا, فَأَعْجَبَنِي
شَأْنُهَا, فَذَكَرْتُ
الَّذِي صَنَعَتْ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ,
Maka
ia membelah kurma yang hendak dimakannya dan membaginya kepada mereka berdua Aku
kagum dengan perbuatannya lalu aku ceritakan kejadian itu kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَقَالَ:
إِنَّ اللهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ, أَوْ
أَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ.
Beliau
bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan surga untuknya Karena hal itu, atau
membebaskannya dari neraka karena perbuatan itu.(HR. Muslim no. 2630). [20]
-----000-----
PILAR
KEDELAPAN
ٱلرَّكِيزَةُ ٱلثَّامِنَةُ
بَذْلُ ٱلنَّصْحِ وَٱلتَّوْجِيهِ
Memberikan
Nasihat dan Arahan.
وَأَيْضًا
مِنْ رَكَائِزِ تَرْبِيَةِ ٱلْأَبْنَاءِ ٱلْعَظِيمَةِ: ٱلْمُدَاوَمَةُ عَلَى
ٱلنَّصْحِ وَٱلتَّوْجِيهِ.
Dan
termasuk di antara pilar penting dalam mendidik anak: terus-menerus memberi
nasihat dan arahan.
لَسِيَّمَا
إِلَىٰ مَعَالِي ٱلْأُمُورِوَمَكَارِمِ ٱلْأَخْلَاقِ,
Terutama
kepada perkara-perkara mulia dan akhlak yang terpuji.
بِدَاءَةً
بِتَعْلِيمِ ٱلْعَقَائِدِ ٱلدِّينِيَّةِ وَفَرَائِضِ ٱلْإِسْلَامِ وَأَرْكَانِهِ
وَسَائِرِ ٱلْأَوَامِرِ ٱلشَّرْعِيَّةِ.
Dimulai
dengan mengajarkan akidah agama, kewajiban-kewajiban Islam dan rukun-rukunnya,
serta seluruh perintah syariat.
وَكَذَا
عِنْدَ ٱلزَّجْرِ وَٱلتَّحْذِيرِيَبْدَأُ بِٱلْكَبَائِرِ مِنَ ٱلذُّنُوبِ
وَٱلْآثَامِ وَسَائِرِ ٱلْمَنَاهِي ٱلشَّرْعِيَّةِ.
Demikian
pula dalam memberi larangan dan peringatan, dimulai dari dosa-dosa besar dan
pelanggaran besar, serta larangan-larangan syar’i lainnya.
فَهٰذِهِ
ٱلْأُمُورُ يَجِبُ أَنْ يَكُونَ لَهَا ٱلنَّصِيبُ ٱلْأَكْبَرُ مِنَ ٱلتَّوْجِيهِ
وَٱلنَّصْحِ,
Maka
perkara-perkara ini harus mendapat bagian terbesar dari arahan dan nasihat,
وَبَعْدَهَا
يَلْتَفِتُ ٱلْوَالِدُ وَٱلْوَالِدَةُ إِلَىٰ غَيْرِهَا مِنَ ٱلْأُمُورِ ٱلَّتِي
يَصْلُحُ بِهَا حَالُ أَبْنَائِهِمْ فِي ٱلدُّنْيَا,
Setelah
itu, ayah dan ibu memperhatikan hal-hal lain yang dapat memperbaiki keadaan
anak-anak mereka di dunia,
مِنَ
ٱلْمَطْعَمِ وَٱلْمَلْبَسِ وَغَيْرِهَا,
Seperti
makanan, pakaian, dan yang semisalnya,
وَمِنَ
ٱلْوَصَايَا ٱلْبَلِيغَةِ ٱلنَّافِعَةِ ٱلْمُسَدَّدَةِ مَا ذَكَرَهُ ٱللَّهُ لَكَ
فِي كِتَابِهِ,
Dan
di antara wasiat yang sangat menyentuh, bermanfaat, dan penuh tuntunan adalah
yang Allah dalam kitab-Nya,
عَنْ
لُقْمَانَ ٱلْحَكِيمِ حِينَمَا وَعَظَ ٱبْنَهُ فِي سُورَةِ لُقْمَانَ
Tentang
Luqman Al-Hakim ketika ia menasihati anaknya dalam Surah Luqman,
حَيْثُ
بَدَأَ مَعَهُ بِٱلتَّوْحِيدِ وَثَنَّىٰ بِٱلْأَمْرِ بِبِرِّ ٱلْوَالِدَيْنِ
وَبَعْدَهَا نَبَّهَهُ عَلَىٰ إِحَاطَةِ ٱللَّهِ.
Dimana
ia memulai dengan tauhid, lalu memerintahkannya berbakti kepada kedua orang
tua, kemudian mengingatkannya akan pengawasan Allah.
بِخَلْقِهِ
وَفِي ذَٰلِكَ إِشَارَةٌ لِضَرُورَةِ مُرَاقَبَةِ ٱللَّهِ مَعَكَ فِي جَمِيعِ
أَفْعَالِهِ.
Dengan
ciptaan-Nya, dan di dalamnya terdapat isyarat pentingnya merasa diawasi oleh
Allah dalam semua perbuatannya.
ثُمَّ
حَثَّهُ عَلَىٰ إِقَامَةِ ٱلصَّلَاةِ ٱلَّتِي هِيَ أَعْظَمُ ٱلْأَعْمَالِ
ٱلْبَدَنِيَّةِ,
Kemudian
Luqman mendorong anaknya untuk menegakkan shalat yang merupakan amalan fisik
paling agung,
وَخَتَمَ
وَصِيَّتَهُ بِتَنْبِيهِهِ عَلَىٰ جُمْلَةٍ مِّنْ رَفِيعِ ٱلْأَخْلَاقِ وَمَعَالِي
ٱلْأُمُورِ,
Dan
ia menutup wasiatnya dengan mengingatkan anaknya akan sejumlah akhlak mulia dan
perkara luhur,
قَالَ
تَعَالَىٰ :وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِٱبْنِهِ
وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ
عَظِيمٌ.
Allah
ta’ala berfirman: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika
ia memberi pelajaran kepadanya Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan
Allah, sesungguhnya syirik itu benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Lukman [31]: 13).
وَوَصَّيْنَا
ٱلْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ
وَفِصَٰلُهُ
فِي عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ ٱلْمَصِيرُ.
“Dan
Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya,
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang
tuamu, hanya kepada-Ku lah tempat kembali.” (QS. Lukman [31]: 14).
وَإِن
جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا
تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَٱتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ
أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ
تَعْمَلُونَ.
“Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau
tidak punya ilmu tentang itu, maka janganlah engkau taati keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritakan
kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Lukman [31]: 15).
يَا
بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍۢ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِي
صَخْرَةٍ
أَوْ فِي ٱلسَّمَٰوَاتِ أَوْ فِي ٱلْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا ٱللَّهُ إِنَّ ٱللَّهَ
لَطِيفٌ خَبِيرٌ.
“Wahai
anakku! Sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada
dalam batu, atau di langit, atau di bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Lukman [31]: 16).
يَا
بُنَيَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأْمُرْ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱنْهَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ
وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ
“Wahai
anakku! Tegakkanlah shalat, dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma’ruf, dan
cegahlah dari yang mungkar, serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu.
Sesungguhnya itu termasuk hal-hal yang memerlukan keteguhan hati.” (QS. Lukman
[31]: 17).[21]
وَلَا
تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي ٱلْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ ٱللَّهَ
لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Dan
janganlah engkau memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong), dan jangan
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap
orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Lukman [31]: 18). [22]
وَٱقْصِدْ
فِى مَشْيِكَ وَٱغْضُضْ مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ
ٱلْأَصْوَاتِ
لَصَوْتُ ٱلْحَمِيرِ.
"Dan sederhanalah
dalam berjalanmu, dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara
ialah suara keledai.” (QS. Lukman [31]: 19).
وَقَدِ
انْتَهَجَ هٰذَا الْمَسْلَكَ الْأَنْبِيَاءُ وَالصَّالِحُونَ كَمَا مَرَّ فِي
الْوَصِيَّةِ السَّابِقَةِ.
Jalan
ini telah ditempuh oleh para nabi dan orang-orang saleh, sebagaimana disebutkan
dalam wasiat sebelumnya.
وَذَكَرَ
اللَّٰهُ عَنْ نَبِيَّيْهِ إِبْرَاهِيمَ وَيَعْقُوبَ فَقَالَ :وَوَصَّىٰ
بِهَآ إِبْرَٰهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَٰبَنِيَّ إِنَّ اللَّٰهَ ٱصْطَفَىٰ
لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ.
Allah
ta’ala menyebutkan kedua Nabi-Nya, “Dan Ibrahim mewasiatkan kepada
anak-anaknya, dan Ya'qub (juga) berkata:Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah
telah memilihkan agama untuk kalian, maka janganlah kalian mati kecuali dalam
keadaan Islam.” (QS. Al-Baqarah[2]: 132).
أَمْ
كُنتُمْ شُهَدَآءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ ٱلْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا
تَعْبُدُونَ
مِنۢ بَعْدِي ۖ قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ ءَابَآئِكَ إِبْرَٰهِيمَ
وَإِسْمَٰعِيلَ وَإِسْحَٰقَ إِلَٰهًا وَٰحِدًا ۖ وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ
“Ataukah
kamu (wahai anak-anakku) menjadi saksi ketika Ya'qub mendekati ajalnya, ketika
ia berkata kepada anak-anaknya:Apa yang akan kalian sembah setelah aku? Mereka
menjawab, Kami akan menyembah Tuhanmu, dan Tuhan nenek moyangmu, yaitu Ibrahim,
Ismail, dan Ishaq, Tuhan yang Maha Esa, dan kami hanya menyerahkan diri
kepada-Nya (Islam).” (QS. Al-Baqarah[2]: 133).
وَأَثْنَىٰ
رَبُّ الْعَالَمِينَ عَلَىٰ نَبِيِّهِ إِسْمَاعِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ
بِكَوْنِهِ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ
Allah
memuji Nabi Isma'il ‘alaihissalam karena ia memerintahkan keluarganya untuk
shalat dan zakat.
فَقَالَ :وَكَانَ
يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱلزَّكَوٰةِ وَكَانَ عِندَ رَبِّهِۦ مَرْضِيًّا.
Allah
ta’ala berfirman: “Dan ia (Isma'il) memerintahkan keluarganya untuk shalat dan
zakat, dan dia di sisi Tuhannya adalah orang yang diridhai.” (QS. Maryam[19]:
55).
وَأَمَرَ
اللَّٰهُ تَعَالَىٰ نَبِيَّهُ مُحَمَّدًا
صَلَّى اللَّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُحَافِظَ عَلَىٰ أَدَاءِ الصَّلَوَاتِ
الْمَفْرُوضَاتِ.
Allah
Ta‘ala memerintahkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjaga
shalat wajib.
وَأَنْ
يَأْمُرَ أَهْلَهُ بِهَا أَيْضًا وَيَحُثَّهُمْ عَلَىٰ فِعْلِهَا فَقَالَ :
Dan hendaklah ia juga memerintahkan keluarganya untuk
melakukan shalat, serta mendorong mereka agar mengerjakannya. Maka Allah
berfirman:
وَأْمُرْ
أَهْلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْـَٔلُكَ رِزْقًا ۖ
نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَٱلْعَٰقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ.
"Perintahkanlah keluargamu untuk melaksanakan shalat
dan bersabarlah dalam menjaganya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah
yang memberi rezeki kepadamu. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang
yang bertakwa."(QS. Ṭhaha [20]: 132). [23]
وَيَدْخُلُ
فِي تَوْجِيهِ الْأَبْنَاءِ وَنَصْحِهِمْ أَيْضًا:
Termasuk
dalam membimbing dan menasihati anak adalah:
أَنْ
يُجَنِّبَ الْوَالِدُ أَبْنَاءَهُ كُلَّ مَا يُفْسِدُ أَخْلَاقَهُمْ وَدِينَهُمْ
Agar
orang tua menjauhkan anak-anak dari segala hal yang merusak akhlak dan agama
mereka.
مِثْلَ:
سَمَاعِ الْأَغَانِي وَالْقَنَوَاتِ الضَّارَّةِ وَالْآلَاتِ
الْمُحَرَّمَةِ
Seperti
mendengarkan lagu-lagu, saluran televisi yang merusak, alat musik yang
diharamkan.
وَكَذَا
يُحَذِّرُ مِنَ الذَّهَابِ بِأَبْنَائِهِ لِأَمَاكِنِ اللَّهْوِ الْمُحَرَّمِ.
Demikian
pula memperingatkan agar tidak membawa anak-anak ke tempat hiburan yang haram.
-----000-----
PILAR
KESEMBILAN
الرَّكِيزَةُ
التَّاسِعَةُ
الجَلِيسُ
الصَّالِحُ
Teman
Duduk yang Saleh
إِنَّ
تَعَاهُدَ الْأَبْنَاءِ فِي بَابِ الْجَلِيسِ وَالصَّاحِبِ مِنْ أَعْظَمِ
الرَّكَائِزِ الَّتِي يَجِبُ مُرَاعَاتُهَا فِي التَّرْبِيَةِ.
Sesungguhnya
memperhatikan anak-anak dalam masalah teman duduk dan sahabat merupakan pilar
penting yang harus dijaga dalam Pendidikan.
فَإِنَّ
الصَّاحِبَ سَاحِبٌ وَلَا بُدَّ أَنْ يُؤَثِّرَ فِي جَلِيسِهِ.
Karena
sahabat itu bisa menarik (mempengaruhi), dan pasti akan memberi pengaruh kepada
temannya.[24]
وَقَدْ
ضَرَبَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلًا فِي بَيَانِ
تَأْثِيرِ الصَّاحِبِ عَلَى صَاحِبِهِ فِي الْخَيْرِ وَالشَّرِّ فَقَالَ:
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan perumpamaan kepada kita tentang
pengaruh sahabat terhadap sahabatnya dalam kebaikan dan keburukan. Beliau
bersabda:
مَثَلُ
الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السُّوءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ
الْكِيرِ.
“Perumpamaan
teman duduk yang saleh dan teman duduk yang buruk seperti pembawa minyak wangi
dan peniup api (tukang besi).” (HR. al-Bukhari no. 2101, Muslim 2628).
فَحَامِلُ
الْمِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ
تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً.
“Pembawa
minyak wangi itu: bisa jadi dia memberimu, atau kamu membeli darinya, atau kamu
mendapatkan aroma harum darinya.”
وَنَافِخُ
الْكِيرِ, إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَوَإِمَّا
أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً.
“Sedangkan
peniup api bisa jadi membakar pakaianmu, atau kamu mendapatkan bau yang tidak
sedap darinya.” (HR. al-Bukhari no. 5534 dan Muslim no. 2628).
وَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
Dan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْمَرْءُ
عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ
أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ.
“Seseorang
itu berada di atas agama sahabat dekatnya, maka hendaklah salah seorang dari
kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan sahabat.” (HR. Abu Dawud no. 4833
dan at-Tirmidzi no. 2378).
فَعَلَى
الْآبَاءِ مُتَابَعَةُ أَبْنَائِهِمْ فِيمَنْ يُصَاحِبُونَ وَيُجَالِسُونَ فِي
الْمَدَارِسِ وَغَيْرِهَا وَتَفَقُّدُهُمْ فِي ذَلِكَ.
Maka
wajib bagi para orang tua untuk mengawasi siapa yang menjadi teman dan sahabat
duduk anak-anak mereka di sekolah dan tempat lainnya, serta mengecek keadaan
mereka dalam hal tersebut.
وَقَدِ
اسْتَجَدَّ نَوْعٌ مِنَ الْأَصْحَابِ وَالْجُلَسَاءِ فِي هَذَا الزَّمَانِ لَمْ
يَكُنْ لَهُ وُجُودٌ فِي زَمَنٍ سَابِقٍ,
Telah
muncul jenis baru dari sahabat dan teman duduk di zaman ini yang tidak ada pada
zaman dahulu.
وَهُوَ
لَا يَقِلُّ فِي تَأْثِيرِهِ عَلَى صَاحِبِهِ عَنْ سَابِقِهِ,
Dan
pengaruhnya terhadap seseorang tidak kalah dibandingkan pengaruh sahabat yang
sebenarnya.
أَلَا
وَهُوَ: الْقَنَوَاتُ الْفَضَائِيَّةُوَمَوَاقِعُ الْإِنْتَرْنِتِ وَوَسَائِلُ
التَّوَاصُلِ الْاجْتِمَاعِيُّ,
Yaitu:
saluran televisi satelit, situs-situs internet, dan media social.
عَبْرَ
الْأَجْهِزَةِ الْمَحْمُولَةِ وَنَحْوِهَا الَّتِي يَحْمِلُهَا الْأَبْنَاءُ فِي
أَيْدِيهِمْ أَيْنَمَا كَانُوا فِي بُيُوتِهِمْ وَعِنْدَ
خُرُوجِهِمْ,
Yang
tersedia melalui perangkat-perangkat mobile dan sejenisnya, yang dibawa
anak-anak mereka di tangan ke mana pun mereka pergi: di rumah mereka, atau saat
mereka keluar rumah.
وَهَذِهِ
الْأَجْهِزَةُ إِنْ لَمْ تَكُنْ تَحْتَ مُتَابَعَةِ الْآبَاءِ وَرَقَابَتِهِمْ, فَإِنَّ
خَطَرَهَا عَظِيمٌ عَلَى الْعُقُولِ وَالْأَدْيَانِ وَالْأَخْلَاقِ وَالْآدَابِ,
Dan
perangkat-perangkat ini jika tidak diawasi dan dipantau oleh para orang tua, maka
bahayanya sangat besar terhadap akal, agama, akhlak, dan adab. [25]
فَكَمْ
قَدْ تَاهَ وَانْحَرَفَ مِنَ الشَّبَابِ وَالشَّابَّاتِ بِسَبَبِهَا,
Betapa
banyak para pemuda dan pemudi yang tersesat dan menyimpang karena sebabnya,
وَآلَ
بِهِمُ الْأَمْرُ إِلَى مُنْكَرَاتٍ عَظِيمَةٍ وَبَلَايَا
جَسِيمَةٍ لَا يَعْلَمُ خَطَرَهَا إِلَّا اللهُ.
dan
perkara mereka pun berakhir kepada berbagai kemungkaran besar dan musibah
berat, yang bahayanya hanya diketahui oleh Allah semata.
-----000-----
PILAR
KESEPULUH:
الرُّكْنُ
الْعَاشِرُ
الْقُدْوَةُ
الْحَسَنَةُ
Keteladanan
yang Baik
وَمِنَ
الرَّكَائِزِ الْعَظِيمَةِ: أَنْ يَكُونَ الْوَالِدُ قُدْوَةً لِأَبْنَائِهِ.
Termasuk
di antara pilar penting dalam pendidikan adalah bahwa seorang ayah harus
menjadi teladan bagi anak-anaknya.
فَإِنْ
أَمَرَهُمْ بِالْخَيْرِ حَرَصَ أَنْ يَكُونَ هُوَ الْمُبَادِرَ إِلَيْهِ.
Jika
ia memerintahkan anak-anaknya untuk berbuat kebaikan, maka ia bersemangat untuk
menjadi orang pertama yang melakukannya.
وَإِنْ
نَهَاهُمْ عَنِ الشَّرِّ كَانَ هُوَ أَبْعَدَهُمْ عَنْهُ.
Dan
jika ia melarang mereka dari keburukan, maka ia adalah orang yang paling jauh
darinya.
فَلَا
يَكُونُ كَلَامُهُ فِي وَادٍ وَفِعْلُهُ فِي وَادٍ آخَرَ.
Jangan
sampai perkataannya berada di satu lembah, sementara perbuatannya di lembah
yang lain.
فَيُنْشِئُ
عِنْدَ الْأَبْنَاءِ تَنَاقُضًا وَتَبَايُنًا وَاضْطِرَابًا عَظِيمًا,
Karena
hal itu akan menumbuhkan kontradiksi, pertentangan, dan keguncangan besar dalam
diri anak-anak.
مِمَّا
يَئُولُ بِالْأَبْنَاءِ لِتَرْكِ التَّوْجِيهِ وَالتَّأْدِيبِ مِنَ الْآبَاءِ
وَتَجَاهُلِهِ,
Yang
berakhir dengan anak-anak meninggalkan arahan dan bimbingan orang tua serta
mengabaikannya.
وَعَدَمِ
الِانْتِفَاعِ بِنُصْحِ الْوَالِدِ وَتَوْجِيهِهِ.
Dan
tidak mengambil manfaat dari nasihat dan arahan ayahnya.
لِأَنَّ
النُّفُوسَ مَجْبُولَةٌ عَلَى عَدَمِ الِانْتِفَاعِ بِكَلَامِ مَنْ لَا يَعْمَلُ
بِعِلْمِهِ وَلَا يَنْتَفِعُ بِهِ.
karena
jiwa manusia secara tabiat tidak akan terpengaruh oleh perkataan orang yang
tidak mengamalkan ilmunya dan tidak mengambil manfaat darinya.
وَهَذَا
بِمَنْزِلَةِ مَنْ يَصِفُ لَهُ الطَّبِيبُ دَوَاءً لِمَرَضٍ بِهِ مِثْلُهُ وَالطَّبِيبُ
مُعْرِضٌ عَنْهُ غَيْرُ
مُلْتَفِتٍ إِلَيْهِ.
Ini
seperti orang yang diberi resep obat oleh dokter untuk penyakit yang sama
diderita oleh dokter itu sendiri, sementara sang dokter tidak peduli dan tidak
memperhatikan obat tersebut.
بَلِ
الطَّبِيبُ الْمَذْكُورُ عِنْدَهُمْ أَحْسَنُ حَالًا مِنْ هَذَا الْوَاعِظِ
الْمُخَالِفِ لِمَا يَعِظُ بِهِ.
Bahkan
dokter yang seperti itu lebih baik keadaannya di mata mereka dibandingkan
seorang pemberi nasihat yang menyelisihi isi nasihatnya sendiri.
لِأَنَّهُ
قَدْ يَقُومُ دَوَاءٌ آخَرُ عِنْدَهُ مَقَامَ هَذَا.
Karena
mungkin saja dokter tersebut memiliki obat lain yang menggantikan obat yang
disarankannya.
الدَّوَاءُ
وَقَدْ يَرَى أَنَّ بِهِ قُوَّةً عَلَى تَرْكِ التَّدَاوِي وَقَدْ يَقْنَعُ
بِعَمَلِ الطَّبِيعَةِ وَغَيْرِ ذَلِكَ.
Seorang
dokter mungkin menganggap dirinya kuat untuk tidak berobat, atau merasa cukup
dengan proses alami tubuh, dan selainnya.
بِخِلَافِ
هَذَا الْوَاعِظِ فَإِنَّ
مَا يَعِظُ بِهِ طَرِيقٌ مُعَيَّنٌ لِلنَّجَاةِ لَا يَقُومُ غَيْرُهَا مَقَامَهَا
وَلَا بُدَّ مِنْهَا.
Berbeda
dengan pemberi nasihat, karena apa yang ia nasihatkan adalah jalan satu-satunya
menuju keselamatan, tidak ada yang bisa menggantikan jalan itu, dan itu adalah
keharusan.
وَلِأَجْلِ
هَذِهِ النَّفْرَةِ قَالَ شُعَيْبٌ عَلَيْهِ السَّلَامُ لِقَوْمِهِ:
Karena
keengganan seperti ini, Nabi Syuaib ‘alaihis-salam berkata kepada kaumnya:
وَمَا
أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ
Dan aku tidak
ingin menyelisihi kalian terhadap apa yang aku larang kalian darinya.(QS. Hud[11]: ayat 88).
وَقَالَ
بَعْضُ السَّلَفِ:
Dan sebagian
ulama salaf berkata:
إِذَا
أَرَدْتَ أَنْ يُقْبَلَ مِنْكَ الْأَمْرُ وَالنَّهْيُ: فَإِذَا أَمَرْتَ بِشَيْءٍ
فَكُنْ أَوَّلَ الْفَاعِلِينَ لَهُ الْمُؤْتَمِرِينَ
بِهِ.
Jika engkau ingin
perintah dan laranganmu diterima: maka jika engkau memerintahkan sesuatu,
jadilah orang pertama yang mengamalkannya dan mematuhinya.
وَإِذَا
نَهَيْتَ عَنْ شَيْءٍ فَكُنْ
أَوَّلَ الْمُنْتَهِينَ عَنْهُ.
Dan jika engkau
melarang dari sesuatu, jadilah orang pertama yang meninggalkannya.
وَقَدْ
قِيلَ:
Dan telah
dikatakan:
يَا
أَيُّهَا الرَّجُلُ الْمُعَلِّمُ غَيْرَهُ هَلَّا
لِنَفْسِكَ كَانَ ذَا التَّعْلِيمُ
Wahai orang yang
mengajarkan orang lain, Tidakkah engkau mengajarkan dirimu sendiri?
تَصِفُ
الدَّوَاءَ لِذِي السَّقَامِ وَذِي الضَّنَى وَأَنْتَ
سَقِيمٌ وَعَلَيْكَ عَظِيمُ.
Engkau resepkan
obat bagi orang yang sakit dan lemah, Sedangkan dirimu sendiri sakit, dan hal
itu besar atas dirimu.
تَنْهَى
عَنِ الْخُلُقِ وَتَأْتِيَ مِثْلَهُ عَارٌ
عَلَيْكَ إِذَا فَعَلْتَ عَظِيمُ.
Engkau
melarang akhlak tercela tapi melakukannya juga. Sungguh aib besar atas dirimu
jika engkau melakukannya.
ابْدَأْ
بِنَفْسِكَ فَانْهَهَا عَنْ غَيِّهَا.
Mulailah
dari dirimu sendiri, laranglah ia dari kesesatannya.
فَإِذَا
انْتَهَتْ عَنْهُ فَأَنْتَ حَكِيمُ.
Jika
ia telah berhenti dari kesesatannya, berarti engkau adalah orang yang bijak.
هُنَاكَ
يُقْبَلُ مَا تَقُولُ وَيُقْتَدَى بِالْقَوْلِ مِنْكَ وَيَنْفَعُ التَّعْلِيمُ.
Saat
itulah ucapanmu akan diterima dan dijadikan teladan. Dari perkataanmu orang
akan mengambil pelajaran, dan pengajaranmu akan bermanfaat. (Lihat: Madarijus Salikin
karya Ibnul Qayyim (1/445).
وَعَنْ
الْفُضَيْلِ بْنِ عِيَاضٍ قَالَ: وَاللّٰهِ رَأَى
مَالِكُ بْنُ دِينَارٍ رَجُلًا يُسِيءُ صَلَاتَهُ فَقَالَ: مَا أَرْحَمَنِي
بِعِيَالِهِ.
Dari
al-Fudail bin ‘Iyaḍ ia berkata: Demi Allah, Malik bin Dinar melihat seorang
lelaki yang memperburuk shalatnya, lalu ia berkata, “Betapa aku merasa kasihan
terhadap anak-anaknya.”
فَقِيلَ
لَهُ: يَا أَبَا يَحْيَى يُسِيءُ
هٰذَا صَلَاتَهُ وَتَرْحَمُ عِيَالَهُ!
Maka
dikatakan kepadanya: “Wahai Aba Yahya, orang ini memperburuk shalatnya, tapi
engkau merasa kasihan terhadap anak-anaknya?!”
قَالَ:إِنَّهُ
كَبِيرُهُمْ وَمِنْهُ يَتَعَلَّمُونَ.
Ia
menjawab: “Dia adalah orang besar mereka, dan darinyalah mereka belajar. (Diriwayatkan
oleh Abu Nu‘aim dalam Hilyatul Auliya’ (2/383).
فَمَا
أَعْظَمَ جِنَايَةَ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ عِنْدَمَا يَكُونُ قُدْوَةً لَهُمْ
فِي تَرْكِ الْفَرَائِضِ أَوْ فِعْلِ الْمُحَرَّمَاتِ.
Betapa
besar kejahatan orang tua terhadap anaknya ketika ia menjadi teladan dalam
meninggalkan kewajiban atau melakukan kemaksiatan.
إِذِ
الْأَبْنَاءُ فِي الْغَالِبِ يَنْشَؤُونَ مُتَأَثِّرِينَ بِسُلُوكِيَّاتِ
وَالِدِهِمْ.
Karena
anak-anak biasanya tumbuh dalam keadaan terpengaruh oleh perilaku ayah mereka.
فَهُوَ
كَبِيرُهُمْوَمِنْهُ يَتَعَلَّمُونَ.
Dialah
yang mereka pandang sebagai orang besar, dan darinyalah mereka belajar.
وَلْنَسْتَحْضِرْ
فِي هٰذَا الْمَقَامِ قَوْلَ اللّٰهِ فِي تَوْبِيخِهِ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ فَقَالَ:
Dan
hendaknya kita hadirkan dalam hati pada keadaan ini firman Allah ketika mencela
Bani Israil. Dia berfirman:
أَتَأْمُرُونَ
النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ
أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Apakah
kalian menyuruh manusia (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan
diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka apakah
kalian tidak berakal?
(QS.
al-Baqarah[2]: 44).
وَقَالَ
تَعَالَى: يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
Dan
Allah Ta‘ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian
mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan?”
كَبُرَ
مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
Sangat
besar kemurkaan di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa yang tidak kalian
kerjakan.
(QS.
ash-Shaff[61]: 2–3).[26]
خَاتِمَةٌ
Penutup
فهٰذِهِ جُمْلَةٌ يَسِيرَةٌ مِنَ
الرَّكَائِزِ الَّتِي تُعِينُ عَلَى تَرْبِيَةِ الْأَوْلَادِ وَتَأْدِيبِهِمْ
وَتَهْذِيبِهِمْ.
Ini
adalah beberapa prinsip dasar yang membantu dalam mendidik, mengajarkan, dan
memperbaiki perilaku anak-anak.
وَلْيَعْلَمِ
الْمُسْلِمُ أَنَّهُ بِاعْتِنَائِهِ بِهٰذِهِ الرَّكَائِزِ وَتَطْبِيقِهَا فَإِنَّهُ
سَيَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يَجْنِي ثِمَارَ هٰذِهِ التَّرْبِيَةِ فِي حَيَاتِهِ
وَبَعْدَ مَمَاتِهِ.
Dan
seorang muslim harus mengetahui bahwa dengan perhatian terhadap prinsip-prinsip
ini dan menerapkannya, dia akan menjadi orang pertama yang merasakan manfaat
dari pendidikan ini, baik dalam hidupnya maupun setelah kematiannya.
أَمَّا
فِي حَيَاتِهِ فَسَيَكُونُ ابْنُهُ صَالِحًا بَارًّا بِهِ مُحَافِظًا عَلَى
حُقُوقِهِ مُتَجَنِّبًا عُقُوقَهُ لِأَنَّ الإِسْلَامَ الَّذِي رَبَّاهُ عَلَيْهِ
يَأْمُرُهُ بِذَلِكَ وَيُحَثُّهُ عَلَيْهِ.
Selama
hidupnya, anaknya akan menjadi orang yang saleh, berbakti kepadanya, menjaga
hak-haknya, dan menghindari perbuatan durhaka karena Islam yang telah diajarkan
kepadanya mengajarkan hal tersebut dan mendorongnya untuk melakukannya.
وَأَمَّا
بَعْدَ مَمَاتِهِ فَإِنَّهُ سَيَجْتَهِدُ بِالدُّعَاءِ لَهُ.
Setelah
kematian seseorang, anaknya akan berusaha mendoakannya.
فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ
عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ
عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Jika anak Adam meninggal dunia, amalnya
terputus kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh
yang mendoakannya. (HR. Muslim no. 1631).
وَيَجِبُ
التَّنْبِيهُ إِلَى أَنَّ هَذِهِ الْمَسْأَلَةَ وَهِيَ:
(تَرْبِيَةُ الْأَبْنَاءِ) مَسْأَلَةٌ كَبِيرَةٌ وَعَظِيمَةٌ,
Dan
perlu dicatat bahwa masalah ini, yaitu pendidikan anak-anak, adalah masalah
yang besar dan penting,
وَيَجِبُ
عَلَى كُلِّ أَبٍ أَنْ يُوَلِّيَهَا عِنَايَةً بَالِغَةً.
Setiap
ayah harus memberikan perhatian yang besar terhadapnya.
فَإِنَّ
عَامَّةَ فَسَادِ الْأَبْنَاءِ سَبَبُهُ إِهْمَالُ الْآبَاءِ وَتَفْرِيطُهُمْ.
Karena
kebanyakan kerusakan anak-anak disebabkan oleh kelalaian dan kelupaan orang
tua.
قال
العلامة ابن القيم رحم الله:
Al-Imam
Ibn al-Qayyim رحمه الله berkata:
فمن
أهمل تعليمَ وَلَدِه ما ينفعه وتركه سدى فقد أساء إليه غاية الإساءة,
Barang
siapa yang mengabaikan mengajarkan anaknya hal-hal yang bermanfaat dan
membiarkannya begitu saja, maka dia telah berbuat buruk kepadanya dengan sangat
buruk.
وأكثر
الأولاد إِنَّمَا جَاءَ فسادهم من قبل الآباء وإهمالهم لهم وترك
تعليمهم فرائض الدين وسُنَنَه.
Dan
kebanyakan kerusakan anak-anak itu datang dari orang tua mereka, karena
kelalaian mereka terhadap anak-anak mereka, serta meninggalkan pengajaran
tentang kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya.(1) التحفة
المودود بأحكام المولودة (ص ۲۲۹).
*Lihat:
* al-Tuhfah al-Mawdud bi Ahkam al-Mawlud (hlm. 229).
وهنا
مسألة مهمة ينبغي على الوالد استحضارها وهي :
Dan
ada sebuah masalah penting yang harus dipahami oleh seorang ayah, yaitu:
أنه
مع عنايته بهذه الأسباب والركائز العظيمة في تربيته لأولاده عليه أن يُفَوِّضَ
أمره إلى الله عله متوكلاً عليه في إصلاح أولاده وحفظهم بما يحفظ به عباده
الصالحين وألا يتعلق قلبه بهذه الأسباب.
Bahwa
meskipun ia memberikan perhatian yang besar terhadap sebab-sebab dan
prinsip-prinsip yang besar dalam mendidik anak-anaknya, dia harus menyerahkan
urusannya kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya dalam memperbaiki dan menjaga
anak-anaknya sebagaimana Allah menjaga hamba-hamba-Nya yang saleh, dan jangan
sampai hatinya terikat dengan sebab-sebab tersebut.
قال
الإمام مالك بن أنس الله:
Imam
Malik bin Anas رحمه الله berkata:
"الأدب أَدَبُ الله لا
أَدب الآباء والأمهات والخير خير الله لا خير الآباء والأمهات.
Adab
itu adalah adab dari Allah, bukan adab dari orang tua. Kebaikan itu adalah
kebaikan dari Allah, bukan kebaikan orang tua.(2) معرفة أصول
الرواية وتقييد الشماع للقاضي عياض (٢١٦/١).
*Lihat:
* Ma'arifatul Usul al-Riwayah wa Taqyid al-Shama'ah oleh al-Qadhi 'Iyadh (hlm.
216/1).
وهذه
الكلمة العظيمة من الإمام مالك ماله فيها تسلية وذكرى.
Dan
kata-kata mulia dari Imam Malik ini memiliki hiburan dan pengingat.
أما
التسلية : فهي لكُلِّ مَن بَدَلَ جُهُودًا فِي إصلاح وَلَدِه فلم يصلحوا.
Adapun
hiburan, itu untuk setiap orang yang telah berusaha keras untuk memperbaiki
anaknya namun mereka tidak dapat berhasil.
وأمَّا
الذِّكْرَى: فَهِيَ لِمَن أَكْرَمَهُ اللَّٰهُ بِصَلاَحِ ذُرِّيَّتِهِ.
Adapun
pengingatnya adalah bagi orang yang telah dimuliakan oleh Allah dengan
keberhasilan dalam mendidik anak-anaknya.
أَلَّا
يَنظُرَ إِلَى جُهُودِهِ فِي تَأْدِيبِهِمْ فَإِنَّمَا هُوَ مَحْضُ نِعْمَةِ
اللَّٰهِ عَلَيْهِ.
Jangan
melihat usaha-usahanya dalam mendidik mereka, karena sesungguhnya itu murni
adalah karunia Allah baginya.
وَعَلَيْهِ
كَذَٰلِكَ أَنْ يَكُونَ مُتَفَائِلًا طَامِعًا فِي فَضْلِ اللَّٰهِ وَمَنِّهِ أَنْ
يُصْلِحَهُمْ وَيَهْدِيَهُمْ صِرَاطَهُ الْمُسْتَقِيمَ.
Dan
dia juga harus tetap optimis dan berharap pada karunia Allah agar Dia
memperbaiki mereka dan membimbing mereka ke jalan-Nya yang lurus.
قَالَ
الشَّيْخُ ابْنُ عُثَيْمِينٍ رَحِمَهُ اللَّٰهُ:
Syaikh
Ibn Utsaimin رحمه الله berkata:
فَلَا
أَظُنُّ أَنَّ أَحَدًا أَتَّقَى اللَّٰهَ فِي أَوْلَادِهِ وَسَلَكَ
سَبِيلَ الشَّرِيعَةِ فِي تَوْجِيهِهِمْ إِلَّا أَنَّ اللَّٰهَ يَهْدِي
أَوْلَادَهُ.
Saya
tidak berpendapat bahwa ada orang yang bertakwa kepada Allah dalam mendidik
anak-anaknya dan mengikuti jalan syariat dalam membimbing mereka, kecuali bahwa
Allah akan membimbing anak-anaknya.
(1)
فَتَاوَى نُورٍ عَلَى الدَّرْبِ (٢/٢٤)
*Lihat:
* Fatawa Nur 'ala al-Darb (2/24).
أَسْأَلُ
اللَّٰهَ أَنْ يُعِينَنَا أَجْمَعِينَ عَلَى تَرْبِيَةِ أَوْلَادِنَا
وَتَوْجِيهِهِمْ إِلَى الوَجْهَةِ الصَّحِيحَةِ.
Saya
memohon kepada Allah agar Dia membantu kami semua dalam mendidik anak-anak kami
dan membimbing mereka ke jalan yang benar.
وَأَنْ
يُصْلِحَهُمْ وَيُعِيدَهُمْ مِنَ الفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ.
dan
agar Dia memperbaiki mereka serta melindungi mereka dari fitnah, baik yang
tampak maupun yang tersembunyi.
وَأَنْ
يَجْعَلَهُمْ هُدَاةً مُهْتَدِينَ غَيْرَ ضَالِّينَ وَلا مُضِلِّينَ إِنَّهُ
سَمِيعٌ مُجِيبٌ.
dan
menjadikan mereka sebagai pemberi petunjuk yang mendapatkan petunjuk, tidak
sesat dan tidak menyesatkan, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha
Mengabulkan.
وَصَلَّى
اللَّٰهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Semoga
shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan
sahabat-sahabatnya.
Tamat
-----000-----
فَهْرَسُ
Daftar
Isi
الموضوع
Topik
1.
المُقَدِّمَةُ
Pendahuluan
(Halaman A)
2.
الرُّكِيزَةُ
الْأُوْلَى: اخْتِيَارُ الزَّوْجَةِ الصَّالِحَةِ
Pilar
Pertama: Memilih Istri yang Shalihah (Halaman 10)
3.
الرُّكِيزَةُ
الثَّانِيَةُ: غَرْسُ الْعَقِيدَةِ وَالْإِيمَانِ
Pilar
Kedua: Menanamkan Aqidah dan Keimanan (Halaman 13)
4.
الرُّكِيزَةُ
الثَّالِثَةُ: كَثْرَةُ الدُّعَاءِ
Pilar
Ketiga: Memperbanyak Doa (Halaman 15)
5.
الرُّكِيزَةُ
الرَّابِعَةُ: التَّحْصِينُ بِالْأَذْكَارِ
Pilar
Keempat: Perlindungan dengan Dzikir (Halaman 18)
6.
الرُّكِيزَةُ
الْخَامِسَةُ: اخْتِيَارُ الْأَسْمَاءِ الطَّيِّبَةِ
Pilar
Kelima: Memilih Nama yang Baik (Halaman 20)
7.
الرُّكِيزَةُ
السَّادِسَةُ: الْعَدْلُ بَيْنَ الْأَبْنَاءِ
Pilar
Keenam: Keadilan Terhadap Anak-anak (Halaman 22)
8.
الرُّكِيزَةُ
السَّابِعَةُ: الرِّفْقُ وَالرَّحْمَةُ
Pilar
Ketujuh: Lembut dan Penuh Kasih Sayang (Halaman 28)
9. الرُّكِيزَةُ الثَّامِنَةُ:
بَذْلُ النَّصِيحَةِ وَالتَّوْجِيهِ
Pilar
Kedelapan: Memberikan Nasihat dan Arahan (Halaman 30)
10.
الرُّكِيزَةُ
التَّاسِعَةُ: اَلتَّجْلِيسُ الصَّالِحُ
Pilar
Kesembilan: Teman yang Baik (Halaman 39)
11.
الرُّكِيزَةُ
العَاشِرَةُ: اَلْقُدْوَةُ الحَسَنَةُ
Pilar
Kesepuluh: Teladan yang Baik (Halaman 39)
[1] Kelengkapan ayat tersebut, Allah ta’ala
berfirman:
أَوْ يُزَوِّجُهُمْ
ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ.
“Atau Dia menganugerahkan kedua jenis
laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan
mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha
Kuasa.” (QS. Asy-Syura[42]:49-50).
[2] Hal ini mencakup anak laki-laki maupun
perempuan, tidak boleh seseorang meremehkan laki-laki disbanding Perempuan atau
sebaliknya. Allah ta’ala berfirman:
وَإِذَا بُشِّرَ
أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ .
يَتَوَارَى مِنَ
الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ
فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ.
“Dan
apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan,
hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan
dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan
kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah
akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah
buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. AN-Nahl[16]:58-59).
Dari
‘Uqbah bin ‘Amir, dia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
كَانَ لَهُ ثَلَاثُ بَنَاتٍ وَصَبَرَ عَلَيْهِنَّ وَكَسَاهُنَّ مِنْ جِدَتِهِ
كُنَّ لَهُ حِجَابًا مِنَ النَّارِ.
“Barangsiapa
memiliki tiga orang anak perempuan, lalu dia bersabar dalam menghadapinya serta
memberikan pakaian kepadanya dari hasil usahanya, maka anak-anak itu akan
menjadi dinding pemisah baginya dari siksa Neraka.” (HR. al-Bukhari dalam kitab
al-Adaabul Mufrad no.76, at-Tirmidzi no.1916, Ahmad no. 8425 dishahihkan Syaikh
al-Albani di dalam Ash-Shahihah no. 294, 1027).
[3] As-Sunan al-Kubra no.5098, Su’ab al-iman no. 8295 al-Baihaqi.
[4] Al-Bukhari no. 1358, 1359, 1385, 4775,
6599, Muslim no. 2658, at-Tirmidzi no. 2138. Abu Dawud no. 4714.
[5] Karena wanita shalihah sebagaimana media tanaman, jika baik maka akan
menjadikan tanamannya subur, sebaliknya jika tandus sebagaimana Allah ta’ala berfirman:
وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ
نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَالَّذِي خَبُثَ لاَ يَخْرُجُ إِلاَّ نَكِداً
كَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ.
“Dan tanah yang baik
tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan sizin Allah dan tanah yang tidak subur,
tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana.” (QS. Al
A’raf [7]: 58).
وَلَأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ
أَعْجَبَتْكُمْ.
“Dan sungguh wanita budak
yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS
Al-Baqarah[2]:221).
Hendaknya memilih yang
masih gadis, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alai wa sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْأَبْكَارِ فَإِنَّهُنَّ
أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيرِ
.
“Hendaklah kalian menikahi wanita-wanita yang masih gadis,
sesungguhnya mereka lebih baik perkataannya, lebih mudah rahim mereka
memperoleh anak, dan lebih rela dengan pemberian yang sedikit.” (HR. Ibnu
Majah 1861, al-Baihaqi di dalam sunan al-Kubra 13473. Dihasankan oleh syaikh al
Albani di dalam As-Shahihah 623).
تَزَوَّجُوا
الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ.
“Nikahilah
wanita yang penyayang dan subur, karena sesungguhnya aku membanggakan banyaknya
jumlah kalian.” (HR. Ibnu Hibban 4056, Abu Dawud 2050,
dishahihkan Syaikh al-Albani, di dalam Irwaa’ 1784).
Begitupula
pula Wanita hendaknya walinya mencarikan laki-laki yang shalih.
Allah ta’ala berfirman:
قَالَ
إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ.
Berkatalah orang shalih
tersebut, “sesungguhnya aku bermaksud menikahkanmu dengan salah satu dari
putriku ini..” (QS. Al-Qashas [28]:27)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ
وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ,
إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ.
“Jika datang kepada
kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah
ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi”(HR. Ibnu
Majah no.1967 at-Tirmidzi no. 1084, Syaikh al-Albani berkata dalam Shahih
Tirmidzi bahwa hadits ini hasan lighairihi).
[6] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: الْمَرْأَةُ
الصَّالِحَةُ وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ
وَالْجَارُ الصَّالِحُ وَالْمَرْكَبُ
الْهَنِيءُ وَأَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاوَةِ: الْجَارُ السُّوءُوَالْمَرْأَةُ
السُّوءُوَالْمَسْكَنُ الضِّيقُ وَالْمَرْكَبُ السُّوءُ .
Empat perkara termasuk dari
kebahagiaan, wanita (istri) yang salihah, tempat tinggal yang lapang, tetangga
yang shalih, dan kendaraan yang nyaman. Dan empat perkara yang merupakan
kesengsaraan, tetangga yang tidak baik, istri yang buruk (tidak shalihah),
tempat tinggal yang sempit, kendaraan yang jelek. (HR. Ibnu Hibban no.
4032, al-Baihaqi Syu’ab al-Iman no. 9109, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah no. 282).
[7] Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda:
أَلاَ
أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الكَبَائِرِ ثَلاَثًا. قَالُوا: بَلَى
يَا رَسُولَ اللَّهِ, قَالَ:
الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ, وَعُقُوقُ
الوَالِدَيْنِ..
“Maukah aku beritahukan kepada kalian
tentang dosa-dosa besar yang paling besar?” (Beliau mengulanginya tiga kali.)
Mereka (para Sahabat) menjawab: “Tentu saja, wahai Rasulullah.” Beliau
bersabda: “Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” (HR. al-Bukhari
2654, Muslim 87).
Syirik merupakan dosa yang
paling besar dan memiliki dampak yang buruk baik di dunia maupun di akhirat.
Diantaranya:
1) Allah
tidak mengampuni orang yang menyekutukan dengan-Nya apabila belum bertaubat sebelum
meninggal.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ
يَشَاءُ.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni
dosa syirik, dan dia mengampuni semua dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya.(QS. An Nisaa[4]:48).
2) Menyekutukan
Allah akan menjadikan kekal di dalam neraka.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ
هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ.
“Sesungguhnya
orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan
masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah
seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al Bayyinah[98]:6).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ
وَقُلْتُ أَنَا وَمَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّة.
“Barang siapa mati dalam
keadaan menyekutukan Allah dia akan masuk kedalam neraka, barang siapa mati
tidak menyekutukan Allah dia akan masuk kedalam syurga.” (HR. al-Bukhari
4227 Muslim 92).
3) Orang yang menyekutukan Allah diharamkan baginya surga.
Allah ta’ala
berfirman:
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ
اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ.
"Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh Allah
haramkan surga baginya, dan tempatnya adalah neraka."(QS. Al-Ma’idah [5]: 72)
4) Kesyirikan
akan menghapuskan amal ibadah seseorang.
Allah ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ
الْخَاسِرِينَ.
“Dan Sesungguhnya telah
diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu
mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu
termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Az Zumar[39]:65).
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.
“Seandainya mereka
mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang Telah mereka
kerjakan.” (QS Al An’am[6]:88).
5) Kesyirikan
sumber petaka di dunia dan akhirat.
Bagaimana umat dahulu
mereka dibinasakan karena kemusyrikan dan kekafiran mereka kepada Allah ta’ala.
Allah ta’ala berfirman:
وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ اٰمِنَةً مُّطْمَىِٕنَّةً
يَّأْتِيْهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِاَنْعُمِ
اللّٰهِ فَاَذَاقَهَا اللّٰهُ لِبَاسَ الْجُوْعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوْا
يَصْنَعُوْنَ .
“Allah telah membuat
suatu perumpamaan sebuah negeri yang dahulu aman lagi tenteram yang rezekinya
datang kepadanya berlimpah ruah dari setiap tempat, tetapi (penduduknya)
mengingkari nikmat-nikmat Allah. Oleh karena itu, Allah menimpakan kepada
mereka bencana kelaparan dan ketakutan karena apa yang selalu mereka perbuat.”
(QS. An-Nahl[16]:112).
Sebaliknya apabila mereka
beriman dan mentauhidkan Allah ta’ala, niscaya Allah turunkan keberkahan dari
langit dan bumi.
Allah ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا
وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ
كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ.
“Jikalau penduduk kota-kota
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al A’raf[7]:97).
Dari Abu Hurairah
radiallahu ‘anhu Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ المُوبِقَاتِ, قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ, قَالَ: الشِّرْكُ بِاللَّهِ, وَالسِّحْرُ, وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالحَقِّ, وَأَكْلُ الرِّبَا, وَأَكْلُ مَالِ اليَتِيمِ, وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ, وَقَذْفُ المُحْصَنَاتِ المُؤْمِنَاتِ الغَافِلاَتِ.
“Jauhilah tujuh perkara
yang membinasakan. Mereka (sahabat) berkata: “Wahai Rasulullah apakah tujuh
perkara yang membinasakan itu?” Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah, sihir,
membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan harta anak yatim,
memakan riba’, lari dari medan perang (jihad), menuduh berzina wanita baik-baik
lagi beriman serta tidak tahu menahu (dengan zina tersebut).” (HR. Bukhari 2766
Muslim 86).
Oleh karena itu kesyirikan merupakan bentuk
kekufuran terhadap nikmat yang datang dari Allah.
6) Orang
musyrik akan mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى
سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ.
"Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Ghafir[40]: 60).
7) Sesembahan
orang-orang musyrik tidak mampu berbuat apa-apa.
Allah ta’ala berfirman:
وَاتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اٰلِهَةً لَّعَلَّهُمْ
يُنْصَرُوْنَ ۗ لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ نَصْرَهُمْۙ .
"Dan
mereka mengambil sesembahan-sesembahan selain Allah dengan harapan mereka akan
mendapat pertolongan. Padahal sesembahan itu tidak dapat menolong mereka…” (
QS. Yasin [36]: 74-75).
وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا
يَنفَعُهُمْ.
"Mereka menyembah
selain Allah sesuatu yang tidak memberi mudharat maupun manfaat." (QS. Yunus
[10]: 18)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ
الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ
اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ
مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ.
"Wahai manusia! Telah
dibuat suatu perumpamaan, maka dengarkanlah! Sesungguhnya segala yang kamu seru
selain Allah tidak akan mampu menciptakan seekor lalat pun, meskipun mereka
bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka,
mereka tidak dapat merebutnya kembali. Lemahlah yang meminta dan yang
diminta." (QS. Al-Ḥajj [22]: 73).
8)
Orang-orang musyrik akan
selalu dihantui ketakutan, kecemasan.
Pelaku kemusyrikan akan
senantiasa di hantui rasa cemas, kekuatiran, dan ketakutan.
Allah ta’ala berfirman:
سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا
أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا.
“Akan Kami masukkan ke
dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka menyekutukan Allah
dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu.”
(QS. Ali Imran[3]: 151).
Sebenarnya berhala-berhala
yang mereka sembah, keyakinan yang mereka buat-buat sama sekali tidak
membahayakan mereka, tapi dengan apa yang mereka buat-buat itu menjadikan
mereka takut.
Nabi Ibrahim ‘alaihi sallam
telah membuktikan hal itu, begitu pula Khalid bin Walid.
وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ وَلَا تَخَافُونَ أَنَّكُمْ
أَشْرَكْتُمْ بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا فَأَيُّ
الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالْأَمْنِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ.
”Dan bagaimana mungkin aku
takut kepada sesembahan yang kalian persekutukan (dengan Allah), padahal kamu
tidak takut mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak
pernah menurunkan hujjah (keterangan).” (QS Al-An’am[6]: 81).
Ketika perang Badar orang
kafir melihat orang beriman seolah-olah berjumlah dua kali lipat.
Allah ta’ala berfirman:
قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا فِئَةٌ تُقَاتِلُ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأُخْرَى كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُمْ مِثْلَيْهِمْ رَأْيَ
الْعَيْنِ وَاللَّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَنْ يَشَاءُ إِنَّ فِي ذَلِكَ
لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ.
“Sesungguhnya telah ada
tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan
berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata
kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah
menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata
hati.” (QS. Al Imran [3]:13).
9)
Orang musyrik akan jauh
dari ketentraman, hati mereka sempit.
Hal ini diambil dari hukum kebalikan dari
firman Allah ta’ala:
اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَلَمْ
يَلْبِسُوْٓا اِيْمَانَهُمْ بِظُلْمٍ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمُ الْاَمْنُ وَهُمْ
مُّهْتَدُوْنَ.
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik), merekalah orang-orang yang mendapat rasa aman dan
mendapat petunjuk.(QS. Al-An’am[6]:82).
فَمَن يُرِدِ اللَّهُ أَن
يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ
"Barang siapa Allah kehendaki mendapat petunjuk, Allah lapangkan
dadanya kepada Islam." (QS. Al-An‘am [6]: 125).
10)
Orang yang musyrik telah
merendahkan akalnya serendah-rendahnya.
Allah menciptakan segala sesuatu untuk
kemaslahatan manusia, tetapi orang yang menyekutukan llah justru mnyembah dan
merendahkan akalnya apa yang menjadi sarana tersebut.
Allah ta’ala berfirman:
هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ
اسْتَوٰٓى اِلَى السَّمَاۤءِ فَسَوّٰىهُنَّ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ ۗ وَهُوَ بِكُلِّ
شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ .
“Dialah (Allah) yang
menciptakan segala yang ada di bumi untukmu, kemudian Dia menuju ke langit,
lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]:29).
[8] Beliau bersabar di dalam memohon agar di
berikan keturunan, kemudian Allah kabulkan setelah beliau berumur 86 tahun.
(Qasas al- Anbiyaa, Syaikh Salim bin Ied al-Hilali (kisah Ismail), Musnad al-Muwatha’ al-Jauhari 1/337).
[9] Begitu pula dalam ayat yang lain, beliau
berdoa:
رَبَّنَا
وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ
وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ.
“Ya
Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau, dan
(jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau..”
(QS. Al-Baqarah[2]:128).
[10] Nabi Zakaria juga diuji Allah tidak
memiliki keturunan sampai rambut beliau memutih, kemudian Allah kabulkan
doanya. Allah ta’ala berfirman:
قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ
شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا . وَإِنِّي خِفْتُ
الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ
لَدُنْكَ وَلِيًّا . يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ
آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا . يَا زَكَرِيَّا إِنَّا
نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا . قَالَ رَبِّ أَنَّى
يَكُونُ لِي غُلَامٌ وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا وَقَدْ بَلَغْتُ مِنَ
الْكِبَرِ عِتِيًّا . قَالَ كَذَلِكَ قَالَ
رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا . قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِي
آيَةً قَالَ آيَتُكَ أَلَّا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلَاثَ لَيَالٍ سَوِيًّا.
Dia (Zakaria) berkata,
“Wahai Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah, kepalaku telah dipenuhi
uban, dan aku tidak pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, wahai Tuhanku. Sesungguhnya aku khawatir terhadap keluargaku
sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang yang mandul. Anugerahilah aku
seorang anak dari sisi-Mu. (Seorang anak) yang akan mewarisi aku dan keluarga
Ya‘qub serta jadikanlah dia, wahai Tuhanku, seorang yang diridai.” (Allah
berfirman,) “Wahai Zakaria, Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang
anak laki-laki yang bernama Yahya yang nama itu tidak pernah Kami berikan
sebelumnya.” Dia (Zakaria) berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana (mungkin) aku
akan mempunyai anak, sedangkan istriku seorang yang mandul dan sungguh aku
sudah mencapai usia yang sangat tua?”
Dia (Allah) berfirman) ”Demikianlah.” Tuhanmu berfirman, ”Hal itu mudah
bagi-Ku; sungguh, engkau telah Aku ciptakan sebelum itu, padahal (pada waktu
itu) engkau belum berwujud sama sekali.”
Dia (Zakaria) berkata, “Wahai Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” (Allah)
berfirman, “Tandanya bagimu ialah bahwa engkau tidak dapat bercakap-cakap
dengan manusia selama (tiga hari) tiga malam, padahal engkau sehat.” (QS.
Maryam [19]:4-10).
[11] Rasulullah
sallallahu ‘alaihih wa sallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو
بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ
بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ: إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ, وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ, وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا "
قَالُوا: إِذًا نُكْثِرُ, قَالَ: اللَّهُ أَكْثَرُ.
“Tidaklah seorang muslim
berdoa yang tidak mengandung dosa dan tidak bertujuan memutuskan
silaturahmi, melainkan Allah ta’ala akan mengabulkannya dengan tiga cara; Allah
akan mengabulkan doanya segera. Allah akan menyimpan (menjadikannya pahala)
baginya di akhirat kelak. Allah akan hindarkan darinya kejelekan yang semisal.
Mereka (para sahabat) berkata: “Kalau begitu, kami akan memperbanyak berdoa.”
Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata: “Allah akan banyak
mengabulkan doa-doa kalian.” (HR. Ahmad 11133, di
shahihkan syaikh al-Albani di dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib 1632).
[12] Allah ta’ala mengajarkan kita agar
senantiasa berlindung dari setan. Allah ta’ala berfirman:
رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ
هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ .وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ.
“Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan
syaitan dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan
mereka kepadaku” (QS. Al Mu’minun: 97-98).
[13] Keutamaan berdzikir sangat banyak, adapun diantaranya sebagai
berikut:
1)
Mendekatkan diri kepada Allah
ta’ala.
Allah ta’ala berfirman:
وَاذْكُرُوا
اللهَ كَثِيرَاً لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan
berdzikirlah pada Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS.
Al-Jumu’ah [62]: 10)
2)
Menjadikan hati menjadi tentram.
Allah
ta’ala berfirman:
الَّذِينَ
آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ
تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ.
“Orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d[13]:28)
3)
Menjadikan hati akan hidup.
Dari Abu Musa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ
الحَيِّ وَالمَيِّتِ.
beliau berkata: telah bersabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Permisalan orang yang berdzikir kepada Allah dan yang tidak
berdzikir seperti orang yang hidup dan mati.” (HR. al-Bukhari no. 6497).
4)
Perlindungan dari setan.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَن
يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ.
“Barangsiapa yang berpaling dari dzikir (Rabb) Yang Maha
Pemurah (Al-Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka
syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. Az Zukhruf [43]:36).
5)
Meninggikan Derajat
Seseorang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ
وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ
وَالوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا
أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ, قَالُوا: بَلَى.
قَالَ: ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى.
“Inginkah kalian aku beritahu amalan kalian yang terbaik dan dapat
menyucikan serta meninggikan derajat kalian, ia lebih baik dari berinfak emas
dan perak dan lebih baik dari kalian menjumpai musuh lalu kalian memenggal
kepalanya dan mereka memenggal kepala kalian?” Mereka menjawab: “ya”, lalu
Rasulullah menjawab: “Dzikrullah.” (HR. at-Tirmidzi no. 3377,
al-Hakim dalam Mustadraknya 1825, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ibnu
Majah 2790).
6)
Mendapatkan Perlindungan
Dari Setan Ketika Dirumah Rumah Dan Di Saat Makan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَ
الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ ,قَالَ الشَّيْطَانُ: لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ, وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرِ
اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ, قَالَ الشَّيْطَانُ: أَدْرَكْتُمُ
الْمَبِيتَ وَإِذَا لَمْ يَذْكُرِ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ: أَدْرَكْتُمُ
الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ.
"Jika seorang laki-laki masuk ke rumahnya lalu
menyebut nama Allah saat masuk dan ketika makan, maka setan berkata (kepada
teman-temannya): 'Kalian tidak mendapatkan tempat bermalam dan tidak pula
makanan malam.' Tetapi jika ia masuk rumah tanpa menyebut nama Allah, maka
setan berkata: 'Kalian mendapat tempat bermalam.' Dan jika ia tidak menyebut
nama Allah saat makan, setan berkata: 'Kalian mendapatkan tempat bermalam dan
makan malam.'" (HR. Muslim no. 2018, Abu Dawud No.3765).
7) Mendapatkan Perlindungan Allah Saat Keluar Rumah.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
"Apabila seorang laki-laki
keluar dari rumahnya lalu mengucapkan:
بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى
اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ.
(Dengan nama Allah, aku
bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan
Allah),
maka dikatakan kepadanya pada saat itu: 'Engkau telah diberi petunjuk,
dicukupi, dan dilindungi.' Maka setan-setan pun menjauh darinya. Lalu salah
satu setan berkata kepada setan yang lain: 'Bagaimana mungkin kamu bisa
mengganggu seorang laki-laki yang telah diberi petunjuk, dicukupi, dan
dilindungi?” (HR. At-Tirmidzi No. 3426, Abu Dawud No. 5095 dishahihkan Syaikh
al-Albani di dalam al-Misykah No. 2443).
8)
Mendapatkan
Perlindungan Ketika Singgah di Suatu Tempat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Barang
siapa singgah di suatu tempat, lalu mengucapkan:
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ
التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ.
(Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang
sempurna dari kejahatan makhluk yang Dia ciptakan), maka tidak ada sesuatu pun
yang akan membahayakannya hingga ia beranjak (pergi) dari tempat singgahnya
itu." (HR. Muslim no.2708, at-Tirmidzi No. 3437).
[14] Sebaliknya larangan memberi nama kepada anak yang
menampakkan keberkahan, penyucian, menunjukkan paling baik, perang, menghamba
kepada berhala, orang fasiq, tokoh kafir, kedzaliman, fitnah dan menampakkan
kekuatan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
و لا تُسَمِّيَنَّ غُلَامَكَ يَسَارًا وَ لاَ رَبَاحًا وَ لاَ نَجِيحًا وَ لاَ
أَفْلَحَ, فَإِنَّكَ تَقُولُ : أَثَمَّ هُوَ فَلاَ يَكُونُ فَيَقُولُ: لاَ
“Jangan kalian namai hamba sahaya
(atau anak) kalian dengan nama Yasaar, Rabaah, Najiih, dan Aflaha. Sebab
apabila kamu bertanya, “Apakah dia ada?” Jika ternyata tidak ada, maka akan
dijawab, “Tidak ada.” (HR. Muslim no. 2137, Ahmad 20107).
Dari umul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُغَيِّرُ الِاسْمَ القَبِيحَ.
“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama
yang buruk menjadi nama yang baik.” (HR. at-Tirmidz 2839, dishahihkan Syaikh
al-Albani di dalam ash-Shahihah 207).
[15] Tak bisa dipungkiri bahwa
orang tua terkadang menyayangi sebagian anaknya melebihi dari sebagian yang
lain. Dalam hal ini tidak masalah jika hal itu hanya sebatas perasaan sayang
yang ada dalam hati, karena menyamaratakan semua anak dalam kasih sayang dalam
hati adalah sesuatu yang sulit, bahkan di luar kuasa manusia.
Namun yang dituntut
orang tua agar bersifat adil terhadap anak-anaknya dalam hal pemberian nafkah,
hibah, dan warisan, jika hal ini diabaikan akan memicu kesenjangan diantara
mereka dan berujung pada permusuhan di antara mereka dan dapat menjadikan
anaknya menjadi anak durhaka.
[16] Allah ta’ala berfirman:
وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.
“Dan berlaku adillah, sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah
[60]:8), semakna dengan ini (QS. Al-Hujrat [49]:9).
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَالْإِحْسَانِ.
“Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan..” (QS.
An-Nahl[16]:90).
[17] Allah
ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ
أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum,
membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah[5]:8).
[18] Kedzaliman merupakan kegelapan
pada hari kiamat nanti.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda:
إِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ.
“Sesungguhnya kezhaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.” (HR. Muslim
2579).
Hendaknya seseorang takut dengan berbuat dzalim sekalipun terhadap anaknya,
karena do’a orang-orang yang didzalimi mustajab. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda:
اتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ
فَإِنَّهَا لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ.
Takutlah kalian terhadap doanya orang yang didzalimi. Karena tidak ada
tabir antar dia dengan Allah. (HR. Al-Bukhari 2448, at-Tirmidzi 2014).
[19]
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, dia berkata, Aku pernah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ
لَهُ ثَلَاثُ بَنَاتٍ، وَصَبَرَ عَلَيْهِنَّ، وَكَسَاهُنَّ مِنْ جِدَتِهِ، كُنَّ
لَهُ حِجَابًا مِنَ النَّارِ.
“Barangsiapa memiliki tiga orang anak perempuan, lalu dia
bersabar dalam menghadapinya serta memberikan pakaian kepadanya dari hasil
usahanya, maka anak-anak itu akan menjadi dinding pemisah baginya dari siksa neraka.”
(HR. al-Bukhari dalam kitab al-Adaabul Mufrad 76, at-Tirmidzi 1916, Ahmad 8425
dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 294, 1027).
[20] Demikianlah kasih sayang seorang
ibu kepada anak-anaknya, disebutkan pula di dalam sebuah Atsar.
Dari
Umar bin Al-Khattab radhiallahu ‘anhu, ia berkata:
قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
سَبْيٌ فَإِذَا امْرَأَةٌ مِنَ السَّبْيِ قَدْ تَحْلُبُ ثَدْيَهَا تَسْقِي إِذَا
وَجَدَتْ صَبِيًّا فِي السَّبْيِ أَخَذَتْهُ فَأَلْصَقَتْهُ بِبَطْنِهَا
وَأَرْضَعَتْهُ فَقَالَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
أَتُرَوْنَ هَذِهِ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ قُلْنَا: لاَ وَهِيَ تَقْدِرُ
عَلَى أَنْ لاَ تَطْرَحَهُفَقَالَ: لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ
بِوَلَدِهَا.
Pernah datang kepada Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam sekelompok tawanan perang. Di antara mereka tampak seorang
wanita yang dengan gelisah mencari-cari bayinya. Air susunya telah keluar
karena sangat rindu dan ingin menyusui. Setiap kali ia melihat seorang bayi di
antara para tawanan, ia segera mengambilnya untuk disusui. Hingga ketika ia
menemukan bayinya, ia segera menggendongnya, menempelkannya ke dadanya, lalu
menyusuinya. Melihat peristiwa itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
kepada kami, “Apakah menurut kalian, wanita ini tega melemparkan anaknya ke
dalam api?” Kami menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Ia pasti akan
melindunginya selama masih mampu.” Maka beliau bersabda, “Sungguh, Allah lebih
penyayang kepada hamba-hamba-Nya daripada wanita ini kepada anaknya.” (HR.
al-Bukhari 2999, Muslim 2754).
[21] Allah ta’ala berfirman:
وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ
الْمُحْسِنِينَ.
“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah
tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik (muhsinin).”
(QS. Hud [11]: 115).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى
دِينِهِ كَالقَابِضِ عَلَى الجَمْرِ.
"Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang
bersabar di atas agamanya (saat itu) seperti orang yang menggenggam bara
api." (HR. at-Tirmidzi 2260, dishahihkan
Syaikh al-Albani di dalam Ash-Shahihah 957).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata:
فَلَا بُدَّ مِنْ هَذِهِ الثَّلَاثَةِ: الْعِلْمُ, وَالرِّفْقُ, وَالصَّبْرُ, الْعِلْمُ قَبْلَ الْأَمْرِ وَالنَّهْيُ, وَالرِّفْقُ
مَعَهُ, وَالصَّبْرُ
بَعْدَهُ.
“Dalam amar ma’ruf nahi mungkar harus ada tiga hal:
ilmu, kelembutan, dan kesabaran. Ilmu sebelum memerintah dan melarang,
kelembutan saat melaksanakannya, dan kesabaran setelahnya.” (Majmu’ al-Fatawa
no. 28/137).
[22] Ayat ini menunjukkan
larangan berbuat sombong, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang, beliau bersabda:
لَا
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ
رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ
حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ
الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ.
"Tidak akan masuk surga seseorang
yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi. Ada seseorang
yang bertanya, 'Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang
bagus?' Beliau menjawab, 'Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.
Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain." (HR. Muslim
91, Tirmidzi 1999, Ibnu Majah 59).
[23] Allah ta’ala menyebutkan bahayanya
generasi yang lemah dan menyia-nyiakan shalat.
Allah ta’ala berfirman:
فَخَلَفَ
مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ
يَلْقَوْنَ غَيًّا.
“Maka datanglah sesudah
mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan
hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan” (QS. Maryam[19]:59).
[24] Allah ta’ala
juga perintahkan kepada kita agar senantiasa bersama orang-orang yang baik,
jujur. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ.
Wahai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah[9]:119).
[25] Hendaknya orang
tua memahamkan kepada anak-anaknya bahwasanya hp, leptop, computer dan lainnya yang
tersambung dengan internet adalah sarana yang bisa membawa kepada kebaikan tapi
juga bisa membawa kedalam kebinasan, hal itu tak ubahnya seperti pisau bermata
dua, jika tidak menggunakan di dalam ketaatan pasti akan menjerumuskan kedalam
kemaksiatan, hendaknya orang tua mewaspadai karena orang tua bertanggung jawab
terhadap anak-anaknya.
[26] Kesimpulan dari pilar kesepuluh
ini, siapapun orang tua yang menghendaki anak-anaknya menjadi shalih dan
shalihah maka hendaknya kedua orang tuanya menjadi orang yang shalih dan
shalihah pula, hal ini sebagaimana sebuah ungkapan, “ Buah jatuh tidak jauh
dari pohonnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar