BAB 5
SYIRIK BESAR.
SOAL: 4
BERDOA
KEPADA ORANG MATI DAN HUKUM SEPUTAR KUBUR
س ٤ - مَا حُكُمُ دُعَاءِ الأَمْوَاتِ أَوْ
الْغَائِبِينَ.
Soal 4: Apa hukum berdoa kepada orang yang
sudah meninggal atau orang yang gaib (tidak ada di tempat).
ج ٤ -
دُعَاءُ الأَمْوَاتِ أَوِ الْغَائِبِينَ مِنَ الشِّرْكِ الأَكْبَرِ .
Jawab 4: Berdoa kepada orang yang telah
meninggal atau orang yang gaib atau tidak ada termasuk syirik akbar.
وَالدَّلِيلُ
قوْلُهُ سُبْحَانَهُ وَ تعَالَى:
Dalilnya
firman Allah subhanahu wa ta’ala:
}وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذَا مِنَ الظَّالِمِينَ{ }أَي مِنَ الْمُشْرِكِينَ{
“Janganlah engkau sembah selain Allah, sesuatu
yang tidak memberi manfaat kepadamu dan tidak (pula) memberi mudarat kepadamu,
sebab jika engkau lakukan (yang demikian itu), sesungguhnya engkau termasuk
orang-orang zalim.” (QS. Yunus[10]:106). (Yakni: Musyrikin).
وَقَالَ ﷺ :
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
)مَنْ
مَاتَ وَهُوَ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ( رواه البخاري
“Barang
siapa meninggal dunia, dia menjadikan tandingan bagi Allah maka dia akan masuk
kedalam negara.” (Riwayat Bukhari).
-----000-----
Penjelasan:
1.
Larangan
menjadikan kubur-kubur tempat ibadah.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sakit dan membawa pada kematiannya, Beliau
bersabda:
لَعَنَ اللَّهُ اليَهُودَ
وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا.
“Allah telah melaknat orang-orang Yahudi dan
Nashrani yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (HR.
Bukhari 1330, Muslim 529, Ahmad 1884).
Dari
‘Aisyah Ummul Mu’minin, bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah menyebutkan tentang
sebuah gereja yang mereka lihat di Habasyah yang di dalamnya terdapat
gambar-gambar. Lalu mereka menceritakannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, maka beliau bersabda:
إِنَّ أُولَئِكَ
إِذَا كَانَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ
مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ
اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
"Sesungguhnya mereka itu, jika ada
seseorang yang shalih di antara mereka lalu meninggal, mereka membangun masjid
di atas kuburannya, dan membuat gambar-gambar itu di dalamnya. Mereka itulah
sejelek-jelek makhluk di sisi Allah pada hari kiamat." (HR. al-Bukhari 427, Muslim 528).
Dari
Jabir radhiyallahu
‘anhu, ia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ
يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ .
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang
dari memberi kapur pada kubur, duduk di atas kubur dan memberi bangunan di atas
kubur.” (HR. Muslim 970).
2.
Anjuran
untuk berziarah kubur.
Diantara ajaran syari’at ini untuk
mengingatkan kematian yaitu dengan ziarah kubur baik laki-laki maupun Perempuan
hanya saja bagi Perempuan tidak boleh sering-sering ziarah kubur.
Dari Buraidah Ibnul Hushaib radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا.
“Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang)
berziarahlah” (HR. Muslim 1977).
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ
فَزُورُوهَا فَإِنَّ فِي زِيَارَتِهَا تَذْكِرَةً.
“Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur,
maka (sekarang) berziarahlah, karena hal itu akan mengingatkan (kematian).” (HR. Abu Dawud 3235).
Adapun
bagi wanita hendaknya tidak sering-sering melakukan ziarah kubur, dengan adab yang syar’i, seperti menutup aurat, tidak tabarruj, dan tidak
meratap hal itu berdasarkan hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam:
لَعَنَ اللّهُ زَوَّارَاتِ الْقُبُوْرِ.
“Allah melaknat wanita-wanita yang sering
menziarahi kubur” dalam riwayat yang lain “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melaknat wanita yang sering ziarah kubur.” (HR. Abu Dawud 2478, Ahmad
8670, Ibnu Majah 1575, Tirmidzi 1056, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam
Shahihu Al-Jami’ 5109).
3.
Boleh menziarahi kuburan orang
kafir, namun tidak boleh mendoakan.
Allah melarang orang beriman menshalatkan
dan mendoakan orang kafir, namun boleh menziarahi kuburnya.
Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ
عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ
فَاسِقُونَ.
“Dan janganlah kamu sekali-kali menyolatkan
(jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri
(mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan
Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (QS. At-Taubah [9]:84).
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا
لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ
أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ.
“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan
ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu
adalah kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik
itu adalah penghuni neraka Jahannam.” (QS. At-Taubah[9]: 113).
اسْتَأْذَنْتُ
رَبِّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي.
"Aku meminta izin kepada Rabb-ku untuk
memintakan ampunan bagi ibuku, namun aku tidak diizinkan melakukannya. (HR.
Muslim 976, Ahmad 988, Ibnu Majah 1572).
Dari Sulaiman bin Buraidah,
dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ
فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ, فَزُورُوهَا
فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الآخِرَةَ.
"Dulu aku telah melarang kalian
untuk menziarahi kuburan, maka sekarang Muhammad telah diberi izin untuk
menziarahi kubur ibunya. Maka ziarahilah kuburan, karena ia mengingatkan kalian
kepada akhirat." (HR. at-Tirmidzi1054).
Imam Nawawi rahimahullah berkata:
جَوَازُ زِيَارَةِ
الْمُشْرِكِينَ فِي الْحَيَاةِ وَقُبُورِهِمْ بَعْدَ الْوَفَاةِ.
“Bolehnya menziarahi (mengunjungi) orang-orang
musyrik semasa hidupnya dan menziarahi
kubur mereka setelah matinya.” (Syarah imam Nawawi, pada hadits imam Muslim ke
975).
4.
Hal-hal
yang dianjurkan bagi orang-orang yang berziarah kubur:
1) Meletakkan sandal sebelum memasuki area
pekuburan.
Sebagaimana disebutkan
di dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihiw asallam menegur
seseorang yang memakai sandalnya di pekuburan:
يَا صَاحِبَ
السِّبْتِيَّتَيْنِ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ فَنَظَرَ الرَّجُلُ فَلَمَّا رَأَى
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَرَمَى بِهِمَا.
"Wahai orang yang
memakai sendal, celaka engkau, lepaslah sandalmu! Lalu orang itu melihat dan
tatkala dia mengetahui (bahwa yang menegurnya adalah) Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka dia melepas dan melempar sandalnya," (HR. Bukhari
di dalam adabul Mufrad 775, Abu Dawud 3230, dihasankan Syaikh al-Albani di
dalam al- Ahkam 139-140).
2)
Mengucapkan salam
kepada penghuni kubur muslim.
Para peziarah
disunnahkan untuk mengucap salam kepada penghuni kubur dari orang muslim.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
السَّلَامُ
عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ
شَاءَ اللهُ لَلَاحِقُونَ أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ.
"Keselamatan kepada
penghuni kubur dari kaum mukminin dan muslimin, kami InsyaAllah akan menyusul
kalian semua. Aku memohon keselamatan kepada Allah untuk kami dan dan kalian
semua." (HR. Muslim 975).
3)
Tidak berjalan di tengah
kubur atau menduduki di atasnya.
Tidak menginjak-injak ataupun duduk di
atas kuburan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau
berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersadba:
لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ
فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ
عَلَى قَبْرٍ.
“Sungguh jika alah seorang dari
kalian duduk di atas bara api sehingga membakar bajunya dan menembus kulitnya,
itu lebih baik daripada duduk di atas kubur.” (HR. Muslim 971, Abu Dawud 3228,
Ahmad 8108).
4) Bolehnya menyolatkan
dikuburnya apa bila tidak mengetahui
kematiannya.
Dari Abu
Hurairah, bahwa ada seorang laki-laki berkulit hitam atau seorang wanita
berkulit hitam yang biasa membersihkan kotoran dari masjid. Kemudian ia
meninggal dan dikuburkan, tetapi mereka tidak memberitahu Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diberi tahu tentang
hal itu, maka beliau bersabda:
دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهَا, فَانْطَلَقَ إِلَى
الْقَبْرِ فَأَتَى عَلَى الْقُبُورِ فَقَالَ: إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ
مُمْتَلِئَةٌ عَلَى أَهْلِهَا ظُلْمَةً وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ
يُنَوِّرُهَا عَلَيْهِمْ بِصَلَاتِي, ثُمَّ أَتَى الْقَبْرَ
فَصَلَّى عَلَيْهِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ
أَبِي أَوْ أَخِي مَاتَ وَدُفِنَ فَصَلِّ عَلَيْهِ قَالَ: فَانْطَلَقَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ الْأَنْصَارِيِّ
"Tunjukkan aku kuburnya." Lalu beliau pergi menuju kuburan dan
mendatangi makam-makam, kemudian bersabda: "Sesungguhnya kuburan-kuburan
ini penuh dengan kegelapan bagi para penghuninya, dan sesungguhnya Allah Azza
wa Jalla akan meneranginya atas mereka dengan shalatku." Kemudian beliau
mendatangi kuburannya dan menshalatkannya. Lalu seorang laki-laki dari kaum
Anshar berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku atau saudaraku
telah meninggal dan dikuburkan, maka shalatkanlah dia." Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pun pergi bersama orang Anshar itu. (HR. Abu
Dawud 2568, al-Baihaqi di dalam as-Sunan al-Kubra 7013, dishahihkan Syaikh
al-Albani di dalam al-Irwa’ 736).
5) Mendoakan kebaikan
Orang beriman dapat memberikan manfaat
kepada saudara yang beriman lainnya, meskipun mereka sudah meninggal.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah didatangi malaikat jibril
dan diperintahkan agar mendoakan kepada penghuni kubur Baqi:
إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ
أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ.
“Tuhanmu
memerintahkanmu agar mendatangi ahli kubur Baqi’ agar engkau memintakan ampunan
buat mereka.” (HR. Muslim 974).
Namun demikian tidak boleh seseorang memiliki anggapan bahwa
berdoa disisi kuburan lebih utama atau lebih khusuk sehingga hatinya merasa
puas dan mantap, karena hal demikian ini merupaka amalan bid’ah yang tidak ada
contoh dari Nabi dan para sahabat.
5.
Hal-hal yang terlarang bagi orang yang
berziarah kubur:
1)
Berziarah pada tempat yang jauh.
Ziarah tidak lain untuk mengingat kematian,
mendoakan kebaikan para penghuni kubur yang beriman, oleh karena itu tidak
disyari’atkan menziarahi kubur pada tempat-tempat yang jauh.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda:
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى
ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: المَسْجِدِ الحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الأَقْصَى.
“Janganlah melakukan perjalanan jauh (dalam rangka ibadah) kecuali
ke tiga masjid : Masjidil Haram, Masjid Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam (Masjid Nabawi), dan Masjidil Aqsha.” (HR. Bukhari 1189,
Muslim 1397).
Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan tentang hal
ini:
وَأَمَّا إذَا كَانَ قَصْدُهُ بِالسَّفَرِ
زِيَارَةَ قَبْرِ النَّبِيِّ دُونَ الصَّلَاةِ فِي مَسْجِدِهِ فَهَذِهِ
الْمَسْأَلَةُ فِيهَا خِلَافٌ فَاَلَّذِي عَلَيْهِ الْأَئِمَّةُ وَأَكْثَرُ
الْعُلَمَاءِ أَنَّ هَذَا غَيْرُ مَشْرُوعٍ وَلَا مَأْمُورٍ بِهِ لِقَوْلِهِ -
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ,
لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى
ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ: الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ
الْأَقْصَى
“Adapun jika tujuan safar adalah ziarah kubur Nabi shallallahu
alaihi wa sallam saja tanpa bermaksud shalat (beribadah) di
masjid Nabawi (jadi tujuannya bukan ibadah ke masjid Nabawi), maka ini adalah
khilaf dan pendapat terkuat adalah ini tidak disyariatkan dan tidak
diperintahkan” (al-Fatawa al-Kubra li Ibni Taimiyah 5/148).
Syaikh Muhammad Shalih al-Munajid berkata:
Tempat dianjurkannya
ziarah kubur adalah kalau kuburan mayat tersebut ada di dalam negerinya. Kalau
sekiranya jauh dari negerinya dimana kalau dia keluar dinamakan safar
(bepergian), tidak dianjurkan ziarah (kubur) bahkan diharamkan. (https://islamqa.info/id/163231. Juga no 10011).
2)
Tidak
disyari’atkan membawa bunga.
Hendaknya
kaum muslimin menyadari banyak budaya di luar Islam yang dimasukkan ke dalam
islam. Seperti menabur bunga (nyekar) dengan berbagai macam pernak-perniknya,
bukan bagian dari ajaran islam, tidak boleh dilakukan, pelakunya bisa berdosa,
apabila telah mengetahui tapi masih melakukan.
Dahulu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda:
إِنَّهُمَا
لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِيْ كَبِيْرٍأَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ
يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ.
“Sungguh kedua
penghuni kubur itu sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar
(dalam pandangan keduanya). Salah satu tidak menjaga diri dari kencing.
Sedangkan yang satunya lagi, dia kesana kemari menebar namimah (mengadu
domba).” Kemudian beliau mengambil pelepah kurma basah. Beliau membelahnya
menjadi dua, lalu beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong.
Para sahabat bertanya, “Wahai, Rasulullah, mengapa Anda melakukan ini?” Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ
عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا.
“Semoga
keduanya diringankan siksaannya, selama kedua pelepah ini belum kering.” (HR. al-Bukhari
216, Muslim 292).
Perlu
diketahui perkara ini merupakan kekhususuan pada Rasulullah, karena beliau
terkadang ditampakkan perkara gaib, pada saat itu beliau melihat penghuni kubur
sedang disiksa, dan sebagai pembelajaran pada umat beliau.
Para
sahabat tidak mengikuti apa yang beliau lakukan, karena itu tidak boleh
mengkiaskan pelepah kurma dengan bunga setaman, atau lainnya, dengan dalih
untuk mengirim penghuni kubur.
Apakah
seseorang mengetahui jika penghuni kubur tersebut sedang disiksa, jika demikian
berarti dia telah buruk sangka kepada penghuni kubur. (lihat pula Ahkamul
Jana’iz, bab Ziarah Kubur, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).
3)
Tidak bercanda
di pekuburan.
Demikian pula
bercanda disaat ziarah, tentu hal ini menyelisihi hikmah ziarah kubur itu
sendiri yaitu untuk mengingatkan akhirat atau mati, dan untuk melembutkan hati.
4)
Tidak meratapi di kuburan.
Meratapi jenazah dengan teriakan, jeritan, atau tangisan berlebihan ketika
di kuburan adalah dosa besar.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ.
“Orang
yang melakukan niyahah bila mati sebelum ia bertaubat, maka ia akan
dibangkitkan pada hari kiamat dan ia dikenakan pakaian yang berlumuran dengan
cairan tembaga, serta mantel yang bercampur dengan penyakit gatal” (HR.
Muslim 934).
5) Tidak
membacakan Al-Qur’an dikuburan.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ
يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِى تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
“Janganalah jadikan rumah kalian seperti kuburan
karena setan itu lari dari rumah yang didalamnya dibacakan surat Al Baqarah.”
(HR. Muslim 1860).
Syaikh al-Albani berkata, “
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat bahwa kuburan itu
bukan tempat untuk membaca Al-Qur’an secara syar’i, oleh karena itu beliau
menganjurkan agar membaca AL-Qur’an di dalam rumah-rumah.” (Ahkamul Jana’iz,
Bab Ziarah Kubur, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).
Allah ta’ala
berfirman:
وَأَنْ لَيْسَ
لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى.
“Dan
bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.” (QS. An-Najm[53]: 39).
Yaitu
sebagaimana tidak dibebankan kepadanya dosa orang lain, maka demikian pula dia
tidak memperoleh pahala kecuali dari apa yang diupayakan oleh dirinya sendiri.
Berdasarkan
ayat ini Imam Syafi’i dan para pengikutnya menyimpulkan bahwa bacaan Al-Qur'an
yang dihadiahkan kepada mayat tidak dapat sampai karena bukan termasuk amal
perbuatannya dan tidak pula dari hasil upayanya. (Tafsir Ibnu Katsir, QS,
An-Najm [53]:39).
Sayangnya
setelah mengalami pergeseran waktu, sebagian besar pengikutnya (Imam
Syafi’i) mulai menyelisihi pendapat
beliau ini.
Hal ini dikecualikan dari amal shalih atau setiap bacaan dari anak
penghuni kubur tersebut, karena Nabi menyebutkan bahwa anak adalah bagian dari
hasil usaha orang tua.
Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مِنْ
أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ, وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ.
“Sesungguhnya yang paling
baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak
merupakan hasil jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud 3528, Baihaqi 15743, Ibnu
Majah 2290, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih Ibnu Majah 2137).
إِذَا مَاتَ
الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو
لَهُ.
"Apabila
manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan
kepadanya." (HR. Muslim 1631, Tirmidzi 1376).
6)
Tidak
menganggap lebih utama ketika berdoa dikubur.
Apa bila seseorang merasa lebih nyaman, puas, mantab berdoa di dekat
kuburan, meskipun yang dimintai Allah maka hal ini adalah perkara bid’ah terlarang.
7) Tidak berdoa kepada penghuni kubur.
Banyak para peziarah di mana mereka meminta kepada penghuni kubur, seperti
memohon rezeki, keturunan, jodoh, atau keselamatan, semua ini adalah bentuk-bentuk
kesyirikan.
Allah
ta’ala berfirman:
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذَا مِنَ الظَّالِمِينَ.}أَي مِنَ الْمُشْرِكِينَ{
“Janganlah engkau sembah selain Allah, sesuatu
yang tidak memberi manfaat kepadamu dan tidak (pula) memberi mudarat kepadamu,
sebab jika engkau lakukan (yang demikian itu), sesungguhnya engkau termasuk
orang-orang zalim.” (QS. Yunus[10]:106). (Yakni: Musyrikin).
قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ
بِهِ أَحَدًا.
Katakanlah
(Nabi Muhammad), “Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak
mempersekutukan-Nya dengan apa pun.” (QS. Al-Jinn[72]:20).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ
الْقُبُورِ فَزُورُوهَا وَلَا تَقُولُوا هُجْرًا.
“Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang)
berziarahlah jangan berkata yang buruk.” (HR. Ahmad 23052, Nasa’i 2033,
Baihaqi di dalam al-Adab 280, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul
Jami’ 4584).
Imam An Nawawi rahimahullah berkata, bahwa al hujr adalah ucapan yang bathil. (Al-Majmu’ 310/5).
Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan: Disyariatkan melakukan ziarah
kubur dalam rangka mengambil nasehat dan petuah serta mengingatkan pada kampung
akhirat. Tentunya dengan syarat ketika melakukan ziarah kubur tidak mengucapkan
kata-kata yang membuat Allah murka dan marah, seperti berdoa kepada penghuni
kubur, beristighatsah (minta tolong) kepadanya selain Allah, men-tazkiyah-nya,
menjamin penghuninya pasti masuk ke dalam surga, dan lain sebagainya. (Ahkamul Jana’iz, Bab Ziarah Kubur, Syaikh Muhammad Nashiruddin
al-Albani).
Dan lebih berbahaya lagi apabila seseorang menjadikan perantara penghuni
kubur tersebut dengan Allah ta’ala, atau diyakini dengan sendirinya penghuni
kubur tersebut dapat mengabulkan doanya, maka dia telah terjerumus kedalam
syirik besar.
8) Tidak menjadikan wasilah di dalam doanya antara penghuni
kubur dengan Allah ta’ala.
Allah ta’ala berfirman:
وَالَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهٖٓ اَوْلِيَاۤءَۘ مَا نَعْبُدُهُمْ
اِلَّا لِيُقَرِّبُوْنَآ اِلَى اللّٰهِ زُلْفٰىۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ
بَيْنَهُمْ فِيْ مَا هُمْ فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ , اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِيْ مَنْ
هُوَ كٰذِبٌ كَفَّارٌ
“Orang-orang yang mengambil
pelindung selain Dia (berkata,) “Kami tidak menyembah mereka, kecuali
(berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.”
Sesungguhnya Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka
perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta lagi
sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar[39]:3).
وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا
يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَـٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِ ۚ
“Dan
mereka menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat mendatangkan mudarat dan
tidak (pula) manfaat kepada mereka, dan mereka berkata: ‘Mereka itu adalah
pemberi syafa‘at kepada kami di sisi Allah’...” (QS.
Yunus[10]: 18).
Demikianlah
semoga bermanfaat.
-----000-----
Sragen
21-07-2025.
Junaedi
Abdullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar