Rabu, 29 Mei 2024

SYARAH AQIDAH WASYITHIYAH AYAT 22-23.

 

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ.

“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir...” (QS. Al-Maidah[5]:54).

Allah ta’ala berfirman:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ}

“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya.” ( QS. Al-Maidah: 54).

Yakni meninggalkan perkara yang hak dan kembali kepada kebatilan.

Muhammad ibnu Ka'b mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan para pemimpin orang-orang Quraisy.

Menurut Al-Hasan Al-Basri, ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang murtad yang baru kelihatan kemurtadannya di masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Maidah[5]:54).

Sekelumit kisah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

Wafatnya Rasulullah merupakan musibah terbesar bagi kaum muslimin karena wahyu telah terputus, dan tidak ada musibah yang lebih besar bagi kaum muslimin selain musibah dengan kematian Rasulullah, sehingga kaum muslimin berguncang, bahkan  sebagiannya tidak bisa menerima kenyataan ini.

Bahkan sampai-sampai sahabat Umar berkata “ Barang siapa mengatakan Rasulullah meninggal akan saya bunuh.” Demikian saking dahsyatnya guncangan yang dirasakan kamum muslimin.

Hingga akhirnya Abu Bakar datang dan menyadarkan mereka, Abu Bakar radhiyallahu anhu  mulai membuka penutup wajah Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam dan mencium kening beliau seraya berkata: "Ayah dan ibuku sebagai tebusan, engkau adalah orang suci baik ketika masih hidup maupun setelah wafat." menutup wajah Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian berdiri dan naik ke atas mimbar, lalu menyadarkan orang-orang: "Siapa saja di antara kalian yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwasanya Muhammad telah meninggal. Dan, siapa saja di antara kalian yang menyembah Allah, maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha hidup dan tidak akan pernah mati."

Lalu dia membacakan firman Allah Azza wa Jalla:

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ .

"Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul, sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur." (QS Ali Imran[3]: 144).

Kemudian Abu bakar dibai’at untuk dipilih menjadi khalifah kaum muslimin,  terdengar kabar orang dipinggir jazirah Arab banyak yang murtad.

Maka Abu bakar mulai memerintah dan meneruskan apa yang pernah di perintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid untuk menyerang Ramawi.

Dari sini orang-orang yang murtad mulai berfikir bahwa kekuatan kaum muslimin masih utuh sehingga mampu untuk mengirim pasukan keluar.

Begitu pula beliau memerangi orang-orang yang tidak lagi mau membayar zakat, sehingga sahabat Umar  mendatangi beliau seraya berkata, “ apakah engkau akan memerangi orang-orang yang mengucapkan la ila ha illallahu..” maka Abu Bakar berkata, “Demi Allah, aku akan memerangi orang-orang yang menahan apa yang dulu diberikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam meskipun seutas tali.

 Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الإِسْلاَمِ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ.

“Aku diperintahkan (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) untuk memerangi manusia, sampai mereka bersyahadat Laa Ilaaha Illallah Muhammadarrasulullah, dan mendirikan shalat, dan membayar zakat. Apabila mereka melakukan perbuatan itu semua, maka terpeliharalah dariku harta dan darah mereka kecuali dengan haknya. Dan hisabnya diserahkan kepada Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari 25, Muslim 21).

Adapun riwayat sahabat yang murtad  Ubaidullah bin jahsy yang hijrah ke Habasyah tidak benar.

Riwayat mengenai murtadnya Ubaidullah bin Jahsy, beliau orang yang turut berhijrah, namun akhirnya murtad dan masuk agama Nasrani ini tidak benar. (Hal ini dinarasikan oleh Ibnu Sa’ad dalam at-Tabaqat al-Kubra 1/208).

DR. Akram dhiyaul Umariy dalam kitabnya Sirah Nabawiyyah ash-Shahihah (1/176) berkata :

Yang masyhur di kalangan pakar sejarah bahwa Ubaidillah bin Jahsy masuk Nasrani sebelum wafatnya (Ibnu Ishaq Kitab as-Siyar wal Maghaaziy (hal. 259) dan al-Waaqidiy, sebagaimana dalam thabaqah Ibnu Sa’ad (1/208).

Adapun riwayat yang benar apa yang diriwayatkan Ibnu Hibban berikut ini:

هَاجَرَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ جَحْشٍ بِأُمِّ حَبِيبَةَ بِنْتِ أَبِي سُفْيَانَ وَهِيَ امْرَأَتُهُ إِلَى أَرْضِ الْحَبَشَةِ، فَلَمَّا قَدِمَ أَرْضَ الْحَبَشَةِ مَرِضَ، فَلَمَّا حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ: أَوْصَى إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَزَوَّجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّ حَبِيبَةَ وَبَعَثَ مَعَهَا النَّجَاشِيُّ شُرَحْبِيلَ بْنَ حَسَنَةَ.

Ubaidillah bin Jahsy Radhiyallahu ‘anhu berhijrah bersama Ummu Habibah bin Abi Sufyan Radhiyallahu ‘anha ke negeri Habasyah, ketika sampai di negeri Habasyah, Ubaidillah Radhiyallahu ‘anhu sakit dan ketika menjelang wafatnya beliau berwasiat kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam menikahi Ummu Habibah dan an-Najasyi mengutus bersamanya Syurahbiil bin Hasanah (HR. Ibnu Hibban 6027, Abu Dawud 2086, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih Abu Dawud 1835).

Firman Allah ta’ala:

فَسَوْفَ يَأتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ.

“Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya”. ( QS. Al-Maidah [5]: 54).

Dari Abu Musa Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala:

لَمَّا نَزَلَتْ: {فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُمْ قَوْمُ هَذَا".

“Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya. (QS. Al-Maidah [5]: 54), Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mereka adalah dari kaum orang ini.” (seraya mengisyaratkan kepada Abu Musa Al-Asy'ari, yakni dari penduduk Yaman). (HR. Hakim 3220, dalam Mustadraknya, lihat As-Shahihah Syaikh al-Albani 3368).

 

Firman Allah ta’ala:

{أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ}

“Yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir. (QS. Al-Maidah[5]: 54).
Demikianlah sifat orang mukmin yang sempurna, yaitu selalu bersikap rendah diri terhadap saudara dan teman sejawatnya, dan bersikap keras terhadap musuh dan seterunya.

Dewasa ini kondisi kaum muslimin memprihatinkan, dimana mereka lemah lembut kepada musuhnya dan keras terhadap saudaranya muslim.

 

Faedah ayat diatas:

 

1.   Ancaman keras bagi orang yang beriman apabila mereka kembali murtad, hal itu bisa menjadikan kafir dan menghapus seluruh amal yang telah dilakukan, dan menjadikan kekal di dalam neraka. (QS. Al-Bayyinah [98]:6).

2.   Orang yang murtad sedikitpun tidak memberikan madharat kepada Allah ta’ala.

3.   Orang-orang yang murtad bisa saja Allah binasakan di dunia ini sebelum nanti akhirat, sebagaimana orang-orang kafir mereka dahulu Allah binasakan sebab kekafiran mereka.

4.   Orang-orang yang murtad akan di gantikan Allah dengan suatu kaum yang dicintai Allah dan merekapun mencintai Allah.

5.   Allah memberikan karunianya kepada siapa saja yang Allah kehendaki, dan Allah mampu terhadap hal itu.

6.   Ayat ini menetapkan sifat mahabbah (cinta) bagi Allah ta’ala.

 

 

-----000-----

AYat ke 23.

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ.

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” ( QS. As-Shaf[61]:4).

 firman Allah ta’ala:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff[61]: 4).

Hal ini merupakan pemberitaan dari Allah ta’ala. yang menyatakan kecintaan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Apabila mereka berbaris dengan teratur menghadapi musuh-musuh Allah dalam medan pertempuran, mereka berperang di jalan Allah melawan orang-orang yang kafir terhadap Allah agar kalimah Allah-lah yang tertinggi dan agama­-Nyalah yang menang lagi berada di atas agama-agama lainnya.

 

Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur. (QS. Ash-Shaff[61]: 4) Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sekali-kali berperang melawan musuh melainkan terlebih dahulu mengatur barisan pasukannya membentuk saf, dan ini merupakan strategi yang diajarkan oleh Allah ta’ala. kepada orang-orang mukmin. Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS. Ash-Shaff[61]: 4).

Yaitu sebagian darinya menempel dengan sebagian lainnya dalam saf peperangan. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. As-Shaff [61]:4).

Demikian pula para malaikat mereka berombongan dan juga berbaris-baris dengan rapi.

وَالصَّافَّاتِ صَفًّا.

“Demi (rombongan) yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya.” (QS. As-Shafat [37]:1).

Syaikh Abdurrahman As Sa’di berkata, berfirman Allah ta’ala, “Demi rombongan yang bershaf-shaf dengan sebenar-benarnya,” maksudnya, berbaris dalam mengabdi kepada Rabbnya. Mereka adalah para malaikat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan berbaris yang rapat di dalam shalat.

Dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam keluar kepada kami sambil bersabda:

أَلَا تَصُفُّونَ كَمَا تَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا؟ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ، وَكَيْفَ تَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا؟ قَالَ: يُتِمُّونَ الصُّفُوفَ الْأُوَلَ وَيَتَرَاصُّونَ فِي الصَّفِّ.

"Tidakkah kalian berbaris seperti barisan para malaikat di sisi Rabb mereka? ' Para sahabat bertanya, 'Bagaimanakah cara malaikat berbaris di sisi Rabb mereka? ' Beliau Shallallahu'alaihi wasallam menjawab, 'Mereka menyempurnakan barisan pertama dahulu, kemudian merapatkan barisan tersebut." (HR. Muslim 430, Abu Dawud 661, Ahmad 20964).

Faedah ayat diatas:

1.   Menetapkan sifat mahabbah bagi Allah ta’ala.

2.Berbaris yang rapi di dalam berperang dan teratur akan mendatangkan kecintaan Allah ta’ala.

3. Malaikat juga berbaris dengan rapi dihadapan Allah ta’ala.

4.Shalat juga agar meluruskan barisan dengan memenuhi shaf yang depan terlebih dahulu baru setelahnya.

5.Menampakkan sesuatu yang rapi menjadikan hati tentram sebaliknya sesuatu yang kacau balau dan berantakan dapat mempengaruhi hati menjadi kacau pula. Sebagaimana hal ini diakui oleh para pesikoterapis.

 

 

-----000-----

 

Sragen 30-3-2024

Junaedi Abdullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANG-ORANG DZALIM ADALAH ORANG YANG BANGKRUT PADA HARI KIAMAT

  Manusia adalah makhluk sosial, mereka akan merespon setiap segala sesuatu sesuai dengan akal dan nalurinya. Ketika manusia tidak mempe...