Jumat, 25 Juli 2025

SEORANG MUSLIM DI DALAM MENCARI REZEKI.

 



SEORANG MUSLIM DI DALAM MENCARI REZEKI.

Sebagai seorang muslim hendaknya kita memiliki prinsip yang jelas di dalam mencari nafkah, membangun keyakinan kita dengan benar sehingga di manapun dan apapun kondisi kita, kita tidak mempermasalahkan, bahkan kita senantiasa bersyukur kepada Allah ta’ala atas berbagai nikmat yang diberikan.

Hal itu tidak serta merta muncul begitu saja namun dibangun di atas ilmu dan keyakinan yang benar, dengan demikian hati seseorang akan menjadi tentram.

Adapun prinsip yang harus diyakini setiap muslim tersebut di antaranya:

1.   Allah menjamin rezeki kepada semua makhluk-Nya di muka bumi.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرض إِلا عَلَى الله رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ.

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Al Lauh Al Mahfuz).” (QS. Hud[11]: 6).

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا.

“Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu.” QS. Al-Baqarah[2]:29)

وَأَنَّ الرُّوحَ الْأَمِينَ نَفَثَ فِي رُوعِيَ أَنَّهُ لَنْ تَمُوتَ نَفْسٌ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا.

“Dan sungguh Ar-Ruhul Amin (Malaikat Jibril yang terpercaya) telah menyampaikan kepadaku bahwa tidak akan mati satu jiwa sampai ia menyempurnakan rezekinya.” (HR. Musnad Ibnu Abi Syaibah 8: 129 dan ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 8/166, Lihat Silsilah Al Hadits As-Sahihah 2866).

لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ هَرَبَ مِنْ رِزْقِهِ كَمَا يَهْرُبُ مِنَ الْمَوْتِ لَأَدْرَكَهُ رِزْقُهُ كَمَا يُدْرِكُهُ الْمَوْتُ.

Seandainya anak Adam lari dari rezekinya sebagaimana ia lari dari kematian, niscaya rezekinya akan mendatanginya sebagaimana kematian mendatanginya. (HR. Abu Na’im di dalam Hilyah Auliya 7/90 , dihasankan Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah 952)

2.   Rezeki telah ditulis Allah sebelum kita lahir.

Allah telah memerintahkan malaikat untuk menulis rezki tersebut sebelum kita lahir.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِىٌّ أَوْ سَعِيدٌ.

“..Kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan empat perkara, rezkinya, ajalnya, celaka atau bahagia…” (HR. al-Bukhari 3208, Muslim 2643).

3.   Kewajiban mencari rezeki yang halal.

Sesungguhnya Allah ta’ala memerintahkan kepada kita agar memakan dari rezki yang halal dan baik.

Allah ta’ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ.

“Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata.” (QS. Al-Baqarah[2]:168).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ.

“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari apa yang telah kami rezekikan kepadamu dan bersukurlah kepada Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya saja.”(QS. Al-Baqarah[2]:172).

لَأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ.

"Sungguh, jika salah seorang di antara kalian membawa seikat kayu bakar di punggungnya (untuk dijual), itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada seseorang, yang bisa jadi orang itu memberinya atau menolaknya." (HR. Bukhari 2074, Muslim 1042).

4.   Larangan mencari, menerima dan memakan harta yang haram.

Setelah kita mengetahui bahwa rezeki yang halal telah dijamin oleh Allah maka Allah dan Rasul-Nya melarang mencari ataupun memakan harta yang haram.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ.

"Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (jangan pula) kamu menyuap harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain dengan (berbuat) dosa, padahal kamuq mengetahui." (QS. Al-Baqarah[2]: 188).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَأَنَّ الرُّوحَ الْأَمِينَ نَفَثَ فِي رُوعِيَ أَنَّهُ لَنْ تَمُوتَ نَفْسٌ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا, فَاتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ, وَلَا يَحْمِلَنَّكُمُ اسْتِبْطَاءُ الرِّزْقِ أَنْ تَطْلُبُوهُ بِمَعَاصِي اللهِ, فَإِنَّهُ لَا يُدْرَكُ مَا عِنْدَ اللهِ إِلَّا بِطَاعَتِهِ.

“Dan sungguh Ar-Ruhul Amin (Malaikat Jibril yang terpercaya) telah menyampaikan kepadaku bahwa tidak akan mati satu jiwa sampai ia menyempurnakan rezekinya, maka bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari rezki, dan sekali-kali janganlah lambatnya rezeki menjadikan kalian mencarinya dengan bermaksiat kepada Allah, karena sesungguhnya tidak akan diraih apa yang ada di sisi Allah kecuali dengan menaati-Nya.” (HR. Musnad Ibnu Abi Syaibah 8: 129 dan Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 8/166, Lihat Silsilah Al Hadits As-Sahihah 2866).

 لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ .

"Akan datang pada manusia suatu  zaman, di mana seseorang tidak lagi memperdulikan dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram." (HR. Bukhari 2083, Ahmad 9620).

Keharaman yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya mencakup dzati dan maknawi.

Dzatnya seperti firman Allah ta’ala:

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ.

“Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah[2]:173).

Adapun haram secara maknawi di antaranya, riba, suap menyuap, menipu, korupsi, penjualan barang haram dll.

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا.

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah [2]:275).

يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا وَيُرْبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa." (QS. Al-Baqarah[2]:276).

Dari Abdullah bin Handzalah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

دِرْهَمُ رِبًا يَأكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ, أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلَاثِينَ زَنْيَةً.

“Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan ia mengetahuinya, lebih buruk dari tiga puluh enam kali berzina.”(HR. Ahmad 21957, Darakutni 2843, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 1033).

Diriwayatkan oleh Jabir radhiyallaahu Anhu:

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ. وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengutuk orang yang makan harta riba, yang memberikan riba, penulis transaksi riba dan kedua saksi transaksi riba. Mereka semua (berdosa).” (HR. al-Bukhari 5962, Muslim 1598, Ahmad 660).

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu , ia berkata :

لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ.

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap.”(HR at-Tirmidzi 1337, Ahmad 6532, Abu Dawud 3580, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 5093).

5.   Mencari rezeki berusaha keras bertakwa dan bertawakal.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ.

“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS. At-Thalaq[65]:2-3).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ ، تَغدُوْ خِمَاصًا ، وتَرُوْحُ بِطَانًا

“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sungguh-sungguh tawakkal kepada-Nya, niscaya kalian akan diberikan rizki oleh Allah sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung. Pagi hari burung tersebut keluar dalam keadaan lapar dan di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR at-Tirmidzi 2344, Ibnu Majah 4164, Ahmad 370, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam as-Sahihah 310).

Pernahkah kita lihat burung-burung itu memiliki lumbung yang di pakai untuk menyimpan makanananya untuk hari esok…?

Pernahkah kita lihat burung-burung itu memiliki rekening…?

Pernahkah kita lihat burung-burung itu berdiam diri di sarang tanpa usaha…? Tidak, bahkan berterbangan dari ranting satu keranting yang lainnya. Bukankah ini sebuah usaha…?

Sedang burung-burung itu mereka tidak memiliki akal, tidak mampu meminjam kepada yang lain, namun Allah memberinya rezki, sehingga hidup.

Sungguh malu seandainya kita manusia yang di beri akal namun tidak mau berusaha, bermalas-malasan minta di kasihani orang lain.

Rasulullah sallallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى.

“Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.” (HR.Bukhari 1427 Muslim 1033)

6.   Bahaya memakan harta haram.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا تَزُولُ قَدِمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعِ خِصَالٍ: عَنْ عُمُرُهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيهِ.

“Tidak akan bergeser tapak kaki seorang hamba pada hari Kiamat, sampai ia ditanya tentang empat perkara. (Yaitu): tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang jasadnya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya darimana ia mendapatkannya dan kemanakah ia meletakkannya, dan tentang ilmunya, apakah yang telah ia amalkan“. (HR. at-Tirmidzi 2417, Ahmad 1/97 Ibnu Abi Syaibah 3/234 dan di shahihkan syaikh al-Albani)

إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ.

“Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya.“ (HR Ahmad 14441 Ibnu Hibban 4514 dan dishahihkan al-Albani At-Ta’liqu Ragib 3/350)

7.   Kaya dan miskin buka suatu tanda cinta dan benci Allah.

Allah ta’ala berfirman:

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ . وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ . كَلَّا.

“Adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kenikmatan, berkatalah dia, “Tuhanku telah memuliakanku.” Sementara itu, apabila Dia mengujinya lalu membatasi rezekinya, berkatalah dia, “Tuhanku telah menghinaku.” sekali-kali tidak.  ” (QS. Al-Fajr[89]:15-17).

Bahkan terkadang pemberian harta tersebut merupakan istidraj (pembinasaan Allah dengan cara halus) dari Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ.

“Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; dan mereka akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS. Al-Baqarah [2]:216).

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ.

“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.” ( QS. Al-An’am[6]:44).

Hal itu ditandai dengan kekafiran seseorang atau semakin jauhnya seseorang dari kebenaran.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ.

”Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. al-Baihaqi 819, ath-Thabrani 8272, dishahihkan  Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihah 414 ).

8.   Berbaik sangka kepada Allah ta’ala.

Pada asalnya Allah ta’ala menjamin rezekinya kepada semua hambanya namun ada kalanya hamba tersebut diuji, oleh karena itu hendaknya seseorang berbaik sangka kepada Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ.

“Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar.” (QS. Al-Baqarah[2]:155).

وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْـٔٗا وَهُوَ خَيْرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْـٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah[2]:175).

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ.

"Dan kalau sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, niscaya mereka akan melampaui batas di muka bumi. Tetapi Dia menurunkan (rezeki itu) menurut kadar yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat (terhadap hamba-hamba-Nya)." ( QS.Asy-Syura[42]:27).

9.   Manusia tidak pernah puas terhadap dunia.

Allah ta’ala berfirman:

اِنَّ الْاِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوْعًاۙ

“Sesungguhnya manusia diciptakan dengan sifat keluh kesah lagi kikir.” (QS. Al-Ma’arij[70]:19).

Ibnu Zubair pernah berkhutbah, wahai manusia sesungguhnya Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِىَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا  وَلَوْ أُعْطِىَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا  وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ.

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya manusia diberi lembah penuh dengan emas, maka ia masih menginginkan lembah yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan tanah..”( HR. Bukhari. 6438).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, hakekat orang yang kaya bukanlah yang banyak harta:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

Tidaklah kaya itu diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Akan tetapi yang dikatakan kaya adalah hati yang selalu merasa cukup. (HR. Bukhari 6446, Muslim 1051).

مَا الدُّنْيَا فِيْ اْلاَخِرَةِ إلاَّ كَمِثْلِ مَا يَجْعَلُ أحَدُكُمْ إصْبَعَهُ فِيْ الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ.

“Tidaklah dunia ini jika dibanding akhirat seperti jika seseorang diantara kalian mencelupkan jarinya ke lautan, maka hendaklah dia melihat air yang menempel di jarinya setelah dia menariknya kembali.”( HR.Muslim 2858).

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ .

“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan dalam pandangannya, dan dunia tidak datang kecuali apa yang Allah telah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan hatinya merasa cukup, dan dunia akan datang dalam keadaan merendah.(HR. IBnu Majah 4105, dishahihkan Syaikh al-Bani di dalam as-Shahihah 950).

لَوْ كَانَتِ ٱلدُّنْيَا تَعْدِلُ عِندَ ٱللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَىٰ كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ.

"Seandainya dunia itu sebanding (bernilai) di sisi Allah seperti sayap nyamuk, niscaya Dia tidak akan memberi orang kafir seteguk air pun darinya." (HR. at-Tirmidzi 2320, Ibnu Majah 4110, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahih al-Jami’ 5292).

10.                     Banyak bersyukur dan berdoa.

Allah ta’ala berfirman:

وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ  .

“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih. (QS. Saba’ [34]: 13].

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ.

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim [14]:7).

Rasulullah Sallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِيْ سِرْبِهِ  ,مُعَافًى فِيْ جَسَدِهِ, وَعِنْدَهُ قُوْتُ يَوْمِهِ, فَكَأَنَّمَا حِيْزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيْرِهَا.

 "Siapa saja di antara kalian yang merasa aman di tempat tinggalnya, diberikan kesehatan pada badannya, dan ia memiliki makanan untuk harinya itu, maka seolah-olah ia telah memiliki dunia seluruhnya". (HR Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad 300 At-Tirmidzi 2346, Ibnu Majah 4141, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam ash-Shahihah 2318).

Agar hati seseoarang bersyukur kepada Allah ta’ala, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan resebnya kepada kita:

اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.

"Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang berikan kepadamu" (HR Bukhari 6490 Muslim 2963).

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى, وَالتُّقَى, وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى.

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian diri (kehormatan), dan kecukupan."  (HR. Muslim 2721, at-Tirmidzi 3489, Ahmad 4162).

Namun apabila hati masih merasa sedih, tidak puas terhadap apa yang didapatkan maka dia bisa berdoa kepada Allah ta’ala agar di beri kepuasan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا.

“.Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, hawa nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim 2722).

Demikianlah semoga bermanfaat.

-----000-----

Sragen 26-07-2025

Junaedi Abdullah.

Senin, 21 Juli 2025

BAB 5 SYIRIK BESAR. SOAL: 4 BERDOA KEPADA ORANG MATI DAN HUKUM SEPUTAR KUBUR

 



BAB 5

SYIRIK BESAR.

SOAL: 4

BERDOA KEPADA ORANG MATI DAN HUKUM SEPUTAR KUBUR

س ٤ - مَا حُكُمُ دُعَاءِ الأَمْوَاتِ أَوْ الْغَائِبِينَ.

Soal 4: Apa hukum berdoa kepada orang yang sudah meninggal atau orang yang gaib (tidak ada di tempat).

ج ٤ - دُعَاءُ الأَمْوَاتِ أَوِ الْغَائِبِينَ مِنَ الشِّرْكِ الأَكْبَرِ .

Jawab 4: Berdoa kepada orang yang telah meninggal atau orang yang gaib atau tidak ada termasuk syirik akbar.

وَالدَّلِيلُ قوْلُهُ سُبْحَانَهُ وَ تعَالَى:

Dalilnya firman Allah subhanahu wa ta’ala:

}وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذَا مِنَ الظَّالِمِينَ{ }أَي مِنَ الْمُشْرِكِينَ{

“Janganlah engkau sembah selain Allah, sesuatu yang tidak memberi manfaat kepadamu dan tidak (pula) memberi mudarat kepadamu, sebab jika engkau lakukan (yang demikian itu), sesungguhnya engkau termasuk orang-orang zalim.” (QS. Yunus[10]:106). (Yakni: Musyrikin).

وَقَالَ :

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

)مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ( رواه البخاري

“Barang siapa meninggal dunia, dia menjadikan tandingan bagi Allah maka dia akan masuk kedalam negara.” (Riwayat Bukhari).

 

-----000-----

 

Penjelasan:

 

1.   Larangan menjadikan kubur-kubur tempat ibadah.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sakit dan membawa pada kematiannya, Beliau bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ اليَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا.

“Allah telah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (HR. Bukhari 1330, Muslim 529, Ahmad 1884).

Dari ‘Aisyah Ummul Mu’minin, bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah menyebutkan tentang sebuah gereja yang mereka lihat di Habasyah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar. Lalu mereka menceritakannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau bersabda:

إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.


"Sesungguhnya mereka itu, jika ada seseorang yang shalih di antara mereka lalu meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburannya, dan membuat gambar-gambar itu di dalamnya. Mereka itulah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah pada hari kiamat." (HR. al-Bukhari 427, Muslim 528).

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ .

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memberi kapur pada kubur, duduk di atas kubur dan memberi bangunan di atas kubur.” (HR. Muslim 970).

2.   Anjuran untuk berziarah kubur.

Diantara ajaran syari’at ini untuk mengingatkan kematian yaitu dengan ziarah kubur baik laki-laki maupun Perempuan hanya saja bagi Perempuan tidak boleh sering-sering ziarah kubur.

Dari Buraidah Ibnul Hushaib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا.

“Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah” (HR. Muslim 1977).


نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّ فِي زِيَارَتِهَا تَذْكِرَةً.

“Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah, karena hal itu akan mengingatkan (kematian).” (HR. Abu Dawud 3235).

          Adapun bagi wanita hendaknya tidak sering-sering melakukan ziarah kubur, dengan adab yang syar’i, seperti menutup aurat, tidak tabarruj, dan tidak meratap  hal itu berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَعَنَ اللّهُ زَوَّارَاتِ الْقُبُوْرِ.

“Allah melaknat wanita-wanita yang sering menziarahi kubur” dalam riwayat yang lain “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang sering ziarah kubur.” (HR. Abu Dawud 2478, Ahmad 8670, Ibnu Majah 1575, Tirmidzi 1056, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihu Al-Jami’ 5109).

3.   Boleh menziarahi kuburan orang kafir, namun tidak boleh mendoakan.

Allah melarang orang beriman menshalatkan dan mendoakan orang kafir, namun boleh menziarahi kuburnya.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ.

“Dan janganlah kamu sekali-kali menyolatkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (QS. At-Taubah [9]:84).

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ.

“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.” (QS. At-Taubah[9]: 113).

اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي.

"Aku meminta izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan bagi ibuku, namun aku tidak diizinkan melakukannya. (HR. Muslim 976, Ahmad 988, Ibnu Majah 1572).

 

Dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ, فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الآخِرَةَ.

"Dulu aku telah melarang kalian untuk menziarahi kuburan, maka sekarang Muhammad telah diberi izin untuk menziarahi kubur ibunya. Maka ziarahilah kuburan, karena ia mengingatkan kalian kepada akhirat." (HR. at-Tirmidzi1054).

Imam Nawawi rahimahullah berkata:

جَوَازُ زِيَارَةِ الْمُشْرِكِينَ فِي الْحَيَاةِ وَقُبُورِهِمْ بَعْدَ الْوَفَاةِ.

“Bolehnya menziarahi (mengunjungi) orang-orang musyrik semasa hidupnya dan  menziarahi kubur mereka setelah matinya.” (Syarah imam Nawawi, pada hadits imam Muslim ke 975).

4.   Hal-hal yang dianjurkan bagi orang-orang yang berziarah kubur:

1)  Meletakkan sandal sebelum memasuki area pekuburan.

Sebagaimana disebutkan di dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihiw asallam menegur seseorang yang memakai sandalnya di pekuburan:

يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ فَنَظَرَ الرَّجُلُ فَلَمَّا رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَرَمَى بِهِمَا.

"Wahai orang yang memakai sendal, celaka engkau, lepaslah sandalmu! Lalu orang itu melihat dan tatkala dia mengetahui (bahwa yang menegurnya adalah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia melepas dan melempar sandalnya," (HR. Bukhari di dalam adabul Mufrad 775, Abu Dawud 3230, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam al- Ahkam 139-140).

2)  Mengucapkan salam kepada penghuni kubur muslim.

Para peziarah disunnahkan untuk mengucap salam kepada penghuni kubur dari orang muslim.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لَلَاحِقُونَ أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ.

"Keselamatan kepada penghuni kubur dari kaum mukminin dan muslimin, kami InsyaAllah akan menyusul kalian semua. Aku memohon keselamatan kepada Allah untuk kami dan dan kalian semua." (HR. Muslim 975).

3)  Tidak berjalan di tengah kubur atau menduduki di atasnya.

Tidak menginjak-injak ataupun duduk di atas kuburan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersadba:

لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ.

“Sungguh jika alah seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga membakar bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas kubur.” (HR. Muslim 971, Abu Dawud 3228, Ahmad 8108).

4)  Bolehnya menyolatkan dikuburnya  apa bila tidak mengetahui kematiannya.

Dari Abu Hurairah, bahwa ada seorang laki-laki berkulit hitam atau seorang wanita berkulit hitam yang biasa membersihkan kotoran dari masjid. Kemudian ia meninggal dan dikuburkan, tetapi mereka tidak memberitahu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diberi tahu tentang hal itu, maka beliau bersabda:

دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهَا, فَانْطَلَقَ إِلَى الْقَبْرِ فَأَتَى عَلَى الْقُبُورِ فَقَالَ: إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مُمْتَلِئَةٌ عَلَى أَهْلِهَا ظُلْمَةً وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا عَلَيْهِمْ بِصَلَاتِي, ثُمَّ أَتَى الْقَبْرَ فَصَلَّى عَلَيْهِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِي أَوْ أَخِي مَاتَ وَدُفِنَ فَصَلِّ عَلَيْهِ قَالَ: فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ الْأَنْصَارِيِّ

"Tunjukkan aku kuburnya." Lalu beliau pergi menuju kuburan dan mendatangi makam-makam, kemudian bersabda: "Sesungguhnya kuburan-kuburan ini penuh dengan kegelapan bagi para penghuninya, dan sesungguhnya Allah Azza wa Jalla akan meneranginya atas mereka dengan shalatku." Kemudian beliau mendatangi kuburannya dan menshalatkannya. Lalu seorang laki-laki dari kaum Anshar berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku atau saudaraku telah meninggal dan dikuburkan, maka shalatkanlah dia." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun pergi bersama orang Anshar itu. (HR. Abu Dawud 2568, al-Baihaqi di dalam as-Sunan al-Kubra 7013, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Irwa’ 736).

5)  Mendoakan kebaikan

Orang beriman dapat memberikan manfaat kepada saudara yang beriman lainnya, meskipun mereka sudah meninggal.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah didatangi malaikat jibril dan diperintahkan agar mendoakan kepada penghuni kubur Baqi:

إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ.

“Tuhanmu memerintahkanmu agar mendatangi ahli kubur Baqi’ agar engkau memintakan ampunan buat mereka.” (HR. Muslim 974).

Namun demikian tidak boleh seseorang memiliki anggapan bahwa berdoa disisi kuburan lebih utama atau lebih khusuk sehingga hatinya merasa puas dan mantap, karena hal demikian ini merupaka amalan bid’ah yang tidak ada contoh dari Nabi dan para sahabat.

5.   Hal-hal yang terlarang bagi orang yang berziarah kubur:

1)  Berziarah pada tempat yang jauh.

Ziarah tidak lain untuk mengingat kematian, mendoakan kebaikan para penghuni kubur yang beriman, oleh karena itu tidak disyari’atkan menziarahi kubur pada tempat-tempat yang jauh.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: المَسْجِدِ الحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الأَقْصَى.

“Janganlah melakukan perjalanan jauh (dalam rangka ibadah) kecuali ke tiga masjid : Masjidil Haram, Masjid Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (Masjid Nabawi), dan Masjidil Aqsha.” (HR. Bukhari 1189, Muslim 1397).

Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan tentang hal ini:

وَأَمَّا إذَا كَانَ قَصْدُهُ بِالسَّفَرِ زِيَارَةَ قَبْرِ النَّبِيِّ دُونَ الصَّلَاةِ فِي مَسْجِدِهِ فَهَذِهِ الْمَسْأَلَةُ فِيهَا خِلَافٌ فَاَلَّذِي عَلَيْهِ الْأَئِمَّةُ وَأَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ أَنَّ هَذَا غَيْرُ مَشْرُوعٍ وَلَا مَأْمُورٍ بِهِ لِقَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ,   لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ: الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى

“Adapun jika tujuan safar adalah ziarah kubur Nabi shallallahu alaihi wa sallam saja tanpa bermaksud shalat (beribadah) di masjid Nabawi (jadi tujuannya bukan ibadah ke masjid Nabawi), maka ini adalah khilaf dan pendapat terkuat adalah ini tidak disyariatkan dan tidak diperintahkan” (al-Fatawa al-Kubra li Ibni Taimiyah 5/148).

Syaikh Muhammad Shalih al-Munajid berkata:

Tempat dianjurkannya ziarah kubur adalah kalau kuburan mayat tersebut ada di dalam negerinya. Kalau sekiranya jauh dari negerinya dimana kalau dia keluar dinamakan safar (bepergian), tidak dianjurkan ziarah (kubur) bahkan diharamkan. (https://islamqa.info/id/163231. Juga no 10011).

2)  Tidak disyari’atkan membawa bunga.

Hendaknya kaum muslimin menyadari banyak budaya di luar Islam yang dimasukkan ke dalam islam. Seperti menabur bunga (nyekar) dengan berbagai macam pernak-perniknya, bukan bagian dari ajaran islam, tidak boleh dilakukan, pelakunya bisa berdosa, apabila telah mengetahui tapi masih melakukan.

Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda:

إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِيْ كَبِيْرٍأَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ.

“Sungguh kedua penghuni kubur itu sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia kesana kemari menebar namimah (mengadu domba).” Kemudian beliau mengambil pelepah kurma basah. Beliau membelahnya menjadi dua, lalu beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya, “Wahai, Rasulullah, mengapa Anda melakukan ini?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

 لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا.

 “Semoga keduanya diringankan siksaannya, selama kedua pelepah ini belum kering.” (HR. al-Bukhari 216, Muslim 292).

Perlu diketahui perkara ini merupakan kekhususuan pada Rasulullah, karena beliau terkadang ditampakkan perkara gaib, pada saat itu beliau melihat penghuni kubur sedang disiksa, dan sebagai pembelajaran pada umat beliau.

Para sahabat tidak mengikuti apa yang beliau lakukan, karena itu tidak boleh mengkiaskan pelepah kurma dengan bunga setaman, atau lainnya, dengan dalih untuk mengirim penghuni kubur.

Apakah seseorang mengetahui jika penghuni kubur tersebut sedang disiksa, jika demikian berarti dia telah buruk sangka kepada penghuni kubur. (lihat pula Ahkamul Jana’iz, bab Ziarah Kubur, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).

3)   Tidak bercanda di pekuburan.

Demikian pula bercanda disaat ziarah, tentu hal ini menyelisihi hikmah ziarah kubur itu sendiri yaitu untuk mengingatkan akhirat atau mati, dan untuk melembutkan hati.

4)  Tidak meratapi di kuburan.

Meratapi jenazah dengan teriakan, jeritan, atau tangisan berlebihan ketika di kuburan adalah dosa besar.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ.

 “Orang yang melakukan niyahah bila mati sebelum ia bertaubat, maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dan ia dikenakan pakaian yang berlumuran dengan cairan tembaga, serta mantel yang bercampur dengan penyakit gatal” (HR. Muslim 934).

5)   Tidak membacakan Al-Qur’an dikuburan.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِى تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ

“Janganalah jadikan rumah kalian seperti kuburan karena setan itu lari dari rumah yang didalamnya dibacakan surat Al Baqarah.” (HR. Muslim 1860).

Syaikh al-Albani berkata, “ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat bahwa kuburan itu bukan tempat untuk membaca Al-Qur’an secara syar’i, oleh karena itu beliau menganjurkan agar membaca AL-Qur’an di dalam rumah-rumah.” (Ahkamul Jana’iz, Bab Ziarah Kubur, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).

Allah ta’ala berfirman:

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى.

“Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm[53]: 39).

Yaitu sebagaimana tidak dibebankan kepadanya dosa orang lain, maka demikian pula dia tidak memperoleh pahala kecuali dari apa yang diupayakan oleh dirinya sendiri.

Berdasarkan ayat ini Imam Syafi’i dan para pengikutnya menyimpulkan bahwa bacaan Al-Qur'an yang dihadiahkan kepada mayat tidak dapat sampai karena bukan termasuk amal perbuatannya dan tidak pula dari hasil upayanya. (Tafsir Ibnu Katsir, QS, An-Najm [53]:39).

Sayangnya setelah mengalami pergeseran waktu, sebagian besar pengikutnya (Imam Syafi’i)  mulai menyelisihi pendapat beliau ini.

Hal ini dikecualikan dari amal shalih atau setiap bacaan dari anak penghuni kubur tersebut, karena Nabi menyebutkan bahwa anak adalah bagian dari hasil usaha orang tua.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ, وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ.

“Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud 3528, Baihaqi 15743, Ibnu Majah 2290, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam shahih Ibnu Majah 2137).

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.

"Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan kepadanya." (HR. Muslim 1631, Tirmidzi 1376).

6)  Tidak menganggap lebih utama ketika berdoa dikubur.

Apa bila seseorang merasa lebih nyaman, puas, mantab berdoa di dekat kuburan, meskipun yang dimintai Allah maka hal ini adalah perkara bid’ah terlarang.

7)  Tidak berdoa kepada penghuni kubur.

Banyak para peziarah di mana mereka meminta kepada penghuni kubur, seperti memohon rezeki, keturunan, jodoh, atau keselamatan, semua ini adalah bentuk-bentuk kesyirikan.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذَا مِنَ الظَّالِمِينَ.}أَي مِنَ الْمُشْرِكِينَ{

“Janganlah engkau sembah selain Allah, sesuatu yang tidak memberi manfaat kepadamu dan tidak (pula) memberi mudarat kepadamu, sebab jika engkau lakukan (yang demikian itu), sesungguhnya engkau termasuk orang-orang zalim.” (QS. Yunus[10]:106). (Yakni: Musyrikin).

قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا.

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan-Nya dengan apa pun.” (QS. Al-Jinn[72]:20).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا وَلَا تَقُولُوا هُجْرًا.

“Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah jangan berkata yang buruk.” (HR. Ahmad 23052, Nasa’i 2033, Baihaqi di dalam al-Adab 280, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 4584).

Imam An Nawawi rahimahullah berkata,  bahwa al hujr adalah ucapan yang bathil. (Al-Majmu’ 310/5).

Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan: Disyariatkan melakukan ziarah kubur dalam rangka mengambil nasehat dan petuah serta mengingatkan pada kampung akhirat. Tentunya dengan syarat ketika melakukan ziarah kubur tidak mengucapkan kata-kata yang membuat Allah murka dan marah, seperti berdoa kepada penghuni kubur, beristighatsah (minta tolong) kepadanya selain Allah, men-tazkiyah-nya, menjamin penghuninya pasti masuk ke dalam surga, dan lain sebagainya. (Ahkamul Jana’iz, Bab Ziarah Kubur, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).

Dan lebih berbahaya lagi apabila seseorang menjadikan perantara penghuni kubur tersebut dengan Allah ta’ala, atau diyakini dengan sendirinya penghuni kubur tersebut dapat mengabulkan doanya, maka dia telah terjerumus kedalam syirik besar.

8)  Tidak menjadikan wasilah di dalam doanya antara penghuni kubur dengan Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

وَالَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهٖٓ اَوْلِيَاۤءَۘ مَا نَعْبُدُهُمْ اِلَّا لِيُقَرِّبُوْنَآ اِلَى اللّٰهِ زُلْفٰىۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِيْ مَا هُمْ فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ , اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِيْ مَنْ هُوَ كٰذِبٌ كَفَّارٌ

“Orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata,) “Kami tidak menyembah mereka, kecuali (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta lagi sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar[39]:3).

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَـٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِ ۚ

“Dan mereka menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat mendatangkan mudarat dan tidak (pula) manfaat kepada mereka, dan mereka berkata: ‘Mereka itu adalah pemberi syafa‘at kepada kami di sisi Allah’...” (QS. Yunus[10]: 18).

Demikianlah semoga bermanfaat.

 

 

-----000-----

 

Sragen 21-07-2025.

Junaedi Abdullah


HUD AQIDATAKA BAB 5 SYIRIK BESAR. SOAL: 6 APAKAH ORANG MATI DAPAT MENDENGAR

  BAB 5 SYIRIK BESAR. SOAL: 6 APAKAH ORANG MATI DAPAT MENDENGAR   س   ٦ - هَلْ يَسْمَعُ الأَمْوَاتُ الدُّعَاءَ . Soal 6: Apakah ...