Selasa, 19 Desember 2023

KRITERIA PEMIMPIN YANG BAIK.

 

Dari jaman kejaman manusia adalah makhluk sosial, mereka saling bahu-membahu dan tolong-menolong, tidak terkecuali mereka juga membutuhkan kepemimpinan di dalam menggerakkan peradaban mereka dan mengatur urusan-urusan baik internal (di dalam) maupun external(di luar).

Semua itu telah diatur di dalam agama ini, diantara kriteria pemimpin yang baik yaitu:

1.   Pemimpin wajib dari orang yang beriman.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ.

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin selain dari orang-orang mukmin." (QS An Nisa [4]:144).

Tidak boleh pemimpin dari orang kafir, atau berloyal kepada orang kafir.

Allah ta’ala berfirman: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Maidah[5]:51).

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً.

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.” (QS. Ali Imran [3]:28).

2.   Pemimpin wajib laki-laki.

Hendaknya pemimpin dari kalangan laki-laki.

Allah ta’ala berfirman:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ.

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita). (QS. An-Nisa’[4]:34).

Abu Bakrah berkata:

لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ، قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى، قَالَ: لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً .

“Tatkala ada berita sampai kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisro (gelar raja Persia dahulu) menjadi raja, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda, ” Suatu kaum itu tidak akan bahagia apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita”. ” (HR. Bukhari 4425)

Dari hadits ini, para ulama bersepakat bahwa syarat al imam al a’zhom (kepala negara atau presiden) haruslah laki-laki. (Lihat Adhwa’ul Bayan, 3/34, Asy Syamilah)

Al Baghawiy mengatakan dalam Syarhus Sunnah (10/77) pada Bab ”Terlarangnya Wanita Sebagai Pemimpin”:

Para ulama sepakat bahwa wanita tidak boleh jadi pemimpin dan juga hakim. Alasannya, karena pemimpin harus memimpin jihad. Begitu juga seorang pemimpin negara haruslah menyelesaikan urusan kaum muslimin.

3.   Seorang calon pemimpin hendaknya tidak haus kekuasaan.

Orang yang menghendaki kekuasaan akan menjadikan urusanya berat.

Dari Abdurrahman bin Samurah dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepadaku:

يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُوتِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُوتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا

“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan! Karena sesungguhnya jika diberikan jabatan itu kepadamu dengan sebab permintaan, pasti jabatan itu (sepenuhnya) akan diserahkan kepadamu (tanpa pertolongan dari Allâh). Dan jika jabatan itu diberikan kepadamu bukan dengan permintaan, pasti kamu akan ditolong (oleh Allâh Azza wa Jalla) dalam melaksanakan jabatan itu.”  (HR. Bukhari 6622, 7146, Muslim 1652, Abu Dawud 2929).

Begitu pula pemimpin tidak memberikan jabatan kepada orang-orang yang memintanya.

Dari Abu Musa Radhiyallahu anhu dia berkata, “Saya masuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan dua orang dari kaumku, lalu salah seorang dari kedua orang itu berkata:

أَمِّرْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَقَالَ الآخَرُ مِثْلَهُ، فَقَالَ: إِنَّا لاَ نُوَلِّي هَذَا مَنْ سَأَلَهُ، وَلاَ مَنْ حَرَصَ عَلَيْه.

“Jadikanlah kami sebagai amir (pejabat) wahai Rasulullah!” Kemudian yang seorang lagi juga meminta hal yang sama. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kami tidak akan mengangkat sebagai pejabat orang yang memintanya dan tidak juga orang yang tamak terhadap jabatan itu” (HR. Bukhari 7149).

Ibnu Hajar berkata, “Siapa yang mencari kekuasaan dengan begitu tamaknya, maka ia tidak ditolong oleh Allah.” (Fathul Bari, 13: 124)

Ibnu At Tiin mengatakan, “Larangan meminta kekuasaan ini berlaku secara umum. Namun ada kasus tertentu seperti pada kisah Nabi Yusuf yang beliau meminta kekuasaan sebagaimana disebut dalam ayat:

اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ

Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir).(QS. Yusuf[12]: 55).

Begitu pula terdapat pada Nabi Sulaiman,

وَهَبْ لِي مُلْكًا

Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan. (QS. Shad[38]: 35).

Ibnu At Tiin berkata bahwa larangan meminta kekuasaan seperti itu berlaku untuk selain Nabi.

 

Dahulu sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang meributkan siapa yang akan memimpin setelah Rasulullah, maka Abu Bakar memilih Umar, namun Umar tidak bersedia dan memilih Abu Bakar sebagai khalifah, orang-orangpun berjanji setia kepada Abu Bakar Ash-Shidiq.

Begitupula dahulu khalifah Umar bin Abdul Aziz mengundang walinya di Irak yang bernama Adi bin Arthah yang ketika itu berada di Damaskus. Beliau berkata "Wahai Adi, pergilah kepada Iyas bin Mu'awiyah Al-Muzanni dan Qasim bin Rabi'ah Al-Haritsi. Ajaklah keduanya membicarakan perihal pengadilan di Bashrah, lalu pilihlah salah satu dari keduanya." dia menjawab: "Saya mendengar dan saya taat wahai Amirul Mukminin.

Adi bin Arthah mempertemukan antara lyas dan Al-Qasim lahu berkata: "Amirul Mukminin semoga Allah memanjangkan umurnya memintaku untuk mengangkat salah satu dari kalian sebagai kepal porngadilan Bashrah. Bagaimana pendapat kalian berdua?”

Masing-masing mengatakan bahwa rekannyalah yang lebih utama (Iyas menganggap Al-Qasim lebih utama sedangkan Al-Qasim memandang bahwa Iyas lebih utama darinya) sambil menyebutkan keutamaan, ilmu dan kefakihannya.

Adi berkata: "Kalian tidak boleh keluar dari sini sebelum kalian memutuskannya."

Iyas berkata: "Wahai Amir, Anda bisa menanyakan tentang diriku dan Al-Qasim kepada dua fuqaha Irak ternama, yaitu Hasan Al-Basri dan Muhammad bin Sirin, karena keduanyalah yang paling mampu membedakan antara kami berdua."

Iyas mengatakan seperti itu karena Al-Qasim adalah murid dari kedua ulama tersebut, sedangkan Iyas sendiri tidak punya hubungan apapun dengan mereka. Al-Qasim menyadari bahwa Iyas akan memojokkannya, sebab kalau pemimpin Irak itu bermusyawarah dengan kedua ulama itu, tentulah mereka akan memilih dia dan bukan Iyas. Maka dia segera menoleh kepada Adi dan berkata: "Wahai Amir, janganlah Anda menanyakan perihalku kepada siapapun. Demi Allah yang tiada ilah selain Dia, Iyas lebih mengerti tentang agama Allah daripada aku dan lebih mampu untuk menjadi hakim. Bila aku bohong dalam sumpahku ini, maka tidak patut Anda memilihku karena itu berarti memberikan jabatan kepada orang yang ada cacatnya. Bila aku jujur, Anda tidak boleh mengutamakan orang yang lebih rendah, sedangkan di sini ada yang lebih utama."

Iyas berpaling kepada amir dan berkata: "Wahai Amir, Anda me- manggil orang untuk dijadikan hakim. Ibaratnya Anda letakkan ia di tepi jahannam, lalu orang itu (maksudnya Al-Qasim) hendak menyelamatkan dirinya dengan sumpah palsu, yang dia bisa meminta ampun Kepada Allah dengan beristighfar kepada-Nya, dan selamatlah ia dari apa yang ditakutinya."

Maka Adi berkata kepada Iyas: "Orang yang berpandangan seperti dirimu inilah yang layak untuk menjadi hakim." lalu diangkatlah Iyas sebagai qadhi di Bashrah. (Mereka Adalah Para Tabi’in, DR. Abdurrahman Ra’fat Basya).

Demikianlah orang-orang terdahulu mereka menolak untuk ditunjuk sebagai hakim atau Pejabat. Sungguh menyedihkan kondisi jaman kita sekarang bagaimana seseorang ingin mendapatkan jabatan mereka rela mengeluarkan harta untuk membeli dan menyuap agar mendapatkan jabatan tersebut.

4.   Pemimpin harus adil.

Keadilan pemimpin akan menjadikan ketenangan, ketentraman dan kedamaian, sebaliknya jika pemimpin tidak bisa adil akan terjadi banyak keresahan, kekacauan dan ketidak puasan pada masyarakat, hukum akan tumpang tindih, tajam ke bawah dan tumpul keatas, tidak ada lagi ketenangan.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah[5]:8).

Pemimpin harus menegakkan keadilan yang dimulai dari diri sendiri dan keluarganya.

Seorang wanita bangsawan Quraisy telah mencuri, kemudia mereka meminta agar Usamah memintakan keringanan kepada Rasulullah agar tidak memotong tangannya:

فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللهِ؟ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ، فَقَالَ: أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا.

Usamah pun berkata (melobi) rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk meringankan atau membebaskan si wanita tersebut dari hukuman potong tangan). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, ‘Apakah Engkau memberi syafa’at (pertolongan) berkaitan dengan hukum Allah?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdiri dan berkhutbah, ‘Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum), namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya’” (HR. Bukhari 6788, Muslim 1688).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُهُ رِبَانَا رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّهُ.

”Riba jahiliyyah telah dihapus. Dan riba yang pertama kali aku hapus adalah riba ‘Abbas bin Abdul Muthallib, Maka riba jahiliyyah dihapus seluruhnya.”  (HR. Abu Dawud 1907, Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani).


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah berkata, ”Demikianlah hukum. Demikianlah penguasa. Mereka pertama kali menerapkan aturan pada kerabatnya sendiri. Berbeda dengan penguasa pada hari ini, ketika kerabat para penguasa tersebut memiliki kekebalan hukum sehingga dapat berbuat semaunya sendiri.  Akan tetapi, pada masa rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam riba yang dihapuskan pertama kali adalah riba ‘Abbas bin Abdul Muthallib (paman beliau sendiri). Maka riba ‘Abbas dihapus seluruhnya” (Syarh Riyadhus Shalihin, 1/1907, Maktabah Asy-Syamilah).

Dari sini bisa diambil pelajaran seorang pemimpin harus memberi keteladanan di dalam keadilan.

5.   Pemimpin harus berilmu dan kuat.

Ilmu yang utama adalah ilmu agama dan juga dunia, sebagaimana dahulu ada nabi yang di minta umatnya agar memberinya seorang pemimpin Raja, kemudian Nabi tersebut memberitahu bahwasanya Allah telah memilih Talut karena ilmu dan badanya yang kuat.

Allah ta’ala berfirman:

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا قَالُوا أَنَّى يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ.

Dan nabi mereka berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab, "Bagaimana Thalut memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan itu daripadanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak?" (Nabi) menjawab, "Allah telah memilihnya (menjadi raja) kamu dan memberikan kelebihan ilmu dan fisik." Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah [2]:247).

Ibnu Katsir berkata: “Talut lebih sempurna ilmunya dan lebih kuat tubuhnya daripada kalian. Dari ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang raja atau pemimpin hendaknya memiliki ilmu, bentuk, cakap, kuat, serta perkasa tubuh dan jiwanya.” (Tafsir ibnu Katsir QS. Al-Baqarah[2]:247).

Lihatlah pemimpin yang lahir dari kalangan Nabi dan Rasul, Nabi Musa alaihi wa sallam,, Yusa bin Nun seorang panglima yang pembrani, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika perang Hunain, Khalid bin Walid dan lain-lain, Usamah dan lain-lain.

6.   Pemimpin harus amanah (terpercaya).

Hendaknya pemimpin harus amanah, jika pemimpin tidak bisa amanah pasti akan khianat dan tidak memikirkan rakyat, membiarkan rakyatnya menderita, akan sibuk memperkaya diri sendiri, keluarganya serta golongannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللَّهُ رَعِيَّةً، فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيحَةٍ، إِلَّا لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ.

        “Tiada seorang hamba yang diberi amanah rakyat oleh Allah lalu ia tidak memeliharanya dengan baik, melainkan hamba itu tidak akan mencium baunya surga.” ( HR. Bukhari 7150).

Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam juga bersabda:

فَإِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ، قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

"Apabila sifat Amanah sudah hilang, maka tunggulah terjadinya kiamat". Orang itu bertanya, "Bagaimana hilangnya amanah itu?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat". (HR. Bukhari 59).

Sebuah kisah, Abdullah bin Umar juga bercerita. Suatu malam, Abdullah selaku anak datang mengetok rumah Umar. Ia ingin berbicara dengan ayahnya yang merupakan seorang pemimpin kaum muslimin. Mendengar ketokan pintu, Umar pun bertanya, “Siapa di luar,” tanya.

Abdullah pun menjawab. “Saya Abdullah bin Umar, anak mu,” katanya. Kemudian  Umar melanjutkan, “Ada keperluan apa, wahai Abdullah,”. “Aku ingin berbicara dengan mu ayah,” jawab Abdullah.

Umar pun mempersilahkan anaknya masuk  rumah. “Kamu ingin berbicara untuk kepentingan pribadi atau masalah negara atau masalah kaum muslimin,” tanya Umar. “Saya ingin mebicarakan masalah pribadi, ayah,” tutur Abdullah.

Mendengar itu, Umar meniup mematikan lampu yang ada di rumahnya. Abdullah heran, akan sikap Umar. “Kenapa kamu matikan wahai amirul mukminin,” tanya Abdulla heran. Umar pun menjelaskan, “Lampu ini merupakan fasilitas negara yang diberikan pada ku, bagaimana mungkin aku mempergunakannya untuk membicarakan kepentingan pribadi keluarga ku, “ tutur Umar. Jadilah keduanya berbicara dalam gelap malam. (Tarikh Khulafa, Imam Jalaludin as-Suyuti).

7.   Pemimpin harus memiliki jiwa lembut dan tegas.

Pemimpin mestilah tegas ! Ketegasan  adalah sesuatu keputusan yang harus diambil secara cepat dan jelas dalam situasi yang tidak mengambang dan berlarut-larut. Sebab, tugas yang paling berarti bagi seorang pemimpin adalah mengambil keputusan yang baik, tepat dan normative, hal ini akan segera mengembalikan keadaan segera stabil.

Ketika orang-orang dipinggir Jazirah Arab mulai murtad setelah Rasulullah meninggal maka Abu Bakar mengirim pasukan untu memerangi mereka, kemudian Umar berkata: “ Apakah engkau akan memerangi orang-orang yang mengucapkan La ila ha illallah,” Kemudian Abu Bakar  berkata, “ Demi Allah aku akan memerangi orang yang dulu pernah menyerahkan sesuatu kepada Rasulullah meskipun seutas tali namun sekarang mereka menahannya.” Kemudian Abu Bakar membawakan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الإِسْلاَمِ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ.

"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, dan menunaikan zakat. Apabila mereka melakukan hal itu, maka mereka terjaga dariku darahnya dan hartanya kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka kembali pada Allah -Ta'ala.” (HR. Bukhari 25, Muslim 22).

Kemudian Umar mengakui kebenaran apa yang dilakukan Abu Bakar.

8.   Pemimpin hendaknya bersikap sederhana.

Seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat sederhana, kesederhanaan ini akan menjaga perasaan rakyatnya sehingga akan menumbuhkan rasa saling mencintai antara pemimpin dan rakyatnya.

Pemimpin yang dicintai dan mencintai rakyatnya. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خِيارُ أئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ ويُحِبُّونَكُمْ، ويُصَلُّونَ علَيْكُم وتُصَلُّونَ عليهم، وشِرارُ أئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ ويُبْغِضُونَكُمْ، وتَلْعَنُونَهُمْ ويَلْعَنُونَكُمْ.

"Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian cintai dan mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci dan membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian." (HR. Muslim 1855).

Pemimpin yang royal dan boros akan menjadi percontohan yang sangat buruk, menjadikan banyak perkara-perkara yang nantinya akan disia-siakan (mubadir).

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا . إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا.

“Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros." "Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. Al-Isra’[17]:26-27).

Dalam hal kesederhanaan bisa mengaca bagaimana sahabat Umar Ibnul Katab.

Anas berkata, “Antara dua bahu dari baju Umar radiyallahu ‘anhu terdapat empat tambalan, dan kainnya ditambal dengan kulit. Pernah ia khutbah di atas mimbar mengenakan kain yang memiliki 12 tambalan. (Sebagaimana yang dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dari jalan-jalan yang sahih bersumber dari riwayat Anas. (Ath- Thabaqat al- Kubra, 3/328).

Pemimpin yang sederhana akan menjauhkan tuduhan-tuduhan miring kepada dirinya, akan tampak benar-benar mensejahterakan rakyatnya bukan menyengsarakan.

Sebagaimana Umar bin Khatab berkeliling dan membantu orang yang lemah, mengangkat makanan dan memberikannya kepada janda wanita dan anak-anaknya.

Dari sini dibutuhkan agar seorang pemimpin memiliki pemikiran untuk berdaulat dari segi sandang, pangan, papan, dan juga alat-alat untuk kekuatan.

Pemimpin akan membuat trobosan-trobosan yang dibutuhkan rakyatnya, menutup apa yang dapat melemahkan ekonomi rakyatnya, bagaimana produk dinegrinya bisa menjalar sampai keluar negri, bukan sebaliknya mematikan dan memasukkan produk luar negri, tatkala terjadi peperngan pastia akan ambruk ekonomi negrinya tersebut karena semua bergantung kepada negri tetangga.

9.   Seorang pemimpin hendaknya mau meminta nasehat atau kritikan.

Seorang pemimpin akan merasa bersyukur dengan orang yang mengingatkan tentang kekurangannya, karena nasehat merupakan bagian dalam ajaran agama ini.

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Daary radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ: لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ.

“Agama itu adalah nasihat”. Kami pun bertanya, “Nasehat untuk siapa?”. Beliau menjawab, “Nasihat untu Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin)”. (HR. Muslim 55,  Abu Dawud 4944).

Amirul Mukminin Umar Ibnul Khatab radiallahu ‘anhu pernah berkata, “ Semoga Allah merahmati seseorang yang menunjukkan kesalahan kami.”

Suatu kali dia pernah bertanya kepada Salman tentang aib yang pernah dilakukannya. Maka salman menjawab, “ Aku mendengar engkau mengumpulkan dua sayur di meja makanmu dan engkau mengenakan dua pakaian satu untuk siang hari dan satu untuk malam hari.”

Umar berkata, “ Apakah ada selain itu.”

Salman menjawab, “Tidak.”

“ Kalau dua hal itu aku sudah tidak melakukannya lagi.” Jawab Umar ibnul Khatab.

Demikian pula beliau pernah bertanya prihal dirinya kepada sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman yang dijuluki sahabat yang mengetahui perkara orang munafiq.

Penjelasan Ibnul Qudamah, “ Orang salaf (terdahulu) sangat suka jika ada orang yang menunjukkan aib mereka. Sementara kita pada jaman sekarang justru marah besar jika ada yang menunjukkan aib kita.

Ini menunjukkan lemahnya iman. Akhlak buruk itu seperti kalajengking, jika ada seseorang yang memperingatkan dalam bajunya ada kalajengking, maka secepat itu pula kita akan bertindak untuk membunuh kalajengking tersebut. Sementara akhlak yang hina lebih berbahaya dari kalajengking bagi orang yang tidak menyadarinya.

(Minhajul Qashidin, “Tanda-Tanda Sakit Hati…” oleh Ibnu Qudamah)

 

10.                     Pemimpin hendaknya memiliki akhlak yang mulia.

Akhlaq yang mulia akan menjadi percontohan kepada rakyatnya, dia akan menjadi sorotan setiap perkataannya.

Allah memuji ahklaq Rasul-Nya karena memiliki akhlaq yang mulia.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam [68]: 4)

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21).

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ.

“Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl[16]:128).

Seorang pemimpin yang suka berbohong akan menjadikan hilangnya kepercayaan rakyatnya.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ.

Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta. (QS. An-Nahl [16]:105).

Pemimpin hendaknya mengusahakan kedaulatan bagi rakyatnya.

Pemimpin hendaknya berusaha untuk kedaulatan negrinya, baik sandang, pangan, papan, dan juga kekuatan.

Allah ta’ala berfirman:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ.

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-ANfal [8]:60).

Pemimpin akan membuat trobosan-trobosan yang dibutuhkan rakyatnya, menutup apa yang dapat melemahkan ekonomi rakyatnya, bagaimana produk dinegrinya bisa menjalar sampai keluar negri, bukan sebaliknya mematikan dan memasukkan produk luar negri.

Demikianlah semoga bermanfaat.

 

Sragen 20-12-2023

Junaedi Abdullah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUHASABATUN NAFS.

KOREKSI DIRI DAN ISTIQAMAH SETELAH RAMADHAN. Apakah kita yakin bahwa amal kita pasti diterima..?, kita hanya bisa berharap semoga Allah mene...