Kamis, 30 Oktober 2025

POTRET RUMAH TANGGA ISLAM.

 




POTRET RUMAH TANGGA ISLAM.

Rumah tangga Islam adalah rumah tangga yang diharapkan semua orang, penuh kebahagiaan lahir dan batin.

Adapun diantaranya:

1.   Dibangun di atas keimanan.

Iman kepada Allah adalah merupakan sumber utama seseorang untuk menggapai kebahagia, karena di dalamnya diajarkan iman kepada Allah, Para malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhir dan iman terhadap taqdir yang baik dan yang buruk.

Allah ta’ala berfirman:

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi ..” (QS Al Baqarah [2]:177)

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika menjawab pertanyaan Jibril:

فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.

“Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk...” (HR. Muslim 8).

Adapun orang kafir betapun banyaknya harta yang mereka miliki tidak akan mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin.

Oleh karena itu Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى.

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS.Thaha[20]:124)

2.   Bertakwa.

Taqwa maknanya: seorang hamba memasang perisai yang melindungi dirinya dari apa yang ia takutkan dan khawatirkan.

Ketakwaan hamba kepada Allah berarti membuat perisai yang melidungi Antara dirinya dan yang ia takutkan dari-Nya yaitu kemurkaan dan siksa-Nya. Caranya dengan menjalankan ketaatan kepadanya dan menjahui dari mendurhakai-Nya. (Lihat jami’ul ulum wal hikam, Ibnu Rajab Al Hambai, hadis ke-18)

Bila seseorang telah mampu benar-benar merealisasikan keimanan dan ketaqwaannya, hatinya di liputi kebahagiaan, ketenangan, ketentraman tidak ada rasa kuatir dan kecemasan.

Allah ta’ala berfirman:

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ . الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ.

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus[10]:62-63)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

"Wahai orang-orang yang beriman Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepadanya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Al-Imran[3]:102)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu  menafsirkan ayat “Bertakwalah pada Allah dengan sebenar-benarnya takwa” yang terdapat dalam surah Al- Imran ayat 102, beliau berkata:

أَنْ يُطَاعَ فَلاَ يُعْصَى  وَيُذْكَرُ فَلاَ يُنْسَى  وَأَنْ يُشْكَرَ فَلاَ يُكَفَّرُ.

“Maksud ayat tersebut adalah Allah itu ditaati, tidak bermaksiat pada-Nya. Allah itu terus diingat, tidak melupakan-Nya. Nikmat Allah itu disyukuri, tidak diingkari.” (Lihat An-nasih wal Mansuh, Abu Ja’far juga Jami’ul ‘Ulum wa Al-Hikam, Ibnu Rajab Al-Hambali)

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.

“Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada, dan hendaknya setelah melakukan kejelekan engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad 21536, Tirmidzi 1987 di shahihkan oleh syaikh al-Albani di dalam Shahihul jami’ 97).

3.   Semua anggota keluarga melakukan ketaatan.

Allah ta’ala berfirman:

 قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al An’am[6]:162).

Menjalankan ketaatan, shalat, puasa, membaca Al-Qur’an dan lainnya.

Begitu pula lemah lembut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:   

إِنَّ اللهَ إِذَا ارَادَ بِاهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أَدْخَلَ عَلَيْهِم الرِّفْقَ.

“Sesungguhnya jika Allah menghendaki kebaikan bagi sebuah keluarga maka Allah akan memasukan kelembutan kepada mereka.” (HR Ahmad 2669, Baihaqi di dalam Su’abul iman 6140, dishahikan oleh al-Albani dalam As-Shahihah 523).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الأَمْرِ كُلِّهِ.

“sesungguhnya Allah itu lembut, mencintai kelembutan.” (HR, Bukhari 6927).

4.   Bersukur.

Bersyukur apabila mendapatkan nikmat.

Allah ta’ala berfirman:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ.

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (QS. Al Baqara[2]:152).

Allah akan menambah nikmat kita apabila dia kufur.

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ.

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim [14]:7).

Adapun resep seseorang bisa bersyukur yaitu dengan melihat orang dibawah kita.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersadba:

اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.

"Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang berikan kepadamu" (HR Bukhari 6490, Muslim 2963).

اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ, وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ, وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ, وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا.

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, hawa nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim 2722).

5.   Bersabar mendapatkan musibah.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ.

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah[2]:155).

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ. لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ.

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. Al-Hadid[57]:22-23).

Rasulullah sallallahu ‘alaihi w sallam bersabda:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ, إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ, وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ.

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu).

Bagaimana agar kita bersabar.

·       Semua telah ditaqdirkan Allah ta’ala.

·       Berkaitan dengan harta yang tertipu, semua akan dikembalikan.

·       Melihat musibah yang lebih besar.

·       Allah akan membalas dengan lebh baik apabila bersabar.

Demikianlah semoga bermanfaat. Aamiin.

 

Sragen 30-10-2025

Abu Ibrahim Junaedi Abdullah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Selasa, 28 Oktober 2025

BAB 4 MACAM-MACAM SYIRIK BESAR. SOAL: 10 HUKUM BERNADZAR.

 


BAB 4

MACAM-MACAM SYIRIK BESAR.

SOAL: 10

HUKUM BERNADZAR.

 

١٠ - هَلْ يَحُوْزُ النَّذَرُ لِغَيْرِ اللَّهِ .

Soal 10: Apakah boleh kita bernadzar untuk selain Allah.

ج ١٠ - لا يَجُوزُ النَّذَرُ إِلَّا الله .

Jawab: Kita tidak boleh bernadzar untuk selain Allah.

لِقَوْلِهِ تَعَالَى:

Allah ta’ala telah berfirman:

 { رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَوَّرًا } سورة آل عمران : ٣٥

“(Ingatlah) ketika istri Imran) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku menad zarkan kepada-Mu apa yang ada di dalam kandunganku murni untuk-Mu (berkhidmat di Baitulmaqdis).” (QS. Ali-Imran[3]:35).

وَقَوْلُ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهِ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ) رواه البخاري

"Barangsiapa bernadzar dalam hal ketaatan kepada Allah, maka tunaikanlah; dan barangsiapa yang bernadzar dalam hal maksiat kepada Allah, maka janganlah ia melaksanakannya (mendurhakai Allah)." (Hadits riwayat Bukhari)

 

-----000-----

 

Penjelasan:

Nadzar merupakan syariatkan Islam yang ditunjukkan oleh al-Qur'an, as-Sunnah, dan ijma'.

Nadzar sering dilakukan oleh manusia oleh karena itu wajib mengetahui hukumnya.

1.   Pengertian nadzar.

·   Secara bahasa (lughah), kata nadzar (نذر) berarti “berjanji” atau “menetapkan sesuatu atas diri sendiri,” bisa dalam hal baik atau buruk.

·   Secara syar‘i (hukum Islam), nadzar adalah “komitmen seseorang untuk melakukan ibadah tertentu yang sebelumnya tidak wajib,”  (Syarh az Zurqani ala Muwatta’ Al Imam Malik
Penulis: Muhammad bin Abd Al Baqi bin Yusuf Az Zurqani, seorang ulama asal Mesir dari kalangan Al Azhar)

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan juga menjelaskan:

An-Nadzru mashdar dari نَذَرَ - يَنْدُرُ yaitu mewajibkan bagi dirinya sesuatu yang tadinya tidak diwajibkan syari'at atasnya dalam rangka mengagungkan yang diberikan nadzar. Asal makna dalam bahasa ialah mewajibkan. (Syarah Kitab at-Tauhid bab 12, Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan).

2.   Dalil-dalil disyari’atkannya nadzar.

Allah ta’ala berfirman:

وَمَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ نَّفَقَةٍ اَوْ نَذَرْتُمْ مِّنْ نَّذْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُهٗ .

”Infak apa pun yang kamu berikan atau nazar apa pun yang kamu janjikan sesungguhnya Allah mengetahuinya. Bagi orang-orang zalim tidak ada satu pun penolong (dari azab Allah). (QS. Al-Baqarah[2]:270).

يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا.

“Mereka memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al-Insan[76]:7).

ثُمَّ يَجِىءُ قَوْمٌ يَنْذُرُونَ وَلاَ يَفُونَ.

Kemudian datanglah suatu kaum yang bernazar lalu mereka tidak menunaikannya, …. ” (HR. Bukhari 6695, Muslim 214).

3.   Hukum nadzar.

Hukum nadzar pada asalnya Adalah makruh. (fikih muyassar).

Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alai wa sallam bersabda:

إِنَّهُ لَا يَرُدُّ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الشَّحِيْحِ.

"Sesungguhnya nadzar itu tidak menolak apa pun, ia hanya dikeluarkan dari orang yang kikir. (HR. Bukhari 6608, Muslim 1639).

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا يَنْهَانَا عَنِ النَّذْرِ وَيَقُولُ: إِنَّهُ لَا يَرُدُّ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الشَّحِيحِ.

“suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk bernazar, beliau bersabda: ‘Nazar sama sekali tidak bisa menolak sesuatu. Nazar hanyalah dikeluarkan dari orang yang bakhil (pelit).” (HR. Bukhari 6608, Muslim 1639).

Dari Abdullah bin Umar radhaiyallahu ‘anhuma, berkata:

لَا تَنْذِرُوا فَإِنَّ النَّذْرَ لَا يُغْنِي مِنَ الْقَدَرِ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ.

“Janganlah kalian bernazar, karena nazar tidak bisa mengubah takdir sedikit pun. Nazar hanya dikeluarkan dari orang yang kikir.”
(HR. Muslim 1640, Tirmidzi 1538, Ahmad 9340).

4.   Syarat-syarat orang yang bernadzar.

Syarat-syarat Nadzar:

1)   Nadzar tidak sah kecuali dari orang dewasa.

2)   Berakal.

3)   Dengan sukarela.

Tidak sah nadzar:

1)   Dari anak-anak.

2)   Orang gila dan orang lemah akal.

3)   Orang dipaksa.

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

رُفِعَ القلم عن ثلاثةٍ: عن النَّائم حتى يستيقظَ وعن الصَّبىِّ حتى يَحتَلِمَ وعن المجنونِ حتى يَعقِلَ

“Pena cacatan amal diangkat dari tiga golongan: dari orang gila sampai ia sadar, dari orang tidur hingga ia bangun, dan dari anak kecil hingga ia baligh.” (HR. Abu Dawud 4403, Ibnu Hibban 143, dishahihkan syaikh al-Albani di dalam al-Irwaa’ 298).

Dan berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لِأُمَّتِي عَنِ الْخَطَأِ وَالنِّسْيَانِ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ.

"Sesungguhnya Allah telah memaafkan umatku dari (kesalahan yang terjadi karena) keliru, lupa, dan karena dipaksa.” (HR. Thabrani 1090, Ibnu 2043, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Misykah 6284).

5.   Macam-macam nadzar.

1)   Nadzar mutlak (nadzar yang sifatnya tanpa mengikat)

2)   Nadzar mu’alaq (terikat)

Contoh Nadzar mutlak (tanpa terikat) seperti seseorang berkata tiba-tiba mewajibkan dirinya untuk melakukan ketaatan.

Contoh nadzar mu’alaq (terikat) seperti seseorang mewajibkan dirinya untuk melakukan ketaatan bilamana yang diharapkan terwujud.

6.   Hukum-hukum nadzar.

1)   Nadzar yang benar, yaitu nadzar berupa ibadah atau ketaatan yang ingin dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, nadzar ini terakad dan hukumnya wajib dilakukan. (lihat fikih Muyassar),

2)   Nadzar maksiat. (tidak dibenarkan).

Nadzar yang tidak benar yaitu bernadzar untuk penghuni kubur, para nabi, wali, atau nadzar untuk membunuh, minum khamer, atau maksiat lainnya, maka nadzar seperti ini tidak terakad, pelakunya tidak boleh melakukannya. (lihat Fikih Muyassar).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهِ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ.

"Barangsiapa bernadzar dalam hal ketaatan kepada Allah, maka tunaikanlah; dan barangsiapa yang bernadzar dalam hal maksiat kepada Alloh, maka janganlah ia melaksanakannya (mendurhakai Allah)." (HR. Bukhari 6700, Abu Dawud 3289).

3)   Nadzar yang mubah.

Nadzar yang mubah ada dua pendapat:

a)   Wajib ditunaikan.

Dari Buraidah ia berkata, Seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata:

إِنِّي كُنْتُ نَذَرْتُ إِنْ رَدَّكَ اللَّهُ سَالِمًا أَنْ أَضْرِبَ عِنْدَكَ بِالدُّفِّ قَالَ: إِنْ كُنْتِ نَذَرْتِ فَاضْرِبِي وَإِلَّا فَلَا.

“Sesungguhnya aku telah bernazar, jika Allah mengembalikan engkau (dari peperangan) dengan selamat, maka aku akan memukul rebana di hadapanmu.” Beliau bersabda: “Jika engkau telah bernazar, maka pukullah (rebana itu); namun jika tidak, maka jangan.” (HR. Tirmidzi 3690, Ahmad 32011, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam al-Irwaa’ 2588). (Fikih Muyassar).

b)  Tidak wajib dipenuhi.

Yaitu nadzar melakukan sesuatu yang mubah seperti nadzar memakai baju atau mengendarai kendaraan, dan yang sepertinya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memilih pendapat bahwa tidak ada suatu kewajiban nadzar yang mubah, berdasarkan hadits Ibnu Abbas, dia berkata,

بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ قَائِمٍ فَسَأَلَ عَنْهُ فَقَالُوا: أَبُو إِسْرَائِيلَ نَذَرَ أَنْ يَقُومَ وَلاَ يَقْعُدَ وَلاَ يَسْتَظِلَّ وَلاَ يَتَكَلَّمَ وَيَصُومَ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مُرْهُ فَلْيَتَكَلَّمْ وَلْيَسْتَظِلَّ وَلْيَقْعُدْ وَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ.

"Saat Nabi sedang berkhutbah, tiba-tiba ada seorang laki-laki berdiri, maka Nabi bertanya tentangnya, maka orang-orang menjawab, 'Dia Abu Isra'il, dia bernadzar untuk berdiri di (bawah terik) matahari dan tidak berteduh, tidak berbicara dan berpuasa. Maka beliau bersabda, 'Suruh dia agar berbicara, berteduh, duduk, dan menyempurnakan puasanya.” (HR. Bukhari 6704, Abu Dawud 3300). (lihat Fikih as-Sunnah li An-Nisa, Syaikh Abu Malik Kamal bin as-syyaid Salim).

7.   Nadzar orang yang telah meninggal.

Bila seseorang bernadzar namun belum menunaikan kemudian meninggal hendaklah walinya memenuhi nadzar tersebut.

Dari Ibnu Abbas, bahwa Sa‘d bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu meminta fatwa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata:

إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا قَالَ: نَعَمْ.

“Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, dan ia masih mempunyai nadzar yang belum ditunaikan. Apakah aku boleh menunaikannya untuknya?” Beliau bersabda: “Ya.” (HR. Bukhari 2761, Abu Dawud 3307).

8.   Kafarah (denda) orang yang membatalkan nadzar.

Allah ta’ala berfirman:

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الْاَيْمَانَۚ فَكَفَّارَتُهٗٓ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ ۗفَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ ۗذٰلِكَ كَفَّارَةُ اَيْمَانِكُمْ اِذَا حَلَفْتُمْ ۗوَاحْفَظُوْٓا اَيْمَانَكُمْ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ.

“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja. Maka, kafaratnya (denda akibat melanggar sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin dari makanan yang (biasa) kamu berikan kepada keluargamu, memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Siapa yang tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasa tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah (dan kamu melanggarnya). Jagalah sumpah-sumpahmu! Demikianlah Allah menjelaskan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (QS. Al-Ma’idah[5] : 89).

Imam Al Baghawi rahimahullah menjelaskan:

كُلُّ مَنْ لَزِمَتْهُ كَفَّارَةُ الْيَمِينِ فَهُوَ فِيهَا مُخَيَّرٌ إِنْ شَاءَ أَطْعَمَ عَشَرَةً مِنَ الْمَسَاكِينِ, وَإِنْ شَاءَ كَسَاهُمْ وَإِنْ شَاءَ أَعْتَقَ رَقَبَةً.

Setiap orang yang mendapat kewajiban menunaikan kafarat sumpah(atau nadzar penulis) dia boleh memilih sekehendaknya. Jika dia ingin memilih memberi makan sepuluh orang miskin silahkan, atau memberi mereka pakaian juga silahkan, atau ingin membebaskan bedak. (Tafsir Al Baghawi QS. Al-Ma’idah [5]: 89).

Sahabat Uqbah bin Amir meriwayatkan hadis dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda:

كَفَّارَةُ النَّذْرِ كَفَّارَةُ الْيَمِينِ .

“Tebusan melanggar nazar sama dengan tebusan melanggar sumpah. (HR. Muslim 1645, Abu Dawud 3323).

Demikianlah semoga bermanfaat. Aamiin.

 

-----000-----

 

Sragen 21-10-2025

Junaedi Abdullah.

BEKAL DIHARI TUA.

  BEKAL DI HARI TUA. Seiring perjalan waktu gegab gempita dan hiruk pikuknya dunia tidak terasa umur kita sudah tua, hal itu ditandai deng...