Sabtu, 23 September 2023

TANDA KEBAHAGIAAN HAMBA.



TANDA KEBAHAGIAAN HAMBA.

Kebahagiaan adalah setiap apa yang dikejar oleh manusia di dunia ini, mereka mengejar kebahagiaan dunia, ada juga yang mengejar kebahagiaan di akhirat, semua semua berusaha mencari kebahagiaan dengan cara yang mereka tempuh.

Kalau kita melihat manusia mereka mengaitkan kebahagiaan dengan perkara dunia.

Sebagian orang mengejar popularitas dia menyangka dengan karena dia menyangka dengan popularitas tersebut dia bisa bahagia.

Sebagian lagi mengejar-ngejar jabatan dia menyangka kalau dia memiliki jabatan paling tinggi dia bahagia.

Sebagian lagi mengejar harta dia menyangka harta adalah sumber bahagia.

Ada juga yang mengejar kebahagiaan dengan hiburan, karena menyangka dengan hal itu hatinya menjadi bahagia.

Demikianlah yang kita lihat manusia di atas muka bumi ini, namun kenyataannya banyak yang akhirnya jauh dari kebahagiaan.

Kita lihat banyak orang-orang kaya yang terjerumus di dalam narkoba, anak-anak mereka nakal, istri mereka selingkuh.

Ternyata apa yang mereka kira bisa membahagiakan tersebut bukanlah sumber kebahagiaan namun justru sumber kesengsaraan.

Semua itu merupakan kebahagiaan yang palsu dan semu.

Adapun tanda kebahagiaan yang sebenarnya adalah apa yang bisa membawa kebahagiaan di dunia dan kelak di akhirat.

Seorang ulama kenamaan yaitu, Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa tanda kebahagiaan itu ada 3 hal. Yaitu bersyukur ketika mendapatkan nikmat, bersabar ketika mendapatkan cobaan dan bertaubat ketika melakukan kesalahan. Beliau mengatakan: sesungguhnya 3 hal ini merupakan tanda kebahagiaan seorang hamba dan tanda keberuntungannya di dunia dan di akhirat.

Adapun rinciannya sebagai berikut.

1.   Bersyukur apabila mendapatkan nikmat.

Allah ta’ala berfirman:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ.

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (QS. Al Baqara[2]:152).

Allah akan menambah nikmat kita apabila dia kufur.

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ.

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim [14]:7).

1)   Cara bersyukur yang benar

Seorang hamba dapat dikatakan bersyukur apabila memenuhi tiga hal:

 Pertama, Hatinya mengakui dan meyakini bahwa segala nikmat yang diperoleh itu berasal dari Allah Ta’ala semata.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ..

Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. An Nahl [16]: 53).

Dari sini Qarun telah keliru, tidak menyandari bahwa nikmat tersebut datangnya dari Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman:

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي.

 

Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." (QS. Al-Qashas [28]:78).

Kedua Lisannya mengucapkan kalimat yang baik dan memuji Allah ta’ala.

 

Hamba yang bersyukur kepada Allah ta’ala ialah hamba yang bersyukur dengan lisannya. Allah sangat senang apabila dipuji oleh hamba-Nya. Allah cinta kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa memuji Allah Ta’ala.

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ.

Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (Qs. Adh Dhuha[93]: 11).

 Ketiga Menggunakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala untuk beramal shalih.

Sesungguhnya orang yang bersyukur kepada Allah Ta’ala akan menggunakan nikmat Allah untuk beramal shalih, tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah. Ia gunakan matanya untuk melihat hal yang baik, lisannya tidak untuk berkata kecuali yang baik, dan anggota badannya ia gunakan untuk beribadah kepada Allah Ta’ala.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah, “Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan. (Minhajul Qasidin, pasal “ Batasan Dan Syukur Serta Hakekatnya hal terjemahan 515).

Jika demikian Allah akan membalas kebaikan hamba tersebut.

وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ.

“Allah itu Syakur lagi Haliim” (QS. At-Taghabun: 17).

Ibnu Katsir menafsirkan Syakur dalam ayat ini, “Maksudnya adalah memberi membalas kebaikan yang sedikit dengan ganjaran yang banyak” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 8/141).

Termasuk bersyukur, yaitu membalas kebaikan orang lain dengan kebaikan.

 مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ.

“Barang siapa orang yang tidak bersyuur kepada manusia dia tidak bersyukur kepada Allah.” (HR. Tirmidzi 1954, Ahmad 11703 di shahihkan syaikh al-Albani).

Adapun tips bagaimana supaya menumbuhkan rasa syukur:

·       Melihat orang dibawah kita.

اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.

"Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang berikan kepadamu" (HR Bukhari 6490 Muslim 2963).

·       Selalu melihat besarnya nikmat yang diberikan Allah kepada kita.

·       Mengingat rezki itu taqdirnya sendiri-sendiri.

·       Ada yang lebih baik dari harta dunia, yaitu amal shalih.

·       Berdoa kepada Allah agar hati kita diberi kepuasan.

اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا.

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, hawa nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim 2722).

 

2.   Bersabar ketika mendapatkan musibah.

Bersabar ada 3 :

1)   Sabar menjalankan perintah-Nya.

2)   Sabar menjahui larangan-Nya.

3)   Sabar menerima taqdir-Nya.

Hendaknya bersabar.

Allah ta’ala berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ.

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah[2]:155).

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ. لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ.

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. Al-Hadid[57]:22-23).

Bagaimana agar kita bersabar.

·       Semua telah ditaqdirkan Allah ta’ala.

·       Berkaitan dengan harta yang tertipu, semua akan dikembalikan.

·       Melihat musibah yang lebih besar.

·       Allah akan membalas dengan lebh baik apabila bersabar.

Contoh orang shalih dahulu.

Suatu hari di zaman khilafah al-Walid bin Abdul Malik, beliau mengundang Urwah bin Zubair ke Damaskus, Beliau mengajak putra sulungnya, datanglah ketetapan dan kehendak Allah, anaknya melihat-lihat kuda pilihan, tiba-tiba saja seekor kuda menyepakkan kakinya hingga anaknya tewas.

Belum lagi bersih tangannya mengubur anaknya salah satu telapak kakinya terluka, betisnya tiba-tiba membengkak dan menjalar dengan cepat.

Amirul mukminin mendatangkan tabib dari seluruh negri dan memerintahkan mengobati dengan cara apapun, para tabib memutuskan untuk mengamputasi kakinya.

Beliau tidak mau meminum arak untuk menghilangkan rasa sakitnya saat di amputasi, atau di bius, beliau memilih untuk shalat di saat di amputasi kakinya.

setelah minyak didihkan dan di teteskan pada luka untuk menghentikan pendarahannya, beliaupun pingsan.

Disaat bersamaan dengan itu di rumah Khalifah datang serombongan Bani Abbas, salah seorang diantara mereka buta matanya.

Al-Walid menanyakan sebab kebutaanya, dia menjawb:

"Wahai Amirul mukminin, dulu tidak ada seorangpun di kalangan Bani Abbas yang lebih kaya dalam harta dan anak dibandingkan saya, saya tinggal bersama keluarga saya di suatu lembah di tengah kaum saya.

Mendadak muncullah air bah yang langsung menelan habis seluruh harta dan keluarga saya, yang tersisa bagi saya hanyalah seekor onta dan seorang bayi yang baru lahir.

Onta itu sangat liar dan dia lari dari saya, maka saya taruh bayi saya lalu saya kejar onta tersebut, belum jauh saya berlari saya mendengar jerit bayi tadi, setelah saya menoleh ternyata kepalanya telah berada di mulut srigala dia telah memangsanya, saya kembali tapi tak bisa berbuat apa-apa karena bayi itu telah di lahapnya, setelah itu srigala itu lari kencang.

Saya kembali mengejar onta saya, setelah dapat, onta itu menyepakkan kakinya sehingga wajah saya hancur dan kedua mata saya buta, demikianlah saya dapati diri saya kehilangan harta dan keluarga dalam semalam saja dan hidup tanpa penglihatan. Demikian kisah orang yang buta tersebut.

Amirul mukminin menyuruh membawa orang tadi kepada Urwah agar menceritakan untuk menghibur dirinya.

Ketika pulang ke Madinah beliau menjumpai keluarganya, Urwah berkata sebelum di tanya:

"Janganlah kalian risau dengan apa yang kalian lihat Allah memberiku empat orang anak (ada yang menyebut tujuh) kemudian Dia mengambil satu, maka masih tersisa tiga, puji syukur kepada-Nya, Aku diberi empat kekuatan lalu Allah mengambil satu, maka masih tersisa tiga. puji syukur kepada Allah, masih banyak yang di tinggalkan untukku. (Maraji': "Mereka adalah Tabi'in" DR. Abdurahman Ra'fat Basya) (Lihat juga "Ibunda Para Ulama", penulis Sufyan bin Fuad Baswedan).

 3.   Bertaubat jika melakukan maksiat.

Perintah bertaubat kepada Allah.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا.

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya.” (QS.At-Tahrim[66]:8).

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ.

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Al-Imran[3]:135).

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” ( QS. Az-Zumar[39]:53)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) .

“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah “ar raan” yang disebutkan Allah di dalam firman-Nya, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (HR Tirmidzi 3334, Ibnu Majah 4244,  di shahihkan Syaikh al-Albani di dalam As-Shahihul Jami’ 1670).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَابَ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللهُ عَلَيْهِ.

“Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari sebelah barat, maka Allah akan menerima taubatnya.”  (HR. Ahmad 10419, Tabrani 7344, dishahihkan Syaikh al-Albani di dalam Mukhtashar Muslim 1920).

إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَالَمْ يُغَرْغِرْ.

“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selama nyawanya (ruhnya) belum sampai tenggorokan. (HR. Ahmad 6160, Tirmidzi 3537, dihasankan Syaikh al-Albani di dalam Ibnu Majah 4253).

وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً.

“Demi Allah. Sungguh aku selalu beristighfar dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhari 6037)

 

Demikianlah semoga bermanfaat.

 

Junaedi Abdullah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 5 MACAM-MACAM SYIRIK BESAR. SOAL: 7

BAB 5 MACAM-MACAM SYIRIK BESAR. SOAL: 7 KESYIRIKAN MEMINTA KEPADA ORANG YANG TELAH MATI ATAU ORANG YANG TIDAK ADA   س - ٧   : هَلْ ن...